MEKANISME PENYELESAIAN KREDIT Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (Umkm) (Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam)

BAB III MEKANISME PENYELESAIAN KREDIT

BERMASALAH PADA USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH UMKM Pada dasarnya setiap bank tidak terlepas dari munculnya peluang kredit bermasalah. Membahas mengenai kredit bermasalah, maka secara langsung bank akan dikaitkan dengan adanya risiko yang terkandung di dalam setiap pemberian kredit tersebut. Kredit bermasalah merupakan salah satu penyebab kesulitan bank menyangkut tingkat kesehatan bank, sehingga sedini mungkin bank harus dapat mengantisipasi akan timbulnya risiko kredit bermasalah. Secara umum, kredit bermasalah disebabkan oleh dua hal 107 : 1. Dari pihak perbankan, yakni masalah yang disebabkan oleh ketidaktelitian analisis terhadap kemampuan calon debitur, sehingga munculnya faktor kredit bermasalah tidak dapat diprediksi sebelumnya. Disamping itu, hal ini dapat pula terjadi karena adanya kolusi pihak analis dengan debitur sehingga proses analisis yang dilakukan tidak objektif. 2. Dari pihak nasabah yang disebabkan oleh dua faktor yaitu: a. Adanya unsur kesengajaan debitur yang tidak mau memenuhi kewajibannya kepada bank untuk membayar hutang sehingga muncul kredit macet. b. Adanya unsur tidak sengaja yang disebabkan debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya akibat faktor ekstenal seperti musibahforce mayor. 107 Kasmir, Manajemen Perbankan Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004 hlm 102. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 Ditinjau dari munculnya kegagalan pengembalian kredit, pada dasarnya disebabkan oleh faktor ekstern dan intern bank itu sendiri. Faktor – faktor tersebut antara lain 108 : 1. Self Dealing, yakni dikarenakan pejabat bank dalam melakukan penilaian kredit yang tidak objektif 109 , sehingga data yang diajukan tidak valid dengan tingkat objektifitas yang rendah. 2. Anxiety for income, kredit dianggap sebagai pendapatan oleh debitur dan bahkan dianggap sebagai pendapatan yang harus dicari sebanyak banyaknya. Jika anggapan debitur yang semacam ini yang ada dan mengabaikan kemampuan membayarnyarepayment capacity, maka kegagalan kredit akan semakin besar. 3. Compomis of Credit Principles 110 , yakni hal yang disebabkan petugas bank yang menerimamelewati batas toleransi penyimpangan prinsip perkreditan. Hal ini tentu akan memperbesar ruang kompromi dalam bentuk risiko sehingga sangat berbahaya dikemudian hari. 108 Warman Djohan, Kredit Bank,Alternatif Pembiayaan dan Pengajuannya, Jakarta: Mutiara Sumer Wijaya, 2000 109 Petugas bank terlibat dengan kepentingan pribadinya seperti: 1. Pemberian kredit kepada perusahaan yang sahamnya juga dimilikinya. 2. Petugas bank memperoleh bagian dari pinjaman yang akan direalisasikan. 3. Petugas bank memperoleh hadiah sebagai balas jasa pemberian kredit. 4. Petugas bank berhutang budi kepada nasabahnya. H.As Mahmoedin, Melacak Kredit Bermasalah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,2004 hlm 73 110 Tidak jarang petugas bank terlalu banyak memberikan keringanan kepada nasabah, sehingga memberikan kelonggaran yang sangat prinsip terkait pada persyaratan perkreditan dengan berbagai alasan seperti kekhawatiran nasabah pindah ke bank lain. Ibid Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 4. Non Existane of sounds lending Policies, penilaian kredit yang tidak didasarkan pada kebijakan kredit yang sehat, seperti adanya tingkat kejenuhan profil produk nasabah 111 sehingga pengembalian kredit tersendat. 5. Incomplete credit information 112 , dalam mengambil keputusan terhadap permohonan debitur seharusnya didasarkan pada prinsip 5 C’s analysis. Apabila keputusan yang diambil berdasarkan data yang tidak lengkap maka hal ini akan semakin membuka peluang munculnya kredit bermasalah di kemudian hari. 6. Failfure Obtain or Enforce Liquidation Agreement, Kegagalan dalam mendapatkan pelunasan kredit pada saat likuidasi yang juga merupakan kegagalan dalam persetujuan pemberian kredit. Hal tersebut terjadi karena kurang kuatnya pengikatan barang jaminan 113 yang diserahkan karena kurang memenuhi bukti kepemilikan dan kualitas jaminan itu sendiri. 111 Harus disadari bahwa produk yang dipasarkan tidak mungkin bertahan selamanya. Hal ini karena setiap produk tentu akan ada pesaing yang datang dan lebih unggul dan memuaskan bagi pelanggannya.Untuk itu petugas bank harus mampu mempelajari kondisi produk berdasarkan daur hidup produk product life cycle, yang dikategorikan kepada tahap pengenalan introduction, masa pertumbuhan growth, masa dewasa maturity, dan masa kejenuhan saturation atau penurunan declining. Lakukan penelitian pasar berdasarkan profil usaha dan product life cycle. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika produk sudah dewasa, maka perlu adanya tindakan yang hati hati karena takut produk akan mengalami penurunan.Ibid hlm 103 112 Untuk setiap proses analisis haruslah berdasarkan data yang akurat dan tepat. Biasanya pejabat bank meminta kepada nasabah perihal perkembangan usaha yang dibuktikan dari laporan keuangan selama tiga tahun terakhir.Namun pada kenyataannya, akibat laporan keuangan yang tidak ditatakerjakan dengan baik, sehingga data yang diperoleh hanyalah perkiraan saja sehingga data yang disajikan tidak akurat dan kemungkinan direkayasa. Hal ini tentu saja akan membahayakan kelancaran kredit. Ibid hlm 52. 113 Kelemahan pengikatan agunan secara jurudis memberi peluang kepada debitur untuk beritikad kurang baik, sehingga ketika muncul tuntutan hukum oleh bank, nasabah merasa yakin bahwa bank akan kalah. Disamping itu ada pula kemungkinan agunan fiktif karena petugas bank tidak melakukan pemeriksaan secara administratif terhadap agunan ke BPN, sehingga sertifikat yang diserahkan kepada bank adalah fiktif. Ibid hlm 68. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 7. Complacency, membuat sesuatu menjadi mudah dalam analisis permohonan juga merupakan kegagalan dalam pemberian dan pengembalian fasilitas kredit 114 . 8. Lack of Supervising, Kurangnya pengawasan juga merupakan penyebab kegagalan. Pengawasan pada waktu menganalisis,pencairan kredit, dan pada waktu berjalannya kredit sehingga sedapat mungkin dapat diketahui gejala awal apabila suatu permasalahan itu muncul untuk kemudian secara dini dapat dicarikan terapi pemecahannya 115 . 9. Technical Incompetence, Dilihat dari kemampuan teknis analisis dan pengurus bank dan apabila mereka tidak mempunyai kemampuan sebagaimana yang diisyaratkan, maka akan menyebabkan kegagalan dalam pemberian kredit. 10. Poor selection of risk 116 . Seluruh kemungkinan risiko kredit 117 yang muncul haruslah dianalisis agar dapat diminimalkan. 114 Bahwa setiap pencairan kredit harus melalui prosedur yang sudah baku.Hal ini berlaku bagi siapapun, walaupun nasabah sudah lama dan dapat dipercaya dan menggampangkan masalah, sementara masalah tersebut dapat saja muncul setiap saat dan terhadap siapapun. Ibid hlm 61 115 Bank kurang pengawasan dan pemantauan atas performance secara kontiniu dan teratur.Setiap usaha tentu ada risiko bisnis dan risiko non bisnis.Karena itu bank harus tahu persis setiap pengembangan usaha nasabahnya.Satu satunya cara dengan pengawasan dan pemantauan baik secara periodik maupun secara insidential dan secara kontiniu agar setiap masalah dapat diatas sedini mungkin. Ibid hl 57. 116 Sekecil apapun risiko bisnis yang muncul maka pejabat bank haruslah membuat skala risiko dengan melakukan seleksi sehingga setiap risiko dapat diperkecil atau dihadapi sedini mungkin atas berbagai kemungkinan, misalnya dengan membuat asuransi terhadap agunan kredit. Ibid hl 60 117 Risiko usaha bank banking business bank, adalah tingkat ketidak pastian mengenai keuntungan yang diharapkan akan diterima bank. Menurut jenisnya, terdapat enam jenis risiko yang dhadapi bank yakni: 1.Risiko kredit default risk, adalah risiko akibat ketidakmampuan nasabah mengembalikan pinjaman yang diterima bank yang secara hukum disebut wanprestasi. 2.Risiko investasi investment risk adalah risiko yang terjadi akibat penurunan nilai pokok portofolio surat berharga. 3.Risiko likuiditas Liquidity risk, adalah risiko yang dihadapi bank dimana permohonan kredit dan penarikan dana tabungan pada saat bersamaan. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 11. Over lending, yakni jumlah kredit yang diberikan melebihi jumlah yang dibutuhkan debitur, sehingga membuka peluang penggunaan kredit untuk tujuan lainnya. Apabila kredit digunakan untuk tujuan yang tidak direncanakan sebelumnya, maka akan memunculkan risiko kredit baru yang dapat menyebabkan kegagalan pemberikan dan pengembalian kredit 118 . 12. Competition,berkaitan dengan persaingan antara bank dimana masing masing bank berlomba untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan mudah kepada calon debitur. Apabila dalam persaingan itu hal hal prinsip persetujuan pemberian kredit dan pengelolaannya terabaikan maka bank akan berhadapan dengan risiko kegagalan dalam pemberian kredit. Dalam Rakornas Himpunan Bank - Bank Milik Negara HIMBARA yang dipimpin oleh Wakil Presiden RI, telah disepakati bahwa Bank BUMN menggunakan 4.Risiko Operasional operational risk, adalah berkenaan dengan ketidakpastian mengenai usaha bank akibat kerugian operasional dan kegagalan jasa pada produk yang baru. 5.Risiko penyelewenganpenggelapan Fraud risk, risiko yang terjadi akibat ketidakjujuran,penipuan moral hazart dari petugas bank. 6.Risiko Fidusia Fiduciary risk, adalah risiko yang timbul apabila bank memberikan jasa dengan bertindak sebagai amanat untuk pribadi maupun badan usaha. Muhammad Abduk Kadir, Segi Hukum Lembaga Keungan dan Pembiayaan Bandung:PT Citra Aditya Bakti,2000 hl 72 118 Praktek perbankan yang tidak sehat dilakukan bank Jakarta adalah pemberian kredit dalam jumlah besar kepada perusahaan milik pemegang saham yang hampir seluruhnya macet. Hal tersebut melanggar ketentuan batas maksimum pemberian kredit BMPK sebagaimana diatur dalam undang undang perbankan. Pemberian kredit yang berlebihan di kenal dengan istilah overlanding atau overcreditering akan menggoda nasabah untuk menggunakan kelebihan uang tersebut untuk membeli barang yang tidak produktif bagi perusahaanya. Berbagai alternatif akan dilakukan nasabah yang kelebihan kredit tersebut seperti memberikan hasil bagi perusahannya atau menanamkan kelebihan uang tersebut untuk membeli barang tetap yang tingkat likuiditasnya rendah sehingga tidak mungkin mampu menutup kewajiban jangka pendeknya kepada bank. Pemberian kredit yang berlebihan tersebut dapat terjadi karena: 1. Kelalaian petugas bank dalam memperoleh data yang akurat. 