PROMOSI DEMOKRASI UNI EROPA DI MAROKO DA

POLICY (2011-2013)

Skripsi

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh

Tisa Lestari 1110113000013

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

PROMOSI DEMOKRASI UNI EROPA DI MAROKO DALAM KERANGKA

EUROPEAN NEIGHBORHOOD POLICY (2011-2013)

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Desember 2014

Tisa Lestari

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan tentang promosi demokrasi yang dilakukan oleh Uni Eropa (UE) di Maroko dalam kerangka European Neighborhood Policy (ENP) selama tahun 2011-2013. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa cara UE dalam mempromosikan demokrasi di Maroko, setelah terjadinya Revolusi Arab di Timur Tengah dan Afrika Utara pada tahun 2010, serta reformasi konstitusi Maroko pada tahun 2011. Penelitian ini fokus pada tiga aspek dalam reformasi demokrasi Maroko, yaitu dalam aspek pemisahan kekuasaan, penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi masyarakat sipil dalam pembangunan demokrasi.

Penulis menggunakan pemahaman konstruktivisme sebagai landasan pemikiran utama dalam penelitian ini. Pemahaman konstruktivisme ini digunakan untuk menjelaskan sosialisasi norma dalam membentuk identitas kolektif. Penulis menggunakan konsep sosialisasi norma yang diungkapkan oleh Thomas Risse dan asumsi identitas kolektif Alexander Wendt. Penulis juga menggunakan konsep promosi demokrasi yang diungkapkan oleh Thomas Risse, bahwa promosi demokrasi dapat dijelaskan secara normatif sebagai bentuk transfer norma. Terakhir, penulis menggunakan konsep strategi promosi demokrasi Trine Flockhart, yaitu strategi pengaruh sosial ( social influence ) atau penguatan dukungan ( reinforcement ), dalam wujud kondisionalitas.

Berdasarkan analisis konsep-konsep dan asumsi-asumsi tersebut, penelitian ini menemukan bahwa UE telah melaksanakan konstruksi sosial politik dalam mempromosikan demokrasi di Maroko. Adapun konstruksi tersebut telah menghasilkan capaian penting dalam di tiga aspek reformasi demokrasi Maroko, yaitu adanya komitmen Kerajaan Maroko terhadap pemisahan kekuasaan, penggunaan kerangka kerja UE sebagai kerangka kerja Parlemen Maroko, dan pembangunan Civil Society Facility (CSF) dan Citizen for Dialogue yang menjembatani komunikasi pemerintah dan masyarakat sipil Maroko. Penelitian ini juga menemukan bahwa UE mempromosikan demokrasi di Maroko dengan menggunakan kondisionalitas sebagai instrumen yang diwujudkan dalam program-program ENP. Adapun promosi demokrasi UE di Maroko dalam kerangka ENP ini merupakan bentuk sosialisasi norma demokrasi UE di Maroko untuk membentuk identitas kolektif UE dan Maroko sebagai aktor yang pro demokrasi.

Kata Kunci: Uni Eropa, Maroko, ENP, Promosi Demokrasi

ABSTRACT

This Research explains European Union’s (EU) democracy promotion in Morocco within the framework of Europea n Neighborhood Policy (ENP) during 2011-2013 period. This Research aims to analyze the way used by EU to promotes democracy in Morocco, after Arab Revolution in Middle East and North Africa in

2010, and also Morocco constitutional reform in 2011. This study focuses on three aspects of Moroccan democratic reform, that are the separation of power, strengthening the role of parliament, and strengthening the role of civil society organizations in the development of democracy .

I use constructivism as a basis of main thought in this research. Constructivism is used to explain norm socialization in constructing collective identity. I use norm sosialization concept from Thoma s Risse and assumption of collective identity by Alexander Wendt. I also use democracy promotion concept from Thoma s Risse, which explain that normatively democracy promotion can be seen as a form of transfer of norms. The Latter, I use democarcy promotion strategy concept by Trine Flockhart, that is social influence or reinforcement strategy, in the form of conditionality.

Based on the analysis of concepts and assumptions , this study found that the EU has implemented social and political construction in promoting democracy in Morocco . The construction has resulted in important achievements in three aspects of democratic reform in Morocco, that are the Kingdom of Morocco 's commitment to the separation of powers, the use of the framework of the EU as a framework for the Moroccan parliament, and the development of the Civil Society Facility (CSF ) and Citizen for Dialogue as a bridge for the communication of Moroccan government and Moroccan civil society . This study also found that the EU promote democracy in Morroco by using conditionality as an instrument in the form of ENP programmes. EU democr acy promotion in Morocco within the framework of ENP is a relization of EU’s democratic norm socialization in Morocco that constructs EU and Morocco’s collective identity as

pro-democracy actors. Key Word: European Union, Morocco, ENP, Democracy Promotion

KATA PENGANTAR

Assalammu‟alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah Rabb al- A’alamin . Segala puji bagi Allah SWT atas semua

nikmat dan karunia-Nya yang telah peneliti terima, sholawat serta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas wasilah serta pencerahannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Promosi Demokrasi Uni Eropa di Maroko Dalam Kerangka European

Neighborhood Policy (2011- 2013)” ini dengan baik. Skripsi ini penulis persembahkan untuk yang teristimewa kedua orang tua penulis, Bapak Salamun dan Ibu Astuti. Terima kasih kepada keduanya yang tak pernah lelah memberikan dukungan baik moral, material, dan do‟a untuk penulis.

Terima kasih untuk Bapak dan Ibu. Juga kepada adik-adik penulis, Ridwan Dwi Hanggoro dan Assidiq Nurrohman, skripsi ini penulis persembahkan untuk mereka berdua yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penelitian skripsi ini, penulis juga banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik spiritual, moral dan material. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti dengan segenap hati dan dengan segala hormat mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ketua Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Debbie Afianty, M.Si, dan sekretaris program studi, Bapak Agus Nilmada Azmi, M.Si.

2. Bapak Faisal Nurdin Idris, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mendedikasikan waktu di tengah-tengah kesibukannya untuk membimbing penulis . Terima kasih atas begitu banyak arahan, dorongan, motivasi, dan ilmu yang telah diberikan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak M. Adian Firnas, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, solusi, dukungan, dan motivasi kepada penulis di awal penulisan skripsi ini.

