Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA DAN

KREDIT USAHA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI

MANUFAKTUR KOTA PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI Oleh :

DOSMA H. E. SIHOTANG 060501072

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

Nama : DOSMA H. E. SIHOTANG

PENANGGUNGJAWAB SKRIPSI

NIM : 060501072

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar

Tanggal,

Pembimbing Skripsi

NIP. 19560112 198503 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

Hari : Rabu

BERITA ACARA UJIAN

Tanggal : 17 Maret 2010

Nama : DOSMA H. E. SIHOTANG

NIM : 060501072

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar

Ketua Departemen Pembimbing skripsi

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19560112 198503 1 002

(Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si)

Penguji I Penguji II

(Drs. Rujiman, MA)

NIP. 19510421 198203 1 002 NIP.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

Nama : DOSMA H. E. SIHOTANG

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

NIM : 060501072

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar

Tanggal,

Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001 (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

Tanggal,

Dekan

NIP. 19550810 198303 1 004 (Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec)


(5)

In facing the free trade era, so the growth of industry is pointed to : 1) the growth of bisnis area which is conducive, 2) the growth of financial institutions which give the access to the transparant and easier capital source, and 3) the growth of technology of industry.

ABSTRACT

The goals of this research is to know how far the influences of labour and credit of manufacture industry sector to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. The research method used quantitative approachment based on the secunder data numeric with years size are 1986-2008. The data were obtained from the BPS North Sumatera used dependent variable, that is GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City and independent variables, they are labour of manufacture industry sector (X1) and credit of manufacture industry sector (X2).

The result of this research shows that labour of manufacture industry sector and credit of manufacture industry sector give positive and significance influences to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. Because of it, the government and central bank need to support the growth of industry by credit policy and manpower policy, besides the protection industry policy.

Keywords : labour of manufacture industry sector, credit of manufacture industry sector, and GRDP of manufacture industry sector.


(6)

ABSTRAK

Dalam menghadapi era perdagangan bebas, maka pengembangan industri diarahkan pada : 1) pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif, 2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih mudah, dan 3) pengembangan teknologi industri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh tenaga kerja dan kredit usaha terhadap PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif berdasarkan data skunder yang berbentuk angka-angka dengan kurun waktu 1986-2008. Data diperoleh dari BPS Sumatera Utara menggunakan variabel dependen yaitu PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar (Y) dan variabel independen yaitu tenaga kerja (X1) dan kredit usaha (X2).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tenaga kerja dan kredit usaha mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar. Oleh sebab itu, pemerintah dan bank sentral perlu mendukung pengembangan sektor industri melalui kebijakan kredit perbankan dan kebijakan ketenagakerjaan, di samping kebijakan proteksi industri.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar”. Isi dan materi skripsi ini didasarkan pada penelitian kepustakaan dan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik.

Adapun skripsi ini diselesaikan sebagai tugas akhir penulis melengkapi syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit tantangan yang harus dihadapai baik materil maupun moril, oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih atas bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak yang terkait sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, khususnya kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Irsyad Lubis, Ph.D selaku Kepala dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku dosen pembimbing yang banyak membantu dan mengarahkan penulisan skripsi ini.


(8)

4. Bapak Rujiman, MA selaku dosen penguji I dan Bapak Walad Al-Tsani, M.Ec selaku dosen penguji II yang banyak memberi saran dan kritik dalam penyusunan skripsi.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku dosen wali dan dosen pengajar mata kuliah di FE-USU yang mengarahkan dan membuka wawasan selama mengikuti perkuliahan.

6. Staf administrasi FE-USU yang membantu dalam menyelesaikan urusan-urusan administrasi selama perkuliahan.

7. Pegawai BPS Sumatera Utara dan Kota Pematangsiantar yang membantu dalam memperoleh data yang diperlukan.

8. Ayahanda W. Sihotang dan ibunda L. Malau tercinta yang selalu mendukung dengan doa dan kasih sayang.

9. Adik-adik tercinta Yosephin, Jean, dan Censin yang selalu mendukung. 10.Semua sahabat mahasiswa EP ‘06 teristimewa Rasidah, Mediawati,

Rifanny, dan Khairiati yang memberikan dukungan dan saran.

11.Sahabat-sahabat terkasih Dionita, Eva, Jondi, dan Juni yang selalu mendukung.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak hal yang kurang dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna meningkatkan kualitas skripsi ini sehingga dapat dipergunakan dalam pengembangan dan pemahaman studi ilmiah.


(9)

Medan, Maret 2010 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ……….. i

ABSTRAK ……….. ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ……….. x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1Latar Belakang ……….. 1

1.2Perumusan Masalah ……….. 5

1.3 Hipotesis ……….. 5

1.4 Tujuan Penelitian ……….. 6

1.5Manfaat Penelitian ……….. 6

BAB II URAIAN TEORITIS ……….. 7

2.1 Sektor Industri ……….. 7

2.1.1 Pengertian Industri ……….. 7

2.1.2 Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Ekonomi …. 15 2.1.3 Keterkaitan antar Industri ………. 17

2.1.4 Industri dan Tujuan Pembangunan ………. 18

2.1.5 Industri Subsitusi Impor (ISI) ……… . 19

2.1.6 Industri Promosi Ekspor (IPE) ……….. 21

2.1.7 Pola Pengembangan Industri ……….. 23

2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ……….. 24

2.2.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ….. 24

2.2.2 Metode Penghitungan PDRB ……….. 26

2.2.3 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional ……….. 29


(11)