2. Kelemahan petugas bank dalam melakukan analisis. 3. Kesengajaan petugas bank bekerja sama dengan nasabah untuk kepentingan mereka berdua atau kolusi. H.As Mahmoeddin,op cit, Hlm 53 Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 PP No 33 Tahun 2006 untuk menyelesaikan kredit macet segmen UMKM. Adapun hal- hal yang menjadi butir kesepakatan tersebut adalah 119 : 1. Dalam upaya menggerakkan perekonomian nasional yang berkeadilan dan meningkatkan pengembangan UMKM, peserta rapat menyepakati hal hal sebagai berikut: a Penyelesaian kredit macet UMKM di bank Umum perlu dilaksanakan sebagaimana mestinya. b Penyelesaian kredit macet UMKM dilaksanakan berdasarkan PP No 332006. c Pelaksanaan penyelesaian kredit macet UMKM pada bank BUMN berdasarkan PP Tahun 2006 mengacu pada UU 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas PT dan UU 192003 tentang BUMN. d Dalam hal terdapat tindakan pidana dalam menyelesaikan kredit macet tersebut, rujukan hukum delik pidana yang diberlakukan adalah pidana umum. e Penyelesaian kredit macet dengan tata cara penghapusan piutang Negara sesuai dengan PP 332006 dilaksanakan dengan tertib dan sebaiknya dapat dihindari penyalahgunaan dalam pelaksanaan tersebut. 2. Peserta rapat berkewajiban untuk melaksanakan kesepakatan ini dalam lingkup kewenangan dan tanggung jawab masing-masing . Kesepakatan rapat terdiri atas Ketua BPK, Gubernur Bank Indonesia, Jaksa Agung RI, Meteri Perindustrian, Meteri Pertanian, Menteri Kalautan dan perikanan, Menteri Negara Koperasi dan UMKM, Menteri BUMN dan Dirut Bank-bank BUMN. C. Mekanisme Penyelesaian Kredit Bermasalah. Penyelesaian kredit bermasalah merupakan upaya bank dalam pengawasan kinerja perusahaan debitur. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah debitur tidak sanggup lagi dalam memenuhi kewajibannya. Indikasi tersebut dapat dilihat dari usaha 119 Materi HIMBARA Okt 2007,” Program Penyelesaian Kredit Macet Segmen UMKM PPKM- UMKM Dalam rangka Implementasi PP No 332006”, 2007. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 debitur yang mulai memburuk sehingga berpotensi menjadikan debitur tidak mampu lagi untuk membayar kewajiban yang telah disepakati. 1. Ruang lingkup penyelesaian kredit bermasalah Adapun identifikasi awal terhadap munculnya kredit bermasalah yang harus diperhatikan oleh perbankan adalah 120 : 1. Bahwa perbankan tidak boleh membiarkan atau menutup-nutupi adanya kredit bermasalah. 2. Bank harus mendeteksi sedini mungkin atas indikasi kredit bermasalah. 3. Bank tidak boleh melakukan penyelesaian kredit bermasalah dengan cara menambah plafond kredit. 4. Bank tidak boleh melakukan pengecualian dalam penyelesaian kredit bermasalah untuk semua debitur baik pelaku usaha besar ataupun kecil. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI2005 tentang Kualitas Aktiva Bank Umum, maka kualitas kredit ditetapkan menurut faktor penilaian yang meliputi prospek usaha, kinerja performance debitur, dan kemampuan membayar. Memperhatikan ketiga faktor penilaian faktor tersebut, maka kualitas kredit dibagi menjadi 121 : 1. Lancar L, adalah pinjaman kredit dengan tingkat pembayaran tepat pada waktunya dan tidak ada tunggakan pokok dan bunga. 120 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006 hlm 551 121 Lihat Pasal 12 ayat 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 2. Dalam Perhatian Khusus DPK, adalah pinjaman kredit yang terdapat tunggakan pembayaran pokok danatau bunga sampai dengan 90 hari. 3. Kurang Lancar KL, adalah pinjaman kredit yang terdapat tunggakan pembayaran pokok danatau bunga yang melampaui hari ke 91 sampai dengan hari ke 150. 4. Diragukan D, adalah pinjaman kredit yang terdapat tunggakan pembayaran pokok danatau bunga yang telah melampaui hari ke 151 sampai dengan 180. 5. Macet M, adalah pinjaman kredit yang terdapat tunggakan pembayaran pokok danatau bunga yang telah melampaui hari ke 180 sampai dengan 360. Angka non performing loan NPL yang cenderung meningkat merupakan tantangan utama yang menjadi perhatian perbankan. Secara umum faktor NPL ini memberikan efek yang negatif terhadap perkonomian secara makro, dimana bank akan melakukan pengurangan terhadap ekspansi kredit dan juga meningkatnya biaya operasi moneter. Disampaing itu, pengaruh peningkatan NPL ini juga akan mempengaruhi kinerja perbankan dalam pengambilan keputusan kreditnya karena akan berdampak pada status well performing bank itu sendiri. Hal ini yang menjadi kendala bagi ekspansi kredit, khususnya bank-bank BUMN yang notabene memiliki kegamangan dalam penyelesaian persepsi kredit bermasalah. Beda dengan bank swasta yang memiliki hak langsung dalam mengatasi kredit bermasalahnya, Bank BUMN sedikit terkendala akibat mekanisme penyelesaian kredit macet yang belum jelas. Bank-bank swasta dapat segera bersih dari NPL hanya melalui korporasi, sedangkan bank BUMN perlu melalui mata rantai yang panjang , karena harus melalui Panitia Urusan Piutang Negara PUPN . Dengan dasar itulah, melihat Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 perkembangan isu kredit macet pada bank BUMN saat ini yang dinilai sangat mengkhawatirkan, maka Pemerintah pada 16 Oktober 2006 melalui Departemen Keuangan telah mengumumkan peraturan pelaksanaan penyelesaian non performing loan NPLkredit bermasalah bank BUMN yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK No.87PMK.072006 tentang Pengurusan Piutang Perusahaan NegaraDaerah. PMK ini merupakan kelanjutan dari penerbitan Peraturan Pemerintah PP No.33 tahun 2006 sebagai pengganti PP Nomor 14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang NegaraDaerah. Secara umum, inti dari kedua aturan baru ini adalah penegasan kepada bank BUMN yang saat ini telah diberikan kewenangan utuh dalam mencarikan solusi pemecahan masalah kredit macet secara independen tanpa terikat oleh pengaruh faktor lain. Melalui ketentuan ini akan memberikan kemudahan bagi bank BUMN dalam menangani kredit bermasalah yang akan dihapus bukukan dan tidak perlu diserahkan kepada Ditjen Piutang dan Lelang Negara Departemen keuangan 122 . Dengan kebijakan ini, tentu saja memberikan gambaran bahwa bank BUMN telah memiliki kesamaan dengan bank swasta dengan kewenangan untuk memberikan keringan kepada debitur bermasalah. Keringan kredit yang dimaksud bagi debitur yang 122 Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia P. Nasution menilai kreditpiutang macet atau non performing loan NPL pada bank BUMNBUMD telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. “ Tingginya NPL di BUMN berdampak negatif pada pemerintah dan dunia usaha. Dampak negatif NPL bagi pemerintah, antara lain meliputi kehilangan penerimaan negara, sementara bagi dunia usaha adalah sulitnya memperoleh kredit, dan biaya ekonomi tinggi. Dengan pengaturan pengelolaan BUMN melalui mekanisme korporasi maka hal itu memberikan kesamaan ‘level of playing field’ antara bank BUMN dan bank swasta. Ini sangat positif bagi peningkatan kinerja bank BUMN dalam menjaga tingkat kesehatan bank melalui pengelolaan NPL yang lebih fleksibel dan transparan. Bankir Belum Berani Terapkan PP No 332006. http:www.bpk.go.id . Diakses tanggal 26-06-2008. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 kerap disebut juga dengan hair cut merupakan langkah yang biasa dilakukan oleh bank di seluruh dunia, terutama dalam penyelesaian kredit bermasalahnya. Pola restrukturisasi dengan metode keringanan ini merupakan satu bagian dari berbagai cara restrukturisasi dalam rangka penyelesaian NPL. Beberapa metode yang juga kerap digunakan dalam restrukturisasi NPL adalah rescheduling dan reconditioning utang 123 . Namun dalam implementasi di lapangan terhadap kebijakan PMK No.87PMK.072006 dan PP No.33 tahun 2006 ini bagi banker memunculkan pertanyaan baru. Keberadaan PP No.332006 dan PMK No.872006 pada kenyataannya masih menimbulkan praduga dan multi interpretasi yang berbeda antara bank dengan lembaga hukum yang ada. Keberatan bila aturan baru ini akan dijadikan topeng bagi para debitor bermasalah untuk sekadar mendapatkan keringanan dari bank. Hal ini menjadi isu sentral mengingat bahwa posisi BUMN secara luas juga tidak dapat dilepaskan dari konteks politik, dimana hal yang dikhwatirkan bahwa keberadaan PP 332006 ini dijadikan oleh konglomerat besar yang menunggak untuk mengurangi kewajiban bunga utang sehingga nilai dari prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik tidak diindahkan. Keluar pernyataan bahwa adanya aturan ini tidak menghilangkan delik korupsi bagi para debitor bermasalah maupun bankir yang memberikan keringanan. Pernyataan ini tentu telah membawa kegamangan di kalangan bankir bank BUMN. Satu hal yang perlu dimengerti dengan keluarnya peraturan PP 332006 ini adalah adanya penegasan bahwa piutang BUMN saat ini bukanlah merupakan bagian dari piutang negara. 