Latar Belakang Centre for Dialogue and Cooperation amongs

objektifnya memiliki kesamaan seperti bahasa, sejarah, agama, adat, dan subjektifitas identitas diri masyarakat. Suatu peradaban bisa saja mencakup beberapa beberapa negara bangsa atau satu negara saja. Diantara peradaban besar itu adalah peradaban Barat, Islam, Amerika Latin, Cina dan Jepang. Kini sikap meremehkan agama dan kultur dalam politik global dan masalah internasional masa lalu digantikan dengan sikap menekan kekuatan persamaan kultural sebagai fondasi kekuatan ekonomi, politik, dan kemampuan untuk membuat persatuan trans-nasional dalam melahirkan aktor-aktor ekonomi dan politik yang efektif adalah orang-orang Cina, Hongkong, Singapura dan Malaysia. Pendek kata, agama dan etnisitas dalam kontek peradaban selalu menjadi sumber identifikasi primer bagi banyak orang khususnya bagi elite non moderen. Paradigma benturan peradaban yang dikembangkan Huntington dinilai oleh Jhon L. Esposito sebagai kecenderungan berfikir yang melebih-lebihkan perbedaan kultural. Paradigma seperti ini terdistorsi lantaran terlalu menekankan jurang pemisah atau garis batas yang membagi peradaban. Bahkan, lebih jauh Esposito mengatakan bahwa paradigma benturan peradaban mirip dengan ketakutan yang berbau rasisme kultural yang menjadi sumber sentmen anti- semitisme maupun anti-Asia. Berangkat dari perspektif ini, tegas Esposito membuat Huntington berkesimpulan bahwa garis pembatas antar peradaban menggantikan batas-batas politik dan ideologi yang selama perang dingin menjadi titik nyata bagi krisis dan pertumpahan darah. 49 49 Jhon L.Esposito, Ancaman Islam, h.206 Dalam pandangan Esposito, meskipun identifikasi berdasarkan atas agama dan etnisitas ikut membentuk pandangan “kita” dan “meraka” terhadap orang lain adalah benar, namun berbagai identifikasi atau batas batas seperti ini menjadi kecenderungan umum yang melekat pada manusia ketika mereka dalam proses pendefinisian diri, hubungan sosial, dan menjalin hubungan internasional. Identifikasi dengan pernyataan bahwa saya dari keluarga ini atau dusun ini versus keluarga itu atau dusun itu, saya ini sekuler versus dia religius, orang beriman versus orang kafir, kapitalis versus komunis, dunia pertama versus dunia ketiga, Amerika versus Eropa adalah perbedaan, bukan penyebab ataupun alasan untuk berkonfrontasi dan konflik. Apabila mengamati hal di atas, maka benturan antar peradaban clash of civilisation hanya akan membawa malapetaka bagi dunia, Oleh karena itu dibutuhkan adanya aliansi peradaban alliance of civilisation. Aliansi peradaban- peradaban alliance of civilisations Inilah yang diperlukan umat manusia kini dan di masa depan. Jika kita berharap adanya kehidupan yang lebih berdasarkan saling pengertian dan saling menghargai, yang pada gilirannya dapat menciptakan dunia yang lebih harmonis, aman, dan damai, maka upaya penggalangan dan pemberdayaan aliansi peradaban tidak bisa di tawar-tawar lagi demi menciptakan perdamaian dunia. Aliansi peradaban alliance of civilisation mulai menemukan momentumnya sejak Perdana Menteri Spanyol, Jose Luis Rodriguez Zapatero, mengajukan proposal bagi Aliansi Peradaban-peradaban pada September 2004. Hasilnya, atas sponsor Pemerintah Spanyol dan Turki, Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, memaklumkan Alliance of Civilisation pada September 2005. Sejak itu, berbagai pertemuan, konferensi, dan lokakarya aliansi peradaban baik pada tingkat internasional maupun regional, telah diselenggarakan berbagai negara dan pihak yang memiliki kepedulian khusus terhadap masalah ini. Terakhir adalah Simposium Tingkat Tinggi Aliansi Peradaban-peradaban yang berlangsung pada 23-24 Mei di Auckland, Selandia Baru, dengan sponsor Pemerintah Selandia Baru dan Norwegia. PM Selandia Baru, Helen Clark, yang memimpin langsung High Level Meeting Alliance of Civilisation menyatakan penolakannya atas self- fulfilling prophecy tentang benturan peradaban. Bagi dia, pengalaman bangsa Selandia Baru yang multikultural memberikan pelajaran, bahwa sangat mungkin pada tingkat internasional untuk membangun dunia yang menghargai dan mengakomodasi perbedaan. Ketegangan, konflik, dan bahkan perang yang muncul dari ketidaktahuan dan ketidakpedulian; dan kurangnya pengertian dapat diatasi melalui dialog, pendidikan, dan kesediaan untuk belajar satu sama lain, dan sedia menerima dan toleran terhadap orang dan masyarakat lain yang berbeda. 