Analisis ruang terbuka publik bersejarah dalam rangka revitalisasi Kota Tua Jakarta

(1)

ANALISIS RUANG TERBUKA PUBLIK

BERSEJARAH DALAM RANGKA REVITALISASI

KOTA TUA JAKARTA

E

UIS PUSPITA DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

KOTA TUA JAKARTA

EUIS PUSPITA DEWI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Ruang Terbuka Publik Bersejarah dalam Rangka Revitalisasi Kota Tua Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009 Euis Puspita Dewi A 251060051


(4)

The Old City of Jakarta has strong historical value as a genesis of the city today. Along with the growth and development of the city, the Old City area has undergone many changes that have not reach it, physically and functionally, until today. One of the most important aspects that have major influence on the urban revitalization is a public open space. Historical open spaces in Old City are important part of urban area that influence the urban vitality as the public activities are usually performed on those space. The aims of the research are to identify the present existence of historic public open space and to analize its characteristics, both physically and functionally, then to evaluate its integrity in the old city and to propose a guidance of conservation of historic public open space in the Old City of Jakarta. The study site is focused on the Core Zone of the Old City Revitalization Plan which includes four zones of different characteristics, ie: Sunda Kelapa Zone, Fatahillah Zone, Pecinan Zone and Pekojan Zone. The result of this research shows that the type of urban open space in the Old City of Jakarta was dominated by street type. The other type was square (Taman Fatahillah, Taman Stasiun Kota and tradisional market Pasar Ikan). The characteristic of open spaces had been strongly influence by the characteristic of each zone. The integrity level of public open spaces which consisted of historical, aesthetic and functional values were dominantly high in Fatahillah Zone. The legal aspects which support concervation were relatively adequate. However, a specific guidance for public open space, especially about greenery, had not been described in detail. Regarding the preference of the community, it was concidered that the more flexible uses and better linkage to sorrounding area were very important. The conservation concept proposed in the study is “create a public open space which represents its historical characteristics in each zone by optimizing its function, continuity and comfortness for users”. For technical guidance, the public open space with high level of integrity should be carefully conserved with very limited for physical and functional development. The public open space with middle integrity could be developed with adaptive use. The public open space with low integrity could be developed to fulfill the community needs (functionally), but the environment design should be inline with the characteristics of the zone.


(5)

RINGKASAN

EUIS PUSPITA DEWI. Analisis Ruang Terbuka Publik Bersejarah dalam Rangka Revitalisasi Kota Tua Jakarta. Dibimbing oleh NURHAYATI H.S. ARIFIN dan ARIS MUNANDAR.

Kota Tua Jakarta atau Oud Batavia merupakan pusat kegiatan ekonomi sekaligus pusat pemerintahan pada tiga masa kekuasaan dimulai dari zaman Pangeran Jayakarta, zaman Portugis dan Belanda. Ketenaran Pelabuhan Batavia pada masa itu sampai ke seantero dunia dan mendapat julukan “Queen of The East” dimana para pelaut dan pedagang asing datang untuk memperoleh rempah-rempah. Pada abad ke XVIII, Batavia terbentuk menjadi kota dalam tembok, berbentuk segi empat dengan bagian utaranya pelabuhan yang menjadi gerbang masuk ke kota dari arah laut melalui kanal yang berasal dari Sungai Ciliwung yang diluruskan dan disebut dengan Kali Besar hingga sekarang. Polanya kotak-kotak terbentuk oleh jalan dan kanal-kanal yang melintang dan membujur dengan bangunan-bangunan ditepiannya. Peninggalan-peninggalan pada masa itu yang berupa tata ruang, arsitektur bangunan, konstruksi pelabuhan dan perkantoran mengalami penurunan kualitas lingkungan dan bahkan kehancuran sejalan dengan dinamika Kota Jakarta yang terus berkembang dengan pesat. Salah satu elemen ruang yang masih dapat dilihat di Kota Tua adalah ruang-ruang terbuka publik yang berupa jalan, square, pelabuhan, pasar, waterfront dan sebagainya yang memiliki nilai sejarah tinggi. Ruang-ruang tersebut memiliki potensi sebagai wadah untuk menghidupkan suasana dan meningkatkan gairah ekonomi di Kota Tua yang selama ini menjadi kota yang ditinggalkan dan hanya menjadi perlintasan saja.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi perkembangan keberadaan, karakter dan fungsi ruang terbuka publik, 2) menganalisis nilai integritas ruang terbuka publik bersejarah saat ini berdasarkan nilai sejarah, estetika dan fungsi, 3) menyusun arahan terhadap tindakan pelestarian ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada Pemprov DKI Jakarta yang selama ini belum memiliki kajian spesifik tentang pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta.

Berdasarkan Draf Rencana Induk Kota Tua Jakarta tahun 2007, kawasan Kota Tua Jakarta terdiri dari 5 zona yaitu Zona Sunda Kelapa, Zona Fatahillah dan Zona Pecinan, Zona Pekojan dan Zona Peremajaan. Area khusus pada zona-zona tersebut yang memiliki nilai sejarah lebih tinggi dari area lainnya dan sangat dibatasi dalam pengembangannya ditetapkan sebagai Zona Inti. Lokasi penelitian difokuskan pada Zona Inti Kota Tua Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historik untuk menelusuri perkembangan ruang terbuka publik dari awal pembentukannya sampai dengan sekarang, metode skoring untuk analisis nilai integritas ruang saat ini dan metode analisis deskriptif untuk mengkaji kebijakan pemerintah dan menggali preferensi masyarakat dengan bantuan kuesioner.

Berdasarkan analisis perkembangan keberadaan, karakter dan fungsi, didapatkan sejumlah ruang yang termasuk sebagai ruang bersejarah yang dari


(6)

integritas ruang terbuka publik yang diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu tinggi, sedang dan rendah. Ruang terbuka publik dengan nilai integritas tinggi dominan berada pada Zona Fatahillah. Nilai integritas ini menentukan arahan dalam pelestarian ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta.

Hasil analisis kebijakan menunjukkan telah adanya dukungan terhadap upaya pelestarian lingkungan bersejarah, baik dalam tingkat pusat maupun tingkat daerah, namun kebijakan yang terkait ruang terbuka publik bersejarah belum diatur secara spesifik. Masyarakat pada tiap zona memiliki preferensi/persepsi yang berbeda-beda dalam pemanfaatan ruang terbuka publik. Namun upaya pemanfaatan yang dianggap sangat penting dan penting oleh masyarakat pada semua zona adalah pada ke empat zona adalah yang sama pada keempat zona yaitu ketersediaan jalur pedestrian penghubung yang kontinyu (pedestrian linkage) dan pemanfaatan yang lebih fleksibel.

Konsep yang diusulkan dalam pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta adalah “mewujudkan ruang terbuka publik yang dapat merepresentasikan karakter sejarah dan citra zona kawasan dengan mengoptimalkan fungsi, kontinuitas dan kenyamanan pengguna”. Citra yang harus diperkuat adalah “Citra Bahari” pada Zona Sunda Kelapa, Citra Kota Kolonial” pada Zona Fatahillah, “Citra Komersil Pecinan” pada Zona Pecinan dan “Citra Budaya Religius” pada Zona Pekojan. Arahan terhadap tindakan pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta didasarkan pada nilai integritas ruang terbuka publik, dimana nilai integritas tinggi harus dilakukan pelestarian terhadap fisik dan pembatasan pada fungsi, ruang dengan nilai sedang perlu dilakukan upaya adaptive use sebagai upaya memperkuat arti sejarah dengan mempertahankan warisan yang masih ada dengan memasukkan kebutuhan yang disesuaikan dengan masa kini. Pada ruang terbuka publik yang memiliki nilai rendah dilakukan pengembangan yang lebih bebas baik secara fisik maupun fungsi.


(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

2. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

KOTA TUA JAKARTA

EUIS PUSPITA DEWI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(9)

Judul Tesis : Analisis Ruang Terbuka Publik Bersejarah dalam Rangka Revitalisasi Kota Tua Jakarta

Nama : Euis Puspita Dewi NRP : A 251060051

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurhayati H.S Arifin, MSc Dr. Ir. Aris Munandar, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi a.n. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Arsitektur Lanskap, Sekretaris Program Magister,

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Sc Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si


(10)

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala bentuk nikmat dan karunia yang begitu besarnya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang akan dilaksanakan mulai bulan Oktober 2007 sampai Oktober 2008 ini berjudul Analisis Ruang Terbuka Publik Bersejarah dalam Rangka Revitalisasi Kota Tua Jakarta.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Nurhayati H.S. Arifin, MSc dan Dr. Ir. Aris Munandar, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. Dr. Ir. Andi Gunawan MSc. selaku dosen penguji atas saran-sarannya.

3. Bapak Drs. Candrian sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis Kota Tua Jakarta dan Dr. Ing. Ir. Widjaja Martokusumo dari Pusat Studi Urban Desain (PSUD) yang telah memberikan masukannya dalam tahap expert jugdement.

4. Drs. Hendra Handoyo, MM. Msi, Mas Eko, Pak Bobby sebagai staf UPT Kota Tua yang telah membantu memberikan informasi, kelengkapan data dan masukan mengenai Kota Tua Jakarta.

5. Bapak Jokosaw dari Jakarta Creative Factory, Urban Economic Solution atas masukannya mengenai pengembangan industri kreatif di Kota Tua Jakarta. 6. Ibu Ella Ubaidi dari Jakarta Old Kotaku (JOK) dan Bapak Asep Hambali dari

Komunitas Historia atas masukannya tentang kegiatan di Kota Tua

7. Ir. Onico Buditresno, suami tercinta dan ketiga buah hati, Azki, Fayha dan Ishal serta keluarga besar penulis yang banyak memberikan bantuan dan dukungan baik materil dan moril.

8. Mba Zulfa, Mba Penny, Mba Ida, Wulan, Andi, Noril, Pak Dudun dan Pak Salam atas dukungan dan persahabatannya selama di Program Studi ARL.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah DKI Jakarta dan pihak-pihak yang terkait dalam revitalisasi Kota Tua Jakarta.

Bogor, Januari 2009 Euis Puspita dewi


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 1975 dari ayah H. Encep Padma dan ibu Hj.Rohati. Penulis merupakan putri ketiga dari lima bersaudara. Tahun 1993 penulis menyelesaikan sekolah di SMA Negeri 48 Jakarta dan melanjutkan studi ke Universitas Indonesia, Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 pada tahun 1998, dan pada tahun 2006 penulis memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan Strata-2 (S2) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Arsitektur Lanskap atas bantuan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) dari Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti), Departemen Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Persada Indonesia (UPI)-YAI di Jakarta sejak tahun 1999 sampai dengan sekarang.

Penulis telah berkeluarga dengan Ir. Onico Buditresno dan dikaruniai 2 putri, yaitu Azkiya Nisa (10 tahun) dan Fayha Hasna Safira (8 tahun), serta 1 putra yaitu Muhammad Faishal Firdaus (4 tahun).


