Penguatan Peran Civil Society Organization Organisasi Masyarakat sipil

oleh delegasi UE di kawasan Mediterania Selatan, Union for Mediterranian UfM. Hal ini merupakan salah satu program ENP di kawasan Mediterania Selatan. 111 Selain dengan UE, Maroko juga bekerjasama dengan aktor internasional lain dalam reformasi peran parlemen ini. Inggris misalnya, memberikan program dukungan terhadap reformasi di Maroko melalui Westminster Foundation for Democracy WFD, yaitu badan pembangunan demokrasi yang didanai oleh Kementerian Luar Negeri Inggris. Pada bulan Januari 2013, WFD dan Pemerintah Maroko menandatangani MoU untuk program „Increasing political participation and transparency in the Moroccan parliament ‟ yang dilaksanakan selama periode 2012-2015. 112

C. Penguatan Peran Civil Society Organization Organisasi Masyarakat sipil

Maroko dalam Pembangunan Demokrasi 1. Periode awal transisi demokrasi – Reformasi Konstitusi 1996 Meskipun masyarakat sipil Maroko telah tumbuh sejak masa dinasti Idrissiyyah di Maroko, seperti kelompok Ulama dan komunitas Berber, konsep masyarakat sipil baru memasuki ranah politik Maroko sej ak „periode transisi demokrasi‟. Hal ini utamanya disebabkan oleh berbagai reformasi dan perubahan yang terjadi di bidang politik dan 111 Kingdom of Morocco, Parliament The House of Representative, “The Parliamentary Assembly of the Union for the Mediterranean,” diakses dari http:www.parlement.maen , pada 12 Oktober 2014 112 Westminster Foundation For Democracy, “Increasing Political Participation and Transparency in The Moroccan Parliament 2012- 2015,” 2014, hlm. 25 ekonomi Maroko, seperti modernisasi dan liberalisasi ekonomi. Adapun Civil Society Organization CSO atau Organisasi Masyarakat sipil kemudian muncul di Maroko sebagai akibat dari berbagai perubahan yang terjadi, dimana mereka yang merasa termarjinalkan dalam proses modernisasi dan liberalisasi ini kemudian membentuk berbagai asosiasi, seperti pejuang HAM, pembela hak sipil dan wanita, komunitas suku Berber, atau komunitas anti korupsi. 113 Peran CSO di Maroko secara umum sangat terkait dengan masyarakat politik. Masyarakat sipil Maroko sendiri dikenal bebas dalam mengembangkan aktifitasnya. Namun, beberapa CSO yang aktifitasnya terkait dengan isu-isu tabu seperti monarki, pemisahan kekuasaan, atau kemerdekaan Sahara Barat segera dihentikan melalui berbagai langkah hukum oleh pemerintah. Sementara itu, media penyiaran sebagai satu- satunya media dengan cakupan nasional, dikontrol secara efektif oleh negara. 114 Kontrol pemerintah terhadap CSO di Maroko sangat jelas terlihat, terutama untuk CSO yang berpengaruh terhadap proses pembuatan kebijakan. Elit pemerintah menganggap bahwa segala bentuk asosiasi yang tujuannya berpengaruh terhadap pembuatan kebijakan dianggap sebagai kompetitor dalam politik Maroko. Oleh karena itu, Makhzen 113 Driss Ben Ali, “Civil Society and Economic Reform in Morocco,” ZEF Project Research Paper, Universitat Bonn Januari 2005, hlm. 3 114 Kausch, “How serious is the EU about supporting democracy and human rights in Morocco?”, hlm. 3 mengupayakan kerjasama dengan CSO-CSO seperti ini dengan menempatkan anggotanya sebagai ketua CSO tersebut. Dengan demikian tujuan politis CSO yang tidak sesuai dengan keinginan Makhzen dapat diredam. 115