50 Menurut Ali Alatas, mantan menteri Luar Negeri RI, yang juga anggota High Level Group Aliance of Civilisation, menyatakan baahwa Aliansi Peradaban-peradaban menegaskan kembali bahwa seluruh bangsa dan masyarakat saling interdependen dan bahkan terkait satu sama lain dalam pembangunan, keamanan, dan kesejahteraan. Alliance of Civilisation berusaha membangun saling menghargai dan menempa kemauan politik, serta langkah terencana dan 50 Diakses pada tanggal 9 Januari 2011 dari http: www.UNAoC.org terpadu pada tingkat pemerintah, institusional, dan masyarakat madani untuk mengatasi prasangka, mispersepsi, dan ketidakpercayaan. Dengan cara begitu, Alliance of Civilisation diharapkan dapat memberikan kontribusi penting kepada gerakan terbesar masyarakat manusia untuk menolak ekstremisme yang ada dalam setiap masyarakat; dan sebaliknya menghargai keragaman kultural dan keagamaan. Dengan kerangka seperti itu, Alliance of Civilisation merumuskan empat bidang pokok aksi: pendidikan, kepemudaan, migrasi, dan media. Pengembangan program yang terencana dalam keempat bidang ini krusial dan dapat memainkan peran kritis untuk mengurangi ketegangan antarbudaya dan peradaban, dan membangun jembatan diantara masyarakat yang berbeda. Indonesia juga merupakan bagian dari peradaban dunia yang cukup kaya dan maju sejak beberapa abad lalu, sejak Majapahit, Sriwijaya dan Mataram. Sekarang sebagai negara bangsa yang besar dan kaya dengan sumber daya alam dan modal budaya yang relevan dengan kemajuan. Indonesia sangat potensial untuk bangkit sebagai sub peradaban yang maju. Oleh karena itu, kata Din Syamsudin, peradaban-peradaban dunia lain, seperti Barat, Cina,dan Rusia dapat menjadikan Indonesia sebagai mitra strategis dalam membangun peradaban dunia baru yang maju dan beradab. 51 Berdasaarkan kerangka pijak di atas maka pada tanggal 12 July 2007, di Kantor Sekretariat CDCC, menyelenggarakan diskusi mengenai aliansi peradaban. Pada diskusi ini CDCC tokoh-tokoh nasional dan internasional turut menghadiri 51 CDCC News, artikel ini diakses pada tanggal 8 Januari 2011 dari http:www.cdccfoundation.org. dan berpartisipasi, antara lain Ali Alatas, kedutaan Besar Thailand, Belanda, Selendia Baru, dan Palestina. Sedangkan sebagai pembicara adalah Selcan Sanli selaku Sekretaris Utama Deputy Head of Mission Kedutaan Besar Turki di Jakarta, Luis Meteos Paramio Deputy Head Mission Kedutaan besar di Spayol di Jakarta. Diskusi ini diprakasai antara lain oleh Pemerintah Selendia Baru, Pemerintah Turki, Pemerintah Norwegia dan Spayol. Diskusi ini diselenggarakan dalam rangka menyikapi isu global tentang perselisihan peradaban yang didengung-dengungkan oleh Samuel Huntington. Pada diskusi ini Din Samsudin menjelaskan aliansi peradaban memerlukan inisiatif dan partisipasi aktif dari masyarakat sipil. CDCC sebagai bagian masyarakat sipil harus ikut andil mengambil bagian untuk menjembatani celah antar peradaban. Sejalan dengan pendapat Ali Alatas untuk mewujudkan aliansi peradaban, diperlukan diskusi-diskusi dan seminar yang mempertemukan berbagai organisasi internasional dan lembaga dari berbagai bangsa. Bukan saja diskusi dan seminar akan tetapi untuk pencapaian aliansi peradaban diperlukan aksi yang bersifat cepat dan tanggap. Untuk mencapai aliansi peradaban, tentu bukan hanya diperlukan forum-forum diskusi saja, meskipun dari forum-forum diskusi kita mendapatkan pemikiran-pemikiran kritis, namun pada itu juga kita harus menunjukan aksi cepat tanggap. 52 Sebagaimana disebutkan di atas, maka untuk mengatisipasi atau meminimalisir terjadinya benturan kebudayaan yang akan menimbulkan konflik dan pertupahan darah, maka diperlukan subuah dialog antar peradaban. 