2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja ……….. 31

2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja ……….. 32

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja ……….. 37

2.4 Kredit ……….. 39

2.4.1 Pengertian Kredit ……….. 39

2.4.2 Klasifikasi Kredit ……….. 42

2.4.3 Manfaat Kredit ……….. 45

BAB III METODE PENELITIAN……….. 47

3.1 Ruang Lingkup Penelitian………... 47

3.2 Jenis dan Sumber Data ……….. 47

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……….. 47

3.4 Pengolahan Data ……….……… 48

3.5 Model Analisis ……….. 48

3.6 Test of Goodness 0f Fit (Uji Kesesuaian) ……….. 50

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-square) ……….. 50

3.6.2 Uji t-statistik ……….. 50

3.6.3 Uji F-statistik ……….. 52

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 53

3.7.1 Autokorelasi (Serial Correlation) ………….. ……… 53

3.10 Defenisi Operasional ………... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 56

4.1 Gambaran Umum Kota Pematangsiantar ……….. 56

4.1.1 Kondisi Geografis ……….. 56

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi ……….. 57

4.1.3 Kondisi Demografi ………... 57 4.1.4 Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Kota


(12)

Pematangsiantar ……….. 58

4.1.5 Perkembangan PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar ……….. 60

4.1.6 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar ……….. 62

4.1.7 Perkembangan Kredit Usaha Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar ……….. 63

4.2 Analisis Data ……….. 65

4.2.1 Pengujian Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ……….. 65

4.2.2 Interpretasi Data ……….. 67

4.2.3 Test of Goodness 0f Fit (Uji Kesesuaian) ……….. 68

4.2.4 Koefisien Determinasi (R-square) ……….. 68

4.2.5 Uji t-statistik ……….. 69

4.2.6 Uji F-statistik ……….. 71

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 72

3.7.1 Multikolinieritas ……….. 72

3.7.2 Autokorelasi (Serial Correlation) ………….. ……… 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 75

5.1 Kesimpulan ……….. 75

5.2 Saran ……….. 76

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1 Luas wilayah Kota Pematangsiantar berdasarkan kecamatan ….. 56 Tabel 4.2 Jumlah penduduk Kota Pematangsiantar tahun 1994-2005 ….. 58 Tabel 4.3 Perkembangan jumlah industri manufaktur di Kota

Pematangsiantar tahun 1999-2007 ……….. 59 Tabel 4.4 Jumlah industri manufaktur di Kota Pematangsiantar menurut

kelompok industri (unit usaha) ……….. 60 Tabel 4.5 Perkembangan PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota

Pematangsiantar Atas Dasar Harga Konstan tahun 1986-2008 ….. 61 Tabel 4.6 Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Kota

Pematangsiantar tahun 1986-2008 ……….. 63 Tabel 4.7 Perkembangan Kredit Usaha Industri Manufaktur Kota


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja ……….. 32

Gambar 2.2 Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja ……….. 33

Gambar 3.1 Kurva Uji t-statistik ……….. 51

Gambar 3.2 Kurva Uji F-statistik ……….. 53

Gambar 3.3 Kurva LM test ……….. 55

Gambar 4.1 Kurva Uji t-statistik Tenaga Kerja ……….. 69

Gambar 4.2 Kurva Uji t-statistik Kredit Usaha ……….. 70

Gambar 4.3 Kurva Uji F-statistik ……….. 71


(15)

In facing the free trade era, so the growth of industry is pointed to : 1) the growth of bisnis area which is conducive, 2) the growth of financial institutions which give the access to the transparant and easier capital source, and 3) the growth of technology of industry.

ABSTRACT

The goals of this research is to know how far the influences of labour and credit of manufacture industry sector to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. The research method used quantitative approachment based on the secunder data numeric with years size are 1986-2008. The data were obtained from the BPS North Sumatera used dependent variable, that is GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City and independent variables, they are labour of manufacture industry sector (X1) and credit of manufacture industry sector (X2).

The result of this research shows that labour of manufacture industry sector and credit of manufacture industry sector give positive and significance influences to GRDP of manufacture industry sector in Pematangsiantar City. Because of it, the government and central bank need to support the growth of industry by credit policy and manpower policy, besides the protection industry policy.

Keywords : labour of manufacture industry sector, credit of manufacture industry sector, and GRDP of manufacture industry sector.


(16)

ABSTRAK

Dalam menghadapi era perdagangan bebas, maka pengembangan industri diarahkan pada : 1) pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif, 2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang dapat memberikan akses terhadap sumber modal yang transparan dan lebih mudah, dan 3) pengembangan teknologi industri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh tenaga kerja dan kredit usaha terhadap PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif berdasarkan data skunder yang berbentuk angka-angka dengan kurun waktu 1986-2008. Data diperoleh dari BPS Sumatera Utara menggunakan variabel dependen yaitu PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar (Y) dan variabel independen yaitu tenaga kerja (X1) dan kredit usaha (X2).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tenaga kerja dan kredit usaha mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar. Oleh sebab itu, pemerintah dan bank sentral perlu mendukung pengembangan sektor industri melalui kebijakan kredit perbankan dan kebijakan ketenagakerjaan, di samping kebijakan proteksi industri.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi struktural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor industri terhadap perekonomian nasional hampir mencapai 25%.

Sejak pertengahan tahun 1980-an peranan sektor industri manufaktur mulai meningkat, menyamai peranan sektor migas dan pertanian. Perkembangan yang menakjubkan tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga dalam perdagangan internasional. Pada tahun 1996, nilai ekspor non migas mencapai 76,44% dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Sekitar 61,14% diantaranya berasal dari ekspor barang industri. Kemajuan ekonomi yang diraih Indonesia pada saat itu, menyebabkan Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu Negara Ajaib di Asia Timur (The East Asian Miracle).

Sumbangan sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional di tahun 1996 adalah sebesar 22,1%, sedangkan pada tahun 2004 sebesar 24,6% dan pada tahun 2003 sebesar 25,0%. Cabang industri yang memberikan sumbangan terbesar terhadap PDB pada tahun 2004 adalah industri makanan,


(18)

minuman dan tembakau, meskipun tahun 2004 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelum 2003, yaitu sebesar 6,9%. Kontribusi terbesar lainnya adalah industri alat angkut, mesin dan peralatan sebesar 5,5%, produk industri pupuk, kimia serta barang dari karet sebesar 4,2%.