(12)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Kegunaan Penelitian ... 3

1.4. Perumusan Masalah ... 3

1.5. Kerangka Pikir Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... . 6

2.1. Pengertian Lanskap Sejarah ... 6

2.2. Kota Tua sebagai Lanskap Sejarah ... 6

2.3. Pelestarian Lanskap Sejarah... 7

2.4. Kualitas dan Signifikansi Lanskap Sejarah ... 10

2.5. Pengertian dan Fungsi Ruang Publik ... 11

2.6. Elemen Ruang Terbuka Publik ... 13

2.7. Tipologi Ruang Publik ... 16

2.8. Perkembangan Ruang Terbuka Publik Pusat Kota ... 20

2.8.1. Periode Abad Pertengahan (476 SM -1350) ... 20

2.8.2. Periode Abad Renaisan (abad XIV-XVII) ... 21

2.8.3. Periode Eropa Modern (1700-1837) ... 23

2.8.4. Periode Dunia Baru di Amerika (1600-1993) ... 23

2.8.5. Periode abad ke dua puluh di Amerika Serikat ... 24

III. METODOLOGI ... 25

3.1. Lokasi dan Waktu ... 25

3.2.Bahan dan Alat ... 26

3.3. Tahapan dan Metode Penelitian ... 26


(13)

xii

3.3.2. Pengumpulan Data ... 26

3.3.3. Analisis Data ... 28

3.3.3.1. Analisis Perkembangan Keberadaan, Karakter Fisik dan Fungsi ... 28

3.3.3.2. Identifikasi dan Analisis Keberadaan, Karakter Fisik dan Fungsi ... 28

3.3.3.3. Analisis Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik ... 28

3.3.3.4. Analisis Kebijakan Pemerintah dan Pengelolaan Kota Tua Jakarta ... 30

3.3.3.5. Analisis Preferensi Masyarakat ... 31

3.3.3.6. Sintesis untuk Menentukan Konsep dan Arahan Pelestarian ... 33

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 35

4.1. Posisi Makro Kota Tua terhadap DKI Jakarta ... 35

4.2.Gambaran Umum Kota Tua Jakarta... 35

4.2.1. Batas Kawasan Kota Tua.. ... 35

4.2.2. Kondisi Kependudukan Kawasan Kota Tua ... 37

4.3. Sistem Transportasi dan Sirkulasi ... 39

4.3.1. Sistem Sirkulasi Kendaraan ... 39

4.3.2. Sirkulasi Manusia ... 40

4.3.3. Perparkiran ... 40

4.4. Kegiatan Perekonomian di Kawasan Kota Tua ... 41

4.5. Kegiatan Sosial Budaya ... 42

4.6. Tata Guna Lahan ... 42

4.7. Kajian yang Pernah Dilakukan Terkait Kota Tua ... 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

5.1. Perkembangan Keberadaan, karakter dan Fungsi ... 45

5.2. Keberadaan, Karakter dan Fungsi Saat Ini ... 56

5.3. Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah ... 67

5.3.1. Nilai Sejarah (Historical Value) ... 68


(14)

5.3.3. Nilai Fungsi (Functional Value) ... 75

5.4. Kebijakan Pemerintah dan Pengelolaan di Kota Tua ... 80

5.4.1. Kebijakan Pemerintah ... 80

5.4.2. Pengelolaan dalam Pengembangan Kota Tua ... 87

5.5. Analisis Preferensi Masyarakat ... 90

5.6. Konsep dan Arahan Pelestarian ... 95

5.6.1. Konsep Pelestarian ... 97

5.6.2. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan ... 98

5.7.2.1. Zona Sunda Kelapa ... 99

5.7.2.2. Zona Fatahillah ... 104

5.7.2.3. Zona Pecinan ... 115

5.7.2.4. Zona Pekojan... 118

5.6.3. Rekomendasi Linkage Kota Tua Jakarta ... 98

VI. KESIMPULAN ... 133

6.1. Kesimpulan ... 133

6.2. Saran ... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 135


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis, sumber, cara dan kegunaan data ... 27

2. Variabel, Indikator dan Parameter berdasarkan Historical Value ... 29

3. Variabel, Indikator dan Parameter berdasarkan Aesthetic Value ... 29

4. Variabel, Indikator dan Parameter berdasarkan FunctionalValue ... 29

5. Jumlah Responden ... 31

6. Variabel, Sub Variabel dan Operasional Variabel ... 32

7. Wilayah Administratif Kota Tua Jakarta ... 36

8. Kepadatan Penduduk di Kota Tua Jakarta Tahun 2006 ... 38

9. Karakter fisik dan Fungsi Ruang Terbuka pada tahun 1650 ... 51

10. Keberadaan Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta ... 56

11. Nilai Sejarah pada Ruang Terbuka Bersejarah ... 69

12. Nilai Estetika Ruang Terbuka Bersejarah ... 72

13. Nilai Fungsi Ruang Terbuka Bersejarah ... 77

14. Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta .. 78

15. Peraturan Terkait Revitalisasi Koa Tua Jakarta ... 81

16. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Sunda Kelapa ... 92

17. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Fatahillah ... 93

18. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Pecinan ... 94

19. Tingkat Kebutuhan Masyarakat di Zona Pekojan ... 95


(16)

Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 5

2. Kawasan Pemugaran Malakka, Malaysia ... 9

3. Kawasan Budaya Bilbao, Spanyol dan Kawasan Liffey, Dublin, Irlandia 10

4. Heritage Tax Incentive ... 10

5. Strategi Penempatan Pohon pada Jalan ... 15

6. Rasio Lebar-Tinggi pada Street ... 16

7. Monumen Nasional, Jakarta dan Gwacheon Central Park, Korea ... 17

8. Contoh Tipe Taman Lingkungan ... 18

9. Contoh Lapangan dan Plasa ... 19

10. Lokasi Penelitian ... 25

11. Tahapan Penelitian ... 34

12. Batas Administratif Kawasan Kota Tua Jakarta ... 36

13. Peta Batas Kawasan Kota Tua Jakarta ... 37

14. Kepadatan Penduduk di Kota Tua Jakarta ... 38

15. Beragam Kegiatan Ekonomi di Kawasan ... 41

16. Peta Tata Guna Lahan Kota Tua Jakarta ... 43

17. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Masa Kekuasaan Jayakarta ... 46

18. Peta Perkembangan Kota Tua Masa Kekuasaan Jayakarta sampai VOC . 47 19. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Publik di Kota Tua Jakarta Berdasarkan Peta Tahun 1650... 48

20. Peta Kondisi Kota Tua sekitar tahun 1870... 51

21. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Publik Periode 1905-1942 ... 53

22. Ruang Terbuka Publik di Zona Sunda Kelapa ... 57

23. Kondisi Jalur Pedestrian dan Selasar Bangunan di Jalan Kali Besar ... 58

24. Kondisi Taman Stasiun Kota sebelum Dibangun Plaza Bawah Tanah .... 59

25. Peta Ruang Terbuka Publik pada Zona Fatahillah ... 60

26. Aktivitas Komersil di Zona Pecinan ... 61

27. Peta Ruang Terbuka Publik pada Zona Pecinan ... 61


(17)

xiv

29. Bangunan Langgar Tinggi di Pekojan ... 62

30. Peta Keberadaan Ruang Terbuka Publik di Kota Tua Jakarta ... 64

31. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Sunda Kelapa ... 65

32. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Fatahillah ... 65

33. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Pecinan ... 67

34. Ruang Terbuka Bersejarah di Zona Pekojan ... 67

35. Kondisi ruang terbuka dengan Nilai Sejarah Rendah ... 70

36. Ruang Terbuka sebagai Representasi Bahari ... 72

37. Proporsi Ruang Terbuka Kali Besar ... 73

38. Kontinuitas Fasad Bangunan di Kali Besar ... 74

39. Rumah Gedong dan Masjid An Nawier sebagai Representasi Zona Pekojan... 75

40. Ruang Terbuka dengan Nilai Fungsi Tinggi ... 76

41. Ruang Terbuka Publik dengan Nilai Integritas Tinggi ... 78

42. Peta Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta ... 79

43. Usulan Ruang Terbuka dan Tata Hijau dalam Rencana Induk Kota Tua Jakarta ... 85

44. Usulan Pedestrianisasi dan Jalur Shuttle Bus ... 86

45. Segitiga Kesatuan Peran Para Pihak dalam Pengelolaan kawasan ... 87

46. Konsep Karakter Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta ... 97

47. Kondisi Pelabuhan Sunda dan Ilustrasi Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa ... 100

48. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Pelabuhan Sunda Kelapa ... 101

49. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Pasar Ikan .... 102

50. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Jalan Tongkol dan Jalan Nelayan Timur ... 104

51. Kondisi bangunan rusak di Jalan Pintu Besar Utara dan Utilitas listrik yang mengganggu kesan visual di Jalan Kali Besar ... 104

52. Penanaman Pohon di Jalan Pintu Besar Utara ... 108

53. Usulan Shuttle bus di Kota Tua dan Jalur tram di Jalan Pintu Besar Utara ... 108

54. Ilustrasi Pemanfaatan Jalan Pintu Besar Utara ... 110


(18)

56. Amsterdam Port dulu dan sekarang ... 111

57. Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Sekitar Taman Fatahillah ... 112

58. Desain Fasade Bangunan sebagai Daya Tarik Ruang Terbuka Publik ... 113

59. Kali Besar Ketika Dimanfaatkan sebagai Sarana Transportasi ... 114

60. Contoh Sungai sebagai Bagian Depan yang Dipelihara ... 114

61. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Kawasan Kali Besar ... 115

62. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Zona Pecinan ... 116

63. Kondisi Eksisting dan Ilustrasi Pemanfaatan Jalan Pancoran ... 116

64. Kondisi eksisting dan Ilustrasi Pemanfaatan Jalan Pekojan ... 118

65. Peta Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Zona Pekojan ... 119

66. Usulan Pedestrian Linkage Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua Jakarta ... 120


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Perkembangan Karakter dan Fungsi Ruang Terbuka Publik di Kota Tua . 127

2. Peta Bangunan Cagar Budaya di kawasan Taman Fatahillah ... 129

3. Penilaian Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah di Kota Tua ... 131

4. Lembar Kuesioner Kebutuhan Masyarakat ... 133

5. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ... 135


(20)

Perjalanan panjang sejarah terbentuknya kota Jakarta dimulai dari sebuah area kecil yang kini disebut daerah jembatan gantung kota intan. Dahulu lokasi tersebut adalah Sunda Kelapa, sebuah pelabuhan kecil dibawah kekuasaan kerajaan Cumda Pajajaran pada abad 16. Ketika pelabuhan ini jatuh ke tangan pasukan Fatahillah (pasukan gabungan kesultanan Demak dan Cirebon), pelabuhan ini dikembangkan menjadi sebuah kota yang dinamakan Jayakarta. Kota Jayakarta, seperti layaknya struktur kota-kota Kerajaan Islam lainnya di Pulau Jawa, yakni pusat kotanya ditandai dengan alun-alun yang pada bagian selatannya terdapat keraton, pada bagian baratnya terdapat mesjid, bagian utaranya terdapat pasar dan timurnya fasilitas kerajaan.