123 Muhammad Djumhana, op cit hlm 554 Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 Ketakutan tersebut bagi perbankan adalah memunculkan persepsi bahwa kredit macet yang timbul di bank BUMN selama ini dianggap sebagai suatu tindakan pidana, padahal semua kredit selalu mengandung potensi kredit macet, sehingga kewenangan dalam haircut tersebut dibayangi oleh munculnya perkara di kemudian hari 124 . Satu hal yang harus di pegang tentunya bank BUMN juga tidak akan begitu saja memberikan keringanan kredit bermasalah kepada para debitor macetnya. Dengan demikian diharapkan keharusan adanya kriteria yang tegas untuk dapat membedakan antara debitor yang dapat diberikan keringanan dengan yang tidak 125 . Untuk mengantisipasi penyelewengan ketentuan dalam hair cut, pemerintah dalam hal ini telah pula menyampaikan bahwa untuk menjamin asas good corporate governance BUMN dalam pelaksanaan PP No 332006 dan PMK No 872006 akan dibentuk Oversight Committee OC yang tugas utamanya adalah mengawasi agar penyelesaian NPL benar- benar dilaksanakan sesuai tata kelola yang baik 126 . Tentunya keberadaan OC ini akan semakin memperkuat upaya penyelesaian NPL di bank BUMN dan kembali menjauhkan adanya moral hazard. Hanya saja keberadaan OC harus benar-benar diatur mekanismenya sehingga tidak menjadi perpanjangan birokrasi penyelesaian NPL yang 124 “Analisis Ekonomi Percepatan Penyelesaian NPL Bank BUMN” Sigit Wobowo http:www.bumn-ri.com diakses tangal 25-06-2008. 125 Dalam hal ini, Bank Mandiri beberapa saat lalu telah mengumumkan kriteria debitor berdasarkan itikad baik ataupun tidak baik. Agus Martowardojo, Selaku Direktur Utama Bank Mandiri, menegaskan bahwa bagi debitor yang tidak beritikad baik sama sekali tidak akan diberikan haircut. Ini merupakan suatu langkah konkret yang harus dituangkan dalam satu kebijakan bank BUMN. Kontan, 25 Juni 2008 126 Untuk jangka waktu pendek, sebagai upaya optimaliasi penyelesaian NPL bank BUMN, maka sudah selayaknya dituntut keberanian manajemen bank BUMN dalam mengambil risiko hair cut. Adapun tim yang termaksud dalam kelompok OC ini adalah kejaksaan, kepolisian, dan kementerian BUMN. Sebagai gambaran umum bahwa OC ini tertugas dalam menyusun parameter diskonhaircut, kriteria tegas yang dapat membedakan antara debitur yang diberikan keringanan dengan yang tidak. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 pada gilirannya akan menyebabkan hilangnya hakikat kesetaraan penyelesaian NPL dengan bank swasta. Dalam ketentuan mengenai penyelesaian kredit bermasalah tersebut hendaknya diatur dalam suatu Standard Operating Procedures SOP yang meliputi 127 : 1. Accountability yakni tolak ukur yang jelas, yang akan dijadikan acuan dalam mengukur kinerja penyelesaian piutang. 2. Transparency yakni prinsip keterbukaan yang dilakukan dalam penyelesaian piutang. 3. Responsibility yakni memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam penyelesaian piutang. 4. Fairness yakni perlakukan yang adil. Pemerintah memang mau tidak mau harus benar-benar percaya kepada tim manajemen yang telah ditunjuk bila penunjukkannya telah mengacu pada asas profesionalisme dan integritas. Sejumlah langkah Pemerintah di atas pada gilirannya akan mempercepat penyelesaian NPL bank BUMN sehingga akan mengoptimalkan fungsi intermediasi bank BUMN dan tentunya akan memberikan efek pengganda multiplier effect bagi perekonomian Indonesia. Jika kondisi ideal ini dapat terwujud, maka akan berdampak pada kemudahan sektor UMKM untuk mengakses permodalan dalam upaya menggerakkan sektor riil 128 . 127 Sigit Wibowo, Makalah disampaikan dalam seminar Nasional P3I, “Penyelesaian Kredit Bermasalah Sesuai Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2006,” DepKeu Jakarta, Juni 2008. 128 Ibid. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah PP ini, diharapkan NPL pada bank BUMN dapat turun secara cepat. Namun beberapa hal yang dapat menimbulkan multi persepsi adalah masih lemahnya pelaksanaan peraturan ini oleh perbankan BUMN dilapangan dikarenakan 129 : 1. Masih berlakunya UU No 49 Tahun 1960 tentang panitia urusan piutang Negara yang justru malarang bank BUMN melakukan haircut. UU tersebut mendefenisikan piutang BUMN sebagai piutang negara. 2. Multitafsir mengenai implementasi diantara pemerintah, perbankan BUMN dan penegak hukum yang menganggap keuangan BUMN sebagai keuangan Negara, sehingga jika banker melakukan haircut dianggap telah merugikan negara dan dapat dituntut secara pidana. 3. Pada dasarnya, kedudukan PP aturan ini sangat lemah dibanding aturan terkait pada korupsi dan keuangan Negara. UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa asset yang dimiliki BUMN adalah milik negara. Hal ini akan membuat pihak kepolisian dan kejaksaan dapat memeriksa bank BUMN dalam hal penghapusan kredit macet. 4. Adanya UU Nomor 172003 tentang keuangan negara dan UU Nomor 49 Prp1960, dimana kedudukan kedua UU ini lebih tinggi dari sekedar Peraturan Pemerintah. 5. Pasal 2 g UU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara juga menjelaskan keuangan negara meliputi kekayaan negaradaerah yang dikelola sendiri atau oleh 129 Iman Sugema, makalah disampaikan dalam Seminar Nasional “Optimalisasi Percepatan Penyelesaian Penghapusan Piutang Negara sesuai PP No 332006 dan PMK No 87PMK072006”, Jakarta, Juni 2008 Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termaksud negara yang dipisahkan pada perusahaan negaradaerah. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut adalah sudah tentu bahwa jika terjadi kasus restrukturisasi kredit, banker BUMN dapat dituduh telah merugikan keuangan negara dan akan berhadapan dengan pihak kepolisianKPK dengan ancaman sanksi pidana berupa penjara. Disamping itu, dalam hal kredit macet yang sudah tidak dapat ditagih, banker BUMN juga tidak dapat menjual asset debitur di bawah 50 dari nilai kredit karena akan terancam tuduhan merugikan negara. Dalam UU Nomor 31 tahun 1999 maupun Perubahan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor mengancam hukuman paling lama 20 tahun bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Hal ini tentu saja sangat bertolak belakang dengan kebijakan bisnis perbankan yang lebih mengutamakan aspek penyelamatan kredit bagi debitur yang telah menunggak. Bank Indonesia menilai bahwa kebijakan haircut ini merupakan aksi koorporat yang masih wajar dalam dunia bisnis perbankan. Namun kenyataannya kedua perbedaan sudut pandang ini menjadi dilema bagi perbankan BUMN dalam hal penyelesaian kredit bermasalahnya. Berangkat dari hal ini, maka dituntut dari pihak manajemen bank BUMN untuk dapat mengambil risiko haircut dengan catatan telah mendapat persetujuan dari RUPS. Dalam proses tindak lanjut terhadap penyelesaian kredit bermasalah tersebut satu hal yang tetap menjadi pegangan adalah bahwa penyelesaian piutang BUMN tetap mengacu Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 pada koridor hukum korporasi yakni UU No 40 tahun 2007 dan kekuasaan tertinggi pada RUPS. Disamping itu yang menjadi pegangan lain adalah UU Nomor 19 tahun 2003: Pasal 4 ayat 1 : Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan Dengan landasan tersebut, maka dalam mengambil keputusan penyelesaian kredit bermasalah tersebut seyogianya banker BUMN harus melakukan beberapa hal yakni 130 : 1. Menyangkut pada ketentuan yang jelas dan baku dalam membuat parameter diskonhaircut. 2. Kriteria yang jelas dan tegas untuk dapat membedakan antara debitur yang diberikan keringan dengan itikad baik atau tidak. 3. Penerapan koridor hukum yang jelas bagi pelaku bisnis dan banker yang memang terbukti melakukan tindakan korupsi. 4. Dalam pelaksanaannya, eksekusi haircut ini juga harus memperhatikan prinsip 5 C’s kredit. Dengan semakin jelasnya ketentuan yang mengatur tersebut, maka pihak banker dalam hal ini BUMN, akan dengan aman dan tenang dalam melakukan haircut terhadap kredit bermasalah dengan prioritas kepada 131 : 1. Pelaku Usaha UMKM. 130 Sigit Wibowo,“BNI Tunggu Perincian Aturan Sebelum Hair Cut’, , http:www.sme.co.id . Di akses tanggal 24-06-2008 131 Iman Sugema, Op cit hlm 9 Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 Selama ini, stagnasinya kegiatan UMKM untuk berkembang adalah memburuknya kualitas kredit segmen UMKM. Hal ini berpengaruh secara langsung terhadap sumber pendanaan perbankan yang pada giliranya akan mempersulit pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya. 2. Kepada debitur yang mengalami musibah bencana alamforce major yang mengakibatkan debitur tidak dapat melakukan prestasinya akibat kondisi yang tidak diduga. 3. Haircut diberikan kepada debitur yang usahanya tidak memiliki prospek baik lagi, namun agunan yang ada selama ini masih menutupi besarnya kredit. 4. Dengan diterbitkannya PP ini, diharapkan kebijakan ini dapat berlaku kepada semua kalangan baik pelaku bisnis mikro, kecil dan menengah. Melihat kondisi ini, dapat dinilai bahwa kredit macet secara langsung akan memberikan efek negatif terhadap sektor lain. Untuk itu diharapkan kebijakan yang ada seharusnya berlaku untuk semua stakeholders baik pebankan BUMN, swasta maupun asing. Hal ini sangat beralasan karena secara langsung pertumbuhan kredit baik oleh sektor korporasi maupun pelaku UMKM memiliki hubungan yang terkait untuk membutuhkan dan bekerjasama dalam upaya membangkitkan perekonomian nasional. 