Profil sektor industri Indonesia secara garis besar berdasarkan Sensus Ekonomi 2006 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT) memiliki peranan yang cukup besar dalam industri manufaktur dilihat dari sisi jumlah unit usaha dan daya serap tenaga kerja, namun lemah dalam menyumbang nilai output. Pada tahun 2006, dari total unit usaha manufaktur di Indonesia sebanyak 3,2 juta, ternyata 99,3% merupakan unit usaha IKRT. IKRT, dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20 orang, mampu menyediakan kesempatan kerja sebesar 60,3% dari total kesempatan kerja. Kendati demikian, sumbangan nilai output IKRT terhadap industri manufaktur hanya sebesar 10,3%. Pola ini sedikit meningkat dari tahun ke tahunnya (2002-2006). Banyaknya jumlah orang yang bekerja pada IKRT memperlihatkan betapa pentingnya peranan IKRT dalam membantu memecahkan masalah pengangguran dan pemerataan distribusi pendapatan.

Di sisi lain, Industri Besar dan Menengah (IBM) memberikan kontribusi yang dominan dari sisi nilai output. Pada tahun 2002, IBM menyumbang 91,6% dari keseluruhan nilai output, menyerap sekitar 39,9% dari total kesempatan kerja, namun dari sisi unit usaha hanya menyumbang 0,8% dari total unit usaha yang ada. Pada tahun 2006, IBM menyumbang 89,7% dari keseluruhan nilai output,


(19)

menyediakan lapangan pekerjaan sekitar 39,7% dari total kesempatan kerja, namun hanya menyumbang 0,7% dari total unit usaha yang ada.

Sumber daya manusia (tenaga kerja) tentu sangat diperlukan dalam beroperasinya industri dan akan lebih efektif dengan spesialisasi kerja. Alokasi tenaga kerja yang efektif adalah permulaan pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain alokasi tenaga kerja yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi (Adam Smith dalam Subri, 2003). Seperti diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi tahun tertentu dapat diperoleh dari pengurangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun tertentu dengan PDRB tahun sebelumnya kemudian dibagi PDRB tahun sebelumnya, dengan demikian pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan PDRB.

Dalam memajukan sektor industri perlu diberikan kredit bagi pengusaha. Kredit usaha industri merupakan fasilitas pinjaman yang diberikan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang untuk membiayai penyediaan capital goods seperti pendirian pabrik, pembelian mesin, perluasan usaha, atau keperluan rehabilitasi dan untuk membiayai operasional (Simorangkir, 2004). Untuk mengoptimalkan pemberian kredit usaha industri oleh bank-bank umum, Bank Indonesia bersama dengan perbankan selama ini telah menempuh tiga strategi dasar sebagai berikut : Pertama, penerapan batas minimum pemberian kredit sebesar 20% dari keseluruhan kredit bagi semua bank. Kedua, mengembangkan kelembagaan dengan memperluas jaringan perbankan, mendorong kerja sama antar bank dalam penyaluran kredit usaha dan mengembangkan lembaga-lembaga keuangan yang sesuai dengan kebutuhan penduduk berpenghasilan rendah, seperti


(20)

pendirian Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Ketiga, pemberian bantuan teknis melalui Proyek Pengembangan Usaha Kecil dan Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (Kuncoro, 2008).

Kota Pematangsiantar merupakan wilayah perkotaan sehingga tidak sesuai dikembangkan untuk kegiatan pertanian. Wilayah perkotaan cenderung sesuai untuk kegiatan industri, perdagangan, dan jasa. Salah satu alasan berkembangnya sektor industri di Kota Pematangsiantar adalah karena secara geografis terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun, dimana kabupaten ini unggul pada beberapa jenis komoditas pertanian sehingga dapat berfungsi sebagai penyedia input (hinterland) bagi industri Kota Pematangsiantar. Pada periode 1983-1995 PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar terus meningkat, namun di tahun 1996 mengalami penurunan sebesar 4,43%. Pada tahun 1999 meningkat kembali sebesar 2,80% yang menunjukkan mulai bangkitnya sektor industri paska krisis ekonomi.

Hasil industri andalan Kota Pematangsiantar adalah rokok putih filter dan nonfilter serta tepung tapioka. Pada tahun 2000, dengan tenaga kerja sebanyak 2.700 orang, NV Sumatra Tobacco Trading Company (STTC), produsen rokok yang berdiri sejak 1952, menghasilkan 11,06 milyar batang rokok putih filter dan 75 juta batang rokok putih nonfilter. Dari seluruh hasil produksi rokok filter tersebut, 88,14% dijual ke luar negeri terutama ke Malaysia, negara-negara Timur Tengah dan Asia Timur, dengan nilai ekspor mencapai Rp 345 juta. Sisanya sebesar 11,86% rokok putih filter dan seluruh hasil produksi rokok putih nonfilter dijual di dalam negeri dengan nilai penjualan mencapai Rp 83 milyar. Sementara


(21)

itu, Taiwan menjadi negara tujuan penjualan tepung tapioka yang diproduksi kota ini. Tahun 2000, volume ekspor tepung tapioka mencapai 3,8 ton dan tepung Modified Starch mencapai 2,7 ton. Keseluruhan nilai penjualan ekspor kedua jenis komoditas ini mencapai Rp 12,9 milyar. Industri lain yang juga memberi kontribusi terhadap perekonomian kota Pematangsiantar diantaranya adalah industri makanan, tekstil, perabot, percetakan, dan, kimia.

Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Tenaga Kerja dan Kredit Usaha Terhadap PDRB Sektor Industri Manufaktur Kota Pematangsiantar”.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh tenaga kerja sektor industri manufaktur terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar?

2. Bagaimana pengaruh kredit usaha industri manufaktur tahun sebelumnya terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar?

1.3 Hipotesis

1. Tenaga kerja sektor industri manufaktur mempunyai pengaruh yang positif terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar.