Kota Jayakarta yang dibangun pada tahun 1527 sudah tidak lagi ditemukan sisa-sisanya karena pada tahun 1619 dihancurkan rata dengan tanah oleh VOC Belanda. Di atas bekas kota Jayakarta, VOC Belanda membangun struktur kota baru yang diberi nama Batavia. Pola Kota Batavia dibangun mirip kota Amsterdam, rumah berderet, jendela kecil seolah hidup sesuai dengan iklim dingin Amsterdam. Namun pola kota dan bangunan tersebut tidak sesuai dengan iklim tropis di Batavia sehingga mengakibatkan banyak penduduk mati akibat epidemik. Menyadari semua ini, Pemerintah Hindia Belanda memindahkan Kota Batavia ke Weltevreden (Lapangan Banteng dan Monas), caranya sangat ekstrim, membongkar hampir seluruh bangunan di Batavia sedangkan material bangunannya dipergunakan untuk pembangunan Weltevreden. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1808 dan Bataviapun ditinggalkan hampir 100 tahun. Ketika Dewan Kotapraja Batavia dibentuk pada tahun 1905, kota Batavia yang telah diabaikan kemudian dibangun kembali. Hingga kehadiran pendudukan Jepang pada tahun 1942-1945 struktur kota dan bangunannya tidak terjadi perubahan.

Lokasi sisa-sisa kota Batavia tersebut terletak di kawasan yang kini disebut sebagai Kota Tua, yang morfologi kotanya masih terlihat hingga kini, terutama batas-batas kota yang ditandai oleh kanal. Dengan nilai historis dan peninggalan yang dimilikinya, kawasan Kota Tua Jakarta memiliki potensi pengembangan yang multi-dimensi, baik secara fisik-lingkungan, ekonomi


(21)

2

maupun sosial budaya. Pengembangan kawasan tersebut perlu ditunjang dengan konservasi yang memadai, penyediaan sarana dan prasarana kota, fasilitas penunjang dan kelengkapan lingkungan lainnya. Tanpa pembangunan dan pelestarian yang terintegrasi, banyak peninggalan-peninggalan yang memiliki nilai sejarah tersebut hancur dengan sendirinya (self-destruction), terbengkalai ataupun berubah dari karakter sejarahnya.

Salah satu elemen penting dari ruang kota adalah ruang terbuka publik (public open space) yang menurut Kostof (1992) keberadaannya sebagai saksi dari perubahan kebutuhan manusia dari waktu ke waktu untuk menemukan kembali fakta fisik suatu komunitas di pusat kota. Ruang terbuka publik merupakan ruang terbuka yang harus secara bebas dapat diakses dan dimanfaatkan/dipergunakan oleh semua orang dan di dalamnya mengandung unsur-unsur kegiatan manusia (Carr, 1992). Ruang-ruang tersebut dapat berupa jalan (street), alun-alun, pasar (market), pelabuhan, waterfront. Kota Tua Jakarta juga memiliki ruang terbuka publik yang harus dilindungi sebagai ruang bersejarah dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Berawal dari SK Gubernur DKI Jakarta No. Cb. 11/1/12/1972 tentang penetapan bangunan-bangunan bersejarah dan monumen di wilayah DKI Jakarta sebagai bangunan yang dilindungi dan SK Gubernur KDKI Jakarta No. : D.III-b/11/4/54/1973tentang pernyataan Jakarta Kota dan Pasar Ikan, Jakarta Barat dan Utara sebagai kawasan yang dilindungi, rencana revitalisasi di Kota Tua Jakarta mulai dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sampai saat ini pada tahap pembuatan Draf Rencana Induk Kota Tua Jakarta. Dalam rangka mendukung rencana revitalisasi yang sudah berjalan, perlu dilakukan analisis mengenai pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta sebagai bahan masukan Pemprov DKI Jakarta yang saat ini belum dikaji secara spesifik. Dari hasil analisis ini diharapkan menghasilkan masukan berupa upaya pelestarian terhadap ruang-ruang terbuka publik bersejarah yang ada agar pemanfaatannya dapat lebih optimal dan nilai-nilai historisnya tidak semakin hilang.


(22)

1.4. Perumusan Masalah

Ruang terbuka publik merupakan ruang yang dapat menciptakan karakter kota, dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi manusia. Ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta mengalami perubahan dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan kota Jakarta. Perkembangan kota pada era pembangunan pasca kemerdekaan cenderung mengakibatkan penurunan nilai sejarah pada ruang-ruang tersebut. Ruang terbuka yang ada sekarang hanya menjadi ruang perlintasan saja dan tanpa nilai.

Upaya revitalisasi yang sudah dimulai di Kota Tua Jakarta belum dilaksanakan secara terintegrasi, terutama terhadap ruang terbuka publiknya. Draf Rencana Induk Kota Tua yang telah dibuat oleh pemerintahpun belum secara komprehensif menyentuh ruang terbuka publik bersejarah. Oleh karena itu perlu dibuat arahan-arahan dalam melestarikan dan memanfaatkan ruang terbuka publik bersejarah agar tetap terjaga nilai-nilai sejarahnya dan memberikan manfaat khususnya bagi Kota Tua Jakarta dan umumnya bagi Kota Jakarta.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi perkembangan keberadaan, karakter fisik dan fungsi ruang terbuka publik yang ada di Kota Tua Jakarta.

2. Menganalisis integritas ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta saat ini berdasarkan nilai sejarah, nilai estetika dan nilai fungsi.

3. Menyusun arahan pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah dalam rangka revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta.

1.3. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut :

1. Memberikan informasi tentang kondisi dan nilai integritas ruang terbuka publik di kawasan Kota Tua Jakarta.

2. Memberikan masukan bagi perencana pengembangan kota dalam melestarikan keberadaan dan memanfaatkan ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta.


(23)

4

1.5. Kerangka Pikir Penelitian

Kawasan Kota Tua Jakarta perlu dilindungi dan dilestarikan sebagai bukti fisik yang menghubungkan kota metropolitan saat ini dengan masa lalunya. Kota Tua mencakup ruang terbuka publik sebagai ruang sosial yang penting dalam suatu kota. Ruang tersebut perlu diperhatikan dalam upaya pelestarian Kota Tua.

Kota Tua Jakarta pada setiap masanya mengalami perkembangan dan berjalan secara berkesinambungan dan berangkai sampai pada wujud dan kondisinya sekarang. Perkembangan tersebut mengakibatkan perubahan yang dapat mempengaruhi keberadaan, karakter dan fungsi pada ruang terbuka publik bersejarah di Kota Tua Jakarta.

Sebagaimana tertulis dalam perumusan masalah bahwa pembangunan masa kemerdekaan mengakibatkan perubahan yang cenderung mengabaikan perlindungan terhadap kawasan Kota Tua dan merubah karakter kesejarahannya. Dengan mengacu pada karakter kawasan dan nilai integritas ruang terbuka publik, serta memperhatikan aspek kebijakan yang telah ditetapkan dan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, maka dapat disusun arahan-arahan pelestarian dan pemanfaatannya.

Pemanfaatan ruang terbuka publik yang tepat, sesuai dengan program pelestarian, akan menunjang vitalitas kawasan Kota Tua. Kerangka pikir penelitian sebagaimana tersebut di atas secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 1.


(24)

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Ruang Terbuka Publik

(Taman, plaza, pasar, jalan, jalur pedestrian, waterfront, dsb)

Kebutuhan Masyarakat terhadap Ruang Terbuka

Publik Kota Tua Jakarta

Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah Saat Ini

Arahan Pelestarian dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Bersejarah dalam Rangka Revitalisasi Kota Tua Jakarta

Kebijakan Pemerintah terkait Kota Tua Jakarta

Masa Kolonial Belanda

Masa Pasca Kemerdekaan Masa

Kekuasaan Jayakarta

Perkembangan Keberadaan, karakter fisik dan Fungsi Ruang Terbuka Publik berdasarkan sejarah

Kondisi, karakter dan fungsi saat ini Karakter Ruang Terbuka Publik


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Lanskap Sejarah

Harris dan Dines (1988) menjelaskan bahwa lanskap sejarah merupakan lanskap yang berasal dari masa lampau, yang di dalamnya terdapat bukti fisik tentang keberadaan manusia di dalamnya. Lanskap sejarah (historical landscape) adalah bagian dari lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu didalamnya sebagai bukti fisik dari keberadaan manusia di atas bumi ini (Nurisjah dan Pramukanto, 2001).

Goodchild (1990) juga menjelaskan bahwa suatu lanskap dikatakan memiliki daya tarik historis jika di dalamnya memuat satu atau beberapa kondisi lanskap berikut ini :

1. Merupakan contoh yang menarik dari sebuah tipe lanskap sejarah. 2. Memuat bukti yang menarik untuk dipelajari

3. Memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat atau peristiwa penting dalam sejarah.

4. Memiliki nilai-nilai penting dalam sejarah terkait dengan bangunan atau monumen sejarahnya.

2.2. Kota tua sebagai Lanskap Sejarah

Kawasan kota tua merupakan salah satu contoh lanskap bersejarah karena memiliki kriteria-kriteria sebagai lanskap yang mencirikan karakter dan identitas lanskap pada periode waktu tertentu pada masa lampau. Nilai lanskap sejarah suatu kota tidak dapat terlepas dari nilai sejarah kota itu sendiri. Nilai sejarah suatu kota selain terdapat pada bangunannya, juga pada lingkungan ataupun kawasan yang berhubungan dengan kota tersebut misalnya, wajah jalan, lokasi sejarah, fasade bangunan atau taman-taman sebagai unsur-unsur penting dari bentuk dan sifat kota (Attoe, 1988).

Usaha perlindungan terhadap kota bersejarah perlu dilakukan guna menghindari lenyapnya lingkungan kota atau warisan-warisan peninggalan kuno yang memiliki identitas tersendiri yang unik. Warisan budaya ini dapat menggambarkan dan menggabungkan kehidupan masa lampau dengan masa kini


(26)

sehingga menghasilkan kesinambungan yang mengikat satu generasi dengan generasi berikutnya.

2.3. Pelestarian Lanskap Sejarah

Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau merusak keberadaan atau nilai yang dimilikinya. Menurut Goodchild (1990), lanskap sejarah perlu dilestarikan karena memiliki arti penting, yaitu :

1. Menjadi bagian penting dan bagian integral dari warisan budaya. 2. Menjadi bukti fisik dan arkeologis dari warisan sejarah.

3. memberi kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan kehidupan berbudaya. 4. Memberi kenyamanan publik (public amenity).

5. Memberikan nilai ekonomis dan dapat mendukung pariwisata.

Tindakan, perlakuan atau treatment kegiatan pelestarian adalah berbagai upaya atau proses penerapan cara-cara untuk mempertahankan, mendukung keutuhan bentuk dan karakter dari suatu kawasan dan elemen-elemen pembentuknya (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Dalam pengelolaan untuk pelestarian lanskap sejarah, terdapat pilihan bentuk tindakan teknis yang dapat dilakukan. Beberapa tindakan yang perlu dilakukan terhadap lanskap bersejarah menurut Harvey dan Buggey (1988) adalah :

1. Preservasi, yaitu mempertahankan tapak sebagaimana adanya tanpa diperkenankan adanya tindakan perbaikan dan perusakan pada obyek.

