Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (Studi Kasus Kerajinan Sapu Moro Bondo di Desa Limau Manis, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang)

(1)

MOBILITAS SOSIAL DAN KEBERDAYAAN EKONOMI KELUARGA

PENGRAJIN SEPATU DI BUNUT KECAMATAN KISARAN BARAT

KABUPATEN ASAHAN

DI SUSUN OLEH :

ELFI JULIANTI 080901003

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan keselamatan kepada penulis jarena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Mobilitas Sosial dan Keberdayaan Ekonomi Keluarga Pengrajin Sepatu di Bunut Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan”. Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemukan tantangan dan hambatan, namun berkat rahmat Allah SWT maka skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada orang-orang yang luar biasa yang selalu mendukung dan memberi semangat serta motivasi bantuannya kepada penulis pada saat penulis menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih secara khusus penulis ucapkan kepada ibunda tercinta Elpina Dewi Hsb yang senantiasa memberikan kasih sayang dari penulis kecil hingga sekarang dan selalu berdoa untuk kebaikan penulis serta mendukung penulis dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi, dan ayah tercinta yaitu Surianto ST yang senantiasa mendidik, mengingatkan dan mengajarkan penulis agar tetap bersyukur dan memotivasi penulis. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada kakak penulis Nelly Suriani dan suaminya bang Kodri, abang penulis Surya Madan dan adik penulis yang bawel Depi Ulpa yang selalu memotivasi penulis serta keponakan penulis yang lucu dan imut-imut Zidan dan Zacky. Terkhusus untuk orang yang spesial bagi penulis yang selalu memberikan semangat, dukungan dan motivasi kepada penulis ketika penulis merasa malas ataupun ketika penulis merasa capek dan sedih yaitu Putra Kurniawan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat


(3)

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,MSc.(CTM)Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan para pembantu dekan serta seluruh staf pegawai dan administrasi.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.SI selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan dosen pembimbing serta menjadi dosen wali penulis selama ini yang tidak pernah lelah dan selalu sabar dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi penulis.

4. Dan seluruh dosen-dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

5. Kak Fenny dan Kak Betty serta Syarifah yang telah banyak membantu.

6. Untuk anak kos sofyan 32 Ayu dan Irma Suraya (mama dedeh) yang telah banyak memberi nasehat-nasehat tentang agama dan terus menyemangati penulis agar cepat menyelesaikan skripsi kepada penulis.

7. Untuk teman-teman alumni 08 Rina Humairah dan Kharisma yang cerewet dan terus memotivasi penulis agar cepat tamat, Icetea (esty), Dicky Eko, Anggre (tembung), Silky dan semua teman-teman 08 yang tidak bisa penulis sebut namanya.

8. Teman-teman yang sedang dalam tahap menyelesaikan skripsi Mitha Mutia, Sri Rahmadani, Gusnimar, Fikar dan seluruh teman-teman angkatan 2008 yang masih berjuang menyelesaikan skripsi.

9. Pemerintah daerah Kabupaten Asahan yang telah memberikan bantuan kepada penulis yaitu Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Asahan serta Bappeda Kabupaten Asahan.


(4)

10.Bapak Lurah kelurahan Bunut, Ibu Tika sekretaris Lurah dan kak Ita yang banyak membantu Penulis selama dilapangan dan semua jajaran kelurahan Bunut yang telah banyak membantu penulis.

11.Untuk para pengrajin sepatu Bunut dan semua orang yang telah banyak membantu penulis, memberikan informasi yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12.Semua pihak yang telah banayak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan kalian. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dikemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Medan, Mei 2014

Penulis


(5)

ABSTRAK

Industri kecil dalam perekonomian suatu negara memiliki peran dan perkembangan yang sangat penting karena memiliki nilai strategi dalam memperkokoh perekonomian nasional (ekonomi rakyat), maka selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang layak untuk memberdayakannya, yaitu dipandang sebagai suatu kelompok unit usaha yang seharusnya terintegrasi dalam dunia usaha secara nasional yang nantinya dapat meningkatkan taraf hidup dan daya saing. Dalam penelitian ini terjadi mobilitas sosial pada industri pengrajin sepatu bunut dan keberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh pengrajin sepatu Bunut dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ketika pabrik Uni Royal tempat para karyawan yang dulunya bekerja untuk membuat sepatu tutup.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mobilitas sosial yang terjadi pada pengrajin sepatu Bunut dan Kerberdayaan Sosial pengrajin Bunut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam.

Hasil penelitian menunjukkkan bahwa mobilitas yang terjadi pada pengrajin sepatu Bunut adalah mobilitas antargenerasi karena pengrajin sepatu yang dulunya bekerja dipabrik sepatu yang bernama Uni Royal yang pemiliknya merupakan orang Amerika bernama Colehan. Setelah pabrik tutup karyawan yang dulunya bekerja di pabrik tersebut membuka usaha sepatu karena terbatasnya lapangan pekerjaan dan dengan bermodalkan tabungan mereka berinisiatif membuka usaha sepatu Bunut. Keterampilan membuat sepatu mereka wariskan kepada anaknya. Produk sepatu ini pun mulai berkembang dari hanya memproduksi sepatu karet dan olahraga menjadi berbagai jenis sepatu seperti vansus, sendal, dan sepatu yang sesuai dengan permintaan dari pembeli. Ciri khas dari sepatu Bunut adalah pada bagian atas sepatu terdapat jahitan. Sepatu Bunut juga mendapat bantuan dari Dinas Perindustrian berupa alat pelembut kulit, dari Dinas Tenaga Kerja berupa pelatihan ke Sidoarjo dan bantuan dari Dinas Koperasi dan UMKM berupa bantuan dana.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR………. i

ABSTRAK……… iv

DAFTAR ISI……… v

DAFTAR TABEL………... viii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang………. 1

1.2Rumusan Masalah………. 8

1.3Tujuan Penelitian……….. 9

1.4Manfaat Penelitian………... 9

BAB ll. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mobilitas Sosial………. 10

2.1.1 Pengertian Mobilitas Sosial………... 10

2.1.2 Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial………. 12

2.2 Keberdayaan………. 14

2.3 Keberdayaan Ekonomi………. 18

2.4 Etos Kerja……….….... 21

2.5 Motivasi Berprestasi atau n-Ach……….. 23

2.5 Defenisi Konsep……….….. 25

BAB lll METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………. 28


(7)

3.3.1 Unit Analisis………. 29

3.3.2 Informan……….... 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data………... 30

3.5 Interpretasi Data………... 31

3.6 Jadwal Kegiatan………... 33

3.7 Keterbatasan Penelitian……… 34

BAB IV. DESKRIPSI WILAYAH dan INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 35

4.2 Kondisi Demografi………... 36

4.3 Profil Informan………. 47

4.4 Temuan dan Interpretasi Data……….. 57

4.4.1 Sejarah dan Latar Belakang Sentra Industri Kecil Sepatu Bunut……….. 57

4.4.2 Terbatasnya Lapangan Kerja……….. 59

4.4.3 Insiatif Membuka Usaha Sepatu……… 61

4.4.4 Mobilitas Sosial Pengrajin Sepatu... ………. 62

4.4.4.1 Perubahan Sosial Pengrajin Sepatu Sebelum dan Setelah menjadi pengrajin……… 64

4.4.5 Keberdayaan dalam Berusaha………...…. 66

4.4.5.1 Modal memulai usaha Sepatu………..……... 66

4.4.5.2 Keahlian Membuat Sepatu ………... 69

4.4.6 Etos Kerja Pengrajin Sepatu dalam Berusaha……….... 71


(8)

4.4.7 Jaringan yang di Manfaatkan Pengrajin untuk Meningkatkan Usaha...………. 73

4.4.7.1 Keterampilan, Kreatifitas, dan Model……… 73

4.4.7.2.Pemasaran……….... 75

4.4.7.3 Organisasi Kelompok Pengrajin………... 77

4.4.7.4 Bantuan Pemerintah……….... 79

4.4.8 Faktor-faktor Penghambat dalam Pengembangan Usaha Sepatu.………. 83

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan………... 90


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator Keberdayaan………. 15

Tabel 4.1 Pemanfaatan Tanah di Kelurahan Bunut……… 35

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan di Bunut……… 37

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Menurut Usia……….. 37

Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Menurut Agama……….. 38

Tabel 4.5 Lulusan Pendidikan Umum……… 39

Tabel 4.6 Lulusan Pendidikan Khusus………... 39

Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian………... 41

Tabel 4.8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku………... 42

Tabel 4.9 Jumlah Industri Besar dan Industri Sedang Menurut Kecamatan………. 44


(10)

ABSTRAK

Industri kecil dalam perekonomian suatu negara memiliki peran dan perkembangan yang sangat penting karena memiliki nilai strategi dalam memperkokoh perekonomian nasional (ekonomi rakyat), maka selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang layak untuk memberdayakannya, yaitu dipandang sebagai suatu kelompok unit usaha yang seharusnya terintegrasi dalam dunia usaha secara nasional yang nantinya dapat meningkatkan taraf hidup dan daya saing. Dalam penelitian ini terjadi mobilitas sosial pada industri pengrajin sepatu bunut dan keberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh pengrajin sepatu Bunut dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ketika pabrik Uni Royal tempat para karyawan yang dulunya bekerja untuk membuat sepatu tutup.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mobilitas sosial yang terjadi pada pengrajin sepatu Bunut dan Kerberdayaan Sosial pengrajin Bunut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam.

Hasil penelitian menunjukkkan bahwa mobilitas yang terjadi pada pengrajin sepatu Bunut adalah mobilitas antargenerasi karena pengrajin sepatu yang dulunya bekerja dipabrik sepatu yang bernama Uni Royal yang pemiliknya merupakan orang Amerika bernama Colehan. Setelah pabrik tutup karyawan yang dulunya bekerja di pabrik tersebut membuka usaha sepatu karena terbatasnya lapangan pekerjaan dan dengan bermodalkan tabungan mereka berinisiatif membuka usaha sepatu Bunut. Keterampilan membuat sepatu mereka wariskan kepada anaknya. Produk sepatu ini pun mulai berkembang dari hanya memproduksi sepatu karet dan olahraga menjadi berbagai jenis sepatu seperti vansus, sendal, dan sepatu yang sesuai dengan permintaan dari pembeli. Ciri khas dari sepatu Bunut adalah pada bagian atas sepatu terdapat jahitan. Sepatu Bunut juga mendapat bantuan dari Dinas Perindustrian berupa alat pelembut kulit, dari Dinas Tenaga Kerja berupa pelatihan ke Sidoarjo dan bantuan dari Dinas Koperasi dan UMKM berupa bantuan dana.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Industri kecil dalam perekonomian suatu negara memiliki peran dan perkembangan yang sangat penting karena memiliki nilai strategi dalam memperkokoh perekonomian nasional (ekonomi rakyat), maka selayaknya pemerintah memberikan perhatian yang layak untuk memberdayakannya, yaitu dipandang sebagai suatu kelompok unit usaha yang seharusnya terintegrasi dalam dunia usaha secara nasional yang nantinya dapat meningkatkan taraf hidup dan daya saing. Tambunan (dalam Ahimsa-Putra, 2003:254) mengemukakan, bahwa kontribusi langsung industri kecil kepada pembangunan ekonomi antara lain penciptaan lapangan kerja untuk memproduksi barang-barang.