2. Kredit usaha industri manufaktur tahun sebelumnya mempunyai pengaruh yang positif terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar.


(22)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tenaga kerja sektor industri manufaktur terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kredit usaha industri manufaktur tahun sebelumnya terhadap PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan yang dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

2. Menambah dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang telah ada, khususnya mengenai sektor industri.

3. Sebagai tambahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang mengambil topik yang sama di masa mendatang.


(23)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Sektor Industri 2.1.1 Pengertian Industri

Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Disebabkan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya.


(24)

Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing (Siahaan, 1996), adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja

Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi :

a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan.

b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan.

c. Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial


(25)

tertentu. Misalnya: industri konveksi, industri bordir, dan industri keramik.

d. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.

2. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi usaha

Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan industri. Berdasarkan lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan menjadi :

a. Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.

b. Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang pendidikannya.


(26)

c. Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industry), yaitu industri yang didirikan dekat atau di tempat pengolahan. Misalnya: industri semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).

d. Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.

e. Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industry), yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.

3. Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi

Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi :

a. Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya


(27)

menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.

b. Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubel.

4. Klasifikasi industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian

Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :

a. Industri Kimia Dasar (IKD)

Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan modal yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk kelompok IKD adalah sebagai berikut :


(28)

1) Industri kimia organik, misalnya : industri bahan peledak dan industri bahan kimia tekstil.

2) Industri kimia anorganik, misalnya : industri semen, industri asam sulfat, dan industri kaca.

3) Industri agrokimia, misalnya : industri pupuk kimia dan industri pestisida.

4) Industri selulosa dan karet, misalnya : industri kertas, industri pulp, dan industri ban.

b. Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)

Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut :

1) Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya : mesin traktor, mesin hueler, dan mesin pompa.

2) Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya : mesin pemecah batu, buldozer, excavator, dan motor grader.

3) Industri mesin perkakas, misalnya : mesin bubut, mesin bor, mesin gergaji, dan mesin pres.


(29)

4) Industri elektronika, misalnya : radio, televisi, dan komputer.

5) Industri mesin listrik, misalnya : transformator tenaga dan generator.

6) Industri kereta api, misalnya : lokomotif dan gerbong.

7) Industri kendaraan bermotor (otomotif), misalnya : mobil, motor, dan suku cadang kendaraan bermotor.

8) Industri pesawat, misalnya : pesawat terbang dan helikopter.

9) Industri logam dan produk dasar, misalnya : industri besi baja, industri alumunium, dan industri tembaga.

10) Industri perkapalan, misalnya : pembuatan kapal dan reparasi kapal.

11) Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya : mesin produksi, peralatan pabrik, dan peralatan kontruksi.

c. Aneka Industri (AI)

Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut :


(30)

2) Industri alat listrik dan logam, misalnya : kipas angin, lemari es, dan mesin jahit, televisi, dan radio.

3) Industri kimia, misalnya : sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik, obatobatan, dan pipa.

4) Industri pangan, misalnya : minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan kemasan.

5) Industri bahan bangunan dan umum, misalnya : kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer.

d. Industri Kecil (IK)

Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya : industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).

e. Industri Pariwisata

Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa wisata seni dan budaya (misalnya : pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya : peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum geologi), wisata alam (misalnya : pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan


(31)

wisata kota (misalnya : melihat pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).

2.1.2 Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Ekonomi

Industrialisasi sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Dengan kata lain, pembangunan industri itu merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk hanya sekedar mencapai fisik saja.

Industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber daya alam dan sumber daya lainya. Hal ini berarti pula sebagai suatu usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang lingkup kegiatan manusia. Dengan demikian dapat diusahakan secara “vertikal” semakin besarnya nilai tambah pada kegiatan ekonomi dan sekaligus secara “horizontal” semakin luasnya lapangan kerja produktif bagi penduduk yang semakin bertambah.

Banyak pendapat muncul bahwa industri itu mempunyai peranan penting sebagai sektor pemimpin (leading sector). Sektor pemimpin ini maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainya seperti sektor pertanian dan sektor jasa. Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian


(32)

dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdirinya lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemasaran/periklanan, dan sebagainya, yang kesemuanya itu nanti akan mendukung lajunya pertumbuhan industri. Seperti diungkapkan sebelumnya, berarti keadaan menyebabkan meluasnya peluang kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan permintaan masyarakat (daya beli). Kenaikan pendapatan dan peningkatan permintaan (daya beli) tersebut menunjukkan bahwa perekonomian itu tumbuh sehat.

UNIDO (United Nations for Industrial Development Organization) mengelompokkan negara-negara sebagai berikut (Muhammad, 1992) :

• Kelompok negara non-industri apabila sumbangan sektor industri terhadap PDB kurang dari 10 persen.

• Kelompok negara dalam proses industrialisasi apabila sumbangan tersebut antara 10-20 persen.

• Kelompok negara semi industrialisasi jika sumbang tersebut antara 20-30 persen.

• Kelompok negara industri jika sumbangan tersebut lebih dari 30 persen. Perroux mengatakan, pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti pendapat Perroux (dalam Muhammad, 1992) adalah sebagai berikut :

1. Dalam proses pembangunan akan timbul industri pemimpin yang merupakan industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterkaitan antar industri sangat erat, maka


(33)

perkembangan industri pemimpin akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan industri pemimpin tersebut.

2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri di daerah tersebut akan mempengaruhi perkembangan daerah-daerah lainya.

3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari industri pemimpin atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif.

2.1.3 Keterkaitan antar Industri

Pendapat-pendapat yang mendukung investasi dalam bidang industri sebagai suatu prioritas pembangunan bukan hanya didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan industri menyertai pembangunan. Para penganjur industri menunjukkan bahwa industri merupakan suatu sektor pemimpin karena industri tersebut merangsang dan mendorong investasi-investasi di sektor-sektor lain juga. Pola perkembangan industri dimana barang hasil produksi suatu industri dimanfaatkan oleh industri lainnya adalah bentuk keterkaitan antar industri.


