Urgensi Dialog Antar Agama

Kedua, dialog kerja sosial. Dialog kerja sosial merupakan kelanjutan dari dialog kehidupan dan telah mengarah pada bentuk-bentuk kerjasama yang dimotivasi oleh kesadaran keagamaan. Dasar sosiologisnya adalah pengakuan akan pluralisme sehingga tercipta suatu masyarakat yang saling percaya. Dalam konteks ini, pluralisme sebenarnya lebih sekedar pengakuan akan kenyataan bahwa kita majemuk, melainkan juga terlibat aktif dalam kemajemukan itu. Ketiga, dialog teologis atau dialog iman. Dialog teologis merupakan pertemuan-pertemuan, baik reguler ataupun non reguler untuk membahas persoalan-persoalan teologis. Tema yang diangkat misalnya pemahaman kaum Muslim dan Kristen tentang Tuhan masing-masing atau tentang tradisi keagamaan seseorang dalam konteks pluralisme dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk membangun kesadaran bahwa diluar keyakinan dan keimanan dari tradisi agama- agama selain kita. Jika dalam dialog sosial berangkat dari problem bagaimana kita menempatkan agama kita di tengah-tengah agama-agama orang lain, maka dialog teologis berusaha memposisikan iman kita di tengah-tengah iman orang lain. Keempat, dialog spiritual. Dialog spiritual bertujuan untuk menyuburkan dan memperdalam kehidupan spiritual di antara berbagai agama. Dialog ini bergerak dalam wilayah esotoris yaitu sisi dalam agama-agama. oleh karena itu para pesertanya melampaui sekat-sekat dan batas-batas formalisme agama. Dialog antar agama paling tidak berlangsung dalam tiga level. Pertama, dialog wacana, yaitu dialog yang membahas masalah-masalah teologis yang muncul. Misalnya, konsep Tuhan Allah dengan paham Trinitas Kristen. Kedua, membagi sharing pengalaman spiritual, misalnya sama-sama puasa untuk menghayati kehidupan orang miskin. Ketiga, dialog dalam level aksi, yaitu dialog yang para peserta dialog tanpa membeda-bedakan agamanya sama-sama menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Dapat digarisbawahi, muara dialog adalah memberi kesadaran secara teologis bahwa perbedaan itu bukan buatan manusia tapi desain Tuhan. Oleh karena itu, saling menghargai dalam perbedaan sangat diperlukan. Bertolak dari pandangan inklusif-pluralis ini, para pemeluk agama yang berbeda dapat menjalani kerja sama. Jadi pada prinsipnya dialog antar agama dengan kerja antar agama adalah dua hal yang sambung-menyambung. Yang satu mengandaikan yang lain. tidak ada kerja sama tanpa didahului oleh dialog, dan dialog berlanjut pada kerja sama dan memberikan penguatan bagi kerja-kerja sosial. Aksi-aksi kolaboratif melibatkan berbagai kalangan agama dalam merespon kebutuhan aneka kebutuhan umat beragama. BAB III GAMBARAN UMUM CENTRE FOR DIALOGUE AND COOPERATION AMONG CIVILISATIONS CDCC A. Profil Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations CDCC Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations CDCC adalah sebuah LSM internasional yang bermarkas besar di Jakarta, yang didirikan pada bulan Juni tahun 2007 oleh para sarjana dan aktivis dari berbagai lembaga baik dari Lembaga Swadaya Masyarakat, perguruan tinggi dan pemerintahan, diantaranya adalah Din Syamsuddin, Bahtiar Effendy, Hajrianto Y. Tohari, Didik J. Rachbini, Rizal Sukma, Fahmi Darmawansyah, dan Said Umar. Para tokoh pendiri CDCC meskipun berbeda-beda profesi seperti Din Syamsudin sebagai akademisi dan sekaligus menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, Bahtiar Effendy sebagai akademisi dan mantan Ketua Bidang Hikmah PP Muhammadiyah, Hajrianto Y. Tohari sebagai Wakil Ketua MPR dan sebagai mantan ketua Pemuda Muhammadiyah, Rizal Sukma Sebagai Wakil Direktur Eksekutif Centre for Strategic and Internasional Studies CSIS, Didik J. Racbani sebagai politisi dari partai PAN Partai Amanat Nasional dan Fahmi Darwansah dan Said Umar sebagai pengusaha akan tetapi mereka semua mempunyai latar belakang organisasi yang sama, yaitu Muhammadiyah.