Industri merupakan aktivitas manusia untuk mengelola sumber daya-sumber daya

(resources) baik Sumber Daya Manusia (SDM), maupun Sumber Daya Alam (SDA) di

bidang produksi dan jasa dasar, seperti makanan, pakaian, bahan bangunan, peralatan rumah tangga dan sebagainya. Ini dapat dilihat pada keadaan krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 sampai 1998 di Indonesia bahwa IKM (Industri Kecil Menengah) dan UKM (Usaha Kecil Menengah) merupakan sabuk pengaman bagi perekonomian nasional. Dalam keadaan krisis tersebut banyak industri dan usaha besar yang gulung tikar, namun IKM dan UKM yang mampu menjadi penopang perekonomian nasional. Industri kecil juga memberikan manfaat sosial yang sangat berarti yaitu dapat menciptakan peluang berusaha yang luas dengan pembiayaan yang relatif murah, mengambil peranan dalam peningkatan dan mobilisasi tabungan domestik serta industri kecil mempunyai kedudukan yang komplementer terhadap industri besar dan sedang.

Pembinaan industri kecil telah dimulai sejak Pelita I (dalam Saleh, 1986:11-13) yakni melalui proyek pembinaan kerajinan rakyat (Probinkra). Selanjutnya, pada awal Pelita II


(12)

Probinka digantikan dengan proyek bimbingan dan pengembangan industri kecil (BIPIK), dengan program utamanya berupa diklat dan penyuluhan yang umumnya bersifat insidental. Oleh karena kegiatan ini belum mampu menciptakan proses pengembangan yang kondusif dan berkesinambungan, maka sejak akhir Pelita II mulai dikembangkan sarana-sarana pembinaan yang tetap. Dalam Pelita III dilakukan upaya meningkatkan investasi dan kegiatan golongan ekonomi lemah. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan pembinaan industri kecil dalam Pelita IV. Pembinaan diarahkan pada penciptaan iklim usaha, peningkatan kerjasama, peningkatan bantuan, peningkatan sarana pelayanan lapangan, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan industri kecil, dan peningkatan perangkat pelaksana. Dan dalam Pelita V kebijaksanaan pengembangan industri kecil meliputi antara lain: (1) pengembangan industri rumah tangga dan kerajinan di daerah-daerah yang belum berkembang, maupun didaerah pemukiman transmigrasi; (2) peningkatan pertumbuhan industri kecil pada aspek kemampuan dan kemandirian usaha; (3) pelibatan berbagai instansi seperti Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Departemen Sosial, dan Departemen Dalam Negeri dalam Pembinaan industri kecil tersebut.

Menurut Bank Indonesia No. 26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 (Hubeis, Musa, 2009 hal 11). industri kecil adalah usaha yang memiliki total asset maksimum Rp. 600 juta tidak termasuk tanah rumah yang ditempati. Pengertian usaha ini meliputi usaha perorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp. 600 juta. Dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1995 pasal 14 tentang industri kecil merumuskan bahwa pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melakukan pembinaan serta pengembangan industri kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, SDM, ketenagakerjaan atau kewirausahaan, teknologi dan pelayanan. Industri kecil dapat mengurangi tingkat pengangguran dengan pembukaan lapangan kerja baru, meningkatkan penghasilan individu,


(13)

mempercepat siklus financial suatu komunitas masyarakat, memperpendek rentang kesenjangan sosial yang tercipta, sekaligus mengurangi dampak kriminalitas yang ditimbulkannya, dan sebagai alat penganekaragaman sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Menurut Ina Primania (2009:35) dalam proses pengembangan industri kecil mencakup tiga aspek, yaitu:

1. pendanaan

2. pembinaan dan pengembangan potensi 3. dan manajerial

Undang-undang No.5 tahun 1984 tentang perindustrian pasal 1 juga menyatakan industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1 sampai 4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih.

Menurut hasil studi Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (dalam Anoraga, 2002: 225), menunjukkan bahwa di Indonesia kriteria atau ciri-ciri industri kecil itu sangat berbeda-beda, tergantung pada fokus permasalahan yang dituju dan instansi yang berkaitan dengan sektor ini. Ciri-ciri dari industri kecil adalah usaha dimiliki secara bebas, terkadang tidak berbadan hukum, skala usaha yang kecil (baik modal, tenaga kerja, maupun potensi pasarnya); berlokasi di pedesaan dan kota-kota kecil atau pinggiran kota besar, modal bergantung pada modal sendiri dan kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.


(14)

Di Indonesia hasil survei yang dilakukan oleh Ahimsa (dalam Ahimsa-Putra, 2003:254) tentang usaha-usaha kecil menunjukkan bahwa setengah dari usaha-usaha kecil ini bermula dari usaha industri rumah tangga. Selanjutnya dikatakan pula bahwa produk-produk industri kecil tersebut berasal dari kerajinan yang berkembang terbatas pada keterampilan dan keahlian lokal, serta menggunakan bahan lokal. Kabupaten Asahan merupakan kabupaten yang mempunyai sektor unggulan dalam bidang pertanian dan industri. Berdasarkan data Asahan Dalam Angka pada tahun 2013, sektor pertanian merupakan kontributor utama pada PDRB Kabupaten Asahan sebesar 38.75%, kemudian disusul oleh sektor industri sebesar 32,36% dan sektor-sektor lainnya hanya memberikan kontribusi sebesar 17,76%. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asahan mencapai 5,89% pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor industri yaitu 9,74% sedangkan pada sektor pertanian hanya 2,64%. Perusahaan besar di Asahan pada tahun 2007 berjumlah 20 unit, industri sedang berjumlah 111 unit dan jumlah industri kecil dan industri rumah tangga berjumlah 650 unit. Jenis indutri kecil dan rumah tangga di Kabupaten Asahan cukup banyak yaitu 650 unit, diantaranya yaitu industri Sepatu Bunut, industri pengolahan daging, industri pengasinan ikan, industri pengasinan buah, industri roti/kue basah/kering, industri gula aren, industri tahu/tempe, industri makanan ringan, industri kerupuk, industri batu bata/keramik, industri sulaman dan industri sabut kelapa.

Kabupaten Asahan juga memiliki sejumlah produk unggulan yang dihasilkan dari industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Beberapa bidang usaha yang berkembang antara lain adalah pengolahan meubel kayu batang kelapa, pembuatan pupuk kompos, pengolahan sabuk kelapa, kerajinan kulit (sepatu Bunut), anyaman pandan, sapu lidi hias, makanan ringan (dodol, keripik), dan lain-lain (www.pemkab-asahan.go.id). Pengrajin sepatu Bunut yang terletak di Kelurahan Bunut Kecamatan Kisaran merupakan salah satu industri kecil tempat


(15)

didirikan oleh tiga rumah tangga yang ada di kelurahan Bunut, namun sekarang industri sepatu ini diproduksi oleh 14 toko sepatu. Toko sepatu Bunut ini terletak berjajar di sepanjang jalan lintas Sumatera sehingga tempat ini terbilang cukup strategis di tambah lagi industri sepatu Bunut ini juga sudah berdiri cukup lama sehingga menjadi salah satu daya tarik masyarakat untuk menjadi oleh-oleh khas kabupaten Asahan. Jarak tempuh antara kelurahan Bunut dengan pusat kota tidak cukup jauh yaitu hanya sekitar 8 km. Menurut sejarahnya, sepatu Bunut pada awalnya diproduksi oleh perusahaan perkebunan karet milik pengusaha Amerika yang bernama Colehan. Modal dan bahan-bahan baku untuk membuat sepatu ini di datangkan langsung dari Amerika. Produk sepatu ini pun ditujukan hanya untuk kalangan terbatas, yaitu untuk staf perkebunan dan para tamu istimewa sehingga apabila ada orang selain staf perkebunan dan para tamu istimewa memakai sepatu tersebut maka orang tersebut akan ditangkap. Sepatu Bunut sampai terkenal keluar negeri tepatnya, setelah tamu perkebunan sering membawa sepatu Bunut ke Negara asalnya sebagai oleh-oleh dan pada akhirnya, nama kelurahan Bunut ini pun mulai dikenal di mancanegara.

Pada tahun 80-an Abdul Rizal Bakrie membeli pabrik tersebut dengan tujuan agar sepatu Bunut tersebut dapat dipasarkan kedalam negeri. Ketika produksi dibuat dan sepatu mulai dipasarkan kedalam negeri ternyata hasilnya kurang memuaskan karena promosi yang di lakukan kurang menarik minat konsumen sehingga konsumen tidak begitu suka dan tidak begitu tertarik dengan sepatu Bunut ini dan juga karena adanya persaingan dari sepatu di Jawa. Akhirnya Bakrie pun mulai memasarkan sepatu Bunut ini kembali lagi ke AS namun ternyata pihak AS menolak karena bahan bakunya tidak berasal dari Amerika dan pihak AS pun tidak mau menjalin hubungan kerjasama dengan Bakrie sehingga kerugian pun terjadi. tidak mau menjalin hubungan kerjasama dengan Bakrie sehingga kerugian pun terjadi. Akibat dari kerugian tersebut terjadilah penurunan gaji karyawan dan pemberhentian karyawan yang menyebabkan banyak pengangguran dan tidak memiliki penghasilan yang dikarenakan


(16)

penurunan jumlah produksi sepatu sehingga akhirnya Bakrie pun memberhentikan para karyawannya.

Setelah beberapa tahun pabrik sepatu ditutup para pekerja yang menjadi pengangguran mulai mengembangkan keterampilan yang mereka dapat selama bekerja di pabrik. Dengan berbekalkan keterampilan dari pabrik sepatu tempat bekerja dulu dan dengan didorong oleh tekad yang kuat, para pengrajin tersebut memberanikan diri membuka usaha pembuatan sepatu secara kecil-kecilan di rumah masing-masing dengan bantuan anggota keluarga dan dengan modal sendiri yang bersumber pada tabungan pribadi, pinjaman dari bank, dan pinjaman dari kerabat atau tetangga. Tidak butuh waktu lama bagi para pengrajin sepatu untuk membuat masyarakat tertarik untuk membeli sepatu buatan mereka, hal ini dikarenakan sepatu Bunut dulunya memang sudah dikenal oleh masyarakat luas. Ternyata sepatu yang diproduksi secara rumahan ini cukup laku di masyarakat sehingga para pengrajin membutuhkan tenaga kerja tambahan dan mulai merekrut pekerja dari warga sekitar yang tinggal di daerah kelurahan Bunut.