(34)

Konsep pertumbuhan tidak seimbang menunjukkan bahwa pertumbuhan yang cepat dari satu atau beberapa industri mendorong perluasan industri-industri lainnya yang terkait dengan sektor industri yang tumbuh lebih dahulu tersebut. Keterkaitan-keterkaitan ini bisa keterkaitan ke belakang, misalnya industri tekstil menyebabkan peningkatan produksi kapas atau zat-zat pewarna untuk disediakan bagi industri tekstil tersebut. Keterkaitan tersebut bisa juga keterkaitan ke depan, misalnya adanya industri tekstil domestik mendorong tumbuhnya investasi dalam industri pakaian jadi.

2.1.4 Industri dan Tujuan Pembangunan

Setelah melihat industri dari berbagai perspektif, maka dapat disimpulkan peranan yang diharapkan dari industri terhadap pembangunan. Pertama, industrialisasi bukanlah suatu “obat yang paling mujarab” untuk mengobati keterbelakangan. Tidak ada satupun faktor produksi, atau kebijaksanaan, atau sektor, yang bisa menyelesaikan secara sendiri-sendiri proses pembangunan. Demikian pula halnya dengan industri. Tetapi sektor industri mempunyai 2 pengaruh yang penting dalam setiap program pembangunan. Pertama, produktivitas yang lebih besar dalam industri merupakan kunci untuk meningkatkan pendapatan per kapita. Kedua, industri pengolahan memberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar bagi Industri Subsitusi Impor (ISI) yang efesien dan meningkatkan ekspor daripada industri primer.

Jika industrialisasi bukan merupakan obat yang mujarab bagi keterbelakangan, demikian juga halnya pembangunan perdesaan. Masing-masing membutuhkan yang lainnya, dan akan gagal jika pertumbuhan tidak seimbang


(35)

serta terlalu jauh. Industri bisa menyediakan input-input produktif, terutama pupuk dan peralatan pertanian yang sederhana, bagi pertanian. Jika kebijaksanaan luar negeri dijalankan dan industri pengolahan telah efisien, input-input tersebut bisa ditawarkan dengan harga yang lebih murah daripada harga impor. Hubungan tersebut bisa kebalikannya, karena pertanian menyediakan bahan-bahan baku untuk industri, misalnya kapas, tembakau atau karet. Pertanian dan industri juga saling menyediakan pasar bagi barang-barang produksinya masing-masing. Jika pendapatan sektor pertanian tersebut tumbuh secara merata. Dimana di butuhkan land-reform dan pembangunan pedesaan yang sangat meluas, maka industri akan menikmati pasar yang lebih luas bagi barang-barang konsumsinya. Sejalan dengan itu. Pertumbuhan pendapatan di perkotaan yang didorong oleh perluasan industri, akan mendorong pertumbuhan output pertanian dan produktivitas melalui kenaikan permintaan akan pangan. Namun demikian, kunci dari permintaan akan pangan tersebut adalah tingkat pengerjaan yang meningkat dan perbaikan distribusi pendapatan di perkotaan.

2.1.5 Industri Subsitusi Impor (ISI)

Salah satu strategi industrialisasi yang dilaksanakan Indonesia, sejak zaman pemerintahan Orde Baru adalah Industri Subsitusi Impor (ISI). ISI ini diharapkan bisa menghasilkan barang-barang baru dalam negeri yang semula diimpor. Setelah subsitusi impor berhasil, baru kemudian sebagian hasil produknya diekspor. Jadi subsitusi impor ini memegang peranan penting dalam mengenalkan barang-barang baru yang dulunya diimpor dan kemudian dihasilkan sendiri.


(36)

Alasan untuk mengadakan ISI ini sebenarnya berbeda-beda antara suatu negara dengan negara lain. Namun demikian, berikut ini dijelaskan beberapa alasan penting :

• ISI dimaksudkan untuk mengurangi atau menghemat penggunaan devisa. Seperti diketahui, hampir semua negara berkembang seringkali mengalami kekurangan devisa. Oleh karena itu, devisa yang sedikit harus digunakan secara efektif dan efesien.

• Dengan adanya ISI biasanya pemerintah melakukan proteksi terhadapnya dengan cara pembatasan barang-barang impor. Pembatasan barang-barang impor tersebut tentu saja akan mengurangi jumlah barang-barang impor, sementara itu permintaan di dalam negeri masih tetap besar, sehingga pada akhirnya para pengusaha dalam negeri terdorong untuk meningkatkan produksi barang-barang yang terkena pembatasan impor tersebut. Dengan kata lain, ISI ini bisa merangsang kegiatan ekonomi para pengusaha di dalam negeri.

• ISI bisa dimaksudkan untuk segera dapat memenuhi kebutuhan sendiri akan berbagai barang industri dan juga karena semangat kemerdekaan yang timbul di negara berkembang, yang kemudian diikuti pula oleh keinginan untuk mencapai kemerdekaan dalam bidang ekonomi.

• Alasan lain bagi adanya ISI adalah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi di dalam negeri. Walaupun suatu negara tidak mengalami kesulitan devisa, tetapi untuk memajukan perekonomian dan mendorong timbulnya industri-industri utama di dalam negeri, Negara tersebut


(37)

melakukan proteksi dan memberikan berbagai macam fasilitas kepada para pengusaha. Dengan demikian keuntungan yang diperoleh para pengusaha bisa meningkat dan dapat mendorong kegiatan ekonomi lebih lanjut.