2. Konservasi, yaitu tindakan pelestarian untuk mencegah kerusakan lebih jauh dengan mengarahkan perkembangan di masa depan untuk menjaga agar lanskap sejarah tidak dihancurkan atau diubah dengan cara yang tidak sesuai. 3. Rehabilitasi, yaitu tindakan untuk memperbaiki lanskap ke arah standar-standar

modern dengan tetap menghargai dan mempertahankan karakter-karakter sejarah.

4. Restorasi, yaitu meletakkan kembali sekuat mungkin apa yang semula ada pada tapak.


(27)

8

5. Rekonstruksi, yaitu menciptakan kembali apa yang dulunya ada di tapak tetapi sudah tidak ada lagi.

6. Meletakkan apa yang sesuai pada suatu periode, skala, penggunaan dan seterusnya.

Selain tindakan-tindakan di atas terdapat beberapa upaya pelestarian lain yang perlu diarahkan pada lanskap bersejarah seperti adaptive use (penggunaan adaptif) adalah upaya mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasikan berbagai penggunaan, kebutuhan dan kondisi masa kini. Pendekatan ini akan memperkuat arti sejarah dan mempertahankan warisan-warisan sejarah yang masih ada pada lanskap dan mengintegrasikannya dengan kepentingan-kepentingan, penggunaan dan kondisi sekarang (Nurisjah dan Pramukanto, 2001).

Revitalisasi juga merupakan salah satu upaya pelestarian lanskap bersejarah sebagai upaya mengangkat kembali fungsi awal dari suatu kawasan dengan memberikan fungsi lain sesuai kebutuhan saat ini. Merevitalisasi suatu kawasan tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan fisik semata. Upaya revitalisasi harus didasari dengan pertimbangan, bahwa di dalam area pelestarian yang di dalamnya terdapat kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya, perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara selektif. Pada Burra Charter (1991) disebutkan, bahwa revitalisasi adalah sebuah upaya konservasi dengan cara memperbaharui suatu tempat dengan fungsi yang sama atau dengan fungsi yang lebih sesuai, agar dapat dipergunakan. Fungsi yang lebih sesuai diartikan sebagai fungsi dengan memiliki dampak yang minimal.

Fitch (1990) menambahkan beberapa tindakan intervensi terhadap bangunan bersejarah yaitu :

1. Replikasi, yaitu membuat konstruksi melalui cara peniruan terhadap bangunan aslinya.

2. Facadism, yaitu mempertahankan hanya pada fasad bangunan walaupun di belakangnya merupakan bangunan baru.

3. Konversi (adaptive reuse). yaitu mengadaptasi bangunan lama dengan penggunaan baru.


(28)

4. Demolisi, yaitu pembongkaran atau penggantian fungsi lama dengan fungsi baru.

Pelestarian lanskap sejarah sudah banyak dilakukan oleh negara-negara lain, seperti yang dilakukan di kawasan pemugaran Malaka, Malaysia. Revitalisasi dilakukan dengan pelestarian bangunan bersejarah sebagai tengaran dengan skala lingkungan yang nyaman dan suasana yang festive, Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tertata dengan baik, sebagai atraksi bagi wisatawan dan lingkungan hunian lama yang terjaga proporsi dan skalanya (Gambar 2).

Gambar 2. Kawasan Pemugaran Malaka, Malaysia (Sumber: Dinas Tata Kota, 2007)

Begitupula dengan kawasan budaya Bilbao, Spanyol, melalui revitalisasi kawasan sepanjang sungai dengan arsitektur sebagai ikon kota dan kawasan di tepi sungai Liffey, Dublin, Irlandia melalui upaya revitalisasi dengan meningkatkan kegiatan komersial pada bangunan lama dan menciptakan pedestrian-friendly, serta melakukan adaptasi fungsi bangunan tua dengan fungsi baru (Gambar 3). Revitalisasi ekonomi juga dilakukan pada kawasan pelestarian dengan memasukan kegiatan yang dapat men-generate melalui kegiatan tax incentive (Gambar 4).


(29)

10

(a) Bilbao, Spanyol (b) Kawasan Tepi Sungai Liffey, Irlandia Gambar 3. Contoh Kawasan Pelestarian Budaya (Sumber: Dinas Tata Kota, 2007)

Gambar 4. Kawasan Pelestarian dengan Penerapan Heritage Tax Incentive (Sumber: Dinas Tata Kota, 2007)

2.4. Kualitas dan Signifikansi Laskap Sejarah

Tingkat kualitas dari sebuah lanskap sejarah ditentukan oleh lima hal (Attoe, 1988) yaitu :


(30)

1. Being First, yaitu kualitas yang dihasilkan dari keberadaannya sebagai yang pertama.

2. Being historically noteworthy, yaitu kualitas yang dihasilkan dari keterkaitannya dengan orang atau even penting bersejarah.

3. Being exemplary, yaitu kualitas yang dihasilkan dari tingkat representasi terhadap ism/gaya/aliran tertentu.

4. Being typical, yaitu kualitas yang mewakili bentuk tradisi tertentu. 5. Being rare, yaitu kualitas yang didapatkan dari tingkat kelangkaan.

Menurut Burra Charter Australia (1981), cultural significance adalah sebuah konsep untuk membantu dalam mengestimasi nilai suatu tempat atau ruang yang memiliki signifikansi untuk dapat memahami masa lampau untuk kepentingan masa kini dan yang akan datang. Terdapat banyak penilaian yang dapat digunakan dalam cultural significance Burra Charter Australia, seperti aesthetic (estetika), historic (kesejarahan), scientific (keilmuan) dan social (sosial) serta penilaian lain dapat digunakan sesuai dengan konteks permasalahan pada ruang tersebut. Adapun penjelasan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut : a. Historic Value, sebagai nilai yang berasal dari kerangka, kejadian dan

aktivitas sejarah yang mempengaruhi sebuah ruang.

b. Aesthetics Value, sebagai nilai yang berasal dari persepsi yang diterima dengan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut dapat berupa bentuk, skala dan proporsi, warna tekstur dan sebagainya.

c. Scientific Value, nilai yang berasal dari ketersediaan dan tingkat representasi serta kontribusi informasi.

d. Social Value mencakup kualitas suatu tempat terhadap lingkungan sekitar. Pengaruh tersebut dapat berupa spiritual, politik dan kultural.

e. Pendekatan lain sebagai penilaian tambahan yang dapat digunakan untuk memahami cultural significance dari suatu kawasan.

2.5. Pengertian dan Fungsi Ruang Terbuka Publik

Menurut Garnham (1985) ruang terbuka publik merupakan ruang terbuka yang dapat diakses secara bebas dan spontan oleh publik baik secara visual maupun fisik. Kemudian Hakim (2002) menyatakan bahwa ruang terbuka publik


(31)

12

dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh semua orang dan didalamnya mengandung unsur-unsur kegiatan manusia, seperti bermain, berjalan-jalan, olahraga dan sebagainya. Namun tidak termasuk ruang untuk kepentingan khusus seperti taman rumah/kantor lapangan upacara, lapangan terbang dan sebagainya. Menurut Hakim (2002), ruang terbuka yang bersifat publik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Terletak di luar massa bangunan 2. Dapat dimanfaatkan oleh setiap orang

3. Memberi kesempatan untuk bermacam-macam kegiatan seperti berjalan kaki, bermain, olahraga, duduk dan sebagainya.

4. Tidak untuk kepentingan khusus seperti taman rumah/kantor lapangan upacara, lapangan terbang dan sebagainya.

5. Bukan yang hanya untuk keindahan dan ekologis belaka

Menurut Carr (1992) kriteria ruang publik secara esensial ada tiga yakni :

1. Dapat memberi makna atau arti bagi masyarakat setempat secara individual maupun kelompok (meaningful).

2. Tanggap terhadap semua keinginan pengguna dan dapat mengakomodir kegiatan yang ada pada ruang publik tersebut (responsive).

3. Dapat menerima kehadiran berbagai lapisan masyarakat dengan bebas tanpa ada diskriminasi (democratic) walaupun kebebasan tersebut perlu pengendalian fungsi-fungsi ruang, sirkulasi lalu lintas dan parkir kendaraan bermotor, penempatan pedagang kaki lima dan sebagainya.

Dharmawan (2005) mendefinisikan ruang publik dari sudut pandang perkotaan sebagai kawasan yang dapat menciptakan karakter kota, dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya. Fungsi ruang publik dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Sebagai pusat interaksi dan komunikasi masyarakat, baik formal (seperti upacara bendera, sholat Ied, dan peringatan peringatan yang lain) maupun informal (seperti pertemuan individual, pertemuan kelompok masyarakat dalam acara santai dan rekreatif atau politis.


(32)

2. Sebagai ruang terbuka yang menampung koridor-koridor jalan yang menuju ke arah ruang publik tersebut dan sebagai ruang pengikat dilihat dari struktur kota, sekaligus sebagai pembagi ruang-ruang fungsi bangunan di sekitarnya serta ruang untuk transit bagi masyarakat yang akan pindah ke arah tujuan lain. 3. Sebagai tempat kegiatan pedagang kaki lima yang menjajakan makanan dan

minuman, pakaian, souvenir, dan jasa entertainment seperti tukang sulap, tarian kera dan ular, dan sebagainya terutama di malam hari.

4. Sebagai paru paru kota yang semakin padat, sehingga masyarakat banyak yang memanfaatkan sebagai tempat olah raga, bermain dan santai bersama keluarga.

Ruang publik yang menarik akan selalu dikunjungi oleh masyarakat luas dengan berbagai tingkat kehidupan sosial-ekonomi-etnik, tingkat pendidikan, perbedaan umur dan motivasi atau tingkat kepentingan yang berlainan. Berdasarkan Project for Public Space (2001) dijelaskan bahwa keberhasilan dari ruang publik ditentukan oleh 4 hal yaitu : 1) kenyamanan dan image; 2) akses dan linkage; 3) fungsi ekonomi; 4) fungsi sosial. Montgomery (1998) menambahkan beberapa indikator yang menentukan tingkat vitalitas pada ruang terbuka publik seperti proporsi kepemilikan masyarakat lokal, pola waktu aktivitas, kehadiran street markets, keberadaan aktivitas sosial dan sebagainya. Jacobs (1993) menambahkan bahwa pertimbangan atas penilaian ruang terbuka (streets atau squares) ditentukan atas skala, proporsi, ritme dan hubungannya dengan ruang terbuka lain.

2.6. Elemen Ruang Terbuka Publik

Menurut Carmona et al. (2003) terdapat dua elemen ruang terbuka yaitu elemen lantai (ground) dan elemen bidang vertikal (wall). Elemen lantai dapat dilihat dari bentuk geometri, proporsinya dengan ketinggian bidang vertikal dan tekstur yang terdiri dari perkerasan (hardscape) dan bervegetasi (softscape). Elemen bidang vertikal di perkotaan biasanya berupa building facade yang dapat dilihat dari dinding, atap dan kolom.

