Proses Etsa Etching terhadap Silikon

62 Pada proses pemisahan gas N 2 dan O 2 dari udara yang dilakukan melalui destilasi kriogenik dan melalui adsorpsi tekanan putar Pressure Swing Adsorption PSA, penggunaan Lempung Terpilar PILC sebagai alternatif juga menarik yaitu sebagai penyaring molekul karbon dan Lempung Terpilar PILC ini digunakan sebagai adsorben dalam teknik PSA ini. Kapasitas dan selektifitas terhadap komponen-komponen udara adalah sifat Lempung Terpilar PILC yang sangat berguna dalam aplikasi adsorpsi gas.

2.5. Proses Etsa Etching terhadap Silikon

Untuk material-material semikonduktor, pengetsaan kimia secara basah biasanya berlangsung melalui oksidasi yang diikuti dengan penguraian oksida dalam suatu reaksi kimia. Untuk silikon, bahan pengetsa etchants yang lazim digunakan adalah campuran antara asam nitrat HNO 3 , asam fluorida HF, dan asam asetat CH 3 COOH. Reaksi berlangsung dengan mengubah silikon dari keadaan oksidasi lebih rendah ke tingkat oksidasi yang lebih tinggi: Si + 2h + Si 2+ a Dalam reaksi oksidasi ini dibutuhkan lubang h + . Oksidator utama dalam pengetsaan semikonduktor adalah ion OH - , di mana ion OH - tersebut dihasilkan dari reaksi disosiasi air H 2 O: H 2 O + OH - H + b Si 2+ dalam reaksi a bereaksi dengan OH - , menghasilkan: Si 2+ + 2OH - SiOH 2 c Kemudian akan membebaskan hidrogen untuk membentuk SiO 2 : Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 63 SiOH 2 + SiO 2 H 2 d Asam fluorida HF digunakan untuk melarutkan SiO 2 : SiO 2 + 6HF H 2 SiF 6 + 2H 2 O e Di mana H 2 SiF 6 dapat larut dalam air. Lubang h + dalam reaksi a dihasilkan dari suatu reaksi autokatalitik yang dapat dijelaskan sebagai berikut: dalam reaksi antara HNO 2 dengan HNO 3 dalam air akan dihasilkan: HNO 2 + HNO 3 2NO 2 - + 2h + + 2H 2 O f 2NO 2 - + 2H + 2 HNO 2 g HNO 2 yang dihasilkan dalam reaksi g akan kembali bereaksi dalam reaksi f sehingga didapatkan reaksi akhir overall reaction sebagai berikut: Si + HNO 3 + 6HF H 2 SiF 6 + HNO 2 + H 2 O + H 2 h Tabel 2.7 berikut ini memperlihatkan beberapa jenis bahan pengetsa etchants lainnya untuk semikonduktor dari bahan Silikon Si: Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 64 Tabel 2.7. Beberapa Jenis Bahan Pengetsa etchants untuk Semikonduktor dari Bahan Silikon Si No. Formula Nama 1. 1 ml HF, 1 ml C 2 O 3 5 M Sirtl 2. 1 ml HF, 3 ml HNO 3 , 1 ml CH 3 COOH Dash 3. 2 ml HF, 1 ml K 2 Cr 2 O 7 0,15 M 2 ml HF, 1 ml Cr 2 O 3 0,15 M Secco Secco 4. 200 ml HF, 1 HNO 3 5. 60 ml HF, 30 ml HNO 3 60 ml H 2 60 ml CH 3 COOH, 30 ml 1 g CrO 3 dalam 2 ml H 2 Jenkins Wright 6. 2 ml HF, 1 ml HNO 3 , 2 ml AgNO 3 0,65 M dalam H 2 O Silver 7. 5 g H 5 IO 6 , 5 mg KI dalam 50 ml H 2 O, 2 ml HF Sponheimer Mills 8. Shipley 112° 9. 6 ml HF, 19 ml HNO 3 10. 150gl 1,5M, CrO 3 dalam H 2 O dan HF 1:1 Yang 11. 600 ml HF, 300 ml HNO 3 28g CuNO 3 2 , 3 ml H 2 O Copper Etch 12. 1000 ml H 2 O, 1 ml 1,0 N KOH, 3,54 g KBr, 708 g KBrO 3 13. 55 g CuSO 4 , SH 20, 950 ml H 2 O, 50 ml HF Copper Displacement 14. 1 ml HF, 3 ml HNO 3 White 15. 3 ml HF, 5 ml HNO 3 , 3 ml CH 3 COOH CP-4 16a. 16b. 25 ml HF, 18 ml HNO 3 , 5 ml CH 3 COOH 1g Br2 10 ml H 2 0, 1g CuNO 3 2 100 ml HF; 1 ml dalam 5 ml HNO3 SD1 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 65 16c. 16d. 50 ml CuNO 3 2 ; 1 ml dalam 2 ml HF 4 NaOH + 40 NaClO hingga H 2 habis dari Si 17. 