Dalam pelaksanaannya kebijaksanaan ISI, ada berbagai masalah yang dihadapi oleh negara berkembang yang melaksanakannya. Pertama, kualitas barang yang dihasilkan. Kualitas barang yang dihasilkan di dalam negeri sebagai barang subsitusi impor sering jauh lebih rendah daripada hasil produksi luar negeri. Kualitas yang rendah ini akan sulit untuk diekspor. Dengan demikian, ISI bukannya menghemat penggunaan devisa tetapi juga menurunkan penerimaan ekspor. Kedua, biaya produksi.pada tahap awal industrialisasi bisanya dibutuhkan biaya yang sangat besar digunakan untuk tenaga kerja, membeli mesin-mesin, dan membeli bahan-bahan baku yang diperlukan. Jadi modal yang diperlukan sangat banyak. Jika suatu negara mempuyai modal yang sedikit, maka dalam tahap awal indutrialisasinya terpaksa mendatangkan modal dan tenaga kerja dari luar negeri.

2.1.6 Industri Promosi Ekspor (IPE)

Menurut Krueger (1997), ada 4 faktor yang menerangkan mengapa strategi industalisasi promosi ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat daripada strategi ISI, keempat faktor tersebut adalah :

1. Kaitan sektor pertanian dengan sektor industri

Pengalaman beberapa negara berkembang, antara lain India, RRC dan Filipina, telah menunjukan bahwa suatu sektor pertanian yang pertumbuhannya lamban dapat menghambat pertumbuhan ekonomi pada


(38)

produksi pertanian yang lamban akan meningkatkan harga pangan, sehingga tingkat upah juga cenderung naik, sehingga pada akhirnya akan dapat menghambat pertumbuhan sektor industri.

2. Skala ekonomis

Bagi industri dimana faktor skala ekonomi adalah penting, maka strategi promosi ekspor akan dapat memberikan dorongan yang lebih kuat kepada perusahaan-perusahaan yang baru daripada strategi ISI, karena perusahaan-perusahaan ini dapat menyusun rencana investasi, produksi, dan pemasaran mereka atas dasar potensi pasar domestik dan pasar ekspor. Dengan strategi promosi ekspor sejak semula dapat dibangun pabrik dengan skala ekonomi yang efisien, oleh karena dalam membangun pabrik-pabrik tersebut para pengusaha sudah merencanakan untuk memasarkan sebagian dari produksi mereka di pasar dunia.

3. Dampak persaingan atas prestasi perusahaan

Suatu segi positif yang penting dari strategi promosi ekspor adalah bahwa persaingan di pasar ekspor mengharuskan para pengusaha untuk menjajaki berbagai cara untuk menekan biaya produksi mereka sampai ke tingkat yang serendah-rendahnya, sehingga hasil produksi mereka dapat bersaing dalam harga di pasar ekspor.

4. Kekurangan devisa atas pertumbuhan ekonomi

Jika kekurangan devisa dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang pesat pada tingkat makro ekonomi, skala investasi nasional perlu


(39)

dikurangi, jika diperkirakan bahwa pada tahun mendatang akan dihadapi masalah kekurangan devisa.

2.1.7 Pola Pengembangan Industri

Pengelompokan pola pikir industrialisasi secara keseluruhan telah tercakup dalam Pola Pengembangan Indutri Nasional (PPIN) yang dibuat oleh Departemen Perindustrian (dalam Siahaan, 1996). PPIN tersebut berintikan 6 butir kebijakan :

1. Pengembangan industri yang diarahkan untuk pendalaman dan pemantapan struktur industri serta dikaitkan dengan sektor lainnya.

2. Pengembangan indutri permesinan dan elektronika penghasil barang modal.

3. Pengembangan industri kecil.

4. Pembangunan ekspor komoditi industri.

5. Pembangunan kemampuan penelitian, pengembangan dan rancang bangun khususnya perangkat lunak dan perekayasaan.

6. Pembangunan kemampuan para wiraswasta dan tenaga kerja industri berupa manajemen, keahlian, kejujuran serta keterampilan.

2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

2.2.1 Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah dalam satu periode tertentu adalah PDRB. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah oleh seluruh unit ekonomi. Nilai akhir dari PDRB


(40)

akan sama dengan total nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta ekspor bersih.

Konsumsi terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok : barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Barang tidak tahan lama (nondurable goods) adalah barang-barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Barang tahan lama (durable goods) adalah barang-barang yang memiliki usia panjang, seperti mobil dan televisi. Jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu atau perusahaan, seperti pangkas rambut dan berobat ke rumah sakit.

Investasi terdiri dari barang–barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok : investasi tetap bisnis, investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik dan peralatan baru oleh perusahaan. Investasi tetap residensi adalah pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Sedangkan investasi persediaan adalah peningkatan dalam persediaan barang perusahaan.

Pengeluaran pemerintah adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Pembayaran transfer kepada individu, seperti jaminan sosial dan kesejahteraan tidak termasuk pengeluaran pemerintah karena merealokasi pendapatan yang ada dan tidak membuat perubahan dalam barang dan jasa.

Ekspor bersih adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurang nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. Ekspor bersih


(41)

menunjukkan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita, yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik.

Umumnya PDRB dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas harga berlaku (nominal) dan PDRB atas harga konstan (riil). PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada PDRB atas harga berlaku sudah termasuk unsur inflasi. Sedangkan PDRB atas harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu, misalnya 1983, 1993, atau 2000. PDRB atas harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan PDRB atas harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun.

Setelah PDRB atas harga berlaku dan PDRB atas harga konstan diketahui, maka dapat dihitung deflator PDRB. Deflator PDRB didefinisikan sebagai rasio PDRB atas harga berlaku terhadap PDRB atas harga konstan.

Deflator PDRB =

Deflator PDRB mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian.

2.2.2 Metode Penghitungan PDRB a. Metode Langsung

1) Pendekatan Produksi (Production Approach)

PDRB merupakan jumlah nilai tambah bruto atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi di suatu wilayah dan


(42)

produksi bruto dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi.

Y = P1Q1 + P2Q2 + … + PnQn

Dimana :

Y = PDRB

P1, P2, …, Pn = Harga satuan produk pada satuan masing-masing

sektor ekonomi

Q1, Q2, …, Qn = Jumlah produk pada satuan masing-masing sektor

ekonomi

Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda.

2) Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dan periode tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka nilai tambah bruto adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan laba yang kesemuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pola komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

Y = Yw + Yr + Yi + Yp

Dimana :

Y = Pendapatan regional atau PDRB Yw = Pendapatan upah / gaji


(43)

Yr = Pendapatan sewa

Yi = Pendapatan bunga

Yp = Pendapatan laba

3) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih di dalam suatu wilayah dan periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan nilai tambah bruto bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.

Y = C + I + G + (X – M) Dimana :

Y = PDRB

C = Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi I = Pengeluaran perusahaan untuk investasi G = Pengeluaran pemerintah

(X-M) = Ekspor bersih

Yang dihitung hanya nilai transaksi-transaksi barang jadi saja, untuk menghindari adanya perhitungan ganda.

b. Metode Tidak Langsung (Alokasi)

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasi nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok


(44)

kegiatan pada tingkat regional. Metode ini menggunakan indikator yang paling besar pengaruhnya terhadap produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.

2.2.3 Kegunaan Statistik Pendapatan Regional

Data statistik pendapatan regional memberikan informasi yang berguna mengenai berbagai aspek dari kegiatan ekonomi (Sukirno, 2004:55) yaitu :

a. Menilai prestasi kegiatan ekonomi

Semakin tinggi pendapatan regional, semakin besar jumlah output yang diciptakan dalam suatu wilayah dan semakin tinggi kapasitas barang-barang modal yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan. Kenaikan pendapatan regional juga berkaitan erat dengan kenaikan kesempatan kerja. Apabila tingkat pengangguran masih tinggi, keadaan itu menggambarkan bahwa pendapatan regional yang dicapai masih di bawah potensi maksimal.

b. Menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai

Dengan membandingkan statistik pendapatan riil pada suatu tahun tertentu dengan pendapatan riil pada tahun-tahun sebelumnya akan dapat ditentukan tingkat pertumbuhan ekonomi.

c. Memberi informasi mengenai struktur kegiatan ekonomi

Data pendapatan regional yang dihitung dengan cara pengeluaran menunjukkan nilai dan komposisi pengeluaran agregat,


(45)

seperti konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi, ekspor, dan impor.

Data pendapatan yang dihitung dengan cara produk neto memberikan gambaran tentang peranan berbagai sektor dalam perekonomian, yaitu menunjukkan nilai output yang mereka ciptakan dan persentase sumbangan berbagai sektor terhadap pendapatan regional.

d. Memberi gambaran mengenai taraf kemakmuran

Tingkat kemakmuran penduduk suatu regional dapat diketahui melalui pendapatan per kapita yang diperoleh penduduk tersebut. e. Sebagai dasar untuk membuat ramalan dan perencanaan

Data pendapatan regional pada masa kini dan masa lalu dapat memberi informasi penting mengenai cirri-ciri dari kegiatan ekonomi, seperti dapat menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai dan sektor-sektor yang mewujudkan pertumbuhan tersebut, perkembangan ekspor dan investasi, dan berbagai informasi penting lainnya. Berdasarkan data tersebut, pemerintah dapat merumuskan kebijakan ekonomi untuk mewujudkan pembangunan di masa mendatang, seperti meramalkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai, perkembangan investasi dan ekspor, dan sebagainya.


(46)

2.3 Tenaga Kerja

2.3.1 Pengertian Tenaga Kerja

Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi ke dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja (sering disebut pekerja) dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.

Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan merupakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja.

Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefenisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.


(47)

Menurut UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan disebutkan bahwa : “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.

2.3.2 Teori Tentang Tenaga Kerja

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho dalam Subri, 2003:54). Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor).

W

S

We - - - E

D

0 Ne N


(48)

excess supply SL W1 - - -

DL

0 N1 N2 N

W

SL

W1

excess demand DL

0 N1 N2 N

Gambar 2.2 : Kurva Ketidakseimbangan Pasar Tenaga Kerja

Keterangan gambar :

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor) DL = Permintaan tenaga kerja (demand for labor) W = Upah (wage)

L = Jumlah tenaga kerja (labor) Penjelasan gambar :


(49)

1. Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Le

pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian, titik

keseimbangan adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We, semua

orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We.

2. Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W1, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan

tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2, sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian,

ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.

3. Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada

penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang

diminta adalah sebanyak N2.

Terdapat beberapa tokoh yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya : a. Adam Smith (1729-1790)

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada SDM yang mengolahnya, sehingga bermanfaat bagi kehidupan.


(50)

Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

b. Lewis (1959)

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja di sektor lain. Ada dua struktur di dalam perekonomian, yaitu subsisten terbelakang dan kapitalis modern. Pada subsisten terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja pada subsisten terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Pada subsisten terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada kapitalis modern. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja pada subsisten terbelakang akan diserap.

Dengan terserapnya kelebihan pekerja di sektor industri modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat.


(51)

Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan.

Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari subsisten terbelakang ke kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.

c. Fei-Ranis (1961)

Teori Fei-Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang mempunyai cirri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembagunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh yakni :

1) Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) Dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama. 2) Tahap ini dimana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi

memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.

3) Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dalam hal ini, kelebihan pekerja


(52)

terserap ke sektor jasa dan industri yang terus-menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja

a. Tingkat upah

Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect).

Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek subsitusi (substitution effect).

b. Teknologi

Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan teknologi yang menyebabkan hasil produksi yang


(53)

lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh dalam menetukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada kemampuan manusia. Misalnya, mesin huller (penggilingan padi) akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja untuk menumbuk padi.

c. Produktivitas tenaga kerja

Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh berapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 30 karyawan dengan produktivitas standar yang bekerja selama 6 bulan. Namun dengan karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh 20 karyawan dengan waktu 6 bulan.