2. Manajemen Pengelolaan Non Performing Loan NPL Pada Perbankan. Secara umum, penyebab terjadinya kredit bermasalah yang menjadi NPL bank disebabkan oleh kondisi faktor ekonomi makro yang memburuk. Tingkat inflasi yang tinggi berdampak pada daya beli masyarakat menurun, sehingga arus perputaran uang di Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 masyarakat sedikit terganggu. Hal ini tentu saja berimplikasi terhadap pendapatan dan kemampuan debitur dalam hal menyelesaikan kewajiban kreditnya ke bank. Di samping itu, karakter debitur yang pada umumnya memang berniat untuk tidak memenuhi kewajibannya terhadap hutang di bank 132 . Melihat perkembangan kondisi ini, oleh Bank Indonesia kemudian mengeluarkan Peraturan terkait Kualitas aktiva bank Umun yang tertuang dalam PBI Nomor 722005 yang secara khususnya mengatur tentang NPL perbankan. Dalam upaya penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalahnya, maka salah satu langkah yang ditempuh dan telah disepakati untuk diterapkan adalah melalui proses restrukturisasi kredit. Dalam Keppres RI Nomor 56 tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa : Pasal 2 ayat 1 : Restrukturisasi kredit Usaha Kecil dan Menengah diberikan kepada perorangan atau badan usaha yang dikategorikan sebagai usaha kecil dan menengah yang mempunyai total pagu kredit per tanggal 31 Desember 1997 danatau sisa utang pokok sampai dengan Rp 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah per debitor pada bank dan atau Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Restrukturisasi kredit pada dasarnya dilakukan sebagai upaya perbaikan yang dilakukan perbankan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. Adapun jenis-jenis dari restrukturisasi kredit adalah 133 : 132 http:www.data perbankan sumut.com di akses tanggal 31-05-2008 133 Surat Keputusan Nokep S.94-DIRADK122005 Tentang Restrukturisasi Kredit. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 1. Perubahan Tingkat Suku Bunga adalah perubahanpenurunan suku bunga menjadi lebih kecil dari sebelumnya untuk penggunaan suku bunga setelah restrukturisasi. 2. Pengurangan tunggakan bunga dan atau dendapenalty. Pemberian keringan tunggakan bunga dan atau dengan maksimum sebatas tunggakan bunga dan atau denda yang belum dibayar. Pengurangan bunga tidak dapat dilakukan pada kredit yang direstrukturisasi dengan kategori Lancar L, Dalam Perhatian khusus DPK, dan Kurang Lancar KL. Namun untuk kredit yang telah masuk Diragukan D dan macet M dimungkinkan untuk pengurangan tunggakan bunga dan atau penalty sesuai kemampuan debitur. 3. Pengurangan tunggakan pokok kredit. Berpedoman pada anggaran dasar bank. Ketentuan ini mensyaratkan dalam rangka restrukturisasi kredit yang mengatur tentang penghapusan secara mutlak hapus tagih 4. Perpanjangan Jangka waktu kreditPenjadwalan kembali. Perpanjangan jangka waktu kredit, disesuaikan dengan kemampuancash flow debitur atau untuk kredit konsumtif disesuaikan dengan repayment capacity debitur tersebut. 5. Panambahan Fasilitas Kreditsuplesi Kredit. Penambahan fasilitas kredit adalah pemberian tambahan fasilitas kredit baik direct maupun contingent agar usaha debitur dapat beroperasi kembali sehingga dapat memenuhi kewajibannya kepada bank. Penambahan fasilitas kredit tidak Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 diperkenankan untuk melunasi tunggakan pokok dan atau bungadenda dan ditatakerjakan dalam rekening terpisah. Penambahan fasilitas kreditsuplesi kredit dalam rangka restrukturisasi kredit harus di dukung dengan agunan yang cukup. 6. Pengambilan asset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengertian asset debitur di sini meliputi asset usaha debitur, baik yang dijaminkan maupun tidak dijaminkan atau yang dijaminkan kepada pihak ketiga. Pengelolaan dan atau pengambilalihan asset debitur tersebut merupakan tindakan dalam rangka penyelamatan kredit secara aktif maupun pasif pengawasan 7. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara bank pada perusahaan debitur. Merupakan perubahan obyek perjanjian. Konversi kredit menjadi pernyertaan modal bersifat sementara dlakukan dalam rangka penyelamatan kredit. Restrukturisasi kredit berupa pernyertaan modal sementara hanya dapat dilakukan untuk kredit yang memiliki kualitas kredit Kurang Lancar KL, diragukan D dan Macet M. 8. Pembayaran sejumlah kewajiban bunga yang dilakukan kemudian deferred interest paymentinterest balloon payment, yakni bentuk restrukturisasi kredit yang dilakukan bank untuk menyehatkan usaha debitur dengan cara menangguhkan sementara sebagian atau seluruh beban bunga yang seharusnya dibayar kembali oleh debitur di kemudian hari sesuai dengan jadwal pembayaran Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Untuk bunga yang ditangguhkan sementara itu tidak dikenakan penalty. Suku bunga yang diatur tersebut meliputi: a Tingkat suku bunga yang dibebankan kepada debitur harus didukung atas dasar kemampuan keuangan usaha debitur, setelah terlebih dahalu banker melakukan analisus cash flow usaha debitur. b Selisih antara tingkat suku bunga yang dibebankan kepada debitur tersebut diatas dengan tingkat suku bunga yang seharusnya dibayar, merupakan bunga yang ditangguhkan dan dapat diangsur. c Tingkat suku bunga dapat di review secara periodik dan disesuaikan dengan cash flow usaha debitur. d Dalam jangka kredit, apabila terjadi perubahan suku bunga kredit, maka yang diubah adalah tingkat suku bunga yang ditangguhkan. 9. Penjualan agunan. Merupakan penjualan asset atau agunan debitur yang dilakukan secara dibawah tangan, yang diserahkan kepada bank dalam rangka penyelamatan. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penjualanpencairan asset debitur dengan prioritas penggunaan untuk mengurangi pokok pinjaman dan piutang ekstern. Disamping itu, upaya ini dimaksudkan untuk memperoleh harga jual yang optimal dengan alternatif cara pembayaran terbaik yang dapat diterima oleh bank. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 Dalam hal restrukturisasi kredit berupa penjualan agunan secara dibawah tangan berdasarkan kesepakatan antara para pihak bank, debitur, dan calon pembeli, maka apabila agunan yang akan dijual secara dibawah tangan tersebut telah diikat dengan hak tanggunan. Sebelum dilakukan penjualan harus mengikuti ketentuan dalam Undang Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggunan seperti terlebih dahulu di umumkan dalam media cetak atau elektronik yang jangkauannya meliputi wilayah tempat agunan berada. 10. Kombinasi dari berbagai alternatif tersebut diatas. Merupakan kombinasi dari berbagai alternatif restrukturisasi dari point 1 sd 9 yang dimungkinkan saja berlaku satu atau dua ketentuan diatas. Mengacu pada tujuan dari restrukturisasi kredit tersebut adalah agar debitur dapat memenuhi kewajibannya kepada bank, sehingga diharapkan posisi dan kepentingan bank lebih baik dan aman sehingga usaha debitur dapat lancar kembali dan mampu memperbaiki struktur permodalan debitur itu sendiri. Adapun syarat dari restrukturisasi kredit tersebut adalah 134 : 1. Masih memiliki prospek usaha yang baik, dimana hasil analisa harus menunjukkan cash flow yang positif, prospek pasar masih terbuka, dan mampu melakukan peningkatan efesiensi dan daya saing. Prospek usaha debitur yang dimaksud adalah 134 Pengaturan restrukturisasi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum antara lain mengatur perihal syarat restrukturisasi, kewajiban bank dalam menerapkan akutansi restrukturisasi kredit, ketentuan kebijakan dan prosedur manajemen risiko kredit, objektivitas restrukturisasi, Pembentukan unit kerja pelaksana resturkturisasi, analisis restrukturisasi oleh lembaga konsultan independen. Muh.Djumhana, op cit hl 558 Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 di dasarkan pada kemampuan membayar kembali debitur repayment capacity apabila pinjaman direstrukturisasi. 2. Debitur mengalami kesulitan untuk membayar pokok dan atau bunga kredit. 3. Debitur menunjukkan itikad baik yang positif untuk bekerja sama terhadap upaya restrukturisasi yang akan dijalankan. Itikad baik yang dimaksud adalah mau melakukan negosiasi dengan bank, memberikan data usaha secara terbuka, dan membuat rencana strukturisasi yang akan dibahas dengan bank. Dalam hal ini, sebagai prinsip awal yang harus dipegang oleh bank BUMN dalam menjalankan proses restrukturisasinya adalah 135 : 1. Bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari diri dari upaya penurunan penggolongan kualitas kredit, peningkatan pembentukan PPA Penyisihan Penghapusan Aktiva atau juga penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual. 2. Bahwa sesuai dengan ketentuan restrukurisasi, bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit kepada debitur yang kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit, namun dari segi prospek usaha masih baik untuk dapat memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Mengacu pada ketentuan Bank Indonesia Nomor 72 tahun 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum bahwa pada dasarnya pengelolaan NPL melalui restrukturisasi kredit Bank BUMN diatur dengan pertimbangan: 135 ibid Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 1. Bahwa untuk kelangsungan usaha bank antara lain tergantung dari kemampuan dan efektivitas bank dalam mengelola risiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian. 2. Dalam rangka mengelola risiko kredit dan meminimalkan potensi kerugian, bank wajib menjaga kualitas aktiva dan wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva PPA. Bahwa kewajiban pembentukan penyisihan aktiva perlu diberlakukan terhadap aktiva produktif dan aktiva non produktif. Pembentukan PPA tersebut berupa : 1. Cadangan umum dan cadangan khusus untuk aktiva produktif. Ditetapkan paling kurang 1 dari aktiva produktif yang memiliki kualitas lancar. 2. Cadangan khusus untuk aktiva non produktif. Untuk cadangan khusus ditetapkan dengan ketentuan: a. 5 dari aktiva dengan kualitas Dalam Perhatian Khusus DPK setelah dikurangi nilai agunan. b. 15 dari aktiva kualitas Kurang Lancar KL setelah dikurang nilai agunan. c. 50 dari aktiva dengan kualitas Diragukan D setelah dikurangi nilai agunan. d. 100 dari aktiva dengan kualitas Macet M setelah dikurangi nilai agunan. 