Pada akhirnya, keterampilan membuat sepatu secara rumahan ini pun diwariskan secara turun temurun kepada anak-anaknya sehingga kini telah menjadi bagian dari karya industri khas dari Asahan. Jika dulu sepatu Bunut diproduksi oleh perusahaan perkebunan karet, sekarang sepatu Bunut ini telah diproduksi oleh warga kelurahan Bunut itu sendiri. Kualitas sepatu Bunut sangat baik dan tahan lama ditambah lagi model sepatunya tidak kalah dengan sepatu merk terkenal lainnya sehingga sepatu Bunut sangat terkenal di berbagai daerah mulai dari dalam negeri seperti Jawa, Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Jambi dan Kalimantan hingga di luar negeri seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan sebagainya. Harga sepatu ini berkisar antara Rp 150 ribu hingga jutaan rupiah, sehingga tidak aneh bila para


(17)

Alat-alat dalam proses pembuatan sepatu ini masih menggunakan teknologi yang sederhana yaitu terdiri dari alat seset, mesin pres sepatu dan mesin jahit sepatu. Cara untuk membuat sepatu Bunut tersebut yang pertama adalah memilih bahan baku kulit untuk sepatu lalu membuat pola sepatu diatas bahan baku kulit sesuai dengan desain sepatu. Kedua, setelah pola selesai, pola tersebut dipotong dan kulit yang sudah dipotong masuk kedalam proses seset. Ketiga, masuk dalam tahap penyetelan sepatu dan dalam proses pembuatan upper (potongan kulit atas). Keempat, proses perakitan sepatu mulai dari melakukan pengeleman dan tahap penjahitan. Terakhir, dipres setelah itu mulai pengecekan produksi sol lalu masuk dalam proses penyemprotan dan sepatu pun siap untuk dijual. Pengrajin sepatu ini menjual sepatu di toko yang terdapat didepan rumahnya dan ada juga sebagian toko yang hanya menjual sepatunya saja dan mengambil sepatu langsung kepada pengrajin sepatu.

Sepatu Bunut ini banyak dibeli ketika menjelang hari-hari besar seperti hari lebaran, natal dan hari-hari libur seperti hari libur sekolah. Kebanyakan pembeli berasal dari luar daerah Asahan seperti dari Pekanbaru atau dari pulau Jawa. Sepatu ini memiliki kualitas yang bagus karena kualitas kulit sepatu yang bagus, model sepatu yang senyawa sehingga tidak mudah rusak dan ciri khas sepatu Bunut dengan model jahitan dikepala sepatunya serta sepatu ini juga menggunakan tapak yang terbuat dari bahan karet sehingga jika dilengkukan tidak akan merusak bentuk dari tapak tersebut. Sehingga pekerja kantoran seperti pegawai negeri sering menempah sepatu untuk berkerja di tempat ini. Sepatu Bunut ini tidak kalah kualitasnya apabila dibandingkan dengan sepatu dari Cibaduyut ataupun dari Sidoarjo.

Bantuan dari pemerintah juga ada yaitu dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) berupa pelatihan yang dilakukan oleh beberapa pengrajin sepatu Bunut ke Sidoarjo pada tahun 2008 yang dibiayai langsung oleh dinas tersebut dan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) berupa barang atau alat yang dibutuhkan oleh pengrajin. Namun bantuan dari Disperindag ini kurang bermanfaat karena alat yang diberikan oleh dinas ini tidak sesuai


(18)

dengan alat yang dibutuhkan oleh pengrajin. Misalnya saja pengrajin kekurangan mesin seset yaitu alat untuk mengurangi ketebalan kulit tapi dinas terkait memberikan mesin untuk menjahit. Padahal mesin untuk menjahit sudah cukup banyak, maka mesin tersebut pun tidak dipergunakan dan menjadi tidak bermanfaat. Namun yang menjadi masalah adalah kurangnya modal, pemasaran dan manajemen yang kurang baik membuat sepatu Bunut ini kurang dapat berkembang dengan pesat, ditambah lagi kurangnya dukungan dan bantuan dari pemerintah setempat dan dinas-dinas yang terkait kalaupun bantuan tersebut ada kurang bermanfaat karena bantuan yang diperlukan oleh pengrajin tidak sesuai dengan yang diberikan oleh dinas tersebut.

Kondisi ini sangat berbeda dengan pengrajin sepatu yang berada di Cibaduyut, pengrajin sepatu Cibaduyut mendapatkan dukungan dari pemerintah. Pada bulan oktober pada tahun 2011, pemerintah mengadakan kegiatan pelatihan manajemen dan peningkatan mutu produksi sepatu Cibaduyut. Pelatihan ini diikuti pengrajin sepatu yang merupakan anggota forum rereongan pengrajin alas kaki, tas, sepatu sareng sajabina (Repalts), ditandai pembagian alat cetakan standarisasi alas kaki berbahan baku fiber dan diserahkan pula 5 ribu eksemplar katalog sarana pemasaran hasil produk. Kegiatan ini merupakan pelaksanaan program penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR) Bank BJB (Bank Jabar Banten) tahun 2011 alokasi Kota Bandung senilai Rp 200 juta dari Rp 700 juta yang diterima Pemkot

Bandung.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka peneliti mencoba menarik suatu permasalahan yang lebih mengarah pada fokus penelitian yang dilakukan. Adapun yang


(19)

1. Bagaimana mobilitas sosial keluarga pengrajin sepatu di Bunut? 2. Bagaimana keberdayaan ekonomi keluarga pengrajin sepatu di Bunut?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah jawaban atas pertanyaan apa yang akan dicapai dalam penelitian itu menurut misi ilmiah ( Sudarwan Danim,2009:91). Berdasarkan perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui mobilitas sosial yang terjadi pada keluarga pengrajin sepatu di Bunut Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan.

2. Untuk mengetahui keberdayaan ekonomi yang terdapat pada pengrajin terutama keluarga pengrajin sepatu di Bunut Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis

Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu sosiologi dan juga menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah tentang mobilitas sosial dan keberdayaan ekonomi keluarga pengrajin sepatu dan untuk memberikan masukan-masukan kepada pihak-pihak atau lembaga-lembaga yang kurang memperhatikan industri kecil.


(20)

BAB II

KERANGKA TEORI 2.1 Strategi

2..1.1 Pengertian Strategi

Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yang berarti kepemimpinan dalam ketentaraan (Dirgantoro,2001 : 5). Konotasi ini berlaku selama perang yang kemudian berkembang menjadi manajemen ketentaraan dalam rangka mengelola tentara bagaimana melakukan mobilisasi pasukan dalm jumlah yang besar, bagaimana megkoordinasikan komando yanng jelas, dan lain sebagainya. Menurut Rangkuti (2001 : 3), strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.

Menurut Muslich (1997:11), strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan antara keunggulan strategi perusahaan faktor intern) dengan tantangan lingkungannya (faktor ekstern). Rencana yang disatukan artinya bahwa rencana tersebut mengikat semua bagian perusahaan menjadi satu kesatuan yang tergabung dalam rencana strategis perusahaan. Rencana yang menyeluruh artinya meliputi semua aspek penting perusahaan harus dicakup dalam rencana strategis ini. Rencana yanng terpadu artinya semua rencana yang dibuat secara partial di dalam perusahaan harus merupakan serangkaian rencana yang terintegrasi. Artinya antara rencana yanng satu dengan rencana yang lain yang ada di dalam perusahaan saling mendukung dan tidaknsatu pun rencana partial yang bertentangan degan rencana strategis.

Dalam bidang manajemen, Daft mendefenisikan strategi sebagai rencana tindakan yang menggambarkan alokasi sumber daya dan kegiatan lainnya untuk


(21)

menghadapi lingkungan dan membantu organisasi dalam meraih tujuannya (2007: 362). Strategi harus berubah dari waktu ke waktu agar sesuai dengan kondisi lingkungan, namun harus tetap kompetitif, perusahaan mengembangkan strategi yang berfokus pada kompetensi utama, mengembangkan sinergi dan menciptakan nilai bagi pelangggan.

2.1.2 Tingkatan Strategi

Dalam perusahaan bisnis, manajer strategis umumnya berpikir dengan tiga tingkatan strategi. Tingkatan strategi tersebut adalah strategi di tingkat perusahaan, strategi di tingkat bisnis dan strategi tingkat fungsional (Daft, 2007:365).

1. Strategi di Tingkat Perusahaan

Strategi ini berkaitan dengan perusahaan secara keseluruhan dan kombinasi antara unit bisnis dan rangkaian produk yang membentuk kesatuan organisasi. Tindakan strategis di tingkat ini biasanya terkait dengan akuisisi usaha baru: penambaha atau divestasi unit bisnis, pabrik atau rangkaian prosuk dan usaha bersama dengan perusahaan baru di area baru.

2. Strategi di Tingkat Bisnis

Strategi ini berpengaruh ke tiap unit bisnis dan rangkaian produk. Strategi ini berfokus pada bagaimana unit bisnis berkompetisi di industrinya bagi konsumen. Keputusan strategis di tingkat bisnis berhubungan dengan jumlah iklan, arah dan besaran penelitian dan


(22)

pengembangan, perubahan produk, pengembangan produk, peralatan dan fasilitas, dan ekspansi atau pengurangan produk.

3. Strategi di Tingkat Fungsional

Strategi ini berkaitan dengan seluruh fungsi utama termasuk keuangan, penelitian dan pengembangan, penjualan dan produksi.

Gambar 2.1 Tingkatan Strategi

Strategi perusahaan

Strategi Bisnis

Strategi Fungsional

(Sumber: Hunger & Wheelen, 2003: 26)

2.2 Manajemen Strategis

2.2.1 Defenisi Manajemen Strategis

Beberapa defenisi manajemen strategis sebagai berikut (Dirgantoro, 2001:9) :

a. Suatu proses berkesinambungan yang membuat organisasi secara keseluruhan dapat match dengan lingkungannya, atau dengan kata lain organisasi secara keseluruhan dapat selalu responsif terhadap

perubahan-Kantor Pusat Perusahaan

Unit bisnis

Produksi

Unit bisnis

SDM Litbang

Unit bisnis


(23)

perubahan di dalam lingkungannya, baik yang bersifat internal maupun eksternal

b. Kombinasi ilmu dan seni untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan yang bersifat cross-fungsional yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya.

c. Usaha untuk mengembangkan kekuatan yang ada di perusahaa untuk menggunakan atau menangkap peluang bisnis yang muncul guna mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

Dari defenisi-defenisi tersebut ada beberapa kesamaan dasar yang bisa ditangkap, yaitu adanya tujuan yang ingin dicapai, perubahan lingkungan yang harus diantisipasi serta strategi yang harus diimplementasikan.