2. Pasca Reformasi Konstitusi 1996 – Reformasi Konstitusi 2011

Pelemahan terhadap organisasi masyarakat sipil tetap terjadi pasca reformasi konstitusi 1996. Salah satunya, pada November 1996 pemerintah Maroko membekukan segala aktivitas Konfederasi Umum Pengusaha Maroko atau General Confederations of Morocco’s Enterprises CGEM, di bidang politik, seperti keterlibatan dalam pembuatan hukum yang yang mengatur hubungan bisnis dan pemerintah dan kampanye anti korupsi. 116 Namun demikian, ketika Raja Mohammed VI berkuasa, dibentuk beberapa kebijakan yang mendukung masyarakat sipil Maroko, seperti pembebasan tahanan politik, pers yang lebih bebas, pengurangan pelanggaran HAM, dan beberapa reformasi politik yang mendorong negara agar lebih akuntabel terhadap rakyatnya. Perubahan ini berdampak positif terhadap masyarakat sipil Maroko secara keseluruhan yang 115 Ibid, hlm. 4 116 Ben Ali, hlm. 6 menggunakan kebebasan ini untuk membentuk berbagai asosiasi dan organisasi dalam berbagai isu. 117 Pada delapan tahun awal sejak periode transisi demokrasi, CSO di Maroko dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu asosiasi pengusaha, persatuan buruh, dan Partai Politik. Sementara itu, sejak awal 2000-an, pertumbuhan CSO di Maroko berkembang sangat pesat. Berdasarkan survei CIVICUS index, ada sekitar 30.000 hingga 50.000 CSO yang berkembang sejak tahun 2000-2011. 118 Berkembangnya jumlah CSO di Maroko juga semakin mengembangkan jenis-jenis CSO di Maroko. Menurut CIVICUS index, segala organisasi yang tidak terkait dengan negara atau sektor privat, dan dikembangkan untuk kepentingan bersama masuk dalam lingkup CSO. Maka, tidak hanya organisasi non-pemerintah atau non-governmental organization NGO yang masuk dalam definisi CSO. Adapun menurut CIVICUS index, CSO di Maroko berkembang menjadi organisasi perjuangan HAM, organisasi jasa dan pembangunan, organisasi pendidikan dan budaya, organisasi keagamaan, gerakan sosial, Zawayat persaudaraan keagamaan, media privat, asosiasi profesional, dan badan amal. 119 117 Francesc o Cavatorta, “Civil Society, Islamism and Democratisation: The Case of Morocco,” The Journal of Modern African Studies, Vol. 44, No. 2 Juni 2006, hlm. 211; [jurnal on-line]; tersedia di http:www.jstor.orgstable3876155 ;internet; diakses pada 9 Oktober 2014 118 Azeddine Akesbi, “Civil Society Index for Morocco,” CIVICUS Civil Scoety Index Anlytical Country Report: International Version 2011, hlm. 20 119 Ibid Beragamnya kategori CSO di Maroko menyebabkan pengaruh mereka dalam kaitannya dengan pemerintahan dan pembentukan kebijakan sulit diukur. CIVICUS index melakukan survei terhadap masyarakat sipil Maroko pada tahun 2010-2011 untuk mengukur pengaruh CSO dalam kehidupan sosial dan politik Maroko. Hasilnya, hanya asosiasi pengusaha, Partai Politik, dan persatuan buruh yang dianggap memiliki pengaruh, dan posisi ketiganya hanya berada di urutan ketiga setelah institusi Kerajaan dan Perdana Menteri serta Parlemen. 120 Pelemahan Partai Politik dan CSO-CSO yang mengusung isu politik oleh negara menjadi salah satu penyebab rendahnya pengaruh mereka dalam kehidupan sosial dan politik Maroko. Selain itu, pemerintah Maroko dengan pengaruh Makhzen yang sangat kuat juga membatasi pergerakan beberapa persatuan buruh yang memiliki afiliasi khusus dengan Partai Politik, seperti General Union of Moroccan Workers GUMW yang berafiliasi dengan Partai Istiqlal, dan Workers Democratic Confederation WDC yang berafiliasi dengan Partai Socialist Union of Popular Forces SUPF. Persatuan buruh ini memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam parlemen, khususnya di Majelis Tinggi. 121