4. Bapak Budi Satari, M.Sc dan Bapak Irfan Hutagalung, S.H, LLM sebagai dosen penguji sidang DPS; serta Ibu Mutiara Pertiwi, MA dan Bapak Teguh Santosa, MA sebagai dosen penguji sidang skripsi; yang telah memberikan banyak sekali masukan, arahan, dan melatih penulis untuk konsisten berfikir secara ilmiah demi terciptanya sebuah skripsi yang baik.

5. Seluruh jajaran staff dan pengajar di Prodi Hubungan Internasional, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Sahabat-sahabat penulis, Rosa Permata Nurani, Peni Intan Palupi, Istiqamah, Detty Oktavina, El Humairoh Wijaya, dan Siti Maunah sebagai suporter utama yang selalu memberi motivasi, masukan, dan do‟a untuk penulis sejak awal

penulisan skripsi hingga melewati sidang skripsi dengan baik.

7. Teman-teman seperjuangan di kelas regular A dan kelas regular B Hubungan Internasional UIN Jakarta, Oya, Rere, Putri, Bagus, Yuri, Zakiah, Dienny, Dian, Anggi, Hana, Lilah, Windy, Siska, dan semua teman-teman, terima kasih atas kebersamaan dan kenangan yang diberikan selama empat tahun penulis menimba ilmu di UIN Jakarta.

8. Untuk guru-guru penulis, Emine hocam dan Lale abla, yang telah memberi banyak ilmu dan pengetahuan baru, serta dukungan dan inspirasi kepada penulis. Juga untuk teman-teman White Pearls Fethullah Gulen Chair UIN Jakarta, Asiah, Tati, dan teman-teman Turkce Kursu semua. Cok Tesekkur Ederim.

Akhirnya penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak kekuarangan yang menyertai. Untuk itu penulis mengharapkan masukan serta kritikan, agar nantinya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 16 Desember 2014

Tisa Lestari

DAFTAR SINGKATAN

AA : Association Agreements AP

: Action Plan CGEM

: General Confederations of Morocco‟s Enterprises CSF

: Civil Society Facility CSO

: Civil Society Organization EMP

: Euro-Mediterranean Partnership ENP

: European Neighborhood Policy ENPI

: European Neighborhood Partnership Instrument GUMW

: General Union of Moroccan Workers NIS

: Newly Independent States NGO

: Non-Governmental Organization PAM

: Party of Authenticity and Modernity PCA

: Pre-Accession Assistance PJD

: Justice and Development Party RNI

: National Rally of Independents SPRING

: Support for Partnership, Reforms and Inclusive Growth SUPF

: Socialist Union of Popular Forces UE

: Uni Eropa UfM

: Union for Mediterranean WDC

: Workers Democratic Confederation WFD

: Westminster Foundation for Democracy

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Tabel

Tabel I.A.1. Morocc o‟s National Indicative Programme 2011-2013...................10 Tabel II.B.1. Distribusi Kursi Parlemen Maroko..................................................45 Tabel II.B.1. Komponen Utama Action Plan EU-Maroko...................................60 Tabel III.C.1. Rincian Dana Program SPRING....................................................66 Tabel III.C.2. Rincian Dana Untuk Program Tematik..........................................69

Bagan

Bagan IV.1. Operasionalisasi Kerangka Pemikiran..............................................86

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Uni Eropa (UE) adalah salah satu aktor internasional yang paling aktif mempromosikan demokrasi kepada negara-negara tetangganya. Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Uni Eropa terus berusaha memperluas nilai-nilai politik dan ekonominya, tidak hanya kepada negara-negara di kawasan Eropa,

tetapi juga negara-negara di luar kawasan Eropa. 1 Uni Eropa sendiri relatif masih dikenal sebagai „ young promoter of democracy ‟ (promotor muda

demokrasi) dalam hubungan eksternalnya, 2 karena UE baru benar-benar menjadi lebih aktif dalam mempromosikan demokrasi setelah runtuhnya Uni

Soviet, ketika 15 negara tetangganya meraih kemerdekaan dan terjadi perubahan demokratis di negara-negara tersebut. 3

Meningkatnya keinginan UE dalam mempromosikan demokrasi kepada negara-negara tetangganya di kawasan Eropa kemudian mendorong UE untuk membentuk beberapa strategi promosi demokrasi kepada negara- negara tetangganya di kawasan ini, salah satunya melalui European

1 Megan Leahy, “A New Tool for Democratization within the European Neighborhood Policy: The “Advanced Status” Program in Morocco”, (Paper Akademik, University of North Carolina,

North Carolina, 2011), hlm.1 2 Günther Guggenberger, “Symbolic actions or effective endeavours? The EU‟s activities to

promote democracy in Ukraine, Moldova and Belarus.” European Union and its New Neighborhood: Addressing Challenges and Opportunities , ed. Jolanta Grigaliunaité and Sarunas Liekis (Vilnius: Demokratiezentrum Wien, 2006), hlm. 87

3 Maria Vizdoaga, “The effectiveness of the EU policies in promoting democracy in Moldova,” (Tesis, Leiden University, 2013), hlm. 11

Neighborhood Policy 4 (ENP). ENP adalah strategi politik UE yang secara luas bertujuan untuk memperkuat kesejahteraan, stabilitas, dan keamanan negara-

negara tetangga Eropa guna menghindari munculnya garis pembatas antara UE yang diperluas ( Enlarged EU ) dengan negara-negara tetangga yang

berbatasan secara langsung dengan UE. 5 Adapun menurut dokumen Copenhagen European Council pada Desember 2002, ENP juga bertujuan

mempromosikan Nilai-nilai Eropa ( European Values ), dimana UE harus mempromosikan kerjasama regional dan sub-regional serta integrasi yang dikondisikan untuk stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan penurunan

tingkat kemiskinan. 6

Sejak tahun 2004, lingkup ENP mencakup 16 negara 7 , dan keanggotaannya didominasi oleh negara-negara Eropa. 8 ENP dalam jangka

pendek dijalankan melalui Perjanjian Asosiasi ( Association Agreement ) antara UE dengan negara mitra, sedangkan dalam jangka panjang

dilaksanakan melalui 9 Rencana Kerja ( Action Plan ). Adapun dana atau

4 Ibid , hlm. 42 5 European Neighborhood and Partnership Instrument, http://eeas.europa.eu/enp/index_en.htm ,

diakses pada 17 Maret 2014. 6 Florent Parmentier, “The European Neighborhood Policy as a Process of Democratic Norms

