Penguatan Peran Parlemen Kesimpulan

“ The reforms include important commitments to enhancing democracy and respect for human rights; strengthening separation of powers notably by increasing the role of parliament and the independence of the judiciary; advancing regionalisation and enhancing gender equality.” “ Reformasi ini mengandung beberapa komitmen penting dalam mendorong demokrasi dan penghormatan terhadap HAM; memperkuat pemisahan kekuasaan utamanya dengan meningkatkan peran parlemen dan independensi peradilan; meningkatkan regionalisasi, dan kesetaraan hak laki-laki dan perempuan. 95 Dukungan aktor internasional terhadap reformasi di bidang pemisahaan kekuasaan Maroko pasca reformasi konstitusi 2011 menjadi penting mengingat beberapa perubahan dan reformasi di bidang ini pada periode-periode sebelumnya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tidak adanya tekanan terhadap Kerajaan untuk berkomitmen terhadap perubahan yang tertulis dalam konstitusi menyebabkan tersendatnya reformasi tersebut. Dalam hal ini, aktor internasional seperti Uni Eropa berperan penting untuk memberi tekanan dan memastikan komitmen Maroko terhadap reformasi yang dilaksanakan.

B. Penguatan Peran Parlemen

1. Periode awal transisi demokrasi – Reformasi Konstitusi 1996

Selain menciptakan kekuasaan mutlak Kerajaan dalam politik dan pemerintahan Maroko, perubahan politik pada periode ini pada akhirnya juga melemahkan kekuasaan legislatif dan parlemen Maroko. Dalam 95 European Commission, “Joint statement by High Representative Catherine Ashton and Commission er Stefan Fule on the referendum on the new Constitution in Morocco”, MEMO11478 2 Juli 2011. kondisi yang demikian, Parlemen Maroko tidak dapat menjalankan kebijakan yang tidak disetujui oleh Raja. 96 Hal ini ditegaskan oleh Raja Hassan II dalam salah satu pidatonya : “The fact that I am delegating certain powers to the government and Parliament does not mean that I am devolving or relinquishing these powers to them” “Fakta bahwa saya mendelegasikan sejumlah kekuasaan kepada pemerintah dan parlemen tidak berarti bahwa saya memindahkan atau melepaskan kekuasaan ini kepada mereka...”. 97 Lemahnya peran parlemen ini juga disebabkan tidak adanya celah bagi partai-partai oposisi untuk menentang Makhzen. Sebelum Pemilu legislatif 1997, partai-partai oposisi selalu berada di luar perundingan Makhzen dengan Kerajaan. Hal ini terbukti ketika Konstitusi 1996, yang memberi Raja kekuasaan eksekutif yang luas dan justifikasi relijius yang tidak terbantahkan, disetujui oleh 99,97 persen anggota parlemen meskipun partai-partai oposisi menyerukan boikot terhadap keputusan ini. 98 Selain itu, dalam konstitusi 1996 ini Raja juga memiliki beberapa hak prerogatif yang melemahkan kekuatan legislatif, seperti menyetujui dan mengadopsi keputusan parlemen, sekaligus dapat memveto keputusan tersebut. 99 Dengan kekuatan Kerajaan yang demikian besar, pemerintah dan parlemen lebih memilih melaksanakan keinginan Makhzen, daripada melaksanakan keinginan rakyat. Dengan Makhzen sebagai elit 96 Sater, Civil Society and Political Change in Morocco, hlm. 85 97 Ibid, hlm. 86 98 Ibid 99 Kristina Kausch, “The European Union and Political Reform in Morocco,” Mediterranean Politics, Vol. 14, No. 2 July 2009, hlm. 168 pemerintahan yang memegang kekuasaan dan memegang kontrol terhadap pengambilan kebijakan, maka reformasi politik akan sulit dilaksanakan. 100