52 CDCC News, artikel ini diakses pada tanggal 8 Januari 2011 dari http:www.cdccfoundation.org. Dialog antar peradaban adalah proses komunikasi dua arah dari dua atau lebih peradaban yang berbeda yang dilakukan oleh aktor dalam berbagai lapisan pemerintah dan civil society dengan tujuan utama timbulnya saling pengertian dan kerjasama. Dialog dipahami sebagai conversation of culture, yang berlangsung dalam ruang masyarakat internasional yang memiliki kesamaan komitmen dan berdasarkan penghargaan yang lain sebagai sejajar. Percakapan ini menurut perenungan dan empati. Perbedaan peradaban mengharuskan, meminjam Habermas, suatu aksi komunikatif communicative action dalam ruang publik. 53 Dialog peradaban dibangun di atas sebuah kesadaran adanya perbedaan, atau kesadaran bahwa potensi-potensi konflik diantara peradaban dirasakan tidak ada gunanya jika terus dipelihara. Sebaliknya, ia perlu digantikan dengan sikap saling memahami, saling menjaga, saling menyapa, saling berbagi menuju terjalinnya sebuah kerjasama dalam mengatasi problem kemanusiaan. Dialog menjadi penting karena dunia berkarakter plural. Bibit munculnya ide dialog antar peradaban tidak bisa dipisahkan dari ketidaksenangan sebagian cendikiawan terhadap cara Amerika dan sekutunya yang lebih suka menggunakan perang dalam melawan terorisme. Melalui dialog antar peradaban, para pemikir dan pengambil keputusan di mana pun berada dapat lebih mengerti homogenitaas dan heterogenitas sekelilingnya. Tujuan maksimal dialog antar peradaban adalah kerja sama konkret dalam membangun peradaban global yang menguntungkan semua pihak. 53 F. Budi Hardiman, Menuju Masyarakat Komunikatif; Ilmu, Masyaraakat, Politik dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas, Yogyakarta: Kanisius,2009 Berangkat dari pemaparan di atas bahwa benturan kebudayaan sangat berbahaya yang akan dapat menimbulkan konflik dan pertumpahan darah, maka CDCC berupaya menjadi bagian dari dunia yang peduli dengan isu-isu tersebut. Oleh karena itu CDCC melakukan upaya kegiatan baik dalam lingkup nasional Indonesia atau Internasional. Dalam mewujudkan hal tersebut maka CDCC melakukan kegiatan- kegiatan-kegiatan diantaranya, dialog tentang keagamaan, kebudayaan, politik dan ekonomi. Dalam melakukan dialog CDCC melakukan kerjasama baik dalam negri ataupun luar negeri.

B. Implementasi Dialog Centre for Dialogue and Cooperation amongs

Civilisation CDCC Dalam Rangka Penguatan Ruang Publik Yang Bebas. Centre for Dialogue and Cooperation amongs Civilisation selanjutnya CDCC merupakan bagian dari Civil Society yang mengambil segmen dialog dan kerjasama antara peradaban. CDCC mempunyai tujuan melakukan penguatan terhadap ruang publik yang bebas dengan mendorong dialog dan kerjasama antar umat beragama, antar budaya dan juga dialog-dialog yang bersifat Public Education dengan topik-topik yang berkaitan dengan ekonomi, politik dan terutama peradaban dan kebudayaan. Secara institusional, Civil Society mewujudkan dalam berbagai asosiasi yang dibuat masyarakat di luar pengaruh Negara. Misalnya, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, organisasi sosial dan keagamaan, paguyuban, kelompok kepentingan, partai politik, hingga organisasi yang awalnya dibentuk Negara, namun berfungsi sebagai pelayan masyarakat dan pengontrol kebijakan negara. Dari penjelasan alenia di atas tadi, CDCC merupakan salah satu bagian civil society yang diinstitusionalkan yang ingin membuka ruang publik berupa dialog yang luas dan terbuka terhadap masyarakat serta independent terhadap negara, karena ruang publik yang bebaslah merupakan bagian dari karakteristik civil society . 54 Sejalan dengan pernyataan salah satu peserta aktif dalam tiap-tiap diskusi yang diadakan CDCC yaitu Theophilus Bela, beliau mengutarakan. “CDCC merupakan lembaga yang tidak dibentuk oleh pemerintah. CDCC merupakan lembaga yang murni didirikan oleh masyarakat sipil, jadi CDCC merupakan murni bagian dari civil society yang mengedepankan terciptanya ruang publik yang bebas dengan cara dialog dan kerjasama” 55 Menurut Habermas ruang publik adalah merupakan wilayah kehidupan sosial yang memungkinkan masyarakat untuk membentuk opini-opini publik, sehingga ruang publik itu memungkinkan para warganya untuk bebas menyatakan sikap mereka. 