Diffusion in Ukraine, Can The EU Act Beyond Kondisionalitas? ”, Les Cahiers europeens de Sciences Po. No. 02 (2006), hlm. 2

7 12 Negara telah menyetujui ENP Action Plans, yaitu Armenia, Azerbaijan, Mesir, Georgia, Israel, Yordania, Lebanon, Moldova, Maroko, Palestina, Tunisia, dan Ukraina; Satu negara dalam

proses negosiasi Action Plans, yaitu Aljazair; dan tiga negara berada diluar sebagian besar struktur ENP, yaitu Belarusia, Libya, dan Suriah

8 Richard G. Whitman dan Stefa n Wolff, “Much Ado About Nothing? The European

Neighborhood Policy in Context,” The European Neighborhood Policy in Perspective: Context, Implementation and Impact , ed. Richard G. Whitman dan Stefan Wolff (New York: Palgrave Macmillan, 2010), hlm. 3

9 Simo n Rosenkӧtter, “Assessing The Impact of EU Neighborhood Policies on Democratization in Morocco and Egypt,” (Skripsi, Universiteit Twente, 2011) hlm. 5 9 Simo n Rosenkӧtter, “Assessing The Impact of EU Neighborhood Policies on Democratization in Morocco and Egypt,” (Skripsi, Universiteit Twente, 2011) hlm. 5

Pada dasarnya ENP dibentuk untuk membantu negara-negara tetangga di sebelah Timur ( Eastern Neighbours ) UE, yang tengah berupaya menuju demokrasi dan berjuang untuk menjadi anggota baru UE. Keberhasilan ENP dalam promosi demokrasi di beberapa negara Eastern Neighbours seperti Moldova dan Ukraina, yang keduanya kemudian masuk menjadi anggota UE, kemudian mendorong UE untuk juga melaksanakan promosi demokrasi ke

negara-negara tetangga di sebelah Selatan ( 10 Southern Neighbours ).

Salah satu negara Southern Neighbours yang menjadi prioritas UE dalam mempromosikan demokrasi melalui ENP adalah Maroko. 11 Prioritas UE

terhadap Maroko didorong oleh beberapa faktor dan kepentingan, diantaranya bahwa secara tradisional Maroko adalah negara yang memiliki hubungan paling dekat Eropa, terutama dengan dua negara anggota UE, Spanyol dan

Perancis. 12 Karena kedekatan geografis, dua negara Mediteranian UE tersebut fokus pada kontrol imigran dari Afrika, keamanan regional, perdagangan

bebas, dan hak perikanan dengan Maroko. 13 Selain itu, Maroko juga menjadi mitra utama UE dalam memerangi terorisme, terutama karena Maroko terkena

10 Tina Freyburg, et.al., “Democracy promotion through functional cooperation? The Case of The European N eighborhood Policy”, Democratization , Vol. 18, No. 4, (Agustus 2011) [jurnal on-

line]; tersedia di http://dx.doi.org/10.1080/13510347.2011.584738 ; internet; diunduh pada 17 Januari 2014.

11 Ibid, hlm. 3 12 Carl Dawson, EU Intergration With North Africa: Trade Negotiations and Democracy Deficits

in Morocco (London: IB Tauris & Co. Ltd, 2009), hlm. 51 13 Kristina Kausch, “Morocco,” Is the European Union Supporting Democracy in its Neighbourhood? , ed. Richard Youngs (Spain: FRIDE, 2008), hlm. 13-14 in Morocco (London: IB Tauris & Co. Ltd, 2009), hlm. 51 13 Kristina Kausch, “Morocco,” Is the European Union Supporting Democracy in its Neighbourhood? , ed. Richard Youngs (Spain: FRIDE, 2008), hlm. 13-14

ke Eropa Barat, seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia dan memburuknya hubungan UE-Rusia. Maroko juga diharapkan dapat menjadi

negara transit gas dari Aljazair ke Eropa. 15

Maroko sendiri sejak Raja Mohammed VI berkuasa, memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan demokratisasi. Beberapa reformasi dilaksanakan oleh Raja Mohammed VI diantaranya adalah mendirikan Equity and Reconciliation Commission (IER) sebagai komisi HAM, adopsi hukum status liberal personal ( Moudwana ), dan National Human Development

Initiative 16 (INDH). Reformasi ini yang kemudian mendorong UE untuk memberikan Advanced Status kepada Maroko sebagai negara dengan progres

demokratisasi yang baik pada Oktober 2008. Maroko menjadi negara ENP pertama yang mendapatkan status ini. 17 Kepentingan UE, serta komitmen dan

reformasi demokrasi Maroko tersebut yang kemudian menjadikan Maroko sebagai prioritas promosi demokrasi UE melalui ENP di kawasan Southern Neighbours.

Maroko bergabung dalam ENP sejak tahun 2004, dan merupakan salah satu negara yang pertama kali menandatangani Action Plan . Pada masa awal

14 Ian O. Lesser, Geoffrey Kemp, Emiliano Alessandri, dan S. Enders Wimbush , “Morocco‟s New Geopolitics: A Wider Atlantic Perspective,” GMF Wider Atlantic Series (Washington DC: The

German Marshall Fund of the United States, 2012), hlm. 13 15 Loc.Cit , hlm. 15

16 Haim Malka dan Jon B. Alterman, “Arab Reform and Foreign Aid: Lessons from Morocco,” CSIS Significant Issues Series , Vol. 28, No. 4 (2006), hlm. 47

17 Kristina Kausch , “Morocco‟s „Advanced Status‟: Model or Muddle?,” FRIDE Policy Brief , No.

43 (Maret 2010), hlm. 3

ENP di Maroko, yakni dari tahun 2006 sampai sebelum Revolusi Arab, Action Plan hanya meliputi bentuk kondisionalitas positif yang lemah dimana Maroko sebagai negara ENP, tergantung pada progres reformasi politik, ekonomi, dan institusionalnya (yang tidak didefinisikan secara jelas), diberikan akses ke pasar tunggal UE dan hubungan yang lebih erat dengan

UE. 18

Kebijakan promosi demokrasi UE dalam ENP di Maroko pada periode ini juga banyak dikritik karena dianggap tidak serius dan tidak konsisten dalam pelaksanaannya. Karena terlalu fokus pada keamanan dan perdagangan, beberapa kebijakan dalam aspek politik justru menjadi tidak tepat sasaran

dalam pelaksanaannya. 19 Pemberian Advanced Status misalnya, hanya bertujuan ekonomis dimana Maroko dapat masuk ke dalam pasar tunggal UE

dengan hanya melaksanakan modernisasi dalam beberapa bidang seperti kebijakan publik, namun tidak melaksanakan reformasi dalam bidang politik,

seperti reformasi kekuasaan Raja dan kekuasaan parlemen. 20 Maka, dapat dikatakan bahwa pada awalnya UE tidak serius mempromosikan demokrasi di

negara ini, ENP dilaksanakan hanya sebagai alat untuk membangun hubungan baik dengan negara-negara Southern Neighbours, demi menjaga stabilitas kawasan.