Sedangkan berdasarkan material pembentuknya, ruang terbuka terdiri dari elemen hard landscaping dan soft landscaping. Hard landscaping merupakan lanskap yang menggunakan elemen dengan material berupa perkerasan


(33)

14

(hardscape) pada ruang terbuka, seperti lantai dari batu, dinding bangunan dan street furniture (bangku, telephone box, lighting dan sebagainya). Sedangkan soft landscaping merupakan lanskap yang menggunakan elemen vegetasi sebagai meterialnya, seperti rumput dan pohon.

Keberadaan vegetasi pada lanskap perkotaan selain dapat berfungsi secara ekologis, juga dapat memberikan perasaan tersendiri seperti membentuk skala dan kontinuitas pada sebuah ruang. Menurut Robinson (1992), penempatan pohon atau vegetasi lainnya harus ditempatkan secara tepat dan memberikan efek yang tepat. Penempatan vegetasi pada jalan lurus (straight line), ruang formal dan informal harus diterapkan dengan strategi yang berbeda. Dalam English Heritage (2000) dipaparkan bahwa penempatan elemen softscape pada perkotaan tidak selalu cocok. Pemilihan dan penempatan vegetasi harus dipertimbangkan efeknya terhadap kota dan disesuaikan dengan karakter kawasan (Gambar 5).

Gambar 5. Strategi penempatan pohon pada jalan (street trees) (Sumber: English Heritage, 2000)


(34)

Oleh karena itu terdapat beberapa strategi dalam pemilihan dan penempatan elemen tersebut, yaitu :

1. Penampilan vegetasi harus sesuai dengan konteks sejarah atau konteks lokal 2. Mempertimbangkan kesesuaian material dengan penampilan

3. Memperhatikan tingkat kesehatan dan kekuatannya dalam jangka waktu yang lama

4. Mempertimbangkan kebersihan akibat sampah daun yang terkumpul, getah atau perusakan.

5. Memberikan perhatian kepada pejalan kaki, misalnya sebagai gerbang atau pengarah

6. Memberikan keamanan dan kenyamanan berlalu lintas, tidak menghalangi pejalan kaki menyeberang.

7. Memberikan keamanan dan kenyamanan, serta perhatian bagi penyandang cacat.

Menurut Booth (1990), secara umum ada 7 bentuk pohon yakni fastigate (ramping dan meruncing), columnar (lonjong), spreading (melebar), rounded (bulat), pyramidal (piramid), weeping (merunduk) dan picturesque (seperti lukisan). Sedangkan kriteria yang harus dipenuhi dalam pemilihan pohon tepi jalan adalah sebagai berikut :

1. Memberikan keteduhan

2. Sistem percabangan tidak ekstensif, agar tidak mengganggu instalasi jalan. 3. Sistem perakaran cukup menembus ke dalam

Pohon yang memenuhi kriteria peneduh biasanya adalah yang memiliki bentuk spreading (melebar). Pohon yang memiliki percabangan ekstensif adalah ki hujan atau trembesi (Samanea Saman), flamboyan (delonix regia), beringin (Ficus benjamina). Sedangkan pohon yang memenuhi kriteria naungan cukup dengan percabangan yang tidak ekstensif adalah tanjung (Mimussops elengi), bungur (Lagerstroemia losreginae), mahoni (Swietenia mahogani), kere payung (Filicium decipiens).


(35)

16

2.7. Tipologi Ruang Terbuka Publik

Menurut Carmona et al. (2003) ruang terbuka publik (public open space) terdiri dari dua tipe yaitu ‘street’ dan ‘square’. Pada prinsipnya ‘streets ‘merupakan ruang yang dinamis dan penuh pergerakan, sedangkan ‘squares’ merupakan ruang statis dengan sedikit pergerakan. Pengertiannya secara rinci akan dijelaskan di bawah ini :

1. Streets adalah ruang tiga dimensi yang dibatasi/dilingkupi oleh bangunan-bangunan disepanjang/disampingnya yang didalamnya dapat berisi jalan (road) ataupun tidak. Bentuk street dapat dianalisis berdasarkan kualitas polarnya, sebagai kombinasi yang memberikan keberagaman yang kuat, seperti visual yang dinamis (visually dynamic) atau visual yang statis (visually static); tertutup (enclosed) atau terbuka (open); panjang (long) atau pendek (short); lebar (wide) atau sempit (narrow); lurus (straight) (lurus) atau lengkung (curved); formal (formallity) or informal (informality). Karakter street ditentukan oleh elemen-elemen yang terdiri dari lantai (floorscape) dan atap (skyline). Menurut Jacobs (1993), streets yang memiliki karakter fisik yang kuat adalah yang memiliki volume dengan bentuk yang positif dan memberikan perasaan yang kuat. Kontinuitas dari dinding bangunan (continuity of the street wall) dan rasio antara lebar dengan ketinggian juga menentukan perasaan terhadap ruang terbuka (sense of enclosure). Ruang yang memiliki rasio antara lebar dengan tingginya adalah 4:1 atau lebih, maka akan memberikan perasaan terhadap ruang (sense of enclosure) yang lemah, rasio 2:1 sampai 2,5:1 memberikan perasaan terhadap ruang (sense of enclosure) yang baik, sedangkan 1:1 adalah rasio optimum kenyamanan yang dapat dirasakan pada sebuah street (Gambar 6).

Gambar 6. Rasio Lebar-Tinggi pada Street

W/H>1,5 W/H>1-1,5

W/H<1 Keterangan : W/H = width to height

W


(36)

2. Squares adalah ruang yang dibatasi oleh bangunan-bangunan di sekelilingnya. Menurut Zuckers (1959) terdapat lima tipe square yaitu :

a. Closed square, ruang yang dibatasi hanya oleh jalan di sekelilingnya.

b. Dominated square, ruang yang dibentuk, diarahkan dan didominasi oleh sebuah bangunan atau beberapa bangunan di sekelilingnya.

c.Nuclear square, ruang yang terbentuk di pusat.

d.Grouphed square, ruang terbuka yang terbentuk dari integrasi beberapa ruang terbuka.

e.Amorphous square, ruang terbuka yang tidak memiliki bentuk tertentu/ tidak beraturan.

Menurut Collins and Collins (1965) terdapat beberapa prinsip artistik yang menentukan kualitas visual dan estetika pada public square yaitu 1) enclosure sebagai sebuah perasaan yang muncul pada ruang dengan batas di sekelilingnya, 2) freestading sclupture mass sebagai sebuah prinsip estetika bangunan yang tercermin melalui fasadenya, 2) shape yang didefinisikan melalui proporsi antara kedalaman dan lebarnya, 4) monument sebagai pusat atau fokus dari ruang terbuka.

Menurut Carmona et al. (2003) streets dan squares memiliki karakteristik yang terdiri dari formal dan informal. Karakter formal memiliki sense of enclosure yang kuat. Karakter tersebut dicerminkan dari desain lantai dan street furniture yang tertib dengan pola yang simetris. Karakter informal terasa lebih rileks dengan variasi arsitektur yang lebih bebas dan beragam serta memiliki pola yang asimetris. Menurut Kostof (1992) berdasarkan bentuknya, ruang terbuka terdiri dari dua jenis, yaitu : 1) ruang terbuka memanjang (linier) misal : ruang terbuka jalan dan sungai, 2) ruang terbuka membulat (square, circle, oval, triangle, organic).

Dharmawan (2005) berpendapat bahwa tipologi ruang publik dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan bentuk variasi dan karakternya sejalan dengan kebutuhan manusia, yaitu:

1. Taman Umum (Public Park)

Ruang terbuka yang termasuk taman ini adalah taman dengan skala nasional yang biasanya sebagai landmark tingkat nasional kota seperti Monumen Nasional (Monas). Selain itu juga berupa taman pusat kota (downtown parks)


(37)

18

yang berada di kawasan pusat kota, berbentuk lapangan hijau yang dikelilingi pohon-pohon peneduh atau berupa hutan kota dengan pola tradisional atau dapat pula dengan menggunakan desain pengembangan baru (Gambar 7).

(a) Monumen Nasional, Jakarta (b) Gwacheon Central Park, Korea Gambar 7. Contoh Tipe Taman Umum (Sumber : Dharmawan, 2005)

Taman Lingkungan (neighborhood park) juga merupakan ruang terbuka untuk kegiatan umum yang dikembangkan di lingkungan perumahan seperti bermain anak-anak, olah raga dan bersantai bagi masyarakat di sekitarnya. Taman kecil (mini park) merupakan taman berukuran kecil yang dikelilingi oleh bangunan, termasuk air mancur yang digunakan untuk mendukung suasana taman tersebut, seperti taman-taman di pojok-pojok lingkungan/setback bangunan (Gambar 8).

(a) Guangjangdong Hyundai Parkvill, Korea (b) Yongin Suji LG Village, Korea Gambar 8. Contoh Tipe Taman Lingkungan (Sumber : Dharmawan, 2005)


(38)

2. Lapangan dan Plasa (Squares and Plaza)

Lapangan Pusat Kota (Central square) ini merupakan bagian pengembangan sejarah yang berlokasi di pusat kota dan sering digunakan untuk kegiatan kegiatan formal seperti upacara peringatan hari nasional. Sedangkan plasa pengikat (Corporate Plaza) berfungsi sebagai pengikat dari bangunan-bangunan komersial atau perkantoran, berlokasi di pusat kota dan pengelolaannya dilakukan oleh pemilik kantor (Gambar 9).

(a) Simpang Lima, Semarang (b) Hua Wei Technologies Training Centre, Korea

Gambar 9. Contoh Lapangan dan Plaza (Sumber: Dharmawan, 2005)

3 . R uang Peringatan (Memorial)

Ruang ini merupakan ruang publik yang digunakan untuk memperingati memori kejadian penting bagi umat man usia atau masyarakat di tingkat lokal atau nasional.

4. Pasar (Markets)

Pasar adalah ruang terbuka atau ruas jalan yang digunakan untuk pasar yang biasanya bersifat temporer dan berlokasi di rumah yang tersedia, seperti jalan, plasa atau lapangan parkir.

5. Jalan (Streets)

Bagian-bagian dari jalan terdiri dari :

b. Pedestrian sisi jalan (pedestrian sidewalk)

c. Suatu jalan yang ditutup bagi kendaraan bermotor, dan diperuntukkan khusus bagi pejalan kaki.


(39)

20

e. Jalur lambat (traffic restricted streets).

f. Jalan yang digunakan sebagai ruang terbuka dan diolah dengan desain pedestrian agar lalu lintas kendaraan terpaksa berjalan lamban.

g. Ruang komunitas (community open space) sebagai ruang-ruang kosong di lingkungan perumahan yang didesain dan dikembangkan serta dikelola sendiri oleh masyarakat setempat.