3. Ketentuan mengenai kualitas aktiva, pembentukan penyisihan penghapusan aktiva dan restrukturisasi kredit merupakan ketentuan yang saling terkait sehingga dipandang perlu untuk menyatukan ketentuan tersebut dalam satu peraturan. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 4. Bank dapat melakukan restrukturisasi kredit hanya kepada debitur yang memiliki prospek usaha yang masih luas dan kemampuan debitur membayar yang baik. Terdapat beberapa variabel indikator dalam menentukan kualitas kredit perbankan setiap debitur,faktor yang menjadi dasar penilaian tersebut meliputi 136 : 1. Prospek Usaha yang meliputi: a. Potensi pertumbuhan usaha. b. Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan. c. Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja. d. Dukungan dari group atau afliasi. e. Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup. 2. Kinerja Debitur yang meliputi: a. Kemampuan memperoleh laba dari hasil pengembangan kredit usaha. b. Struktur permodalan debitur. c. Pengelolaan arus kas. d. Sensitivitas terhadap risiko pasar. 3. Kemampuan membayar debitur yang meliputi penilaian: a. Ketepatan membayar angsuran pokok dan bunga. b. Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur c. Kelengkapan dokumen kredit. 136 Ryan Kiryanto, “Manajemen NPL di Bank BUMN dan BPD”, Disampaikan pada pelatihan Himbara, Jakarta 18 Juni 2008. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 d. Kepatuhan terhadap perjanjian kredit. e. Kesesuaian penggunaan dana kredit bagi pengembangan usaha. f. Kewajaran sumber pembayaran kewajiban. Dengan penilaian variabel ketiga faktor tersebut maka kualitas kredit akan dikelompokkan kepada kategori Lancar L, Dalam Perhatian Khusus DPK, Kurang Lancar KL, Diragukan D dan Macet M. Dalam pelaksanaan pengelolaan kredit macet ini, maka perbankan secara langsung diwajibkan membuka sutu “Divisi Kredit Khusus” yang bertugas untuk memantau dan mengatasi permasalahan kredit macet. Program yang terkait untuk dikembangkan tersebut dapat berbentuk 137 : : 1. Loan Rescheduling penjadwalan kembali, yakni perubahan syarat kredit yang menyangkut masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak. 2. Loan Reconditioning,persyaratan kembali, yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit da konversi seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi penyertaan modal. 3. Restructuring Penataan Kembali, yakni perubahan syarat kredit berupa penambahan dana bank dan atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru danatau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan. 137 Muhammad Djumhana, op cit hlm 553 Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 Langkah ini hanyalah sebagian dari alternatif terhadap penyelesaian kredit bermasalah sebelum masuk pada tahap selanjutnya yakni melalui lembaga yang bersifaf yudisial. Dengan salah satu proses tersebut diatas, setidaknya hal yang telah dicapai adalah 138 : 1. Melalui pemberian tambahan kredit baru, atau kredit lama untuk diaktifkan kembali 2. Perubahan tingkat suku bunga dan atau penangguhan pembayaran bunga. 3. Perpanjangan jangka waktu kredit. 4. Perubahan jadwal pembayaran dan atau jumlah pembayaran angsuran kredit sesuai dengan perubahan jangka waktu. 4. Perubahan mengenai persyaratan jaminan kredit dan menambah barang jaminan jika memungkinkan. 5. Perubahan dalam manajemen pengelolaan usaha debitur. 6. Perubahan dibidang permodalan perusahaan debitur 7. Pengembangan atau peninjauan kembali ke lapangan tempat usaha debitur. Dengan pengaturan pengelolaan kredit bermasalah BUMN melalui mekanisme korporasi maka hal itu memberikan kesamaan ‘level of playing field’ antara bank BUMN dan bank swasta Hal ini sangat positif bagi peningkatan kinerja bank BUMN dalam menjaga tingkat kesehatan bank melalui pengelolaan NPL yang lebih fleksibel dan transparan. Secara konkrit dan jelas, kebijakan dan prosedur dalam restrukturisasi kredit yang bank BUMN adalah melalui ketentuan 139 : 138 M.Tohar, Op cit, hl 29 139 Ryan Kiryanto, Op cit. hlm 5 Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 1. Bank wajib memiliki kewajiban dan prosedur tertulis mengenai upaya restrukturisasi. 2. Kebijakan restrukturisasi wajib disetujui oleh komisaris. Komisaris tentunya harus aktif melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan restrukturisasi kredit. 3. Kebijakan dan prosedur restrukturisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia. 4. Untuk menjaga obyektifitas penelitan, restrukturisasi dilakukan oleh pejabat atau pegawai yang tidak terlibat dalam pemberian kredit dimana keputusan yang dibuat harus oleh pejabat yang lebih tinggi dari pejabat yang memutuskan pemberian kredit. 5. Kredit yang akan direstrukturisasi wajib dianalisis berdasarkan prospek usaha debitur dan kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas. Implikasi dari strategi pengelolaan NPL ini terhadap bank tentu saja akan membuat laporan kredit perbankan menjadi lebih bersih yang secara langsung akan menunjukkan kinerja financial bank BUMN menjadi lebih baik. Hal ini tentu saja berkaitan dengan posisi NPL yang menurun sehingga biaya cadangan PPAP Penyisihan Penghapusan Akiva Produktif akan sedikit. Dengan demikian pendapatan perusahaan akan diperoleh lebih maksimal. Dengan semakin baiknya kinerja perusahaan corporate rating terhadap sektor riil tentu saja akan merangsang BUMN untuk lebih giat lagi dalam ekspansi kredit bagi sektor UMKM ini. Sedangkan kondisi BUMN yang baik ini bagi pemerintah secara langsung Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 memberikan manfaat positif dalam hal penerimaan pajak dan deviden yang berpengaruh pada ketahanan dan fundamental ekonomi, fiskal dan moneter fiscal and monetary stability 3. Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance GCG Sesuai Dengan PP Nomor 33 Tahun 2006 Pemerintah pada akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah PP Nomor 33 Tahun 2006 sebagai acuan untuk penghapusan piutang negaradaerah. PP ini merupakan hasil revisi dari PP No 142005. Dengan keluarnya PP No 332006 140 , perusahaan negara dapat melakukan penghapusan piutang sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku yakni UU Perseroan Terbatas PT Nomor 40 Tahun 2007 dan UU BUMN Nomor 19 Tahun 2003 dan juga UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara beserta peraturan pelaksanaannya. Kehadiran PP ini sebagai jawaban bankir 140 Dalam penjelasan PP No 33 Tahun 2006 disebutkan bahwa: Pertimbangan untuk meninjau kembali pengaturan penghapusan Piutang Perusahaan NegaraDaerah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 dilandaskan pada pemikiran bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagai hukum positif yang mengatur BUMN secara tegas dalam Pasal 4 menyatakan bahwa kekayaan negara yang dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tersebut juga ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Dengan pemisahan kekayaan negara tersebut seharusnya piutang yang terdapat pada BUMN sebagai akibat perjanjian yang dilaksanakan oleh BUMN selaku entitas perusahaan tidak lagi dipandang sebagai Piutang Negara. Sejalan dengan itu pengelolaan termasuk pengurusan atas Piutang BUMN tersebut tidak dilakukan dalam koridor pengurusan Piutang Negara melainkan diserahkan kepada mekanisme pengelolaan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan pemikiran tersebut maka BUMN memiliki kewenangankeleluasaan dalam mengoptimalkan pengelolaan pengurusan penyelesaian piutang yang ada pada BUMN yang bersangkutan sehingga pengaturan penghapusan Piutang Perusahaan NegaraDaerah yang ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 saat ini menjadi tidak diperlukan lagi. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 BUMN terkait penanganan kredit bermasalah non performing loanNPL dilingkungan bank BUMN khususnya yang sampai dengan saat ini telah mencapai 42,48 triliun, atau 70,4 dari total NPL bank umum 141 . Keluarnya PP ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi bank BUMN dalam rangka mengoptimalisasi upaya penyelesaian kredit bermasalah, sehingga adanya level of playing yang sama dengan bank swasta dalam menyelesaikan NPL khususnya untuk hapus tagih NPL yang selama ini menjadi kegamangan bagi bank BUMN dalam penyelesaian kredit bermasalah. Kegamangan tersebut selama ini muncul sebagai akibat dari multipersepsi antara penegak hukum dalam penyelesaian kredit bermasalah. Untuk melihat hal ini, terdapat sudut padang yang berbeda yakni 142 : 1. Sudut padang akademisi, yakni terkait pada azas hukum lex spesialis derogate lex generalis. Bahwa kejahatan perbankan yang telah diatur dalam undang undang Nomor 7 Tahun 1999 jo Undang- undang No 10 Tahun 1998 tentang perbankan akan berlaku ketentuan tersebut diatas. Ketentuan tindak pidana korupsi dapat diberlakukan sepanjang suatu modus kejahatan perbankan baik bank sebagai obyek, sebagai sarana maupun alat untuk melakukan tindak pidana belum diatur dalam Undang undang Perbankan dan telah memenuhi rumusan delik sebagaimana diatur dalam Undang undang tindak pidana korupsi. 141 http:www.bumn-ri diakes tanggal 16 Juni 2008. 142 Sugiyanto disampaikan dalam Workshop Nasional Dua hari dengan Pusat Pengembangan Profesi Indonesia, “ Pertanggungjawaban Pidana Direktur Kepatuhan Terkait Dengan Penyimpangan Perbankan”. Jakarta 19 Juni 2008. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 2. Sudut pandang praktek peradilan, melihat bahwa apabila unsur tindak pidana korupsi terutama terjadinya penyalahgunaan kewenangan yang berakibat timbulnya kerugian keuangan negara, maka dapat dijerat dengan undang undang tindak pidana korupsi. Untuk itu selain pada pendekatan azas maka rasa keadilan dan kemanfaatan sosial haruslah tetap menjadi prioritas utama. Dengan adanya ketentuan dari kebijakan pemerintah tentang penyelesaian kredit bermasalah, diharapkan terdapat persamaan persepsi yang jelas antara bank dengan penegak hukum, sehingga diharapkan bank dapat secara leluasa dalam menyelesaikan kredit bermasalah demi menjaga kualitas bank tetap sehat. Kredit macet suatu tindak pidana korupsi dapat diilustrasikan sbb 143 : Gambar 1. Ilustrasi Kredit Macet Sebagai Tindak Pidana Korupsi Aspek keperdataan sebagai suatu risiko bisnis. Kredit Macet Secara umum Pasal dalam PP No 332006 terdiri atas dua pasal. Pasal 1 menyebutkan, ketentuan pasal 19 dan pasal 20 dalam PP No 142005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang NegaraDaerah, dihapus. Inti dari pasal 19 dan pasal 20 PP No 142005 adalah penghapusan piutang BUMN harus dilakukan sesuai ketentuan 143 Ibid Tidak semua kredit macet dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi Aspek tindak pidana Korupsi: 1. Prosedur tidak dipenuhi, prinsip kehati-hatian. 2. Tidak sesuai dengan peruntukan kredit. 3. Sesuatu yang tidak wajarfiktif Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 perundang-undangan yang berlaku UU No 172003 tentang Keuangan Negara, UU No 192003 tentang BUMN, dan UU No 402007 tentang PT . Sebagai gantinya, dalam Pasal 2 ayat 1 a PP No 332006 disebutkan bahwa, pengurusan piutang negaradaerah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang PT dan BUMN beserta pelaksanaannya. Sementara itu, Pasal 2 ayat 1 b pada intinya menegaskan, piutang negaradaerah yang telah diserahkan ke Ditjen Piutang dan Lelang Negara DJPLN sebelumnya tetap mengacu PP 142005. Sedangkan pasal 2 ayat 2 berbunyi, PP No 332006 berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 6 Oktober 2006 144 Dengan perkembangan kondisi ini, maka semakin menguatkan alasan bahwa BUMN saat ini bukanlah badan publik. Hal ini dapat dijelaskan dimana dana dan status persero bank yang tunduk pada ketentuan UU PT Nomor 40 tahun 2007. Aset pada BUMN bukanlah milik negara keterpisahan kekayaan, dimana kekayaan negarauang negara pada BUMN hanya terbatas pada modal yang telah dipisahkan dari APBN. Dengan demikian status assetkekayaan bank BUMN sendiri merupakan hasil dari usaha kekayaan BUMN itu sendiri, sehingga BUMN memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pemiliknyapendirinya, hal inilah esensi dari suatu badan hukum legal entity. Satu hal yang menjadi pedoman kuat sebagai landasan bagi banker dalam melaksanakan PP Nomor 332006 ini adalah dengan dikeluarkannya Fatwa Mahkamah Agung tanggal 16 Agustus 2006 yang menyebutkan bahwa piutang BUMN sebagaimana 144 Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 Tetang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang NegaraDaerah Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 diatur dalam UU No 49Prp Tahun 1960, sudah tidak relevan dan bertentangan dengan UU PT Nomor 402007 dan UU BUMN No 19 Tahun 2003, yang pada dasarnya menyatakan bahwa piutang negara adalah piutang pemerintah Pusat dan tujuan pemisahan negara modalsaham untuk dikelola secara korporasi, keluar dari sistem APBN 145 . Pada dasarnya fatwa ini semakin menegaskan bahwa piutang BUMN bukanlah piutang negara. Penyelesaian piutang BUMN tidak lagi diselesaikan melalui Ditjen Piutang dan lelang negara DJPLN sebagai mana tertulis dalam UU 49prp Tahun 1960 tentang DJPLN. Dengan demikian piutang BUMN tidak lagi mengikat secara hukum dengan adanya Undang Undang BUMN lex specialist. Bank BUMN yang dikelola secara korporasi secara otomatis mekanisme pengelolaanya keluar dari sistem APBN. Beberapa tindakan dalam hal optimalisasi penyelesaian kredit bermasalah yang dapat dilakukan oleh bank BUMN adalah 146 : 1. Melalui pemberian insentifrestrukturisasi kredit. 2. Penjualan asset kredit. 3. Eksekusi hak tanggungan. 4. Gugatan Perdata di pengadilan.. 5. Melalui mekanisme UU kepailitan 145 Fatwa Mahkamah Agung RI Terhadap Pengurusan Piutang Negara pada Pasal 1 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan bahwa UU tersebut merupakan khusus mengenai BUMN, modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN. Pembinaan dan pengelolaan modal BUMN tidak didasarkan pada system APBN melainkan didasarkan pada prinsip prinsip perusahaan yang sehat. Pasal 1 angka 6 UU no 1 Tahun 2004 tentang perbendarahaan negara menyebutkan bahwa piutang BUMN bukanlah piutang negara. http:www.djkn.depkeu.go.id diakses tanggal 19 Juni 2008 146 Sigit Wibowo, op cit hlm 23. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 6. Mengusahakan penyelesaian ke lawfirm. Dikaitkan dengan kredit UMKM, maka sejauh ini hal yang paling efektif dan cepat dilaksanakan dalam mengatasi kredit bermasalah adalah dengan melakukan restrukturisasi atau dengan penjualan asset agunan kredit debitur. D. Lembaga Penjamin Kredit Sebagai Mitra Perbankan dan UMKM. Lembaga penjaminan kredit di Indonesia pada dasarnya telah ada sejak lama. Penjamin kredit terutama, bagi koperasi antara lain Perum Sarana Pengembangan Usaha Perum SPU merupakan pengembangan dari Lembaga Jaminan Kredit Koperasi LJKK 147 yang didirikan tahun 1971 serta PT. Penjamin Kredit Pengusaha Indonesia PT.PKPI mewakili perusahaan swasta yang didirikan tahun 1995-an. Selain itu masih ada perusahaan asuransi kredit yaitu PT Asuransi Kredit Indonesia Askrindo didirikan tahun 1971 yang juga menyelenggarakan penjaminan dalam bentuk financial Guarentee antara lain Surety Bond, Customs Bond, dan Asuransi Kredit Perdagangan. Dalam sejarah perkembangannya, bentuk kemitraan lembaga penjamin dengan bank pada era tahun 1970-an dapat dikatakan gagal. Bertolak dari pengalaman masa 147 Dahulu Lembaga Jaminan Kredit Koperasi LJKK merupakan BUMN bernaung dibawah Depertemen Koperasi dan Tenaga Kerja.Tugas utama LJKK adalah menjamin skim kredit yang disalurkan kepada koperasi. Sejarah mencatat bahwa sejak berdirinya LJKK telah banyak memberikan bantuan kepada koperasi dalam hal penjaminan sehingga citra koperasi di masyarakat menjadi baik. Selanjutnya untuk lebih mengembangan kemampuan keuangan koperasi sekaligus menyehatkan beroperasinya lembaga penjaminan, Pemerintah memutuskan untuk membentuk Perusahaan Umum Perum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 511981 dibentuklah Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi. Selanjutnya sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2000, nama Perum Sarana berada di bawah naungan Kantor Meneg BUMN. “Upaya Konversi Tanah dari Aset Menjadi Modal dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Usaha Mikro dan Penggerak Ekonomi Rakyat”, DL05-03 Bank Indonesia. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 lampau, maka pendekatan yang sama kembali di coba untuk diterapkan dalam mengatasi pemberdayaan UMKM saat ini. Untuk mengantisipasi kegagalan program pada masa lalu agar dapat mengeliminasi kemungkinan yang akan terjadi, maka diharapkan adanya kerjasama yang saling cek dan ricek antara bank dengan lembaga penjamin sehingga upaya pemberdayaan UMKM dapat tepat sasaran 148 . Perlu diketahui bahwa konsep pemberian pada lembaga penjamin tetap mengedepankan prinsip kehati hatian dengan melihat cash flow dan menghitung kemampun membayar Repayment capacity calon nasabah yang digunakan sebagai jaminan utama. Fungsi lembaga penjamin difokuskan pada opsi bahwa jaminan tambahan yang selama ini berupa aset dirubah menjadi dalam bentuk corporate guarantte oleh lembaga penjamin. Dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah untuk menggerakkan sektor riil yang tercantum dalam Inpres Nomor 6 tahun 2007 tanggal 08 Juni 2007 tentang kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor riil dan pemberdayaan UMKM serta kesepahaman bersama antara pemerintah, perbankan dan perusahaan penjamin, maka dalam implementasinya perbankan akan bekerjasama dengan menyalurkan kredit usaha mikro dan kecil dengan pola penjaminan KUMKP. Hal ini bertujuan bagi pelaku usaha 148 Menurut Krisna Wijaya bahwa terdapat dua hal penting agar tidak terulang kembali kegagalan program pemberdayaan UMKM dengan pola penjaminan yakni: 1. Program penjaminan dilakukan secara komprehensif sehingga tidak mengandung moral hazard bagi oknum tertentu. Hal ini penting agar program ini tidak disalah artikan oleh pelaku UMKM sebagai suatu hakhibah dari pemerintah yang justru menjadi alat politik di masyarakat. 2. Bahwa kerjasama yang diharapkan antara bank dengan lembaga penjamin adalah adanya kesimetrisan informasi dari bank terhadap nasabahnya, sehingga dapat memperkecil kesalahan dalam memilih calon nasabah yang potensial. Disinilah peran pemerintah sebagai fasilitator dalam menyediakan profil UMKM . Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 mikro dengan pola penjaminan kredit oleh bank untuk mikro, kecil dan koperasi sebagai penjamin. Seiring dengan kebijakan pemerintah yang tercantum dalam program pengembangan UMKM bagi ekonomi masyarakat kecil, maka dipandang perlu untuk membuat suatu mekanisme percepatan penyaluran kredit bagi pelaku sektor riil. Program ini dilakukan pemerintah dengan dukungan dan pendanaan dari perbankan dengan konsep kemitraaan dan penjaminan dari pihak asuransi kredit sebagai mitra perbankan. Program tersebut diberi nama Kredit Usaha Rakyat KUR. Dengan program ini, kebuntuan permasalahan permodalan yang selama ini dihadapi oleh pelaku UMKM setidaknya dapat terpecahkan. Pemerintah terhadap KUR dapat membantu UMKM dalam meningkatkan usahanya dengan menambah modal sehingga dampak lanjutannya adalah semakin banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap oleh UMKM untuk mengurangi angka pengangguran. Untuk menyukseskan program ini, pemerintah telah menunjuk lembaga Asosiasi Kredit Indonesia Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha SPU sebagai lembaga resmi yang menjamin kredit mikro tersebut 149 . Perjanjian kerja sama ini menjadi tindak lanjut dari kesepakatan kerja sama antara Askrindo dan SPU dengan departemen serta enam bank nasional yang ditunjuk 149 Nota kesepahaman MoU tentang pembiayaan UMKM ditandatangani di Jakarta, 5 November 2007, antara pemerintah yang diwakili sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu dengan lembaga penjaminan kredit Perum Sarana Pengembangan Usaha SPU dan PT Askrindo Asuransi Kredit Indonesia, serta pihak perbankan yaitu BRI, BNI,BTN, Mandiri, Mandiri Syahriah dan Bukopin. Program ini untuk mendukung program unggulan di daerah yang dilakukan oleh dinas-dinas koperasi di daerah dan dilakukan dengan tim pendamping yaitu BDS Bussiness Development Services dan KKMB Konsultan Keuangan Mitra Bank. Risiko yang ditanggung yaitu perusahaan penjamin 70 persen dan perbankan 30 persen. http:www.antaranews.co.id, diakses tanggal 22 Juni 2008. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 pemerintah yakni BRI, BNI, Bank Mandiri, BTN, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Bukopin. Dengan perjanjian kerja sama ini memungkinkan asuransi Askrindo dan SPU secara otomatis menjamin pemberian kredit atau pembiayaan yang dilakukan perseroan kepada pelaku usaha mikro dan kecil 150 . Dari segi persyaratannya, kredit bagi usaha mikro, kecil dan koperasi dengan pola Penjaminan KUMKP ini adalah kredit modal kerja dan atau investasi dengan plafond kredit sampai dengan Rp 500 juta yang diberikan kepada pelaku usaha kecil, mikro dan koperasi dengan usaha produktifnya dan mendapat penjaminan dari perusahaan penjamin. Proses mengajuannya lebih mudah dan cepat, disamping itu, kendala selama ini yang menjadi hambatan bagi pelaku mikro dan kecil untuk memperoleh modal sudah dapat diatasi, karena kewajiban menyerahkan agunanjaminan tidak mutlak dibutuhkan, sehingga pelaku usaha kecil dapat memperoleh kredit tersebut 151 . Askrindo sendiri dapat menjamin 70 dari nilai pinjaman, sementara bank menanggung risiko sebesar 30 dari nilai pinjaman dengan sumber dana sepenuhnya 150 Rhenald Kasali bependapat bahwa, KUR yang dimaksudkan sebagai “kail” harus tetap memperhatikan asas kehati-hatian dalam penylurannya.Kebijakan yang hanya terfokus pada usaha mikro akan menjadi “hama” ketahanan rakyat.Semua membuka usaha dengan memanfaatkan kemudahan mendapat modal dari bank.Menjamurnya usaha mikro seperti itu akan berpotensi jadi persoalan sosial baru.KUR harus dijaga agar tidak menjadi sarana baru bagi pelaku UMKM dalam “gali lubang tutup lubang”. KUR diharapkan dapat meningkatkan kreatifitas pengusaha.”Program KUR-Penyerapan Tenaga Kerja Baru Sebatas Estimasi”, Stepanus Osa T, Kompas, 28 Juni 2008. 151 Menurut Sandiago Uno,nota kesepahaman diperlukan untuk menyamakan persepsi antara pemerintah, pelaku usaha dan perbankan mengenai skim Kredit Usaha Rakyat KUR. Penyaluran KUR yang selama ini kerap terganjal masalah prosedur perbankan yang panjang dan persayaratan agunan dari peminjam. Meski demikian, pola distribusi KUR oleh perbankan dinilai sulit menjangkau sektor usaha mikro dengan plafond Rp 5 juta-Rp 500 juta. Hal senada juga disampaikan oleh Nining Soesilo, UMKM Center UI, bahwa KUR belum mampu menyentuh pelaku UMKM hingga ke pelosok daerah. Untuk itu, pemerintah diharapkan mengkaji ulang pola penyaluran KUR bagi usaha mikro melalui program keterkaitan linkage antara Bank, BPR dan lembaga keuangan mikro, “Kadin Minta Komitmen Bank”, Kompas 31-08-2008. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 dari Bank BRI. Dengan model kerjasama ini, terbukti bahwa saat ini total penjaminan kredit Askrindo hingga posisi Triwiulan I, Maret 2008 telah mencapai Rp 20 triliyun. Angka ini naik dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp 11 trilyun 152 . Sebagian alokasi penjaminan tersebut diperuntukkan bagi kredit usaha mikro dan kecil sebesar 90 . Adapun ketentuan kerugian risikoklaim yang dijamin oleh pihak Askrindo adalah 153 : 1. Jika debitur tidak dapat melunasi kredit pada saat faslitas kredit yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan: a. Untuk kredit dengan jangka waktu satu tahun, hak klaim timbul pada saat kolektibilitas kredit masuk dalam kategori Diragukan D, atau perjanjian kredit jatuh tempo dan tidak dapat diperpanjang. b. Untuk kredit lebih dari satu tahun, hak klaim timbul pada saat kolektibilitas kredit dalam kategori Diragukan D dan masa kredit telah berjalan minimal satu tahun sejak akad kredit atau perjanjian telah jatuh tempo dan tidak dapat diperpanjang. 2. Dalam hal kredit yang telah diterima oleh debitur telah menunjukkan kolektibilitas Diragukan sesuai dengan ketentuan dari Bank Indonesia, maka pihak penjamin kerugian akan mengganti sejumlah maksimal yang dapat dibayar sebesar 70 dari outstandingrealisasi. 152 Harian Analisa, 20 April 2008 hlm 2 153 Surat Edaran BRI Nokep 8DIR022008 Tentang Ketentuan Fasiltas Pinjaman KUR Kupedes. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 Adapun mekanisme dalam penjaminan kredit menjadi kewajiban bank pelapor untuk secara rutin setiap bulannya dalam melaporkan daftar nama debitur secara kolektif ke perusahaan penjamin. Pelaporan yang dibuat harus mencakup daftar nominatif data debitur secara keseluruhan termaksud fasilitas kredit yang diberikan. Sementara itu, untuk biaya jasa premi asuransi sebesar 1,5 dari total plafond kredit menjadi beban anggaran pendapatan dan belanja negara APBN, debitur hanya dibebankan biaya administrasi sebesar 0,1 o . Dengan adanya penjaminan kredit UMKM tersebut maka 154 : 1. Pengajuan kredit usaha kecil yang sebelumnya tidak memenuhi persyaratan perbankan menjadi bankable, sehingga usaha kecil dapat mengembangkan usahanya. 2. Risiko Bank menjadi berkurang, karena sebagian telah dialihkan menjadi risiko Perusahaan Penjamin. 3. Dengan terpenuhinya kecukupan agunan dan berkurangnya risiko,maka kemungkinan terjadinya penolakan proposal pinjaman menjadi lebih kecil. 4. Perusahaan Penjamin juga melakukan kelayakan dan pengendalian atas kredit yang dijamin. Dengan adanya dan pengendalian dari dua pihak yang berlainan diharapkan risiko dapat lebih diminimalkan. 5. Dengan berkurangnya risiko tersebut,maka seharusnya risk premium yang ditetapkan menjadi salah satu komponen dalam perhitungan lending rate dapat diturunkan sehingga lending rate menjadi lebih rendah. 154 Untoro Perry Warjiyo, 2005, “Default Risk dan Penjaminan KUKM,” Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Maret 2008 Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 6. Perusahaan Penjamin akan mendapatkan pendapatan fee penjaminan Apabila terjadi kemacetan atas kredit yang dijamin, maka : 1. Sejak klaim dibayarkan, maka atas kredit tersebut tidak dikenai bunga. Hal ini akan meringankan beban nasabah. 2. Agunan dan atau fix asset yang dimilikinya tidak perlu dilikuidasi, karena kewajiban nasabah yang dijamin akan dipenuhi oleh Perusahaan Penjamin sebesar porsi kredit yang dijamin. Hal ini memungkinkan usaha kecil tetap dapat dijalankan dan selanjutnya apabila usaha tersebut telah mengalami pemulihan, nasabah tersebut dapat melakukan pembayaran subrogasi. 3. Dengan adanya pembayaran klaim, maka bank akan lebih cepat mendapatkan likuiditas apabila dibandingkan dengan penjualan fix asset yang memerlukan prosedur dan waktu relatif lama Peran asuransi kredit sebagai penjamin UMKM tidak saja dikenal di Indonesia. Beberapa negara maju seperti Jepang juga menggunakan jasa asuransi kredit dalam upaya mendukung perbankan untuk pembiayaan kredit 155 . Di Jepang implementasi penjaminan kredit diselenggarakan oleh Credit Guarantee System yang diselenggarakan oleh Credit Guarantee Corporation Japan dan Credit Insurance System yang diselenggarakan Small Business Credit Insurance Corporation yang mengasuransikan jaminan tersebut. Credit Guarantee System dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk mengusahakan kelancaran permodalan ke perusahaan perdagangan dan berupaya dalam 155 Noer Soetrisno. Penjaminan Kredit UKM: Pengalaman Kita dan Negara Lain. http:www.antara.co.id, diakses tanggal 8 Juli 2008 Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008 memberikan konstribusi bagi perkembangan dan pertumbuhan perusahaan yang sehat. Secara konkritnya, lembaga yang berusaha keras membantu pengelolaan perusahaan, dan berperan sebagai ”public guarantor” bagi perusahaan kecil dan menengah yang memiliki potensi yang besar untuk berkembang di masa yang akan datang. Dengan adanya Credit Guarantee Corporation perusahaan kecil dan menengah di Jepang dimungkinkan dapat memperoleh modal usaha dari lembaga keuangan. Untuk memperluas jangkauan pelayanan maka perusahaan penjamin di Jepang diperbolehkan melakukan ekspansi penjamin gearing ratio sebesar 50-60 kali. Ini artinya jika modal disetor perusahaan penjamin 3 Rp. 10 milyar maka perusahaan penjamin diperbolehkan menjamin kredit Rp. 500-600 milyar dengan asumsi non performance loan kredit bermasalah kurang dari 1. Sedangkan peranan Credit Insurance System diselenggarakan oleh Small Business Credit Insurance, berfungsi menyelenggarakan pengasuransian kembali terhadap jaminan yang dikeluarkan Credit Guarantee Corporation dan kemudian membayar uang asuransi terhadap pembayaran ganti rugi Credit Guarantee Corporation. Selain itu berfungsi pula selama menyelenggarakan peminjaman bunga rendah untuk promosi jaminan kepada Credit Guarantee Corporation Di Indonesia sendiri gearing ratio perusahaan penjamin dapat mencapai 20 kali atau dengan asumsi non performance loan maksimal 5. Artinya jika perusahaan penjamin memiliki modal Rp. 10 milyar dan menjamin Rp. 200 milyar serta 5 dari seluruh UKM dijamin macet, maka seluruh modal perusahaan penjamin tersebut akan habis untuk menutup klaim atas kredit yang macet tersebut. Delman Prengki : Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Umkm Studi Pada Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam, 2008 USU Repository © 2008