2. Pasca Reformasi Konstitusi 1996 – Reformasi Konstitusi 2011

Meskipun dianggap melemahkan peran parlemen, konstitusi 1996 sebenarnya membawa perubahan yang lebih signifikan terhadap politik Maroko. Konstitusi ini menetapkan Maroko kembali menggunakan sistem bikameral dalam parlemen Maroko, yang terdiri atas Majelis Rendah dan Majelis Tinggi, setelah sebelumnya sistem ini pernah digunakan pada tahun 1962-1970. Anggota Majelis Rendah dipilih melalui pemilihan langsung, sedangkan anggota Majelis Tinggi dipilih melalui pemilihan tak langsung. Lebih lanjut, Konstitusi 1996 menetapkan Majelis Rendah sebagai parlemen yang lebih kuat karena dipilih secara langsung, dan partai pemenang pemilu berhak membentuk pemerintahan. 101 Penetapan sistem bikameral ini merupakan salah satu capaian positif dalam proses demokratisasi Maroko. Namun, hal ini juga menimbulkan masalah utama sebagaimana terjadi di negara-negara yang menetapkan sistem bikameral, yaitu: partai-partai oposisi selalu mendesak amandemen konstitusi karena tidak puas dengan pemerintahan yang dibentuk oleh partai pemenang pemilu. Adapun di Maroko, partai-partai oposisi ini kemudian mendukung legitimasi dan peran Kerajaan dalam 100 Loc. Cit, hlm. 3 101 Gregory White, “The Advent of Electoral Democracy in Morocco? The Referendum of 1996,” Middle East Journal, Vol. 51, No. 3 Summer, 1997, hlm. 393 [jurnal on-line]; tersedia di http:www.jstor.orgstable4329087 ;internet; diakses pada 9 Oktober 2014 proses politik. 102 Oleh karena itu, pada dasarnya reformasi konstitusi yang terjadi semakin memperkuat posisi Kerajaan. Selain itu, hak prerogatif yang dimiliki oleh Majelis Tinggi, seperti hak untuk memastikan bahwa pemerintahan sesuai dengan kondisi politik terkini, sejalan dengan hak prerogatif Kerajaan. Sehingga, majelis tinggi sering dipandang sebagai „pembela kerajaan‟. 103 Meskipun kemajuan yang dicapai cukup signifikan, Kerajaan kembali berhasil melemahkan kekuatan parlemen pada Pemilu legislatif tahun 2002, namun dilakukan dengan cara yang berbeda. Pada saat itu, tidak ada koalisi formal yang benar-benar dominan dalam pemilu 2002. Maka, Raja Mohammed VI kemudian menunjuk Perdana Menteri bukan dari partai pemenang pemilu, yaitu Driss Jettou, mantan Menteri Dalam Negeri Maroko sebagai Perdana Menteri. 104 Kondisi politik Maroko pasca pemilu 2002 kemudian meningkatkan keinginan parlemen untuk mengadakan reformasi politik. Hal ini kemudian diwujudkan dengan merubah kode pemilu baru pada tahun 2006. Parlemen akhirnya menyetujui sistem baru dimana partai- partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu akan dibedakan menjadi dua atau tiga blok yang berbeda untuk pemilu pada tahun 2007. Namun, sistem pemilu seperti ini justru mengurangi jumlah partai politik dalam 102 Lise Storm, Democratization in Morocco: The Political Elite and Struggles for Power in The Post Independence State, New York: Routledge, 2007, hlm. 114 103 Ibid, hlm. 130 104 James N. Sater, “Parliamentary Elections and Authoritarian Rule in Morocco,” Middle East Journal, Vol. 63, No. 3 Summer, 2009, hlm. 386; [jurnal on-line]; tersedia di http:www.jstor.orgstable20622927 ;internet; diakses pada 9 Oktober 2014 parlemen, dan justru semakin melemahkan posisi parlemen dalam pemerintahan. 105 Kegagalan dua reformasi Konstitusi di Maroko dalam meningkatkan peran Parlemen pada akhirnya mendorong pemerintah Maroko untuk melaksanakan reformasi konstitusi untuk yang ketiga kali sejak „periode transisi demokrasi‟ pada tahun 2011.