Menurut Hunger & Wheelen (2003:4), manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan yang menetukankinerja perusahaan dalam jangka panjang.

2.2.2 Proses Manajemen Strategis

Manajemen strategis dapat dilihat sebagai suatu proses yang meliputi sejumah tahapan yang saling berkaitan dan berurutan. Menurut hunger & Wheelen, proses manajemen strategis meliputi empat elemen dasar : (1) pengamatan lingkungan, (2) perumusan strategi, (3) implementasi strategi dan (4) evaluasi dan pengendaliaan ( 2003:9)


(24)

Gambar 2.2 Proses Manajemen Strategis

Sumber : Hunger & Wheelen,( 2003:11)

2.3 Analisis Lingkungan

Analisa lingkungan adalah proses memonitoring terhadap lingkungan organisasi yang bertujuan untuk mengidentifikasikan peluang (opportunities) dan tantangan (threats) yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuannya (Dirgantoro, 2001: 38). Tujuan dilakukannya analisis lingkungan adalah agar organisasi dapat mengantisipasi lingkungan organisasi sehingga dapat bereaksi scara cepat dan tepat untuk kesuksesan organisasi.

Menurut Situmorang (2008 : 230), secara umum lingkungan organisasi dapat dikategorikan ke dalam 2 bagian yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal.

2.3.1 Lingkungan Eksternal yang terdiri :

a. Lingkungan umum adalah suatu lingkungan dalam lingkungan eksternal organisasi yang menyusun faktor-faktor yang memiliki ruang lingkup luas Pengamatan

Lingkungan

Perumusan Strategi

Implementasi Strategi

Evaluasi dan Pengendalian


(25)

dan faktor-faktor tersebut pada dasarnya di luar dan terlepas dari operasi perusahaan. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

1. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi mengacu kepada sifat, cara dan arah dari perekonomian dimana suatu perusahaan akan atau sedang berkompetisi. Indikator dari kesehatan perekonomian suatu negara antara lain adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga, defisit atau surplus perdagangan, tingkat tabungan pribadi dan bisnis, serta produk domestik bruto.

2. Faktor Sosial

Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan mencakup keyakinan, nilai, sikap, opini yang berkembang, dan gaya hidup dari orang-orang di lingkungan dimana perusahaan beroperasi.

3. Faktor Politik dan Hukum

Faktor politik dan hukum mendefenisikan parameter-parameter hukum dan bagaimana pengaturan pperusahaan harus beroperasi. Beberapa tindakan politik dan hukum juga didisain untuk memberi manfaat dan melindungi perusahaan. Di dalam bisnis, kepastian hukum menjadi salah satu faktor yang paling penting bagi pengusaha dalam menjalankan bisnisnya.

4. Faktor Teknologi

Faktor teknologi dalam lingkungan umum untuk merefleksikan kesempatan dan ancaman bagi perusahaan. Kemajuan teknnolgi secara


(26)

dramatis telah mengubah produk, jasa, pasar, pemasok, distributor, pesaing, pelanggan, proses persaingan.

5. Faktor Demografi

Faktor demografi ini adalah ukuran populasi, percampuran etnis serta distribusi pendapatan. Perusahaan harus menganalisis perubahan faktor ini dalam konteks yang global, bukan hanya secara domestik.

b. Lingkungan Industri

Lingkungan industri adalah tingkatan dari lingkungan eksternal organisasi yang menghasilkan komponen-komponenyang secara normal memiliki implikasi yang relatif spesifik dan langsung terhadap oprasionalisasi perusahaan. Lima kekuatan persaingan atau yang dikenal dengan The Five Forces Model menjadi model analisis lingkungan industri. Kelima kekuatan persaingan tersebut adalah :

a. Ancaman Masuknya Pendatang Baru

Pendatang baru dalam industri biasanya dapat mengancam pesaing yang ada karena pendatang baru sering kali membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut pangsa pasar, serta seringkali pula memiliki sumber daya yang besar.

b. Tingkat Rivalitas Diantara Pesaing yang Ada

Rivalitas (rivalry) di kalangan pesaing yang ada berbentuk perlombaan untuk mendapatkan posisi dengan menggunakan taktik-taktik seperti persaingan harga, perang iklan, introduksi produk, dan meningkatkan pelayanan atau jaminan kepada pelanggan.


(27)

c. Tekanan dari Produk Pengganti

Produk pengganti/ barang substitusi merupakan salah satu persaingan dari perusahaan-perusahaan. Ancaman dari produk substitusi ini kuat jika konsumen dihadapkan paa sedikitnya switching cost dan jika produk substitusi tersebut mempunyai harga yang lebih murah atau kualitasnya sama bahkan lebih tinggi dari produk-produk suatu industri. d. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli

Pembeli biasanya membeli barang dengan harga yang termurah dengan meminta kualitas yang tinggi dan pelayanan yang lebih baik. Hal ini membuat persaingan antara perusahaan dalam industri yang sama. Biasanya kekuatan tawar-menawar pembeli meningkat jika situasi berikut terjadi: (1) Pembeli membeli dalam jumlah yang besar, (2) Produk yang dibeli adalah produk standar dan tidak terdiferensiasi, (3) Pembeli memperoleh laba yang rendah, (4) Produk industri tidak penting untuk produk atau jasa pembeli, (5) Pembeli menempatkan suatu ancaman melakukan integrasi kehulu untuk membuat produk industri.

e. Kekuatan Tawar Menawar Pemasok

Pemasok dapat menekan perusahaan yang ada dalam suatu industri dengan cara menaikkan harga serta menurunkan kualitas barang yang dijualnya. Pemasok memiliki tawar menawar jika: (1) Didominasi oleh sedikit perusahaan, (2)Produknya adalah unik dan istimewa, (3) Industri tersebut bukanlah pelanggan yang penting dari pemasok, (4) Pemasok akan memperlihatkan ancaman untuk melakukan integrasi hilir.


(28)

Gambar 2.3 Lima Kekuatan Persaingan Michael Porter

Sumber : Situmorang (2008 : 232)

2.3.2 Lingkungan Internal

Lingkungan internal adalah lingkungan organisasi yang berada di dalam organisasi tersebut dan secara normal memiliki implikasi yang langsung dan khusus pada perusahaan. Analisa lingkungan internal perusahaan merupakan proses untuk menentukan dimana perusahaan atau pemerintah daerah mempunyai kemampuan yang efektif sehingga perusahaan dapat memanfaatkan peluang secara efektif dan dapat menangani ancaman di dalam lingkungan. Menurut Hunger & Wheelen (2003:), bidang fungsional yang menjadi variabel dalam analisis internal adalah:

Tekanan dari produk pengganti

Kekuatan tawar menawar pemasok

Kekuatan tawar menawar

pembeli Tingkat rivalitas di

antara pesaing yang ada

Ancaman masuknya pendatang baru


(29)

1. Budaya Perusahaan

Budaya perusahaan adalah sekumpilan keyakinan, harapan dan nilai yang dipelajari dan dibagikann oleh anggota-anggota organisasi dan disampaikan dari generasi ke generasi berikutnya.

2. Pemasaran

Tujuan pemasaran adalah mempengaruhi tingkat, waktu dan karakter permintaan dalam suatu cara yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya. Manajer pemasaran menghubungkan perusahaan dengan konsumennya dan dengan pesaingnya, karena itu manajer harus peduli terutama pada posisi pasar perusahaan dan bauran pemasarannya.

a. Posisi dan segmentasi pasar

Posisi pasar menunjukkan bidang-bidang khusus bagi konsetrasi pemasaran dan dapat diekspresikan dalam bentuk pasar produk dan lokasi geografis

b. Bauran pemasaran

Bauran pemasaran menunjukkan kombinasi tertentu variabel-variabel kunci di bawah pengawasan perusahaan yang dapat dipakai untuk mempengaruhi permintaan dan memperoleh keunggulan kompetitif. Variabel tersebut adalah produk, harga, promosi dan distribusi.

c. Daur hidup produk

Berkaitan dengan manajemen strategis, salah satu konsep yang paling berguna dalam pemasaran adalah daur hidup produk. Meskipun


(30)

orang-oang pemasaran menyetujui bahwa produk yang berbeda memiliki bentuk daur hidup yang berbeda pula, pertimbangan dalam daur hidup merupakan faktor penting dalam perumusan strategi. 3. Keuangan

Keuangan perusahaan sangat penting untuk memformulasikan strategi secara efektif. Aspek keuangan mencakup uang dari berbagai sumber yang digunakan oleh perusahaan. Aliran dana operasi organisasi harus dimonitor.

4. Penelitian dan pengembangan

Teknologi pasar menentukan posisi pasar dan jenis persaingan yang dihadapi. Dalam hal ini manajer bertanggung jawab mengusulkan dan melaksanakan strategi teknologis perusahaan denga mempertimbangkan tujuan dan kebijakan perusahaan.

5. Operasi

Dalam operasi, yang harus dilakukan adalah mengembangkan dan mengoperasikan sebuah sistem yang akan menghasilkan jumlah produk dan jasa yang dibutuhkan dengan kualitas tertentu pada harga yang sudah ditentukan pula dan dalam waktu yang sudah dibagikan.

6. Sumber daya manusia

Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia, yang dilakukan adalah meningkatjkan antar individu dengan pekerjaan-pekerjaan yang ada. Kualitas kesesuaian ini berpengaruh terhadap kinerja, keputusan karyawan, dan perputaran tenaga kerja.


(31)

7. Sistem informasi

Mengenai sistem informasi, yang dilakukan adalah merancang dan mengelola aliran informasi dalam organisasi dengan cara-cara yang dapat meningkatkan produktivitas dan pengambilan keputusan . Informasi harus dikumpulkan, disimpan, dan digabungkan dalam suatu metode tertentu sehingga nantinya dapt menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan operasional dan strategis.

2.4 Crafting (mengukir) dan Executing (mengeksekusi) Strategi

Crafting dalam hal ini bukan hanya sekedar dalam arti mengukir dalam artian sederhana tetapi arti yang lebih mendalam tentang strategi. Menurut Arthur Thomson, dkk (2010:17), Crafting and Executing Strategy merupakan tugas-tugas prioritas utama manajerial dalam dua alasan yang sangat besar. Pertama, ada kebutuhan yang mendesak bagi manajer untuk secara proaktif membentuk atau megukir bagaimana bisnis perusahaan akan dilakukan. Strategi yang jelas dan beralasan adalah resep manajemen untuk melakukan bisnis. Peta jalan untuk keungguan kompetitif, rencana permainan untuk menyenangkan pelanggan dan meningkatkan kinerja keuangan.