3. Pasca Reformasi Konstitusi 2011-Desember 2013

Kondisi masyarakat sipil dan CSO Maroko mulai mengalami perubahan sejak Revolusi Arab berlangsung. Di Maroko, Gerakan 20 120 Ibid, hlm. 21 121 Ibid, hlm. 10 Februari 2011 yang merupakan pengaruh dari Revolusi Arab menunjukkan dinamisme masyarakat sipil Maroko dan keinginan mereka untuk reformasi politik di Maroko. Gerakan ini diantaranya menyerukan perlawanan rakyat terhadap korupsi di kalangan birokrat dan anggota parlemen. Selain itu, gerakan ini juga menunjukkan beragamnya masyarakat sipil di Maroko dan isu yang diserukan, mulai dari feminis, aktivis HAM, pemuda, maupun kelompok Islamis. Dinamisme ini, menurut Rachid Tohtou dapat membangun jembatan penghubung antara cara formal dan informal dalam politik Maroko. 122 Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Raja Maroko kemudian merespon gerakan ini dengan melakukan reformasi konstitusi dan menetapkan Konstitusi 2011 sebagai Konstitusi baru. Adapun terkait peran dan kedudukan CSO dijelaskan dalam pasal 12 konstitusi, yaitu: “The associations of civil society and the non-governmental organizations are constituted and exercise their activities in all freedom, within respect for the Constitution and for the law... The associations interested in public matters and the non-governmental organizations, contribute, within the framework of participative democracy, in the enactment, the implementation and the evaluation of the decisions and the initiatives [projets] of the elected institutions and of the public powers..., The organization and functioning of the associations and the non-governmental organizations must conform to democratic principles.of a decision of justice.” “Asosiasi masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah diakui dan melaksanakan seluruh aktivitasnya dalam kebebasan, dengan tetap mematuhi konstitusi dan hukum... Asosiasi yang berkaitan dengan masalah publik dan organisasi non pemerintah, berkontribusi dalam kerangka demokrasi partisipatif, dalam penetapan, implementasi dan evaluasi keputusan dan inisiatif yang diambil oleh pemerintah dan pemimpin publik..., pengelolaan dan fungsionalisasi asosiasi dan organisasi non pemerintah harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip demokratis.” 123 122 Anwar, Van Groningen, Hendriks Awuy, dan Stork, hlm. 46 123 Jeffry J. Ruchti, Morocco: Draft Text of the Constitution Adopted at the Referendum of 1 July 2011 New York: William S. Hein Co., Inc: 2011, hlm. 8 Selain pasal 12, Pasal 13, 14, dan 15 juga memperbolehkan masyarakat sipil Maroko untuk berpartisipasi dalam pembuatan draf kebijakan parlemen, serta berperan aktif dalam membentuk, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kebijakan publik. Sementara itu, pasal 139 memperbolehkan pendirian mekanisme partisipatif di level daerah, sehingga masyarakat sipil Maroko dapat berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan di level daerah. Kejelasan status CSO dan posisi masyarakat sipil dalam kehidupan sosial dan politik Maroko di dalam konstitusi 2011 pada akhirnya dapat meredakan Gerakan 20 Februari. Namun demikian, keterlibatan aktor internasional dalam promosi demokrasi di Maroko seperti Uni Eropa dan AS justru semakin membentuk potensi CSO dan masyarakat sipil di Maroko. 124 Pasca penetapan konstitusi 2011, kesempatan CSO lokal Maroko untuk bekerjasama dengan institusi internasional semakin terbuka. Uni Eropa misalnya, membangun Civil Society Facility CSF di negara- negara European Neighborhood Policy ENP, termasuk di Maroko. Uni Eropa juga mengalokasikan dana sebesar 34 Juta Euro pada periode tahun 2011-2013 untuk mendanai fasilitas ini. CSF sendiri bertujuan untuk 124 Karima Rhanem, “Morocco turns Arab spring into a summer of Reform,” Pidato dalam Euro- Arab Seminar on Empowerment of Youth Organization and Led Civil Society Initiatives 22-24 Maret 2012 memperkuat dan mempromosikan peran organisasi masyarakat sipil dalam reformasi dan perubahan demokrasi. 125 Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya proses demokratisasi di Maroko telah berjalan sejak awal kemerdekaan, namun secara nyata baru dilaksanakan pada awal tahun 1990-an. Pada praktiknya, proses demokratisasi di Maroko lebih banyak mengalami hambatan karena tidak ada komitmen dari Kerajaan maupun pemerintah Maroko terhadap reformasi demokrasi yang ingin dilaksanakan. Oleh karena itu, aktor internasional seperti UE memiliki peran yang penting untuk memberi tekanan kepada pemerintah Maroko untuk benar-benar melaksanakan reformasi demokrasi. 125 European Commission, “Joint Staff Working Document: Implementation of the European Neighbourhood Policy in 2013 Regional report : A Partnership for Democracy and Shared Prosperity with the Southern Mediterranean Partners, ” 27 Maret 2014 hlm. 10 55 BAB III EUROPEAN NEIGHBORHOOD POLICY KEBIJAKAN EROPA UNTUK NEGARA TETANGGA DI MAROKO Sejak Uni Eropa UE melaksanakan proses perluasan keanggotaan, yang ditandai dengan bergabungnya sepuluh negara Eropa dengan UE pada tahun 2004, dan dua negara Eropa pada tahun 2007, sedikit banyak telah merubah perbatasan UE dengan negara-negara Eropa non-anggota UE, terutama di kawasan Eropa Timur Eastern Neighbours, menjadi kurang stabil dan lemah. 126 Oleh karena alasan di atas, UE merasa perlu untuk membentuk pendekatan strategis terhadap situasi di atas, dengan membentuk kembali perbatasan antara „orang dalam‟ dan „orang luar‟ dalam perbatasan-perbatasan UE. Selain itu, UE juga menginginkan pendekatan baru ini dapat mencakup definisi „tetangga‟ yang lebih luas, yaitu meliputi negara-negara Newly Independent States NIS, negara-negara Kaukasus, serta negara-negara Mediteranian Timur dan Selatan, termasuk di Maroko. 127 Untuk mewujudkan hal ini, maka dibentuklah European Neighborhood Policy ENP sebagai kerangka kebijakan luar negeri UE di negara-negara tetangganya. 126 Stefan Gänzle, “The European Neighbourhood Policy ENP: a Strategy for Security in Europe?” The Changing Politics of European Security, ed. Stefan Gänzle dan Allen. G. Sens New York: Palgrave Macmillan, 2007, hlm. 110. 127 Richard G. Whitman dan Stefan Wolff, “Much Ado About Nothing? The European Neighborhood Policy in Context,” The European Neighborhood Policy in Perspective: Context, Implementation and Impact, ed. Richard G. Whitman dan Stefan Wolff New York: Palgrave Macmillan, 2010, hlm. 3

A. Pengertian European Neighborhood Policy ENP