3. Pasca Reformasi Konstitusi 2011-Desember 2013

Konstitusi 2011 menetapkan bahwa Kepala Pemerintahan akan ditunjuk dari Partai Politk yang memenangkan Pemilu Parlemen, serta perluasan kekuasaan Kepala Pemerintahan dan Parlemen, dengan memberi mereka kekuasaan legislatif. Hal ini ditegaskan dalam pasal 47 Konstitusi 2011, yang berbunyi: 106 “The King appoints the Head of Government from within the political party arriving ahead in the elections of the members of the Chamber of Representatives.... On proposal of the Head of Government, He appoints the members of the government” “Raja menunjuk Kepala Pemerintahan Perdana Menteri dari partai politik yang memenangkan pemilihan legislatif. ...atas proposal Kepala Pemerintahan, Raja akan menentukan anggota kabinet...” Pasca penetapan konstitusi ini, Maroko mengadakan pemilu legislatif pada tahun 2011. Hasilnya, koalisi yang dipimpin partai oposisi Islam, Justice and Development Party PJD, memenangkan pemilu 2011. Pemimpin PJD, Abdelillah Benkirane kemudian ditunjuk sebagai Perdana Menteri. PJD adalah partai oposisi utama terhadap koalisi partai loyalis 105 Ibid, hlm. 133 106 Jeffry J. Ruchti, Morocco: Draft Text of the Constitution Adopted at the Referendum of 1 July 2011 New York: William S. Hein Co., Inc: 2011, hlm. 15 kerajaan, yang dipimpin oleh National Rally of Independents RNI dan Party of Authenticity and Modernity PAM di parlemen. 107 Sejak tahun 1992, kerajaan dan RNI selalu berusaha melemahkan kekuatan PJD di parlemen dan pemilu legislatif karena popularitas PJD dan komitmen PJD terhadap demokrasi. Usaha ini, kemudian berlanjut ketika koalisi loyalis kerajaan mengusulkan mengadakan pemilu pada 2012. Adapun pada pemilu legislatif 2012 ini, Independence Party Istiqlal meninggalkan koalisi PJD dan bergabung dengan koalisi loyalis kerajaan. Namun, pemilu legislatif 2012 kemudian tetap menghasilkan PJD sebagai pemenang. 108 Berikut adalah distribusi kursi dalam parlemen Maroko pasca pemilu 2012: Tabel II.B.1. Distribusi Kursi Parlemen Maroko Koalisi Partai di Parlemen Jumlah Kursi Party of Justice and Development 105 Party of istiqlali of unity and egalitarianism 60 Party of the National Rally of Independents 54 Party of authenticity and modernity 47 + 1 Party of the Socialist Union of Popular Forces 42 Party of movement 33 Party of Constitutional Union 23 Party of Democratic Progress 21 Sumber: Website resmi Parlemen Maroko, http:www.parlement.maen_organo3.php?filename=201202011459500 pada 21 November 2014 107 Matt Buehler, “Safety-Valve Elections and the Arab Spring: The Weakening and Resurgence of Morocco‟s Islamist Opposition Party,” Terrorism and Political Violence Journal, No. 24 2013, hlm. 140 108 Mohamed Daadaoui, “Party Politics and Elections in Morocco,” The Middle East Institute Policy Brief, No.29 May 2013, hlm. 6 Berkuasanya PJD sebagai partai yang berkomitmen terhadap demokrasi berpengaruh terhadap usaha-usaha pemerintah Maroko dalam meningkatkan peran parlemen. Salah satu capaian parlemen Maroko adalah mengadakan konferensi dalam mereformasi aturan prosedur pemerintahan Conference on Reforming Rules of Procedures pada tanggal 21 Maret 2012. Konferensi ini menghasilkan berbagai temuan dan rekomendasi yang menjadi inisiatif untuk pembentukan rencana strategis strategic plan untuk meningkatkan kerja parlemen. 109 Dalam rencana strategis ini ada lima fokus utama yang ingin diperbaiki oleh parlemen Maroko: 1 peningkatan kerangka institusional dan manajemen parlemen, 2 pembangunan peran legislatif, 3 penguatan pemerintahan, 4 peningkatan peran diplomatik, dan 5 strategi komunikasi dan pembangunan komunitas. Adapun, lima fokus utama ini berasal dari kerangka kerja yang ditawarkan oleh UE terhadap parlemen Maroko sebagai bagian dari program kawasan Selatan ENP. 110 Sama seperti reformasi dalam bidang pemisahan kekuasaan, Penguatan peran Parlemen yang ditunjukkan melalui Konstitusi 2011 kemudian juga diikuti dengan dukungan dari dunia internasional. Pada tanggal 23-25 Maret 2012, Maroko untuk pertama kali menggelar pertemuan parlemen negara-negara kawasan Selatan ENP yang diadakan 109 Kingdom of Morocco, Parliament The House of Representative, “Strategic Plan for Upgrading and Enhancing The Work of The House of Representatives,” 25 Desember 2012, hlm. 2, diakses dari http:www.parlement.maen , pada 12 Oktober 2014 110 Ibid, hal. 3 oleh delegasi UE di kawasan Mediterania Selatan, Union for Mediterranian UfM. Hal ini merupakan salah satu program ENP di kawasan Mediterania Selatan. 111 Selain dengan UE, Maroko juga bekerjasama dengan aktor internasional lain dalam reformasi peran parlemen ini. Inggris misalnya, memberikan program dukungan terhadap reformasi di Maroko melalui Westminster Foundation for Democracy WFD, yaitu badan pembangunan demokrasi yang didanai oleh Kementerian Luar Negeri Inggris. Pada bulan Januari 2013, WFD dan Pemerintah Maroko menandatangani MoU untuk program „Increasing political participation and transparency in the Moroccan parliament ‟ yang dilaksanakan selama periode 2012-2015. 112

C. Penguatan Peran Civil Society Organization Organisasi Masyarakat sipil