18 Anna Khakee, “Assessing Democracy Assistance: Morocco”, Fride Project Report (Mei 2010), hlm. 3

19 Kausch, “Morocco,” Is the European Union Supporting Democracy in its Neighbourhood ?”, hlm. 16

20 Kausch , “Morocco‟s „Advanced Status‟: Model or Muddle?, hlm. 3

Adapun pada masa awal bergabung dalam ENP, situasi demokrasi Maroko juga tidak mengalami banyak perubahan, khususnya dalam aspek reformasi politik. Sebagai negara semi otoriter, kehidupan politik Maroko ditandai dengan realitas demokrasi ganda. Secara formal, Maroko memang memiliki struktur dan institusi demokratis, namun secara informal struktur ini dibayangi oleh struktur pemerintahan yang disebut Makhzen , yaitu jaringan kerajaan yang menguasai garis kebijakan utama dan bertindak sebagai penjaga segala bentuk reformasi politik. Sebagai akibatnya, reformasi politik di

Maroko berjalan selektif dan superfisial. 21 Terkait pembagian kekuasaan misalanya, konsentrasi kekuasaan di

tangan Raja sama sekali tidak tersentuh oleh reformasi. Raja Maroko bertindak sebagai penjamin keteraturan politik sebagai dasar legitimasi

relijius, kekuasaan absolut dan kekuasaan mempertahankan takhta. 22 Kekuasaan di Maroko memang dibedakan secara hukum dan fungsinya,

namun pada praktiknya tidak ada pemisahan kekuasaan, dengan kerajaan memimpin kekuasaan eksekutif dan memiliki pengaruh besar atas kekuasaan

legislatif dan yudikatif. 23 Oleh karena tidak ada pembagian kekuasaan yang jelas, maka

parlemen tidak memiliki kekuatan dan peran yang signifikan dalam pembangunan demokrasi Maroko. Meskipun memiliki sistem multipartai dan rutin melaksanakan pemilu legislatif, kerajaan mengesampingkan peran

21 Kausch, “Morocco,” Is the European Union Supporting Democracy in its Neighbourhood? hlm. 10

22 Dawson, hlm. 75 23 Loc. Cit, hlm. 11 22 Dawson, hlm. 75 23 Loc. Cit, hlm. 11

tidak memiliki peran. 24

Selain masalah pembagian kekuasaan dan wewenang parlemen, terbatasnya kontrol dan pengaruh masyarakat sipil dalam politik dan pemerintahan Maroko juga menjadi permasalahan lain. Beberapa organisasi masyarakat sipil Maroko yang aktifitasnya terkait dengan isu-isu tabu seperti monarki, pemisahan kekuasaan, atau kemerdekaan Sahara Barat segera

dihentikan melalui berbagai langkah hukum oleh pemerintah. 25

Kondisi demokrasi Maroko yang demikian, juga tidak didukung dalam prioritas reformasi yang dicanangkan UE dalam program-program ENP pada periode tersebut. Isu-isu reformasi yang secara langsung berkenaan dengan kelemahan-kelemahan demokratis yang spesifik di Maroko, seperti lemahnya parlemen dan pemisahan kekuasaan yang tidak jelas, tidak ada dalam prioritas

ENP di Maroko. 26 Pada periode 2007-2010 misalnya, dalam National

Indicative Programme ENP in Morocco 2007-2010 disebutkan bahwa prioritas ENP di Maroko hanyalah prioritas sosial, seperti dukungan kepada INDH dan kebijakan pendidikan; prioritas HAM, seperti mendukung Ministry of Justice dan impelementasi IER; prioritas ekonomi, seperti promosi investasi

24 Haim Malka dan Jon B. Alterman, hlm. 55 25 Driss Ben Ali, “Civil Society and Economic Reform in Morocco,” ZEF Project Research Paper ,

Universitat Bonn (Januari 2005), hlm. 3

26 Eike Meyer,“Democracy Promotion by The European Union in Morocco within The Framework

of The European Neighborhood Policy,” (Tesis, Universitat Potsdam, 2007), hlm. 62 of The European Neighborhood Policy,” (Tesis, Universitat Potsdam, 2007), hlm. 62

depolusi. Adapun demokrasi tidak ada dalam proritas program tersebut. 27

Pergeseran prioritas UE dalam program-program ENP untuk secara „serius‟ mempromosikan demokrasi baru terjadi setelah Revolusi Arab ( Arab

Spring ) yang melanda negara-negara ENP di Selatan seperti Mesir dan Tunisia pada tahun 2010. UE kemudian merespon Revolusi Arab salah

satunya dengan menggeser fokus ENP dari pembangunan ekonomi menjadi pembangunan demokrasi. 28 Revolusi Arab menjadi momentum bagi UE

untuk memulai promosi demokrasi dalam aspek politik di Southern Neighbours melalui ENP.

Di Maroko sendiri, respon masyarakat dan oposisi Maroko terhadap gelombang protes anti-rezim ini berbeda dengan negara-negara lain di kawasan yang terdampak Revolusi Arab. Gerakan 20 Februari, muncul sebagai reaksi terhadap gelombang revolusi ini. Gerakan ini memobilisasi masyarakat Maroko secara nasional untuk menuntut perubahan sosial ekonomi, dan juga secara eksplisit menuntut perubahan politik, yaitu:

“The realization of profound and radical constitutional and political changes to consolidate a democratic state built on strong institutions; the construction of a state

based on the rule of law and a free and independent legal system with the aim of endowing the country with a political system of parliamentary monarchy.”