Kedua, perusahaan dengan strateg yang berfokus lebih cenderung menjadi pemain yang kuat daripada perusahaan yang tim manajemennya tidak menganggap strategi tersebut sebagai tanggung jawab serius. Tidak ada jalan keluar dari kenyataan bahwwa kualitas manajer membuat strategi


(32)

dan penerapan strategi memilki dampak positif yang tinggi pada pertumbuhan pendapatan, laba dan tingkat pengembalian investasi. Perusahaan yang memiliki arah yang kurang jelas, memiliki target kerja yang kabur atau tidak berat, memiliki strategi kacau atau cacat, atau tidak bisa menjalankan strategi kompeten adalah perusahaan yang kinerja keuangan mungkin menderita dan bisnis yang beresiko jangka panjang.

Merumuskan dan menjalankan strategi adalah fungsi inti manajemen. Di antara semua hal yang dilakukan oleh manajer, tidak ada yang mempengaruhi kesuksesan utama atau kegagalan yang lebih mendasar daripada seberapa baik tim manajemennya menggamnarkan tujuan perusahaan, mengembangkan langkah-langkah strategi yang efektif dalam pendekatan bisnis dan mengejar apa yang perli dilakukan secara interna untuk menghasilkan hari yang baik, peneraan strategi dan keunggulan bersaing.

Proses manajerial perumusan dan melaksanakan strategi perusahaan terdiri dari lima tahap yang saling terkait dan terpadu:

1. Mengembangkan divisi strategis dimana perusahaan perlu menghadapi apa produk masa depan/pelanggan/pasar/teknologi. Sangat awal dalam pembuatan strategi, seorang menajer senior perusahaan harus bergulat dengan isu arah perusahaan yang harus diambil. Akankah perubahan dalam fokus produk perusahaan masa kini/pasar/pelangggan/perusahaan teknologi cenderung meningkatkan posisi pasar perusahaan dan prospek masa depan. Memutuskan perusahaan untuk tetap memngikuti satu arah


(33)

dibandingkan dorongan lain bagi manajer untuk menarik kesimpulan yang beralasan tentang situasi dan bagaimana memodifikasi produk/pasar/teknologi dan kondisi jangka panjang.

2. Menetapkan tujuan dan menggunakannya sebagai tolak ukur untuk mengukur kinerja dan kemajuan perusahaan.

Tujuan manajerial menetapkan tujuan adalah untuk mengkonversi visi strategis dalam kinerja sasaran-hasil tertentu dan hasil manajemen perusahaan yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin dicpai adalah kuantitatif, atau terukur dan mengandung tenggat waktu utnuk pencapaian.

3. Menyusun strategi untuk mencapai tujuan dan menggerakkan perusahaan sepanjang perjalanan strategis dimana manajemen telah dipetakan.

Tugas penyusunan strategi menangani serangkaian bagaimana: bagaimana mengembangkan bisnis, bagaimana untuk menyenangkan pelanggan, bagaimana saingan, bagaimana merespon kondisi pasar yang terus berubah, bagaimana mengelola setiap bagian fungsional dari bisnis, bagaimana mengembangkan kompetensi dan kemampuan yang diperlukan dan bagaimana untuk mencapai tujuan yang strategis dan tujuan keuangan. Itu juga berarti kewirausahawan yang cerdik dalam memilih di antara berbagai alernatif strategi-proaktif mencari kesempatan untuk melakukan hal-hal baru atau yang sudah ada sehingga dengan cara yang baru atau lebih baik.


(34)

4. Menerapkan dan melaksanakan strategi yang dipilih secara efisien dan efektif.

Mengelola implementasi dan pelaksanaan strategi adalah orientasi terhadap operasional.kegiatan menjadikan semua hal terjadi ditujukan untuk melakukan kegiatan bisnis inti secara strategi-cara mendukung. Hal itu dengan mudah menjadi hal yang paling menuntut dan menyita waktu bagian dariproses manajemen strategis. Mengubah rencana strategis ke dalam tindakan dan uji hasil kemampuan seorang manajer untuk mengarahkan perubahan organisasi, memotivasi orang, memperkuat kompetensi perusahaan dan kemampuan bersaing, membuat dan memelihara iklim kerja yang mendukung strategi dan memenuhi atau mencapai sasaran kinerja. Inisiatif untuk menempatkan strategi dan menjalankannya dengan mahir harus diluncurkan dan dikelola di bernagai bidang organisasi.

5. Mengevaluasi kinerja dan memulai penyesuaian korektif dalam arah jangka panjang perusahaan, tujuan, strategi, atau penerapan mengingat pengalaman aktual, kondisi yang berubah, ide-ide baru, dan kesempatan baru.

Fase kelima dari proses manajemen strategi-memanrtau perkembangan eksternal, mengevaluasi kemajuan perusahaan dan membuat koreksi adalah titik pemicu untuk memutuskan apakah akan melanjutkan atau mengubah visi perusahaan, tujuan, strategi dan /atau metode strategi eksekusi. Asalkan arah dan strategi prusahaan terlihat cocok untuk


(35)

industri dan kondisi yang kompetitif dan sasaran kinerja terpenuhi, eksekutif perusahaan mungkin memutuskan untuk tinggal saja. Hanya rencana strategis dan melanjutkan dengan upaya untuk pelaksanaan strategi yang cukup.

Gambar 2.4 Tahapan Proses Crafting dan Executing Strategy

(sumber : Arthur Thomson dkk, 2010: 24)

2.5 Pemilihan Alternatif Strategi

Menurut Situmorang (2008: 240), jenis-jenis strategi alternatif yaitu: 1. Strategi Integrasi

a. Integrasi ke depan, memperoleh kepemilikan atau meningkatkan kendali pada distributor atau pengecer.

Menetapkan tujuan Membangun

visi strategi

Merumuskan strategi untuk mencapai tujuan dan visi

Menjalankan dan

mengarahkan strategi

Mengawasi pengembangan, mengevaluasi kinerja

dan membuat penyesuaian korektif

Peninjauan kembali atas kinerja, perubahan kondisi, peluang baru dan ide- ide baru


(36)

b. Integrasi ke belakang, strategi yang mencari kepemilikan atau kendali lebih besar pada perusahaan pemasok.

c. Integrasi horizontal, merujuk pada strategi strategi mencari kepemilikan dari atau kendali yang lebih besar atas perusahaan asing

2.Strategi Progresif

a. Penetrasi pasar, berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk atau jasa yang sudah ada di pasar yang sudah lewat, usaha pemasaran yang lebih gencar. Penetrasi pasar termasuk menambah jumlah wiraniaga, menambah belanja iklan, menawarkan barang promosi, penjualan eksentif atau menambah usaha publisitas. b. Pengembangan pasar, memperkenalkan produk atau jasa yang

sudah ada ke wilayah geografi yang baru, misalnya banyaknya produk-produk internasional yang masuk ke daerah Indonesia. c. Pengembangan Produk, strategi yang mencari peningkatan

penjualan dengan memperbaiki dan memodifikasi produk atau jasa yang sudah ada. Pengembangan produk biasanya memerlukan pengeluaran yang besar untuk penelitian dan pengembangan. 3.Strategi Diversifikasi

a. Diversivikasi konsentrik adalah menambah jumlah produk atau jasa baru tetapi berkaitan secara luas, misalnyaperbankan yang sekarang merambah ke dunia bisnia insuransce.


(37)

b. Diversifikasi horizontal, menambah produk atau jasa baru yang tidak berkaitan untuk pelanggan yang sudah ada. Misalnya Coca Cola yang merambah pasar air minum dalam botol serta teh.

c. Diversifikasi konglomerat adalah menambah produk atau jasa baru. Beberapa perusahaan melakukan diversifikasi konglomerat sebagian didasarkan pada laba dari memecah mecah perusahaan yang dibeli dan menjual divisi sebagian demi sebagian.

4. Strategi Defensif

a. Usaha patungan, strategi populer yang terjadi kalau ada dua perusahaan atau lebih membentuk kemitraan atau konsorsium sementara dengan tujuan kapitalisasi attau beberapa peluang. Strategi ini dapat dianggap defensif hanya karena perusahaan tidak melakukan proyek sendirian

b. Penghematan/ penciutan, terjadi ketika suatu organisasi mengubah kelompok lewat penghematan biaya dan aset untuk mendongkrak penjualan dan laba yang menurun. Kadang- kadang disebut strategi berbalik atau reorganisasional. Penciutan didisain untuk memperkuat kompetensi khas mendasar dari organisasi.

c. Divestasi, sering dipakai untukmeningkatkan modal untuk akuisisi atau investasi strategis lebih lanjut. Divestasi dapat menjasi bagian dari strategi penciutan menyeluruh untuk menghapus suatu organisasi bisnis yang tidak mendatangkan laba, yang memerlukan


(38)

modal terlalu besar, atau tidak cocok dengan aktivitas perusahaan lain.

d. Likuidasi, menjual semua aset perusahaan, bagian demi bagian, untuk nilai dari aset berwujud.

e. Strategi kombinasi, dimana organisasi mengusahakan kombinasi dari dua atau lebih strategi secara simultan tetapi suatu strategi kombinasi mungkin membawa resiko yang istimewa bila dilaksanakan terlalu jauh.

2.6 Pengembangan Usaha

Menurut Solihin (2006), pengembangan usaha dapat dilakukan melalui tahap-tahap pengembangan usaha sebagai berikut:

1. Memiliki ide bisnis

Usaha apapun yang akan dikembangkan oleh seorang wirausahawan pada mulanya berasal dari ide bisnis. Ide usaha yang dimiliki seorang wirausahawan dapat berasal dari berbagai sumber. Ide tersebut muncul setelah melihat keberhasilan orang lain atau karena adanya sense of business yang kuat dari wirausahawan.

2. Penyaringan ide/konsep usaha

Ide usaha masih merupakan gambaran yang kasarmengenai bisnis yang akan dikembangkan oleh seorang wirausahawa. Pada tahap selanjutnya,


(39)

wirausahawan akan menterjemahkan ide tersebut dalam konsep usaha yang lebih spesifik.

3. Pengembangan rencana usaha

Wirausahawa adalah orang yang melakukan penggunaan sumber daya untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian komponen utama yang harus dikembangkan oleh wirausahawan adalah perhitungan laba rugi dari bisnis tersebut. selain itu, yang juga harus diperhatikan adalah kecenderungan pasar saat ini maupun yang akan datang. Rencana usaha tersebut akan menjad panduan bagi pelaksanaan usaha.