2.8. Perkembangan Ruang Terbuka Publik Pusat Kota

Menurut Kostof (1992) keberadaan ruang terbuka publik adalah saksi dari perubahan kebutuhan manusia dari waktu ke waktu untuk menemukan kembali fakta fisik suatu komunitas di pusat kota. Menurut Kostof (1992) perkembangan ruang terbuka publik di pusat kota pada beberapa tempat di dunia dari masa ke masa dipengaruhi oleh kekuatan politik, ekonomi, sosial, lingkungan, serta teknologi sebagaimana diuraikan sebagai berikut :

2.8.1. Periode Abad Pertengahan (476 SM -1350)

a. Kristen di Eropa

Sejalan dengan kepentingan agama dan pertahanan, ruang terbuka terbentuk karena kebutuhan akan urban void dimana jalan-jalan kota yang berliku dan sempit bermuara, bertujuan untuk tempat persiapan ibadah di gereja (parvis) atau melakukan kegiatan massal, sekaligus tempat mengepung musuh yang masuk ke kota. Ruang terbuka publik di pusat kota, biasanya dekat dengan dengan gereja atau katedral, balai kota, dan sumur publik; mempunyai konfigurasi tidak menentu; sering tidak ada jalan yang melintasi secara lurus; tempat penduduk berkumpul; kebanyakan menyatu dengan harmoni sebagai elemen estetis kota.

Kegiatan sehari-hari yang dilakukan masyarakat biasanya adalah aktifitas perdagangan, berjalan-jalan, bertemu teman, berbincang-bincang, duduk-duduk atau mengambil air di air mancur. Setiap tahun pada musim panas, untuk menghormati Bunda Maria diselenggarakan festival Palio berupa parade, pacuan kuda dan pertarungan kerbau. Kegiatan ini merupakan bentuk aktivitas budaya yang didasari oleh kebutuhan spiritual masyarakat yang banyak dijumpai pada setiap ruang terbuka publik di pusat kota.


(40)

b. Islam dari Timur Tengah Hingga Spanyol

Dalam banyak kasus, ruang terbuka kota untuk publik adalah courtyard mesjid (Kostof, 1992). Musholla adalah ruang terbuka luas yang ada di dekat mesjid yang digunakan penduduk muslim untuk berdo'a. Courtyard mulai ada di Madinah sejak Nabi Muhammad mengajarkan untuk melakukan sholat Idul Fitri dan Idul Adha di lapangan terbuka. Musholla juga berfungsi sebagai tempat eksekusi sehingga dapat dilihat oleh seluruh penduduk sebagai peringatan bagi yang bersalah, dan sering dijadikan tempat mengadakan pasar. "Di Musholla terdapat suatu tembok yang lurus dan panjang yang berorietasi ke Mekkah sebagai tanda kiblat" (Kostof 1992).

2.8.2. Periode Abad Renaisan (abad XIV-XVII)

a. Itali

Kembalinya orde klasik dimana terdapat bentuk persegi atau trapezoid, simetris bilateral dan motif arsitektur klasik menghiasi pinggir ruang terbuka serta penggunaan paras menuju ruang terbuka publik. Proporsi ruang terbuka ditujukan untuk melihat bangunan publik dari jarak jauh. Ruang terbuka publik dihiasi oleh detail yang kaya dan berbagai pertunjukan seni, seperti air mancur, patung-patung, tugu-tugu, tangga-tangga, dan perkerasan. Bentuk-bentuk renaisan juga di terapkan dalam ruang terbuka yang telah ada sejak zaman medieval. Ekspresi kebutuhan masyarakat di ruang terbuka publik di zaman medieval tetap muncul di zaman renaisan yang tercermin pada fungsi ruang terbuka publik yang digunakan untuk halaman gereja, halaman balai kota, pasar, tempat berkumpul publik atau tempat melakukan ibadah massal.

Aktivitas publik yang dilakukan diruang terbuka publik berupa kegiatan berjalan-jalan, melihat-lihat, duduk-duduk, berbincang-bincang, istirahat, menyambah dewa, makan, minum, memberi makan merpati dan lain-lain. Pertandingan kerbau diselenggarakan untuk menghormati tamu agung pada akhir tahun 1780-an, kemudian piazza tetap digunakan menjadi panggung bagi acara-acara gereja.

b. Perancis

Ruang terbuka publik bermula dari keputusan raja untuk membuat suatu ruang terbuka yang diperuntukkan bagi perumahan mewah para bangsawan.


(41)

22

Kebanyakan dari ruang terbuka tersebut berbentuk persegi, dimana pada acara perayaan hari besar dapat menampung puluhan ribu orang. Terbentuknya ruang terbuka publik di tengah tempat tinggal di Perancis ini merupakan preseden penting bagi pembentukan ruang terbuka sejenis di Eropa. Sejalan dengan perkembangan demokrasi di tengah masyarakat saat Revolusi Perancis, ruang terbuka publik di pusat kota menjadi bernilai politik dengan adanya demonstrasi dan pergerakan rakyat yang bertempat di ruang terbuka publik di pusat kota. c. Inggris

Untuk memenuhi kebutuhan rumah dan taman dengan gaya aristokrat maka dibentuklah kompleks rumah deret dengan fasade yang mewah yang mengelilingi suatu ruang terbuka publik. Kembalinya keluarga raja dari Perancis sekaligus membawa gaya taman formal Perancis pada ruang terbuka publiknya, yaitu bentuk persegi dengan poros sebagai penghubung antar ruang.

f. Belanda

Lanskap Belanda sebagian besar adalah dataran rendah yang berada di pesisir pantai. Iklim dan kondisi tanahnya baik untuk pertanian dan daerah pesisirnya merupakan potensi maritim yang besar. Kemudian Betanda berkembang menjadi negeri maritim yang kuat dengan kota-kota di tepi taut dengan suatu sistem kanal yang menggunakan teknologi baru pada masa itu untuk memecahkan masalah sempitnya lahan. Sebagian besar rakyatnya hidup dari pertanian, peternakan dan perdagangan melalui laut. Kekuatan maritim menjadikannya salah satu negara kolonial. Pada tahun 1609 negeri Belanda membebaskan diri dari Spanyol dengan tetap mempertahankan sistem monarki.

2.8.3. Periode Eropa Modern (1700-1837)

Di Inggris telah terjadi perubahan pada konsep ruang terbuka yang tadinya terpengaruh taman formal Perancis menjadi taman informal yang menyerupai pemadangan alam yang alami. Ruang terbuka publik di pusat kota yang tadinya berupa perkerasan dan patung di tanami pohon-pohon agar tampak lebih alami pada tahun 1800-an.

Peran utama square bukan hanya sebagai tempat aktivitas publik, upacara rakyat, pasar, atau tempat parade, tapi sebagai tempat sirkulasi publik dan


(42)

berkumpul. Square juga sebagai tempat untuk jalan-jalan berkeliling dan mengagumi, terbuka untuk semua orang, tidak eksklusif dan menjadi tempat untuk memperhatikan tingkah-polah orang lain sebagai simulasi dari rasa kebersamaan bermasyarakat. Hal ini lah yang menjadi alasan dibangunnya Travalgar Square sebagai simbol dari kota, negara dan imperium.

2.8.4. Periode Dunia Baru di Amerika (1600-1993)

a. Meksiko

Ruang terbuka publik di pusat kota telah menjadi ekspresi kebutuhan rakyat asli Meksiko sebagai tempat berkumpul dan melakukan upacara. Ruang terbuka publik di pusat kota di Meksiko yang disebut zacalo telah menjadi panggung keseharian masyarakat dan berbagai peristiwa penting. Zacalo merupakan tempat dimana budaya asli masyarakat Amerika Latin masih terpelihara dengan baik. Salah satu budaya tersebut adalah kegiatan paseo, yaitu berjalan-jalan pada sore hari di ruang terbuka publik, dimana bangku-bangku taman dipenuhi masyarakat dan tari-tarian dimulai oleh remaja putra dan putri yang saling berpengangan tangan. Sepanjang hari zacalo selalu ramai dengan aktivitas masyarakat, anak-anak bermain, pemusik lokal mengadakan pertunjukan, pedagang menawarkan jasa dan barang dagangan hingga peristiwa penting seperti narapidana dihukum gantung (pada zaman kolonial Spanyol) dan perayaan hari kemerdekaan.

b. Amerika Serikat

Pada periode kolonial (1620-1791) ruang terbuka publik di pusat kota merupakan ruang bersama, digunakan untuk latihan tentara, tempat mengembala sapi, atau pertahanan terakhir jika kota diserang. Didekat ruang terbuka tersebut terdapat gereja, sekolah, tempat pertemuan, dan pasar.

Pada masa tersebut ruang terbuka publik terbentuk berdasarkan struktur kota yang terencana dengan pemusatan fasilitas publik, pasar, gereja, sekolah dan tempat pertemuan. Salah satu dari lima square yang paling terkenal adalah Monterey square yang berada di Bull Street berada pada sumbu menuju State House. Terjadi perubahan bentuk ruang terbuka publik yang tadinya formal dan


(43)

24

simetris menjadi bentuk informal yang lebih "alami". Ruang terbuka yang terbentuk pada masa ini antara lain adalah Central Park, New York tahun 1858.

2.8.5. Periode abad ke dua puluh di Amerika Serikat

Perkembangan teknologi dan gaya hidup telah banyak mempengaruhi kebutuhan masyarakat pada ruang terbuka publik di pusat kota. Orang tidak lagi pergi ke ruang terbuka publik untuk berbelanja membeli makanan, mengambil air di air mancur umum, mendengar berita atau pengumuman. Masyarakat bersosialisasi di rumah pribadinya dimana segala kebutuhannya dari mulai air, listrik, berita, surat, iklan, TV, dan internet tersedia.

Masalah ruang terbuka di pusat kota yang tidak ramah terhadap pejalan kaki menjadi perhatian pada akhir tahun 50-an hingga awal 60-an. Pada tahun 1961 pemerintah kota New York mengeluarkan peraturan yang memberikan bonus penambahan jumlah lantai bagi gedung yang menyediakan ruang terbuka publik di lantai dasarnya. Peraturan ini membuat pengembang beriomba-lomba membuat ruang terbuka publik di gedungnya dengan berbagai desain yang monumental. Tetapi kebanyakan dari ruang terbuka publik tersebut tidak dipakai oleh publik untuk melakukan aktivitas selain hanya melintas saja. Hal ini disebabkan rancangan ruang terbuka publik tersebut mengabaikan kepentingan kebutuhan masyarakat. Seperti yang terjadi pada City Hall Plaza di Boston (1962-1969) yang dirancang mengikuti Piazza del Campo di Sienna tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang terbuka publik di pusat kota, karena lebih mementingkan fisik arsitektur daripada kenyamanan kebutuhan masyarakat.


(44)

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di kawasan Kota Tua Jakarta yang termasuk dalam wilayah Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Berdasarkan SK Gubernur No. 34 tahun 2006 tentang Penguasaan Perencanaan dalam Rangka Penataan Kawasan Kota Tua, luas kawasan ini + 846 ha. Penelitian difokuskan pada Zona Inti, sebagai bagian dari Kota Tua yang merupakan area dengan nilai sejarah lebih tinggi dari area lainnya dan sangat dibatasi dalam pengembangannya (Gambar 10).