300 ml HNO 3 , 600 ml HF 2 ml Br 2 , 24 g CuNO 3 2 larutkan 10:1 dengan H 2 O. Sailer 18. a 75g CrO 3 dalam 1000 ml H 2 O bagian 1. Campurkan bagian 1 dengan 48 HF bagian 2. b Campurkan bagian 1 dengan bagian 2 ke dalam 1,5 bagian H 2 O. Schimmel 19. 5 g H 5 IO 6 , 50 ml H 2 O, 2 ml HF, 5 mg KI Periodic HF Sze, S.M.,1985 2.6. Luas Permukaan dan Porositas Padatan Sifat permukaan padatan berpori dapat diklasifikasikan ke dalam dua karakter, yaitu karakter fisik dan karakter kimia Baksg, 1992. Karakter fisik meliputi basal spacing d 001 , luas permukaan spesifik, dan porositas, sedangkan karakter kimia terdiri dari keasaman permukaan. Pengukuran kedua karakter tersebut merupakan bagian yang penting pada setiap karakteristik padatan baik sebagai katalis, pendukung katalis, maupun sebagai adsorben. Pada dasarnya permukaan nyata padatan tidak pernah memiliki bentuk yang sempurna dan teratur, hampir selalu ada celah dan retakan, saluran atau rongga yang menenbus jauh ke dalam sehingga akan memberikan sumbangan terhadap luas permukaan dalam. Retakan dan lekukan yang dangkal akan memberikan sumbangan pada luas permukaan luar. Bila adsorben yang berupa padatan berpori mengadsorpsi adsorbat maka fenomena ini terjadi tidak hanya dipermukaan luar saja tetapi juga di dalam pori-pori Lowell, 1984. Prilaku adsorpsi gas ke dalam pori-pori dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 66 porositas dari padatan berpori tersebut. Teknik karakterisasi dengan metode adsorpsi gas dapat memberikan informasi mengenai luas permukaan spesifik, rerata jejari pori, volum total pori, distribusi ukuran pori, dan isoterm adsorpsi Lowell, 1984. Persamaan adsorpsi yang sering digunakan untuk menghitung adsorpsi permukaan padatan adalah persamaan yang diturunkan oleh Brunauer, Emmett, dan Teller BET dapat dituliskan seabagai berikut Lowel, 1984. Po P WmC 1 C C . Wm 1 1 P Po W 1 − + = − 1 Di mana, W = berat gas yang teradsorpsi pada tekanan relatif PPo Wm = berat gas yang teradsorpsi pada lapis tunggal C = konstanta BET Po = Tekanan uap jenuh adsorpsi P = Tekanan gas Asumsi menurut teori BET bahwa permukaan padatan tidak akan tertutupi secara sempurna selama tekanan uap jenuh Po belum tercapai. Jika adsorpsi mengikuti teori BET maka kurva antara 1W [PoP-1] lawan PPo akan menghasilkan garis lurus. Untuk keperluan ini digunakan adsorbat gas N 2 dan adsorpsi berlangsung pada temperatur 77°K. Pada adsorpsi isoterm ini tekanan relatif PPo yang berlaku menurut teori BET dibatasi pada rentang 0,05– 0,35. Selanjutnya harga Wm dan C dapat dihitung dari harga slop angka arah, s dan intersep, I dari plot BET tersebut di mana: C . Wm 1 C s − = 2 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 67 WmC 1 i = 3 Gabungan kedua persamaan ini memberikan persamaan berikut: i s 1 Wm + = 4 Solusi untuk menghitung C konstanta BET adalah 1 i s C + = 5 Untuk menghitung luas permukaan spesifik S terlebih dahulu diketahui luas permukaan total St yang dihitung dari harga Wm yang didapatkan dari persamaan BET. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut: M WmN St σ = 6 Di mana St = luas permukaan total adsorben N = Bilangan Avogadro 6,022 x 10 23 molekulmol σ = luas penampang lintang adsorbat M = berat molekul adsorbat Dalam aplikasinya menggunakan N 2 sebagai adsorbat dengan densitas fasa cair pada tekanan 1 atm dan temperatur 77°K dan harga σ = 16,2 Å 2 molekul. Untuk menghitung luas permukaan spesifik S1 padatan dapat menggunakan persamaan seperti berikut: W St 1 S = 7 Di mana S1 = luas permukaan spesifik W = berat sampel Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 68 Volum total pori adalah volum gas yang teradsorpsi pada tekanan jenuh untuk menghitung volum total pori menggunakan persamaan: Wa V = 8 Di mana V ρ = volum total pori Wa = berat nitrogen yang teradsorpsi pada PPo = 0,99 ρ = densitas nitrogen pada 77°K Perhitungan ukuran pori dilakukan dengan asumsi bahwa geometri pori berbentuk silindris sehingga rerata jejari pori dapat dihitung dari perbandingan volum total pori dan luas permukaan spesifik dengan menggunakan persamaan: S Vp 2 rp = 9 Di mana rp = rerata jejari pori Vp = volume total pori Ishizaki dkk 1998 memberikan persamaan distribusi ukuran pori yang diperoleh dari perubahan volum yang dipengaruhi oleh perubahan jejari pori. Persamaan yang diberikan adalah: dV = -Dv r dr 10 Di mana, Dv r = fungsi distribusi ukuran pori dr = perubahan jejari pori dV = perubahan volum Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 69 Gas bebas dan gas teradsorpsi berada dalam keseimbangan dinamik dan fraksi penutupan θ tergantung pada tekanan gas pelapis. Ketergantungan θ pada tekanan dan temperatur tertentu disebut isoterm adsorpsi Atkins, 1990. Adsorpsi yang terjadi pada permukaan padatan akan memberikan berbagai bentuk isoterm, umunya digambarkan dalam 5 tipe, yang diusulkan oleh Brunauer, Deming dan Teller seperti gambar berikut: Gambar 2.14. Klasifikasi 5 Tipe Adsorpsi, W adalah Berat Nitrogen yang Teradsorpsi, PPo adalah Tekanan Relatif Levin, 1997 Minto Supeno: Bentonit Alam Terpilar Sebagai Material Katalis Co-Katalis Pembuatan Gas Hidrogen Dan Oksigen Dari Air, 2007. USU e-Repository © 2008 70 Adsorpsi isoterm tipe I merupakan isoterm Langmuir dengan penutupan satu lapis atau hanya beberapa lapis molekul yang khas pada padatan mikropori. Isoterm tipe II, adsorpsi terjadi bila frekuensi kontak antara adsorben dengan adsorbat relatif tinggi. Adsorpsi tipe ini umumnya terjadi pada padatan dengan diameter pori lebih besar dari diameter mikropori. Adsorpsi ini sesuai dengan mekanisme isoterm BET, yaitu diawali terjadinya adsorpsi satu lapis kemudian dengan peningkatan tekanan relatif, lapisan kedua dan seterusnya tertutupi secara merata sampai keadaan jenuh tercapai. Isoterm adsorpsi tipe III yaitu terjadinya adsorpsi karena interaksi antara adsorbat dan lapis adsorben lebih besar dibandingkan interaksi dengan permukaan adsorben. Isoterm adsorpsi tipe IV, adsorpsi terjadi pada adsorben yang memiliki jejari pori antara 15–1000 Å, sedangkan isoterm adsorpsi Tipe V, adsorpsi terjadi bila interaksi yang dihasilkan dari adsorbat-adsorben sangat kecil. Hal ini terjadi karena adanya assosiasi dengan pori Lowell dan Shields, 1984.

2.7. Sifat-sifat Adsorpsi Lempung Terpilar