4. Implementasi rencana usaha pada pengendalian usaha

Rencana usaha yang dibuat kemudian diimplementasikan dalam pelaksaan usaha. Dalam kegiatan implementasi rencana usaha, seorang wirausaha akan mengerahkan berbagai sumber daya yang dibutuhkan seperti modal, material dan tenaga kerja untuk menjalani kegiatan usaha. Setelah itu dilakukan proses evaluasi dengan membandingkan hasil pelaksanaan usaha dengan target usaha yang telah dibuat dalam perencanaan usaha. Melalui pelaksanaan kegiatan usaha, seorang pengusaha juga akan memperoleh umpan balik yang dapat digunakan untuk melakukan perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan usaha, penetapan tujuan dan strategi baru atau melakukan tindakan koreksi.

Pengembangan usaha dapat dilakukan dengan teknik sebagai berikut (Suryana, 2006:156):


(40)

Cara ini dapat dilakukakan dengan menambah skala produksi, tenaga kerja, teknologi, sistem distribusi dan tempat usaha. Ini dilakukan bila perluasan usaha atau peningkatan output akan menurunkan biaya jangka panjang, yang berarti mencapai skala ekonomis (economics of scale). Sebaliknya, bila peningkatan output mengakibatkan peningkatan biaya jangka panjang (diseconomic of scale), maka tidak baik untuk dilakukan. Denga kata lain, bila produk barang dan jasa yang dihasilkan sudah mencapai titik paling efisien, maka perluasan skala ekonomi tidak bisa dilakukan, sebab akan mendorong kenaikan biaya.

2. Perluasan cakupan usaha

Cara ini bisa dilakukan dengan menambah usaha baru, produk dan jasa baru yang berbeda dari sekarang yang diproduksi (diversifikasi), serta dengan teknologi yang berbeda. Dengan demikian, lingkup usaha ekonomis dapat didefenisikan sebagai suatu diversifikasi usaha ekonomis yang ditandai oleh total biaya produksi gabungan (joint total production cost) dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama-sama adalah lebih kecil daripada penjumlahan biaya produksi masing-masing produk itu apabila diproduksi secara terpisah. Perluasan cakupan usaha ini bisa dilakukan bila wirausaha memiliki permodalan yang cukup. Sebaliknya lingkup usaha tidak ekonomis dapat didefenisikan sebagai suatu diversifikasi yang tidak ekonomis, dimana biaya produksi total bersama (joint total production cost) dalam memproduksi dua atau lebih jenis produk secara bersama-sama adalah lebih besar daripada


(41)

penjumlahan biaya produksi dari masing-masing jenis produk itu apabila diproduksi secara terpisah.

Menurut Indivara (2008:60), mengembangkan usaha dapat dilakukan dengan beberapa langkah berikut:

1. Menyisihkan dana harian atau bulanan untuk mengembangkan usaha yang akan digunakan untuk:

a. Menambah jumlah dan ragam barang/jasa yang dijual. b. Memperbesar tempat usaha demi kenyamanan konsumen c. Menambah lokasi usaha

d. Memperbesar jaringan usaha e. Menjadi agen (semi grosir)

2. Kecermatan dalam menyusun cash flow (aliran keuangan) 3. Mengoptimalkan ruang yang ada.

Mengoptimalkan ruang yang ada berarti menata ruang secara efisien karena faktor tata letak sangat mempengaruhi image konsumen terhadap produk. Langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah :

a. Mengutamakan pelayanan konsumen b. Penempatan barang dagangan dan stok

c. Fokus, artinya prosuk unggulan berada ddi tempat yang mudah dijangkau oleh konsumen.

4. Menerapkan Quality Control (QC)

Quality Control diperlukan demi meningkatkan kualitas. Hal ini dilakukan dengan terlebih dahulu menyeleksi produk yang akan dijual.


(42)

Jadi, produk yang terbaik saja yang akan dijual kepada konsumen, sementara produk gagal/tidak lolos seleksi bisa dijadikan semacam alat promosi.

5. Persaingan sehat

Persaingan yang sehat perlu diterapkan dalam dunia usaha. Persaingan yang sehat dapat dicapai dengan menggali kelebihan yag dimiliki dan melihat kelebihan bisnis.

6. Mengatasi piutang

Dalam kegiatan bisnis, sering dijumpai seorang pembeli yang berniat membeli dengan menghutang. Jika hal ini tidak bisa diantisipasi dengan baik, akan membuat bisnis menjasi lemah. Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah meengenali pelanggan secara pribadi, melayani dengan mengantisipasi penipuan dan kecurangan, dan mengarahkan sesuai dengan kemampuan pembeli.

7. Jumlah pegawai yang efektif

Jumlah karyawan yang dimiliki harus tepat karena kekurangan dan kelebihan karyawan akan menimbulkan permasalahan.

8. Nilai plus bisnis

Bisnis tersebut harus memiliki nilai lebih dibandig dengan bisnis-bisnis lain yang sejenis. Dengan demikian bisnis akan memiliki ciri khas yang membedakannya dengan bisnis lain. Nilai plus bisnis dapat ditempuh dengan pelayanan yang baik, peralatan dan perlengkapan yang baik, serta suasana yang mengesankan.


(43)

2.7 Analisis SWOT

2.7.1 Pengertian Analisis SWOT

Menurut Rangkuti (2001 :18), Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman ( Threats). Proses pengambilan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan.

Kekuatan (strength) adalah segala sesuatu yang bagus yang dapat diperbuat oleh perusahaan atau suatu karakteristik yang memiliki kapabilitas penting. Kekuatan itu dapat berupa keahlian (skill), keunggulan/kompetensi inti (core competence), sumber daya, kemampuan bersaing, teknologi superior, dll. Kelemahan adalah (weakness) adalah segala sesuatu yang merupakan kekurangan perusahaan, atau kondisi yang tidak menguntungkan perusahaan.

Peluang (opportunities) adalah situasi di dalam perusahaan yang menggambarkan peluang dan identifikasi segmen pasar, teknologi, dll. Ancaman (threats) merupakan faktor-faktor yang tidak menguntungkan yang berasal dari luar perusahaan yang harus segera diatasi.


(44)

2.7.2 Cara membuat analisis SWOT

Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness).

Analisis situasi mengharuskan para pihak perusahaan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang juga harus memperhatikan ancaman dan kelemahan. Dengan identifikasi terhadap peluang, kekuatan, ancaman dan tantangan tersebut dari hasil analisis SWOT akan diperoleh strategi alternatif perusahaan dalam memutuskan arah kemana perusahaan berkembang.

Gambar 2.5 Diagram Analisis SWOT

3 Mendukung strategi 1. Mendukung strategi

Turn-around agresif

4 Mendukung 2. Mendukung strategi

Strategi defensif diversifikasi

(sumber : Rangkuti, 2001 : 19)

BERBAGAI PELUANG

BERBAGAI ANCAMAN

KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN

INTERNAL

BERBAGAI PELUANG

KELEMAHAN INTERNAL


(45)

Kuadran 1. Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapt memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus ditetapkan dalam strategi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy)

Kuadran 2. Meskipun menghadapi ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan strategi diversifikasi (produk/pasar)

Kuadran 3. Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di pihak lain, ia menghadapi berbagai kendala/ kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal prusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik

Kuadran 4. Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.


(46)

2.7.3 Tahapan Perencanaan Strategis Melalui Analisis SWOT

Menurut Rangkuti (2009), proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu:

1. Tahap pengumpulan data

Tahap ini bukan sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian data dan pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data internal. Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan seperti analisis pasar, analisis kompetitor, analisis komunitas, anslisi pemasok, analisis pemerintah dan analisis kelompk kepentingan tertentu. Data internal diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri seperti laporan keuangan, laporan kegiatan sumber daya manusia, laporan kegiatan operasional dan laporan kegiatan pemasaran. Metode yang dipakai dalam tahap ini adalah matriks faktor internal strategi (Internal Factor Analysis Summary) dan matriks faktor strategi eksternal (Eksternal Factor Analyis Summary)

2. Tahapan Analisis

Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah menggabungkan IFAS+EFAS yang bertujuan untuk melihat hasil sub total IFAS dan sub total EFAS. Bila dijumlahkan dan dibandingkan akan memberikan suatu alternatif bahwa analisis atau diagnose ini benat-benar terkait dengan permasalahan yang terjadi.


(47)

3. Tahap Pengambilan Keputusan

Pada tahap pengambilan keputusan akan digunakan Matriks SWOT untuk memperoleh alternatif strategi yang tepat bagi perusahaan sesuai dengan posisi perusahaan yang telah digambarkan pada matriks SWOT.

2.8Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.8.1 Defenisi UMKM

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM yang dikutip dari www.bi.go.id, ada beberapa kriteria yang digunakan untuk mendefenisikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perseorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil


(48)

atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunansebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Kriteria UMKM menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008 : 1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahuan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)

2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paing banyak Rp 500.00.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dariRp 300.000.00,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000,000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)

3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paing banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau


(49)

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah.

Selain menggunakan nilai moneter sebagai kriteria, sejumlah lembaga negara seperti Departemen Perindustrian dan Badan Pusat Statistik (BPS), selama ini juga menggunakan jumlah pekerja sebagai ukuran untuk membedakan skala usaha antara UMI (Usaha Mikro), UK (Usaha Kecil), UM (Usaha Menengah) dan UB ( Usaha Besar). Misalnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), UMI (atau di sektor industri manufaktur umum disebut industri rumah tangga) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja tetap hinggga 4 orang; UK antara 5 hingga 19 pekerja; dan UM dari 20 sampai dengan 99 orang. Perusahaan-perusahaan dengan jumlah pekerja di atas 99 orang masuk dalam kategori UB (Tambunan, 2009:16).

2.8.2 Peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Dari perspektif dunia, diakui bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB), tetapi juga di negara maju (Tambunan,2009:1) Di negara maju, UMKM sangat penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar, seperti halnya di negara sedang berkembang, tetapi juga di banyak negara kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari usaha besar (Tambunan, 2009:1).