Gambar 10. Lokasi Penelitian


(45)

26

Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2007 sampai September 2008.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah : 1. Peta-peta Jakarta Lama (Oud Batavia) tahun 1619-1938.

2. Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000 produksi Bakosurtanal. 3. RTRW kota Jakarta skala 1 : 50.000.

4. Kuesioner Kebutuhan Masyarakat terhadap Ruang Terbuka Publik

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat lunak yaitu AutoCad 2004, SPSS Versi 13.00 dan Windows XP.

3.3. Tahapan dan Metode Penelitian

Penelitian dilakukan melalui tahap pra survei, pengumpulan data, analisis data dan sintesis yang mengintegrasikan hasil analisis. Tahapan dalam proses penelitian ini secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 11 dengan penjelasan tahapan-tahapan sebagai berikut :

3.3.1. Prasurvei

Pada tahap ini dilakukan penentuan batasan penegertian ruang terbuka publik yang akan dikaji. Pengertian istilah-istilah lain yang terkait dengan studi ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada tahap ini juga ditentukan fokus area yang akan diteliti.

3.3.2. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data (a) perkembangan keberadaan dan karakter ruang terbuka publik melalui penelusuran peta-peta lama (peta-peta tahun 1619-sekarang) dan arsip/dokumen, (b) karakter ruang terbuka publik saat ini melalui survei lapangan dan peta, (c) data kebijakan dan pengelolaan melalui dokumen dan wawancara dengan pihak Pemda DKI Jakarta, serta (c) data preferensi masyarakat melalui penyebaran kuesioner. Adapun jenis, sumber, cara pengumpulan dan kegunaan data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 1.


(46)

Tabel 1. Jenis, sumber, cara pengumpulan dan kegunaan data

No JENIS DATA SUMBER DATA CARA PENGUMPULAN KEGUNAAN 1. PERKEMBANGAN RUANG TERBUKA PUBLIK DAN KESEJARAHAN Dinas Museum dan Kebudayaan DKI Jakarta

• Studi Pustaka

• Dokumen

•Memahami sejarah perkembangan Kota Tua Jakarta pada umumnya dan ruang terbuka publik pada khususnya, baik wujud fisiknya maupun pemanfaatannya •Mengetahui kebijakan

tata ruang Kota Tua pada masa lalunya Asal-usul terbentuknya

kota Jakarta

UPT Kota Tua Wawancara Peta Perkembangan Kota

Tua Jakarta

•Sumber Pustaka •Dinas Museum

dan Kebudayaan

•Studi Pustaka •Wawancara

Sejarah kependudukan dan aktifitas masyarakat masa lalu

Sumber Pustaka Studi Pustaka

Peta dan naskah tentang ruang-ruang publik masa lalu

•Dinas Museum dan Kebudayaan DKI Jakarta •Dinas Tata Kota

DKI Jakarta

•Studi Pustaka •Wawancara

Konsep dan kebijakan pemerintahan masa lalu tentang tata kota

Dinas Museum dan Kebudayaan DKI Jakarta

•Studi Pustaka •Wawancara 2. KONDISI EKSISTING

RUANG TERBUKA PUBLIK SAAT INI

Karakter dan Fungsi •Dinas Tata Kota DKI Jakarta •Lokasi

Penelitian

•Studi Pustaka •Survei Lapangan

Untuk mengetahui kondisi ruang terbuka publik saat ini dan sejauh mana pemanfaatannya Aktifitas masyarakat Lokasi penelitian Survei lapangan

Sistem sirkulasi dan fasilitasnya

Dinas Tata Kota DKI Jakarta

Studi Pustaka

3. PREFERENSI MASYARAKAT Masyarakat setempat dan pengunjung Penyebaran kuesioner Untuk mengetahui preferensi masyarakat dalam pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah 4. KEBIJAKAN DAN

PENGELOLAAN • Draf Rencana Induk

Kota Tua Jakarta • Tata Guna Lahan • RTRW 2010 • Peraturan-peraturan

pemerintah tingkat pusat dan daerah • Pengelola

Dinas Tata Kota DKI Jakarta UPT Kota Tua Jakarta

Studi Pustaka Wawancara

Untuk mengetahui kebijakan pemerinta dalam pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik di Kota Tua Jakarta


(47)

28

3.3.3. Analisis Data

3.3.3.1. Analisis Perkembangan Keberadaan, Karakter Fisik dan Fungsi

Analisis dilakukan berdasarkan periodisasi sejarah Kota Tua Jakarta yang dimulai dari masa pemerintahan Jayakarta (sebelum tahun 1619), masa kekuasaan VOC (1619-1808), pemerintahan perpindahan Batavia (1808-1905), masa dibangun kembali (1905-1942), masa pasca Kemerdekaan dan dimulainya revitalisasi Kota Tua Jakarta (1945-1972) hingga saat ini. Analisis ini dilakukan dengan menelusuri perkembangan dan mengidentifikasi keberadaan dan karakter fisik dan fungsi ruang terbuka publik melalui peta-peta lama dan pustaka sesuai periode-periode tersebut.

3.3.3.2. Identifikasi dan Analisis Keberadaan, Karakter Fisik dan Fungsi

Identifikasi dilakukan untuk mengamati dan menentukan ruang terbuka publik peninggalan masa lalu yang masih ada sampai saat ini dan mendefinisikan sebagai ruang terbuka publik bersejarah. Analisis dilakukan untuk melihat tipe dan karakter, kondisi fisik serta fungsi atau pemanfaatannya oleh masyarakat.

3.3.3.3. Analisis Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik

Penilaian integritas ruang terbuka publik yang ada dilakukan berdasarkan nilai kualitas dan signifikansi ruang terbuka publik bersejarah. Kriteria yang digunakan untuk menilai integritas ruang terbuka publik terdiri dari nilai sejarah

(historical value), nilai estetika (aesthetical value) dan nilai fungsi (functional value) dengan variabel, indikator dan parameter yang dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4.


(48)

Tabel 2. Variabel, Indikator dan Parameter berdasarkan Historical Value

Sumber : Burra Charter (1981), Attoe (1988), Helly dan Budiarti (2005)

Tabel 3. Variabel, Indikator dan Parameter berdasarkan Aesthetic Value

Sumber : Jacobs (1993), Helly dan Budiarti (2005)

Tabel 4. Variabel, Indikator dan Parameter berdasarkan FunctionalValue

Sumber : Carmona et al. (2003)

No Variabel Indikator Nilai

Tinggi N Sedang N Rendah N

1. Nilai Kronologis Usia kawasan Lebih dari 100 tahun

3 50 - 100 tahun 2 < 50 tahun 1 2. Historical facts Jumlah fakta sejarah Banyak (> 5) 3 Sedang (2 -5) 2 Sedikit (hanya 1) 1 3. Keunikan/

kelangkaan

Jumlah obyek yang sama di kota Jakarta

Tidak ada sama sekali

3 1 – 10 obyek yang sama

2 Lebih dari 10 yang sama

1 4. Even sejarah Tingkat even bersejarah

yang pernah terjadi

Skala Internasional

3 Skala Nasional 2 Skala Lokal 1

5. Keutuhan Tingkat keutuhan Tinggi (80 – 100 %)

3 Sedang (50 -79 %)

2 Rendah (10 – 49 %)

1 Nilai sejarah tinggi jika total nilai = 13 -15

Nilai sejarah sedang jika total nilai = 9-12 Nilai sejarah rendah jika total nilai = 5- 8

No Variabel Indikator Nilai

Tinggi N Sedang N Rendah N

1. Representasi dari gaya/ism tertentu (kontektual dan homogenitas Representasi dengan citra kawasan (bahari/kolonial/ pecinan) Sangat representatif 3 Cukup representatif 2 Kurang representatif 1

2. Proporsi Proporsi W-H (width-heigth)

W/H>1,5 (Sangat proporsional)

3 W/H=1-1,5 (Cukup proporsional)

2 (Kurang proporsional)

1

3. Ritme Continuity of street wall Kontinyu 3 Ada yang terputus

2 Terputus-putus 1

4. Skala Ukuran skala dengan

manusia

Monumental 3 Skala manusia Skala intim 1 Nilai estetika tinggi jika total nilai = 10-12

Nilai estetika sedang jika total nilai = 7-9 Nilai estetika rendah jika total nilai = 4-6

No Variabel Indikator Nilai

Tinggi N Sedang N Rendah N

1. Kenyamanan Pemisahan antara pejalan kaki dengan kendaraan

Ada pemisahan, jelas

3 Ada pemisahan, tidak jelas

2 Tidak terdapat pemisahan

1

2. Aksesbilitas Sistem

tautan/linkage Kota Tua

Terkait langsung sistem linkage

3 Terkait tidak langsung sistem linkage

2 Tidak terkait sistem linkage

1 3. Kegunaan ekonomi Jumlah tempat komersial pada muka bangunan (frontstore)

Terdapat > 50 % 3 Terdapat 50 – 10 % 2 Terdapat < 10 % 1

4. Kegunaan sosial

aktifitas Terdapat > 3 aktifitas

Terdapat 2-3 aktivitas Terdapat hanya 1 aktivitas

1 Nilai fungsi tinggi jika total nilai = 10-12

Nilai fungsi sedang jka total nilai = 7-9 Nilai fungsi rendah jka total nilai = 4-6


(49)

30

Penilaian dilakukan berdasarkan expert judgement yang dilakukan oleh pihak dari Dinas Museum dan Kebudayaan dan Pusat Studi Urban Desain (PSUD). Metode skoring digunakan untuk menetukan nilai dari masing-masing kriteria dan nilai total dari ketiga kriteria yang menghasilkan nilai integritas ruang.

Kriteria nilai sejarah dikategorikan tinggi jika total nilai = 13 -15, nilai sejarah sedang jika total nilai = 9-12 dan nilai sejarah rendah jika total nilai = 5-8. Kriteria nilai estetika dikategorikan tinggi jika total nilai = 10-12, nilai estetika sedang jika total nilai = 7-9 , dan nilai estetika rendah jika total nilai = 4-6. Berdasarkan kriteria nilai fungsi dikategorikan tinggi jika total nilai = 10 -12, nilai fungsi sedang jika total nilai = 7-9 dan nilai fungsi rendah jika total nilai = 4-6. Sedangkan nilai integritas ruang terbuka publik didapat dari perhitungan :

Keterangan : I = Nilai Integritas

H = Nilai Sejarah (Historical Value) A = Nilai Estetika (Aesthetic Value) F = Nilai Fungsi (Functional Value)

Hasilnya diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan yaitu ruang integritas tinggi jika jumlah skor total = 31 – 39, ruang integritas sedang tinggi jika jumlah skor total = 22 – 30 dan ruang integritas rendah tinggi jika jumlah skor total =13 – 21.

