V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Perlindungan hukum terhadap konsumen produk daging hewan Potong pada
kenyataannya belum sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
konsumen dalam pasal 4 a konsumen memiliki hak yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang serta
Pasal 4 c memiliki hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang, sehingga konsumen memilik hak untuk
mendapatkan daging yang terjamin kualitasnya dan keamanannya. Namun sampai saat ini masih banyak pelaku usaha yang tidak mematuhi aturan
dalam melaksanakan
pemotongan hewan
yang dagingnya
untuk diperjualbelikan atau diperdagangkan diharus dilakukan melalui Rumah
Potong Hewan Ruminansia RPH-R. Dalam hal ini diatur dalam Pasal 61 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, pemotongan hewan potong yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di Rumah Potong Hewan Ruminansia RPH-R.
b. Tanggung jawab hukum pelaku usaha dalam hal ini apabila konsumen
dirugikan dikarenakan mengkomsumsi daging tersebut dilaksanakan dengan dasar hukum Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dalam bentuk pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan danatau pemberian santunan yang sesuai. Namun sampai saat ini belum pernah ada konsumen yang mengeluhkan kualitas daging yang kurang
baik akan tetapi apabila itu terjadi maka pelaku usaha akan bertanggungjawab sesuai dengan aturan yang berlaku.
c. Upaya hukum yang ditempuh konsumen terhadap kualitas daging hewan
yang dipotong tidak melalui Rumah Potong Hewan Ruminansia RPH-H dapat menempuh jalur secara damai dengan mengadukan kepada Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia YLKI. Yayasan Lenbaga Konsumen
Indonesia YLKI sebagai lembaga sosial dapat berperan aktif sebagai lembaga mediasi dalam melindungi konsumen. Dalam pelaksanaannya
apabila dalam mediasi tidak terjadi kesepakatan antara para pihak maka Yayasan Lenbaga Konsumen Indonesia YLKI melimpahkan permasalahan
ini kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK merupakan lembaga yang diberi
tugas dan wewenang oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen untuk memeriksa perkara atau sengketa konsumen. Keputusan BPSK bersifat final
dan mengikat atau dengan kata lain wajib dan harus dipatuhi oleh para pihak yang bersengketa.