(50)

Di negara sedang berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin, UMKM juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan dan pembangunan ekonomi perdesaan. Di negara sedang berkembang, UMKM memegang peranan sangat penting. Dengna jumlah usaha yangsangat banyak, jauh melebihi jumlah usaha besar, maka kelompok usaha ini memiliki peran yang sangat besar terutama di pedesaan. Dapat dikatakan bahwa kemajuan ekonomi di pedesaan ditentukan oleh kemajuan dan perkembangnan UMKM nya.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mempunyai potensi pertumbuhan yang sangat besar. Bahkan dalam kebijakan-kebijakan di berbagai negara telah dicantumkan menjadi bagian penting yang menyokong perekonomian nasional. Tidak hanya dari UMKM saja, kegiatan produksi di negara sedang berkembang didominasi oleh pertanian. Sehingga terus dibutuhkan peranan pemerintah dalam pengembangnya. Selain itu, UMKM tidak harus menggunakan SDM yang berpendidikan tinggi, sehingga berperan membuka lapangan kerja bagi pengangguran, terutama yang tidak mengenal pendidikan tinggi.


(51)

2.9Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.6 Kerangka Konseptual

Sumber : diolah oleh peneliti

USAHA KERAJINAN SAPU MORO BONDO

Analisis Lingkungan Eksternal :

Peluang Ancaman Analisis Lingkungan

Internal : Kekuatan Kelemahan

Lingkungan Usaha

Matriks IFAS

Matriks EFAS

Matriks SWOT

Perumusan Strategi Pengembangan Bisnis Diagram SWOT


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistic dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Meleong,2006:6). Jenis penelitian yang masuk dalam penelitian deskriptif yaitu penelitian survey, studi kasus, penelitian perkembangan, analisis korelasi dan analisis dokumentasi (Suharsimi, 2007:236). Dengan menggunakan penelitian kualitatif peneliti akan memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai mobilitas sosial dan keberdayaan ekonomi keluarga pengrajin sepatu di Bunut kec. Kisaran Barat kab. Asahan.

Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk memahami permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan dapat mendapatkan data dan informasi dari apa yang diamati. Pendekatan deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan, berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi atau fenomena tertentu (Bungin, 2007:68).


(53)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kel. Bunut Kec. Kota Kisaran Barat Kab. Asahan. Lokasi ini dipilih karena dilokasi ini terdapat pusat pengrajin sepatu Bunut di Kabupaten Asahan dan juga terdapat 5 toko yang hanya menjual sepatu Bunut serta 8 toko sepatu yang mempunyai pengrajin sepatu ditambah lagi letaknya yang cukup strategis karena terdapat di jalan lintas Sumatera tepatnya di Kelurahan Bunut.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1999: 22). Salah satu ciri atau karakteristik dari hasil penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut dengan ‘unit of analysis’. Ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial yaitu individu, kelompok, dan sosial. Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah 8 pengrajin sepatu yang tinggal di Kel. Bunut Kec. Kota Kisaran Barat Kab. Asahan, pembeli, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

3.3.2 Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007: 76). Adapun informan dari penelitian ini adalah

1. Pengrajin sepatu merupakan orang yang bekerja sebagai pembuat sepatu Bunut sebanyak 8 orang.


(54)

2. Penjual sepatu merupakan orang yang bekerja untuk menjual sepatu yang telah jadi sebanyak 5 orang.

3. Pembeli sepatu merupakan orang yang membeli sepatu yang telah jadi sebanyak 10 orang.

4. Petugas penyuluhan pengrajin sepatu dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan merupakan Dinas Pemerintahan yang telah memberikan bantuan kepada pengrajin sepatu sebanyak 1 orang.

5. Staf bagian umum Dinas Tenaga Kerja merupakan Dinas Pemerintahan yang telah memberikan bantuan berupa pelatihan ke Sidoarjo kepada para pengrajin sepatu sebanyak 1 orang.

6. Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan yang merupakan Dinas dari Pemerintahan yang memberikan bantuan berupa pinjaman uang kepada para pelaku usaha industri sebanyak 1 orang.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian digolongkan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder:

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui observasi dan wawancara baik secara partisipasif maupun wawancara secara mendalam. Pengumpulan data dengan langsung terjun ke lokasi penelitian yang dapat digunakan melalui:

a. Observasi, adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung mengamati kehidupan masyarakat dan merasakan


(55)

menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utama serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Data yang diperoleh adalah mengenai aktivitas kehidupan yang melakukan mobilitas sosial berhubungan dengan keberdayaan ekonomi pengrajin sepatu Bunut.

b. Wawancara mendalam, bertujuan untuk memperoleh keterangan, pendapat secara lisan dari seseorang dengan berbicara langsung ataupun tanya jawab dengan informan. Wawancara ini dapat menggunakan alat bantu perekam atau tape recorder jika memang dibutuhkan untuk memudahkan peneliti menangkap keseluruhan informasi yang dioberikan informan. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara dan untuk memperoleh data secara mendetail tentang mobilitas sosial dan keberdayaan ekonomi keluarga pengrajin sepatu di Bunut.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, koran, majalah, jurnal dan bahan dari situs-situs internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data adalah pencarian pengertian yang luas tentang data yang telah dianalisis dengan jalan bekerja oleh data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, membuat ikhtisarnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang


(56)

diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan kedalam kategori, pola, atau uraian tertentu maka, langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan secara abstraksi. Abstraksi yang dimaksud adalah dengan membuat rangkuman yang terperinci, merujuk keinti dengan menelaah p-ernyataan-pernyataan yang diperlukan sehingga tetap berada dalam fokus penelitian. Langkan yang harus dilakukan selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan kemudian dikategorisasikan dan diinterpretasikan secara kualitatif.


(57)

7.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1 Pra Observasi √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal √ √ √

4 Seminar Proposal √

5 Revisi Proposal √

6 Penelitian Lapangan √ √ √

7 Pengumpulan dan

Interprestasi Data

√ √ √ √

8 Penulisan Laporan √ √ √ √

9 Bimbingan Skripsi √ √ √


(58)

7.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah. Selain itu terkait erat dengan kelemahan instrument wawancara mendalam. Kendala lain adalah keterbatasan waktu saat melakukan wawancara dengan informan, hal ini disebabkan kegiatan informan yang rentan akan kesibukan. Tidak terlepas dari permasalahan teknis penelitian dan kendala dilapangan, peneliti menyadari keterbatasan peneliti mengenai metode yang menyebabkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan, dan masih terdapat keterbatasan dalam hal kemampuan pengalaman melakukan penelitian ilmiah serta referensi buku atau jurnal. Walaupun demikian peneliti berusaha untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini semaksimal mungkin agar data dan tujuan yang ingin dicapai dapat diperoleh.


(59)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Asahan merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan pantai Timur Sumatera Utara, secara geografis Kabupaten Asahan berada pada 203’00”-326’00” Lintang Utara 99 00-100 00 Bujur Timur dengan ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Asahan merupakan ibukota Kisaran Barat yang terdiri dari 13 kelurahan yang salah satunya merupakan Kelurahan Bunut. Kelurahan Bunut merupakan hasil pemekaran dari Kelurahan Kisaran Baru. Kondisi kelurahan Bunut merupakan dataran rendah yang luas wilayahnya 126 Ha. Berikut perincian luas wilayah kelurahan Bunut berdasarkan kegunaannya.

Table 4.1

Pemanfaatan Tanah di Kelurahan Bunut

NO Pemanfaatan Tanah Luas (Ha)

1 Pemukiman 29

2 Pertanian _

3 Perkebunan 91

4 Hutan _

5 Fasilitas Umum dan Lainnya 6

Jumlah 126


(60)

Kelurahan Bunut mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut. Dengan batas sebagai berikut:

1.Sebelah utara berbatasan dengan desa Sidomulyo

2. Sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Dadimulyo 7.Sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Bunut Barat

8.Sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Sidomukti

Kelurahan Bunut terletak disebelah Utara Ibukota Kabupaten Asahan dengan jarak 5Km. dan jarak tempuh dengan ibukota provinsi cukup jauh yaitu sekitar 160 km dan memakan waktu sekitar ± 4 jam dari kabupaten Asahan.

4.2Kondisi Demografi

4.2.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan dari data Kelurahan Bunut pada tahun 2011, penduduk Kelurahan Bunut berjumlah sebanyak 3.074 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 1.564 (51%) jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 1.510 jiwa (49%).

4.2.2 Komposisi Penduduk Menurut Kewarganegaraan

Komposisi penduduk menurut kewarganegaraan terbagi menjadi dua yaitu Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Indonesia turunan. Warga Negara Indonesia merupakan penduduk asli atau lokal yang tinggal di Kelurahan Bunut yang terdiri dari 3.059 orang (99%) dan Warga Negara Asing adalah individu yang menetap di Kelurahan Bunut sebanyak 15 orang (1%) karena suatu hal seperti telah tugas atau telah menikah dengan warga Kelurahan Bunut dan kemudian tinggal di sana. Berikut komposisi penduduk menurut kewarganegaraan


(61)

Tabel 4.2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan di Bunut

No. Kewarganegaraan F %

1 WNI 3.059 99

2 WNA 15 1

Total 3.074 100

Sumber : Profil Kelurahan Bunut tahun 2012

Tabel 4.3

Komposisi Penduduk Menurut Usia

No. KELOMPOK USIA F %

1 0-6 tahun 350 11

2 7-12 tahun 335 10

3 13-15 tahun 177 6

4 16-18 tahun 180 6

5 19-24 tahun 365 12

6 25-40 tahun 639 21

7 41-56 tahun 672 22


(62)

Total 3.074 100

Sumber : Profil Kelurahan Bunut tahun 2012

Pada tabel 4.3, jelas tergambar bahwa mayoritas kelompok masyarakat berdasarkan usia di dominasi oleh masyarakat yang sudah berusia produktif yaitu antara usia 41-56 tahun sebesar 672 orang (22%) sehingga sudah mampu untuk bekerja dan dapat menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya sehari-hari. Antara umur 19 tahun keatas ada sekitar 1.974 orang yang sudah bekerja, akan tetapi angka ini belum memisahkan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan usia.

4.2.3 Komposisi Penduduk Menurut Agama

Berdasarkan data dari kelurahan Bunut mayoritas warga Kelurahan Bunut beragama Islam yaitu sebesar 2.749 orang (89%) dan 299 orang (10%) yang menganut agama Kristen protestan, Kristen khatolik dan Budha hanya beberapa orang saja. Kerukunan umat beragama di kelurahan Bunut tergolong baik karena tidak adanya keributan atau konflik yang terjadi yang dikarenakan masalah agama. Berikut penjelasan komposisi penduduk menurut agama:

Tabel 4.4

Komposisi Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Bunut

No. AGAMA F %

1 Islam 2.749 89

2 Protestan 299 10

3 Khatolik 18 1


(63)

Total 3.074 100

Sumber: profil kelurahan Bunut tahun 2012

4.2.4 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penunjang keberhasilan pembangunan, karena dengan pendidikan yang baik akan terciptanya sumber daya manusia yang mampu mengelola sumber daya alam dan potensi daerah secara efektif dan efisien. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dibagi menjadi 2 yaitu Lulusan Pendidikan umum dan lulusan pendidikan khusus.