3.3.3.4. Analisis Kebijakan Pemerintah dan Pengelolaan Kota Tua Jakarta

Analisis ini bertujuan untuk menganalisis produk-produk hukum yang berkenaan dengan upaya pelestarian dan pemanfaatan kawasan bersejarah Kota Tua dan khususnya ruang terbuka publik yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Secara deskriptif beberapa produk hukum yang berkaitan dengan pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik dianalisis untuk mengetahui sejauh mana dukungan pemerintah. Selain itu


(50)

dikaji pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pengelolaan revitalisasi Kota Tua pada umumnya dan ruang terbuka publik khususnya, sehingga dapat dilihat efektifitas pelaksanaan dari produk hukum yang ada.

3.3.3.5. Analisis Preferensi Masyarakat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan yang dianggap penting bagi masyarakat dalam pemanfaatan ruang terbuka publik sebagai ruang bersejarah. Responden terdiri dari masyarakat di 4 zona, yaitu Zona Sunda Kelapa, Zona Fatahillah, Zona Pecinan dan Zona Pekojan. Pengambilan responden dilakukan dengan teknik purpossive sampling pada pengunjung dan pemilik/penghuni bangunan. Responden pada Zona Sunda Kelapa terdiri dari pedagang pasar ikan (n=15) dan pengunjung kawasan (n=15). Pada Zona Fatahillah responden terdiri dari pemilik bangunan cagar budaya (n=15) dan pengunjung Taman Fatahillah (n=15). Sedangkan pada Zona Pecinan, responden masyarakat terdiri dari pemilik toko (n=15) dan pengunjung (n=15). Pada Zona Pekojan responden terdiri dari penghuni bangunan (n=15) dan pengunjung (n=15), sebagaimana pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Responden

Responden masyarakat pada tiap zona masing-masing menjawab pertanyaan dalam bentuk kuesioner sebagai variabel operasional yang diturunkan dari variabel-variabel pemanfaatan ruang terbuka publik. Variabel, sub variabel dan operasional variabel tersebut dimodifikasi dari Carmona et al. (2003) sebagaimana Tabel 6.

Zona Pemilik bangunan/masyarakat

setempat

Pengunjung Total Responden per zona Zona Sunda Kelapa 15 orang 15 orang 30 orang Zona Fatahillah 15 orang 15 orang 30 orang Zona Pecinan 15 orang 15 orang 30 orang Zona Pekojan 15 orang 15 orang 30 orang


(51)

32

Tabel 6. Variabel, Sub Variabel dan Operasional Variabel

Pertanyaan pada kuesioner merupakan pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban yang dikuantitatifkan dan diukur menggunakan skala likert lima poin mulai dari 5 = sangat penting, 4 = penting, 3 = cukup penting, 2 kurang penting, dan 1 = tidak penting. Jawaban responden kemudian diuji dan dianalisis.

Tahap dalam analisis ini meliputi : 1) Uji validitas dan reabilitas, 2) Analisis Lanjut. Sebelum melakukan analisis lebih lanjut dilakukan terlebih dahulu uji validitas untuk melihat tingkat validitas variabel pertanyaan dalam kuesioner, seberapa besar tiap variabel dibandingkan dengan R Tabel yang akan dilakukan dengan bantuan program SPSS 13.0 for Windows. Dengan menggunakan analisis skala dari masing-masing item dalam variabel, kemudian melihat berapa nilai Corrected Item – Total Correlation, setelah itu dibandingkan dengan R Tabel. Kriteria uji validitas secara singkat adalah 0,3. Jika korelasi lebih dari 0,3, maka pertanyaan dikategorikan valid. Sedangkan metode yang digunakan pada uji realibilitas adalah metode Cronbach’s Alpha. Perhitungan Cronbach’s

Variabel Sub Variabel Operasional Variabel

Kenyamana n dan Image

Image

1. Mempertahankan karakter fisik bersejarah 2. Ketersediaan jalur pedestrian

Keamanan dan kenyamanan

3. Ketersediaan pelengkap jalan (street furniture) seperti: tempat duduk, tempat sampah, lampu penerangan dll. 4. Vegetasi dan pohon pelindung

Akses dan Linkage

Akses 5. Ketersediaan shuttle bus dan pembenahan angkutan kota Linkage 6. Ketersediaan jalur pedestrian yang menghubungkan

antar kawasan (pedestrian linkage) Transit

7. Ketersediaan halte sebagai tempat transit 8. Ketersediaan tempat parkir

Kegunaan Ekonomi

Street market 9. Penataan dan pengkoordinasian PKL

Investor 10.Keterlibatan investor dari mayarakat setempat 11.Kebebasan investor dalam pemilihan jenis usaha Pemanfaatan 12.Pemanfaatan ruang terbuka untuk fungsi komersial

Kebutuhan Sosial

Event 13.Penambahan jenis dan frekuensi aktivitas Evening Use 14.Penambahan waktu aktivitas (hingga malam hari)

Fasilitas 15.Menyediakan fasilitas bagi semua umur 16.Fasilitas pendukung integrasi sosial


(52)

Alpha dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi di antara butir-butir pernyataan dalam kuesioner. Varibel dinyatakan realibel jika nilai alphanya lebih dari 0,6. Rumus Cronbach’s Alpha adalah sebagai berikut:

rtt = −1

dimana:

rtt : Koefisien Alpha Vx : Variansi butir

Vt : Variansi Total (faktor) M : Jumlah Butir

Jawaban responden kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif Chi-square dengan bantuan alat statistik SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 13.00.

3.3.3.6. Sintesis untuk Menentukan Konsep dan Arahan Pelestarian

Tahap ini merupakan sintesis yang mengintegrasikan hasil analisis pada tahap sebelumnya untuk menghasilkan konsep pelestarian dan pemanfaatan ruang terbuka publik bersejarah dalam rangka revitalisasi Kota Tua Jakarta. Berdasarkan konsep tersebut, diusulkan arahan-arahan atau program pelestarian ruang terbuka publik yang lebih bersifat teknis dan diharapkan dapat menjadi masukan dalam tindakan pengelolaan kawasan Kota tua Jakarta, khususnya menyangkut ruang terbuka publik bersejarah.

M M - 1

Vx Vt


(53)

Batasan Definisi dan Lokasi Penelitian

Aspek legal dan tindakan pengelolaan yang mendukung serta

kendala Ruang Terbuka Publik Kota Tua Jakarta

Nilai Integritas Ruang Terbuka Publik Bersejarah Saat Ini

Konsep dan Arahan Pelestarian Ruang Terbuka Publik Bersejarah dalam Rangka Revitalisasi Kota Tua Jakarta

Ruang Terbuka Publik Saat Ini

• Kondisi fisik

• Karakter dan Fungsi

• Sirkulasi, aksesbilitas dan fasilitas

• Aktifitas masyarakat Penelusuran Keberadaan Ruang Terbuka Publik

berdasarkan periode sejarah

• Masa Kekuasaan Jayakarta (sebelum 1619)

• Masa Kekuasaan VOC (1619-1808)

• Masa Perpindahan Pusat Kota (1808-1905)

• Masa Dibangun Kembali (1905-1942)

• Masa Pasca Kemerdekaan (1945-sekarang)

Prasurvei

Pengumpulan Data

Keberadaan, karakter fisik dan Fungsi Ruang Terbuka Publik

Analisis

Kebijakan dan pengelolaan

Persepsi tingkat kepentingan terhadap pemanfaatan ruang terbuka

publik bagi masyarakat

Keberadaan, karakter fisik dan Fungsi Ruang Terbuka Publik

Bersejarah Tingkat kepentingan masyarakat terhadap pemanfaatan ruang terbuka publik Sintesis

Gambar 11. Tahapan Penelitian


(1)

6 6.0 .0

8 6.0 2.0

6 6.0 .0

6 6.0 .0

4 6.0 -2.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q8

8 15.0 -7.0

22 15.0 7.0

30 cukup penting

penting Total

Observed N Expected N Residual

Q9

5 7.5 -2.5

6 7.5 -1.5

6 7.5 -1.5

13 7.5 5.5

30 kurang penting

cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q10

1 10.0 -9.0

1 10.0 -9.0

28 10.0 18.0

30 cukup penting

penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q11

6 6.0 .0

7 6.0 1.0

6 6.0 .0

1 6.0 -5.0

10 6.0 4.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total


(2)

Q12

2 7.5 -5.5

1 7.5 -6.5

7 7.5 -.5

20 7.5 12.5

30 kurang penting

cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q13

2 10.0 -8.0

2 10.0 -8.0

26 10.0 16.0

30 cukup penting

penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q14

4 6.0 -2.0

9 6.0 3.0

7 6.0 1.0

4 6.0 -2.0

6 6.0 .0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q15

12 6.0 6.0

6 6.0 .0

5 6.0 -1.0

3 6.0 -3.0

4 6.0 -2.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q16

8 6.0 2.0

10 6.0 4.0

3 6.0 -3.0

4 6.0 -2.0

5 6.0 -1.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total


(3)

Q1

8 6.0 2.0

9 6.0 3.0

7 6.0 1.0

4 6.0 -2.0

2 6.0 -4.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q2

5 7.5 -2.5

5 7.5 -2.5

7 7.5 -.5

13 7.5 5.5

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting Total

Observed N Expected N Residual

Q3

16 7.5 8.5

8 7.5 .5

3 7.5 -4.5

3 7.5 -4.5

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting Total

Observed N Expected N Residual

Q4

8 7.5 .5

12 7.5 4.5

7 7.5 -.5

3 7.5 -4.5

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting Total

Observed N Expected N Residual

Q5

10 6.0 4.0

1 6.0 -5.0

6 6.0 .0

9 6.0 3.0

4 6.0 -2.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total


(4)

Q6

1 10.0 -9.0

9 10.0 -1.0

20 10.0 10.0

30 cukup penting

penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q7

6 6.0 .0

8 6.0 2.0

6 6.0 .0

6 6.0 .0

4 6.0 -2.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q8

10 7.5 2.5

7 7.5 -.5

7 7.5 -.5

6 7.5 -1.5

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting Total

Observed N Expected N Residual

Q9

6 6.0 .0

11 6.0 5.0

4 6.0 -2.0

5 6.0 -1.0

4 6.0 -2.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q10

10 6.0 4.0

10 6.0 4.0

1 6.0 -5.0

1 6.0 -5.0

8 6.0 2.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total


(5)

11 6.0 5.0

10 6.0 4.0

6 6.0 .0

1 6.0 -5.0

2 6.0 -4.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q12

2 7.5 -5.5

1 7.5 -6.5

20 7.5 12.5

7 7.5 -.5

30 kurang penting

cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q13

2 10.0 -8.0

2 10.0 -8.0

26 10.0 16.0

30 cukup penting

penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q14

4 6.0 -2.0

9 6.0 3.0

7 6.0 1.0

4 6.0 -2.0

6 6.0 .0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total

Observed N Expected N Residual

Q15

12 6.0 6.0

6 6.0 .0

5 6.0 -1.0

3 6.0 -3.0

4 6.0 -2.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total


(6)

Q16

8 6.0 2.0

10 6.0 4.0

3 6.0 -3.0

4 6.0 -2.0

5 6.0 -1.0

30 tidak penting

kurang penting cukup penting penting sangat penting Total