“Realisasi perubahan konstitusional dan politik yang mendalam dan mendalam untuk mengkonsolidasikan sebuah negara demokratis yang dibangun dengan institusi yang

27 European Commission, ENPI Morocco: 2007-2010 National Indicative Programme . 28 Maâti Monjib, “The “Democratization” Process in Morocco: Progress, Obstacles, and the

Impact of the Islamist- Secularist Divide”, Working Paper, The Saban Center for Middle East Policy at The Brookings Institution , No. 5, Agustus 2011, hlm. 5 Impact of the Islamist- Secularist Divide”, Working Paper, The Saban Center for Middle East Policy at The Brookings Institution , No. 5, Agustus 2011, hlm. 5

monarki parlementer.” 29

Pemerintah Maroko kemudian merespon Gerakan 20 Februari dengan melaksanakan referendum publik untuk menetapkan konstitusi baru pada September 2011 yang memuat beberapa poin reformasi demokrasi dalam aspek politik, seperti pemberian kekuasaan dan independensi yang lebih luas kepada Perdana Menteri, badan legislatif, dan lembaga peradilan Maroko,

serta pengakuan kesetaraan hak-hak wanita. 30

Situasi Maroko yang „aman‟ dari Revolusi Arab dan kesadaran pemerintah Maroko untuk memulai perwujudan demokrasi dengan

melaksanakan reformasi keonstitusi 2011, mendorong UE untuk „melindungi‟ Maroko dengan mendukung reformasi demokrasi yang sudah dimulai di Maroko melalui kerjasama di bidang demokrasi yang lebih aktif dalam

ENP. 31 Dalam dokumen National Indicative Programme untuk tahun 2011- 2013, terlihat jelas peningkatan dukungan UE untuk reformasi demokrasi

Maroko, sebagaimana dirinci dalam tabel berikut:

29 Irene Fernandez Molina, “The Monarchy vs The 20 February Movement: Who Holds the Reins of Political Change in Morocco?” Mediterranean Politicsi , Vol. 16, No. 3 (Oktober 2011), hal.

436-437 [jurnal on-line]; tersedia di http://dx.doi.org/10.1080/13629395.2011.614120 ; internet; diakses pada 16 Agustus 2014

30 Alexis Arieff, “Morocco: Current Issues” CRS Report for Congress , Congressional Research Service (20 Juni 2012) hlm. 1

31 Eike Meyer,“Democracy Promotion by The European Union in Morocco within The Framework of The European Neighborhood Policy,” (Tesis, Universitat Potsdam, 2007), hlm. 2

Tabel I.A. 1. Morocco’s National Indicative Programme 2011-2013

2011-2013 Strategic axes

M€ % Development of social policies

Economic modernization

Institutional support

Good governance and human rights 8 1.2 87.07 15 Environment protection

Sumber: http://ec.europa.eu/europeaid/where/neighbourhood/countrycooperation/morocco/morocco_e n.htm , di akses pada 17 Maret 2014

Dalam poin-poin prioritas di atas, bantuan untuk demokratisasi Maroko masuk kedalam poin good governance and human rights . Dalam tabel di atas, bantuan dalam poin tersebut meningkat dari 1,2 persen dana ENP menjadi 15 persen dana ENP. Secara spesifik, UE juga sudah melaksanakan program-program untuk proses demokratisasi Maroko melalui ENP, diantaranya dengan mengalokasikan dana sebesar tiga juta Euro untuk

mendukung parlemen Maroko melalui program SPRING. 32

Penelitian ini berupaya menjelaskan proses promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko melalui ENP pada tahun 2011-2013. Penelitian ini juga lebih fokus pada strategi yang digunakan UE daripada motivasi UE dalam melaksanakan promosi demokrasi di Maroko. Proses promosi ini akan dijelaskan dengan menggunakan pendekatan Konstruktivisme, dengan melihat promosi demokrasi sebagai bentuk transfer norma-norma demokrasi

32 European Commission, Joint Staff Working Document: Implementation of the European Neighbourhood Policy Statistical Annex (27 Maret 2014), hlm. 65

Uni Eropa ke Maroko. Penulis juga akan menggunakan konsep kondisionalitas sebagai instrumen UE dalam melaksanakan transfer norma demokrasi ini. Penulis melihat bahwa bantuan dana ( funding ) dan bantuan teknis yang diberikan UE dalam program ENP di bidang demokrasi untuk Maroko sebagai bentuk kondisionalitas UE.

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan besar yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana Uni Eropa Mempromosikan Demokrasi di Maroko dalam Kerangka European Neighborhood Policy tahun 2011-2013? ”

Penelitian ini akan fokus pada proses promosi demokrasi UE di tiga area dalam level politik Maroko, yaitu reformasi bidang pemisahan kekuasaan, penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi masyarakat sipil Maroko dalam pembangunan demokrasi. Dalam tiga area ini, aktor domestik yang akan diteliti adalah aktor negara (kerajaan dan parlemen Maroko) dan aktor non negara (organisasi masyarakat sipil Maroko). Adapun aktor internasional yang menjadi objek penelitian penulis adalah Komisi Eropa ( European Commission ) sebagai pelaksana dan pembuat ENP, organisasi internasional lain di Eropa yang bekerjasama dalam ENP, yaitu Council of Europe , dan perwakilan UE untuk negara-negara ENP di kawasan Mediterania, Union for the Mediterranean (UfM).

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan proses promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko pada tahun 2011-2013.

2. Mengetahui bentuk kerjasama UE-Maroko dalam kerangka European Neighborhood Policy (ENP).

3. Mengetahui dinamika dan progres demokratisasi Maroko pada tahun 2011-2013

4. Mengaplikasikan teori konstruktivisme, konsep promosi demokrasi, dan konsep kondisionalitas untuk menjelaskan proses promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko dalam kerangka ENP tahun 2011-2013.

Dengan adanya penelitian ini, peneliti mengharapkan penelitian ini dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:

1. Menguji teori terkait tentang promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko dalam kerangka ENP tahun 2011-2013.

2. Menambah wawasan tentang promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko dalam kerangka ENP tahun 2011-2013.

3. Dapat dijadikan bahan informasi bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti serta bagi masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai promosi demokrasi Uni Eropa di Maroko dalam kerangka ENP.