Tabel 4.5

Lulusan Pendidikan Umum

No TINGKAT PENDIDIKAN F %

1 Taman Kanak-kanak 57 4

2 SD 432 32

3 SMP/ SLTP 301 23

4 SMA/ SLTA 437 33

5 AKADEMI (D1-D3) 35 3

6 SARJANA (S1-S2) 73 5

Total 1335 100


(64)

Tabel 4.6

Lulusan Pendidikan Khusus

No. TINGKAT PENDIDIKAN F %

1 Pondok pesantren 2 8

2 Madrasah 12 46

3 Pendidikan keagamaan _ _

4 Sekolah luar biasa 1 4

5 Kursus/ ketrampilan 11 42

Total 26 100

Sumber : profil kelurahan Bunut tahun 2012

Pada lulusan pendidikan umum dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Bunut terdapat 437 orang (33%) yang merupakan tamatan SMA. Mereka tidak dapat melanjutkan sekolah sampai ke perguruan tinggi disebabkan oleh berbagai alasan seperti keadaan ekonomi yang kurang memadai atau mendukung, ingin membantu orangtua dengan cara bekerja dan berbagai alasan lainnya. Apabila lulusan SMA ada yang melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi biasanya mencari perguruan tinggi dengan uang kuliah yang murah atau karena beasiswa, ataupun keluarga yang mampu dan mempunyai kemampuan ekonomi keatas. Pada tempat kedua ditempati oleh lulusan SD yaitu sebanyak 432 orang (32%). Hal ini disebabkan karena orang tua ketika dulu masih sekolah dasar tidak begitu mementingkan pedidikan, bagi mereka tahu membaca dan menghitung saja sudah cukup ditambah lagi tingkat ekonomi yang cukup rendah sehingga begitu tamat sekolah dasar mereka langsung bekerja. Lulusa


(65)

ditempati oleh pendidikan madrasah yaitu 12 orang (46%) dan pada pendidikan kursus atau keterampilan sebesar 11 orang (42%). Hal ini dikarenakan di kelurahan Bunut terdapat sekolah pendidikan ketrampilan menjahit yang di adakan setiap hari rabu dan kamis. Pengajar keterampilan menjahit juga berasal dari Bunut dan terdiri dari 3 orang staf pengajar, murid-murid yang belajar pun mayoritas ibu-ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan. 4.2.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Berdasarkan data kelurahan Bunut pada tahun 2011 mayoritas masyarakat Bunut bermata pencaharian sebagai karyawan. Hal ini dikarenakan wilayah Bunut dekat dengan Perkebunan BSP (Bakrie Sumatera Plantation) yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie, yaitu pabrik yang dulunya sebagai pabrik sepatu kemudian beralih menjadi pabrik pengolahan karet sehingga banyak masyarakat sekitar yang menjadi karyawan di pabrik tersebut terdapat 368 orang (54%) dan 126 orang (18%) bekerja sebagai swasta seperti penarik becak atau buruh serabutan, sedangkan jumlah wiraswata atau pedagang sebanyak 79 orang (12%) termasuk pengusaha industri sepatu Bunut didalamnya. Pekerjaan sebagai pertukangan terdapat 39 orang (7%) dan pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 34 orang (6%). Ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 4.7

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

NO JENIS PEKERJAAN F %

1 Karyawan 368 54

2 PNS 34 6

3 ABRI 15 2


(66)

5 Wiraswasta/Pedagang 79 12

6 Tani 3 1

7 Pertukangan 39 7

Total 700 100

Sumber : profil Kelurahan Bunut tahun 2012 4.2.6 Komposisi Penduduk Menurut Suku

Menurut data kelurahan Bunut pada tahun 2011 mayoritas penduduk di Kelurahan Bunut merupakan suku Jawa yaitu sebesar 1580 orang (51%), suku Batak Mandailing di urutan kedua terdapat 830 orang (27%), Batak Toba sebesar 451 orang (15%) dan Melayu 145 orang (5%). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.8

Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku

No JENIS SUKU F %

1 Jawa 1580 51

2 Batak Mandailing 830 27

3 Batak Toba 451 15

4 Melayu 145 5

5 Minang 19 1


(67)

7 Tionghoa 15 0

8 Batak Karo 13 0

9 Ambon 2 0

10 Banjar 2 0

Total 3074 100

Sumber: profil Kelurahan Bunut tahun 2012

4.2.7 Sarana dan Prasarana

Industri sepatu Bunut terletak di jalan lintas antar propinsi atau yang biasa disingkat dengan jalinsum. Keadaan jalan di Bunut secara umum adalah jalan beraspal yang sampai saat ini dalam keadaan baik. Jarak tempuh antara Kelurahan Bunut dengan Kecamatan hanya 5 km dan jarak tempuh ke Kabupaten cukup dekat yaitu berjarak 4 km hanya diperlukan waktu sekitar 10 menit untuk mencapai Kabupaten. Dekatnya jarak antara Bunut dengan Kabupaten membuat masyarakat lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan seperti berbelanja kebutuhan sehari-hari ataupun berbelanja keperluan yang lain. Sarana transportasi yang sering digunakan masyarakat adalah kendaraan roda dua (sepeda motor, kendaraan roda empat (mobil) atau angkutan umum seperti angkot atau becak. Sedangkan jarak tempuh ke Ibukota Provinsi yaitu Medan 160 km memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 4-5 jam dan transportasi yang digunakan pun bisa menggunakan kendaraan pribadi atau pun kendaraan umum seperti bus ataupun kereta api. Untuk penerangan yang digunakan oleh masyarakat adalah jasa PLN yang telah terpasang sejak dulu, dan segala kebutuhan rumah tangga seperti memasak nasi menggunakan tenaga listrik. Begitu juga dengan halnya penyediaan air bersih, masyarakat sudah menggunakan air sumur pompa ataupun sumur gali dan ada juga yang memakai air PDAM.


(1)

INTERVIEW GUIDE DINAS PERINDUSTRIAN dan PERDAGANGAN Kab. ASAHAN

Nama :

Umur :

Pendidikan terakhir :

Agama :

Jabatan :

Status :

1. Bantuan apa saja yang telah Disperindag ini berikan kepada pengrajin sepatu Bunut ? 2. Apakah bantuan tersebut bermanfaat untuk para pengrajin sepatu ?

3. Sudah berapa kalikah Disperindag memberikan bantuan kepada pengrajin sepatu ? 4. Biasanya bantuan tersebut diberikan dalam jangka waktu berapa lama ?

5. Apakah Disperindag ini selalu mensurvei terlebih dahulu sebelum memberikan bantuan kepada pengrajin ?

6. Apakah ada program khusus untuk menaungi ataupun memberikan bantuan kepada para pengrajin dan penjual sepatu Bunut ?

7. Bagaimana Disperindag ini melihat kebertahanan usaha pengrajin dan penjual sepatu Bunut sampai saat ini ?

8. Apakah Disperindag pernah bekerjasama dengan bank atau perusahaan untuk membantu pengrajin dan penjual sepatu Bunut ?

9. Apa saja kendala atau hambatan yang di alami oleh pengrajin dan penjual sepatu ? 10.Bagaimana cara dinas tersebut membantu pengrajin dan penjual sepatu untuk

mengatasinya ?


(2)

INTERVIEW GUIDE DINAS TENAGA KERJA Kab. ASAHAN

Nama :

Umur :

Pendidikan terakhir :

Agama :

Jabatan :

Status :

1. Bantuan apa saja yang telah Disnaker ini berikan kepada pengrajin sepatu Bunut ? 2. Apakah bantuan tersebut bermanfaat untuk para pengrajin sepatu ?

3. Apa ada program khusus yang menaungi para pengrajin sepatu Bunut ?

4. Sudah berapa kalikah Disnaker ini memberikan bantuan kepada para pengrajin dan penjual sepatu ?

5. Biasanya bantuan tersebut diberikan dalam jangka waktu berapa lama ?

6. Bagaimanakah Disnaker melihat kebertahanan usaha pengrajin dan penjual sepatu Bunut ?

7. Apa saja kendala atau hambatan yang di alami oleh pengrajin dan penjual sepatu ? 8. Bagaimana cara dinas tersebut membantu pengrajin dan penjual sepatu untuk

mengatasinya ?


(3)

Gambar 1. Plang dari Disperindag yang menandakan berada di kawasan pengrajin sepatu Bunut

Gambar 2. Model sepatu Bunut yang juga merupakan ciri dari Sepatu Bunut yaitu terdapat jahitan di atas sepatunya.


(4)

Gambar 3. Pembeli yang membeli sepatu Bunut dan Sendal di toko sepatu Bunut


(5)

Gambar 5. Pengrajin Sepatu yang sedang membuat pola tapak untuk membuat sepatu Bunut


(6)

Gambar 7. Mesin Desek yang berguna untuk melembutkan kulit sehingga kulit mudah untuk dibentuk

Gambar 8. Mesin jahit yang berguna untuk menjahit kulit sepatu ataupun sendal Bunut


Dokumen yang terkait

Beberapa Masalah Yang Dihadapi Petani Dalam Pengembangan Usaha Tani Melon di Kabupaten Deli Serdang ( Studi Kasus : Desa Lantasan Baru Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang)

0 41 110

Analisis Usaha Tani Dan Harga Pokok ( Cost Price) Padi Sawah Sistem Legovvo 4:1 Dan Tegel Di Kabupaten Deli Serdang ( Studi Kasus : Desa Wonosari, Kecamatan Tanjung Morawa)

1 38 130

Analisis Ekonomi Usaha Kerajinan Sapu Ijuk (Studi Kasus : Pengrajin Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara)

1 66 98

Analisis Usaha Tani Dan Pemasaran Anthurium Gelombang Cinta ( Studi Kasus : Desa Bangun Sari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupeten Deli Serdang)

10 139 84

Prospek Pengembangan Usaha Tani Melon Dan Usaha Tani Semangka Di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus : Desa Pasar V Kebun Kelapa, Kec. Beringin, Kab. Deli Serdang)

1 51 154

Peran Usaha Industri Kecil Pangan Terhadap Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin Provinsi Jambi)

1 53 137

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Penggilingan Padi Kecil (Studi Kasus: Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara)

9 138 93

ANALISIS INDUSTRI KECIL SAPU IJUK DI DESA MEDAN SENEMBAH KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG.

2 18 24

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Strategi 2..1.1 Pengertian Strategi - Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (Studi Kasus Kerajinan Sapu Moro Bondo di Desa Limau Manis, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang)

0 1 32

Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (Studi Kasus Kerajinan Sapu Moro Bondo di Desa Limau Manis, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang)

0 3 9