BAB IV PERAN BANK RAKYAT INDONESIA BRI DALAM

Dokumen yang terkait

Prinsip Permberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Dalam Ketentuan Pembatasan Kepemilikan Waralaba Restoran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah

0 77 85

Strategi Pemasaran Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Dalam Mengembangkan Usaha (Studi Kasus Pada Usaha Kerajinan Rotan Swaka Karya)

19 171 94

Implementasi Kredit Usaha Rakyat dalam Mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Stabat

9 138 130

Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (Studi Kasus Kerajinan Sapu Moro Bondo di Desa Limau Manis, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang)

2 62 130

Pengaruh Kredit Usaha Rakyat Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Dan Kecil Di Kota Bukittinggi (Studi Pada Bank Nagari Cabang Bukittinggi)

24 429 116

Bank Perkreditan Rakyat Sebagai Sumber Pembiayaan Usaha Menengah Kecil Di PT BPR Tridana Percut Medan

0 32 88

Kajian Hukum Terhadap Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2008

0 51 108

Analisis Pemanfaatan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bagi Pengembangan Usaha Mikro Kecil (UMK) di Kabupaten Samosir

2 71 121

Analisis Implementasi Prosedur Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank Syariah (Studi Kasus Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Tanjung Balai)

3 52 95

Pengaruh Kebijakan Kredit Usaha Kecil dan Menengah terhadap Peningkatan Pendapatan Debitur pada PT. Bank Bukopin Cabang Medan

0 26 90