D. Tinjauan Pustaka

Telah terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan promosi demokrasi UE melalui kerangka ENP. Seperti dalam studi yang dikemukakan

oleh Parmentier (2006), dalam artikel jurnal yang berjudul The European Neighbourhood Policy as a Process of Democratic Norms Diffusion in

Ukraine, Can the EU Act Beyond Conditionality ?. Dalam penelitian tersebut, Parmentier berusaha menjelaskan bagaimana proses difusi norma UE ke

Ukraina melalui ENP dan menggunakan kondisonalitas sebagai alat UE dalam melaksanakan difusi norma demokrasi ini.

Penelitian Parmentier ini juga melihat proses difusi norma demokrasi tersebut dalam perspektif perluasan UE di Eastern Neighbours . Adapun penelitian ini kemudian menemukan bahwa promosi demokrasi UE di Ukraina mendorong Revolusi Oranye ( Orange Revolution ) yang memulai reformasi demokrasi di Ukraina pada tahun 2004. Namun, penelitian ini menemukan bahwa bukan hanya kondisionalitas yang dterapkan oleh UE yang mendorong difusi norma dan terjadinya revolusi ini, akan tetapi ada faktor lain, yaitu dukungan UE kepada masyarakat sipil Ukraina dan keinginan masyarakat

Ukraina sendiri untuk melaksanakan reformasi demokrasi. 33 Dari penelitian Parmentier, penulis juga menjelaskan proses transfer

norma demokrasi UE melalui ENP dengan menggunakan konsep kondisionalitas. Namun penulis melihat proses ini di Southern Neighbours, dengan memfokuskan penelitian di Maroko pada tahun 2011-2013. Karena

33 Florent Parmentier, “The European Neighborhood Policy as a Process of Democratic Norms Diffusion in Ukraine, Can Th e EU Act Beyond Kondisionalitas?”, Les Cahiers europeens de

Sciences Po. (no. 02/2006) Sciences Po. (no. 02/2006)

Sementara itu, dalam studi yang dikemukakan oleh Freyburg, Lavenex, Schimmelfennig, Skripka, dan Wetzel (2011) dalam artikel jurnal

yang berjudul Democracy promotion through functional cooperation? The

case of the European Neighbourhood Policy . Studi tersebut membahas tentang sejauh mana dan dalam kondisi apa UE efektif dalam mentransfer norma-norma pemerintahan demokratis kepada negara-negara ENP. Penelitian ini melihat relevansi variabel-variabel negara dengan sektor kebijakan publik untuk efektifitas promosi pemerintahan demokratis UE di empat negara ENP, yaitu Moldova, Ukraina, Yordania, dan Maroko selama tahun 2004-2011.

Penelitian Freyburg, Lavenex, Schimmelfennig, Skripka, dan Wetzel ini berusaha menjelaskan demokrasi di level sektoral seperti sektor kebijakan publik, dan bukan di level politik. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa transfer demokrasi lebih efektif di negara dengan aspirasi anggota dan liberalisasi politik yang lebih besar. Disebutkan juga bahwa negara-negara ENP Timur lebih efektif dalam transfer norma dibandingkan negara-negara

ENP Selatan sebab negara ENP Timur memiliki aspirasi anggota dan liberalisasi politik yang lebih tinggi. 34

Sama seperti penelitian Freyburg, Lavenex, Schimmelfennig, Skripka, dan Wetzel tersebut, penulis juga menjelaskan kondisi yang mendorong UE untuk melaksanakan proses reformasi demokrasi melalui ENP di Maroko, yaitu adanya Revolusi Arab dan Reformasi Konstitusi 2011. Adapun analisis penelitian ini difokuskan dalam aspek politik (pemisahan kekuasaan, penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi masyarakat sipil).

Selain dua penelitian di atas, ada beberapa tesis yang berkaitan dengan penelitian ini, di antaranya tesis yang ditulis oleh Eike Meyer, dari Potsdam

University, Jerman, tahun 2007 dengan judul Democracy Promotion by The European Union in Morocco within The F ramework of The European

Neighborhood Policy . Dalam penelitian ini, Meyer membandingkan promosi demokrasi UE melalui EMP ( Euro-Meditterranean Partnership ) dan ENP ( European Neighborhood Policy ) dengan menganalisa berbagai instrumen untuk promosi demokrasi seperti kondisionalitas, dialog politik (diplomasi), dan instrumen positif. Tesis Meyer tersebut menggunakan perbandingan pendekatan struktural ( structural approach ) dengan pendekatan aktor-sentris ( actor-centric approach ), yang digunakan EU dalam ENP, dengan tahun penelitian dari 2004-2007.

34 Tina Freyburg, et.al., “Democracy promotion through functional cooperation? The Case of The European Neighborhood Policy”, Democratization , Vol. 18, No. 4, Agustus 2011 [jurnal on-line];

tersedia di http://dx.doi.org/10.1080/13510347.2011.584738 ; internet; diunduh pada 17 Januari 2014.

Adapun penelitian Meyer tersebut menemukan bahwa promosi demokrasi UE dalam ENP, menggunakan pendekatan yang lebih aktif, dibandingkan dengan pendekatan promosi demokrasi UE dalam EMP. Meskipun perubahan yang dihasilkan tidak signifikan dan tidak beorientasi secara aktif untuk mereformasi kebebasan politis dan kekuasaan rezim kerajaan Maroko, akan tetapi di dalam ENP hubungan UE-Maroko lebih baik daripada di dalam EMP karena berhasil mendorong beberapa modernisasi di

Maroko. 35

Berdasarkan tesis di atas, penelitian ini juga akan menjelaskan promosi demokrasi UE di Maroko melalui ENP. Namun, penelitian akan difokuskan pada penjelasan proses dan strategi promosi demokrasi UE secara normatif yang dilihat melalui perspektif konstruktivisme dan hanya menggunakan kondisionalitas sebagai instrumen promosi demokrasi UE. Adapun penelitian ini melihat bahwa promosi demokrasi yang dilaksanakan UE di Maroko berhasil menciptakan beberapa capaian penting dalam proses demokratisasi Maroko, yaitu reformasi di bidang pemisahan kekuasaan, penguatan peran parlemen, dan penguatan peran organisasi Masyarakat Sipil dalam pembangunan demokrasi.

E. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pertanyaan penelitian mengenai promosi demokrasi UE di Maroko dalam kerangka ENP tahun 2011-2013, studi ini mengacu pada

35 Eike Meyer,“Democracy Promotion by The European Union in Morocco within The Framework

of The European Neighborhood Policy,” (Tesis, Universitat Potsdam, 2007) of The European Neighborhood Policy,” (Tesis, Universitat Potsdam, 2007)

a. Konstruktivisme

Pemahaman konstruktivisme dalam penelitian ini penulis gunakan untuk menjelaskan sosialisasi norma dalam membentuk identitas kolektif. Penjelasan mengenai hal ini diawali dengan pemaparan konsep identitas dan norma dalam konstruktivisme yang menjadi landasan terbentuknya konsep sosialisasi norma.

Konstruktivisme secara umum menekankan pada struktur normatif atau ideasional dalam mendefinisikan identitas setiap orang. 36 Menurut

konstruktivisme, keyakinan atau norma bersama membentuk identitas yang bersifat relatif dan relasional. 37 Oleh sebab itu, menurut Wendt

negara sangat mungkin untuk menciptakan identitas baru dan

36 Alexander Wendt, “Anarchy is what states make of it”, The MIT Press, Vol. 46, No. 2, (Spring 1992), hlm. 380.

37 Nilüfer Karacasulu dan Elif Uzgören, “Explaining Social Constructivist Contributions To Security Studies,” Perceptions Journal , (Summer-Autumn 2007) hlm. 29 37 Nilüfer Karacasulu dan Elif Uzgören, “Explaining Social Constructivist Contributions To Security Studies,” Perceptions Journal , (Summer-Autumn 2007) hlm. 29

Terkait identitas, Wendt menyatakan bahwa kepentingan dan preferensi ditentukan oleh identitas aktor, karena pada dasarnya seorang aktor tidak bisa mengetahui keinginan aktor lain tanpa mengetahui siapa aktor tersebut. Pada bentuk yang paling sederhana, identitas berkaitan dengan bagaimana kita berpikir tentang diri kita sebagai seseorang, bagaimana kita berpikir tentang orang lain di sekitar kita, dan bagaimana

mereka berpikir tentang kita. 39 Dengan demikian, menurut Wendt identitas pada dasarnya berakar

dari pemahaman diri seorang individu dengan kualifikasi bahwa identitas tersebut harus dipahami orang lain dengan cara yang sama. 40 Wendt juga

menyatakan bahwa tindakan seseorang terhadap suatu objek atau aktor lain didasarkan pada nilai dan norma yang dianut objek tersebut. 41 Oleh

karena itu, identitas menurut Wendt dapat dilihat secara kolektif bergantung pada bagaimana kepentingan aktor didefinisikan. Dalam bukunya, Social Theory , Wendt menjelaskan identitas kolektif sebagai identifikasi hubungan diri ( self ) dengan orang lain ( others ), dimana perbedaan antara diri dan orang lain menjadi kabur dan melewati seluruh

38 Maja Zehfuss, Constructivism in International Relations: The Politics of Reality (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), hlm. 40

39 Trine Flockhart , “Socialization and Democratization: a Tenuous but Intriguing Link,” Socializing Democratic Norms: The Role of International Organizations for the Construction of

Europe , ed. Trine Flockhart, (New York: Palgrave Macmillan, 2005), hlm.12-13 40 Ibid , hlm. 13

41 Ganjar Nugroho, “Constructivism and International Relations,” Global & Strategis , Th. II, No. 1, ( Januari-Juni 2008), hlm. 89 41 Ganjar Nugroho, “Constructivism and International Relations,” Global & Strategis , Th. II, No. 1, ( Januari-Juni 2008), hlm. 89

Selain identitas, konstruktivisme juga berpegang pada konsep norma. Menurut Farrell, norma dilihat sebagai kepercayaan intersubjektif tentang dunia sosial, yang memiliki konsekuensi behavioral . Norma mendefinisikan standar kolektif atas apa yang menyusun perilaku

( 43 behaviour ) aktor yang tepat dengan identitas yang dimilikinya. Namun, meskipun norma membedakan benar dan salah, tetapi tidak menetapkan

klaim perilaku individu. Norma juga berbeda dengan rule of law , karena norma dipatuhi bukan karena dipaksakan, tetapi karena norma dilihat

sebagai apa yang menyusun perilaku dengan tepat. 44 Terkait dengan konstruktivisme sebagai perspektif dalam melihat

transfer norma demokrasi, Risse berpendapat bahwa peran sosialisasi norma-norma spesifik, sangat dibutuhkan untuk meningkatkan frekuensi perubahan identitas individu sehingga identitas kolektif yang terbentuk

dapat didasarkan pada norma tertentu. 45 Hal ini diperkuat oleh pendapat Sedelmeier, bahwa norma-norma yang menjadi karakter identitas UE

seringkali berdifusi dan tersosialisasi ke aktor lain, sehingga terbentuk identitas kolektif antara UE dan aktor tersebut. 46

42 Zehfuss, hlm. 56 43 Flockhart, hlm. 13-14

44 Ibid , hlm. 14 45 Ibid , hlm. 13

46 Ulrich Sedelmeier, “Collective Identity,” Contemporary European Foreign Policy , ed. Walter Carlsnaes, Helene Sjursen, dan Brian White (London: SAGE Publication Ltd, 2004), hlm. 124

Selain untuk membentuk identitas kolektif yang didasarkan pada norma tertentu, konstruktivisme juga melihat bahwa sosialisasi norma spesifik dapat mengasumsikan karakter struktur dalam institusi internasional, dimana kemudian norma yang disosialisasikan dapat membentuk perilaku negara dan bahkan membentuk identitas dan

kepentingan aktor. 47 Lebih lanjut, Risse juga menyatakan bahwa salah satu cara terpenting dalam mengenalkan norma baru adalah tekanan

eksternal yang secara perlahan membentuk reformasi negara dan diperkuat oleh perubahan kepercayaan aktor domestik yang mendukung

dan berusaha mengatur transformasi negara. 48 Asumsi bahwa sosialisasi norma spesifik oleh aktor internasional

dapat merubah perilaku norma aktor domestik juga sesuai dengan pendapat Koslowski dan Kratochwil, bahwa perubahan praktik-praktik politik aktor domestik terjadi karena aktor eksternal merubah aturan dan norma yang membangun interaksi internasional. Perubahan tersebut terjadi ketika kepercayaan dan identitas aktor domestik berubah, sehingga

kemudian merubah perilaku aktor domestik tersebut. 49 Dalam penelitian ini, norma spesifik yang disosialisasikan adalah

norma demokrasi. Oleh karena itu, penjelasan mengenai sosialisasi norma ini penulis kaitkan dengan konsep promosi demokrasi, yang dilihat baik

47 Ibid 48 Jean Grugel, “The „International‟ in Democratization: Norms and the Middle Ground,”

Socializing Democratic Norms: The Role of International Organizations for the Construction of Europe , ed. Trine Flockhart, (New York: Palgrave Macmillan, 2005), hlm. 3 49

Ibid Ibid

b. Promosi Demokrasi

Pada sub bab ini penulis memaparkan tentang demokrasi, proses demokratisasi, dan konsep promosi demokrasi. Konsepsi dan definisi demokrasi digunakan untuk memahami terjadinya proses demokratisasi yang kemudian dijadikan sebagai landasan dalam menjelaskan konsep promosi demokrasi.