56 Dalam setiap melakukan dialog CDCC mempunyai konsep membuka ruang publik yang sebebas-bebasnya. Sejalan dengan pendapat Piet Hizbullah Khaidir selaku Direktur Program dalam kutipan wawancara di bawah ini mengutarakan, 54 Dede Rosyada, dkk, Pendidikan Kewargaan Civic Edukation: Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000 h.247 55 Wawancara pribadi dengan Theophilus Bela, Jakarta, 1 Januari 2011. 56 F. Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif: Menimbang ‘Negara Hukum’ dan ‘Ruang Publik’ dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas, Yogyakarta: Kanisius,2009 h.132 “CDCC berusaha membangun ruang publik yang bebas dengan membuka dialog. Dialog bisa dimaknai dalam dua perspektif, pertama, memberikan ruang publik bagi semua element masyakat untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran-pemikiran isu aktual yang sedang di hadapi oleh masyarakat. Kedua, memberikan mediasi bagi berbagai kelompok untuk bisa berdialog, sehingga pada perspektif ini CDCC memberikan fasilitas pada level mikro sebagai jalan tengah atu titik temu untuk memecahkan suatu masalah perbedaan-perbedaan publik yang terjadi di level mikro di Indonesia ataupundi level makro pada level internasional”. 57 CDCC berupaya menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan masyarakat yang berbeda agama, budaya, dan bahkan berbeda negara untuk bisa menggunakan kekuatan argumen dalam membicarakan hal-hal yang sedang dihadapi dengan dialog yang bebas dan saling menghargai. Untuk membentuk adanya ruang publik yang sehat, maka CDCC mengupayakan adanya ruang dialog yang dialogis, terbuka, equal antara potensi masyarakat dan stake holder yang punya kepentingan terhadap publik. Sejalan dengan pendapat Piet Hizbullah Khaidir selaku Direktur Program CDCC mengutarakan, “konsep dialog yang ditawarkan CDCC tidak berbeda dengan kelompok lain rancang. CDCC ingin menciptakan dialog yang dialogis, yaitu dialog yang terbuka, equel antar potensi masyarakat dan stake holder yang punya kepentingan terhadap politik. CDCC ingin menghilangkan dialog yang monolog, yang artinya dialog yang dilakukan orang atau kelompok yang lebih kuat menekan kelompok atau orang yang lebih lemah. CDCC ingin menciptakan dialog yang equal sehinggga publik bisa melihat dan publik pula yang akan menentukan”. 58 Konsep yang ditawarkan oleh CDCC dalam melakukan dialog antar budaya, agama dan budaya yang berbeda lebih mengedepankan rasa menghargai 57 Wawancara pribadi dengan Piet Hizbullah Khaidir, Jakarta, 8 Desember 2010. 58 Wawancara pribadi dengan Piet Hizbullah Khaidir, Jakarta, 8 Desember 2010. dan menerima perbedaan yang ada. Dengan menghargai dan menerima perbedaan maka akan terwujud masyarakat yang toleren terhadap yang lainnya. Dalam melakukan dialog, CDCC menekankankan pada dialog yang berkaitan dengan kebudayaan, agama, ekonomi dan politik. Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang hal-hal tersebut.

1. Membangun Dialog Antar Umat Beragama.

Sikap toleran dan pluralis merupakan bagian dari karakteristik dari civil society. 59 LSM merupakan salah satu dari pilar penegak civil society, oleh karena itu CDCC sebagai salah satu pilar penegak LSM maka berupaya membangun dialog antar umat beragama, dalam dialog ini CDCC berusaha mengupayakan terbentuk karakteristik dari civil society dengan berusaha menciptakan umat beragama yang rukun dan mempunyai sikap-sikap toleran dan pluralis antar sesama pemeluk agama. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka CDCC berupaya mempertemukan tokoh-tokoh agama guna menghilangkan rasa saling curiga diantara sesama. 60 Seperti yang diutarakan oleh Theophilus Bela salah satu peserta aktif dalam tiap-tiap diskusi yang diadakan oleh CDCC, beliau mengutarakan, “Dialog yang diadakan CDCC bisa menumbuhkan sikap toleran, karena di CDCC merupakan tempat bertukar pikiran tentang agama-agama, seperti contoh CDCC pernah mengundang tokoh Yahudi internasional ini sebagai bukti CDCC ingin menciptakan masyarakat yang toleran. Dialog yang diadakan CDCC membuat orang saling mendengar dengan saling mendengar pasti akan salng mengenal, dengan saling mengenal pasti akan hilang rasa saling curiga yang bisa menumbuhkan sikap toleran”. 61 59 Dede Rosyada, dkk, hlm.247. 60 Wawancara pribadi dengan Abdul Mu’ti, Jakarta 8 September 2010 61 Wawancara pribadi dengan Theophilus Bela, Jakarta, 1 Januari 2011.