Sejak lama, definisi demokrasi telah banyak didiskusikan, dan definisi demokrasi yang paling berkembang selalu merujuk pada konsep demokrasi liberal. Seperti definisi demokrasi yang diungkapkan oleh Robert Dahl: “Seluruh rezim politik yang menjamin partisipasi nyata dari populasi pria dan

wanita secara luas, serta adanya kemungkinan untuk bertentangan dengan pemerintah, dapat diakui sebagai demokrasi 50 ” .

Adapun secara umum dan paling sederhana, demokrasi didefinisikan oleh Lavenex dan Schimmelfennig sebagai akuntabilitas otoritas publik kepada rakyat. Mekanisme akuntabilitas terdiri atas akuntabilitas pejabat negara terhadap pemilih melalui pemilihan umum yang bebas dan adil, akuntabilitas pemerintah terhadap parlemen, atau

akuntabilitas lembaga negara terhadap pengamatan publik. 51

50 Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm. 5-6

51 Sandra Lavenex dan Frank Schimmelfennig, “EU democracy promotion in the neighbourhood:

from leverage to governance?,” Democratization , Vol. 18, No. 4 (2011), hlm. 888 [jurnal on-line]; tersedia di http://dx.doi.org/10.1080/13510347.2011.584730 ; internet; diakses pada 7 Oktober

2014

Adapun demokratisasi, sebagaimana diungkapakan oleh Morlino, adalah proses terbuka dan merupakan hasil interaksi faktor internal dan eksternal. Proses ini dapat diartikan sebagai transisi dari rezim politik non-demokratis yang otoriter menjadi rezim demokratis, dimana rezim telah kehilangan beberapa aspek fundamental sebagai rezim otoriter dan belum memiliki karakter baru akan rezim yang hendak dibangun. Kemudian negara secara perlahan munuju proses pembangunan (perluasan dan pemahaman standar demokrasi), konsolidasi (pendefinisian dan adaptasi struktur norma dari rezim demokratis yang

berbeda), krisis, atau peningkatan kualitas yang demokratis.. 52 Sementara itu, menurut Schmitz dan Sell, demokratisasi dipahami

sebagai proses perubahan rezim yang memiliki tujuan spesifik yaitu pembentukan dan stabilisasi demokrasi substantif 53 . Oleh karena itu, hasil

akhir demokratisasi adalah perluasan hak-hak yang penting bagi seluruh rakyat. Dalam hal ini, demokratisasi adalah proses yang terus menerus

terjadi. 54 Demokratisasi, menurut Kamp, yang mengutip pernyataan

beberapa peneliti seperti Grugel dan Nielinger, merupakan hasil dari

52 Leonardo Morlino, Democracy and Democratization (Bologna: Il Mulino, 2003), hlm. 12 53 Demokrasi substantif adalah bentuk demokrasi yang menggabungkan konotasi idealistik,

termasuk kontrol rakyat terhadap kebijakan, pemerintah yang bertanggung jawab, pertimbangan rasional, dan kebajikan warga negara lainnya. Demokrasi substantif merupakan pembangunan

budaya demokrasi dari aspek-aspek teknis yang telah terbangun. 54 Hans Peter Schmitz dan Katrin Sell , International Factors in Processes of Political

Democratization: Towa rds a Theoretical Integration , (2000); Jean Grugel, Democracy without Borders: Transnationalization and Conditionality in New Democracies (London/New York, 2000) hlm 23-

41, dalam Mathias Kamp, “The EU as External Democracy Promoter in Sub-Saharan Africa- The Role of Conditionality and Positive Measures,” (Skripsi, Universities of Münster and

Twente, 2007), hlm. 9 Twente, 2007), hlm. 9

internasional, kekuatan milter, diplomasi atau bantuan luar negeri. 55

Berdasarkan definisi demokratisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa demokratisasi terjadi salah satunya karena ada promosi demokrasi dari aktor eksternal. Menurut Sandschneider, promosi demokrasi oleh aktor eksternal adalah seluruh usaha aktor eksternal dalam merubah pola keteraturan politik dan pembuatan kebijakan dalam negara yang menjadi target, sehingga menghasilkan kriteria minimun akan keteraturan

demokratis. 56 Adapun bila merujuk kembali pada definisi demokrasi menurut Lavenex dan Schimmelfennig, promosi demokrasi juga dapat

diartikan sebagai segala aktifitas yang dibentuk untuk memperkuat akuntabilitas dan pemahaman pemerintah terhadap masyarakat. 57

Sementara itu dalam perspektif konstruktivisme, promosi demokrasi menurut Risse dapat dijelaskan secara normatif atau dilihat sebagai bentuk transfer norma. Transfer norma ini terjadi karena negara- negara yang sudah demokratis menginginkan penyebaran norma-norma demokrasi kepada negara-negara yang belum demokratis. Sebab, semakin

55 Mathias Kamp, “The EU as External Democracy Promoter in Sub-Saharan Africa-The Role of

Conditionality and Positive Measures,” (Skripsi, Universities of Münster and Twente, 2007), hlm. 9

56 Janine Reinhard, “EU Democracy Promotion Through Conditionality in Its Neighborhood: The Temptation of Membership Per spective or Flexible Integration?”, Caucasian Review of

, Vol. 4 (3) (Summer 2010), hlm. 198 57 International Affairs Lavenex dan Schimmelfennig, hlm. 888 , Vol. 4 (3) (Summer 2010), hlm. 198 57 International Affairs Lavenex dan Schimmelfennig, hlm. 888

percaya. 58 Menurut Risse-Kappen, norma tidak dapat berpindah secara bebas kepada satu aktor atau agen sosial, tetapi harus dipromosikan oleh