Arsyad Anwar (dalam Kasnawi, 1999) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu perkembangan barang modal per pekerja, perbaikan tingkat keterampilan, pendidikan, dan kesehatan pekerja, meningkatkan skala usaha, perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi output dari tiap sektor atau subsektor, serta perubahan teknik produksi. Di lain pihak, Basri (dalam Kasnawi, 1999) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah.


(54)

d. Kualitas tenaga kerja

Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitas meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.

2.4 Kredit

2.4.1 Pengertian Kredit

Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan.

Pengaruh kredit usaha terhadap PDRB menurut Beck (2009) adalah postif dan signifikan. Penelitian yang dilakukannya dengan metode cross-section (beberapa negara dalam rentang waktu 1994-2005) menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah kredit usaha yang disalurkan perbankan terhadap sektor industri maka akan semakin meningkatkan PDRB.


(55)

Ketika bank memberikan pinjaman uang kepada nasabah, bank tentu saja mengharapkan uangnya kembali. Karenanya, untuk memperkecil resiko (misalkan, uangnya tidak kembali), dalam memberikan kredit bank harus mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Hal-hal tersebut terdiri dari Character (kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (modal), Collateral (jaminan), dan Condition of Economy (keadaan perekonomian), atau sering disebut sebagai 5C.

a. Character

Watak, sifat, kebiasaan debitur (pihak yang berutang) sangat berpengaruh pada pemberian kredit. Kreditur (pihak pemberi utang) dapat meneliti apakah calon debitur masuk ke dalam Daftar Orang Tercela (DOT) atau tidak. Untuk itu kredit juga dapat meneliti biodatanya dan informasi dari lingkungan usahanya. Informasi dari lingkungan usahanya dapat diperoleh dari supplier dan costumer dari debitur. Selain itu dapat pula diperoleh dari Informasi Bank Sentral, namun tidak dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat umum, karena informasi tersebut hanya dapat diakses oleh pegawai bank bidang perkreditan dengan menggunakan password dan komputer yang terhubung secara online dengan bank sentral.

b. Capacity

Kapasitas adalah berhubungan dengan kemampuan seorang debitur untuk mengembalikan pinjaman. Untuk mengukurnya, kreditur dapat


(56)

meneliti kemampuan debitur dalam bidang manajemen, keuangan, pemasaran, dan lain-lain.

c. Capital

Dengan melihat banyaknya modal yang dimiliki debitur atau melihat berapa banyak modal yang ditanamkan debitur dalam usahanya, kreditur dapat menilai modal debitur. Semakin banyak modal yang ditanamkan, debitur akan dipandang semakin serius dalam menjalankan usahanya.

d. Collateral

Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya debitur tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Biasanya nilai jaminan lebih tinggi dari jumlah pinjaman.

e. Condition of Economy

Keadaan perekonomian di sekitar tempat tinggal calon debitur juga harus diperhatikan untuk memperhitungkan kondisi ekonomi yang akan terjadi di masa mendatang. Kondisi ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain masalah daya beli masyarakat, luas pasar, persaingan, perkembangan teknologi, bahan baku, pasar modal, dan lain-lain.

2.4.2 Klasifikasi Kredit

Kredit yang disalurkan sistem perbankan dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan beberapa criteria, yaitu :

a. Berdasarkan jangka waktu pelunasannya (Maturity)


(57)

Kredit jangka pendek adalah kredit yang harus dilunasi dalam waktu setahun atau kurang. Biasanya kredit ini digunakan untuk kelancaran usaha, khususnya penyediaan dana untuk modal kerja. 2) Kredit Jangka Menengah (Medium Term Loan)

Kredit ini harus dilunasi dalam jangka waktu satu sampai dengan tiga tahun. Kredit ini umumnya digunakan untuk pembiayaan modal kerja perusahaan besar atau kredit investasi perusahaan-perusahaan kecil.

3) Kredit Jangka Panjang (Long Term Loan)

Kredit ini harus dilunasi dalam jangka waktu tiga sampai lima tahun, bahkan lebih. Umumnya kredit jangka panjang digunakan untuk membiayai investasi. Semakin besar investasinya, makin panjang jangka waktu pembayarannya. Dalam kasus-kasus khusus, yakni untuk investasi yang mencapai ratusan milyar rupiah bahkan triliunan rupiah, jangka waktu kredit bisa mencapai puluhan tahun. Misalnya kredit untuk pembangunan hotel berbintang lima atau pabrik kimia raksasa.

b. Berdasarkan ada tidaknya jaminan (Collateral)

1) Kredit Dengan Jaminan (Secured Loan)

Kredit dengan jaminan adalah kredit yang disertai dengan jaminan atau agunan. Bentuk-bentuk jaminan dapat berupa harta berwujud seperti tanah dan bangunan, kendaraan bermotor, dan beberapa harta wujud lainnya yang berharga dan dapat diterima oleh perbankan. Jaminan yang diserahkan debitur dapat juga berbentuk surat-surat


(58)

berharga (aset finansial), seperti surat saham, obligasi, dan deposito yang dibekukan. Barang atau aset yang dijaminkan harus lebih besar dari nilai kredit yang diberikan.

2) Kredit Tanpa Jaminan (Unsecured Loan)

Kredit tanpa jaminan dapat diberikan kepada seseorang atau perusahaan tertentu dengan beberapa alasan. Pertama, orang tersebut sudah sangat dikenal, teruji, dan dipercaya oleh pihak bank. Kedua, prospek debitur sangat baik dan biasanya juga terkait dengan penilaian bank tentang reputasi orang atau perusahaan tersebut. Kredit tanpa jaminan juga dapat diberikan kepada perusahaan-perusahaan kecil dan atau pengusaha lemah. Namun pemberiannya harus sangat selektif, karena pemberian kredit tanpa jaminan sangat beresiko.

c. Berdasarkan Segmen Usaha

1) Kredit Pertanian

Kredit pertanian adalah kredit yang disalurkan kepada usaha sektor pertanian seperti peternakan, perkebunan, dan perikanan. Kredit-kredit tersebut dapat disalurkan kepada petani-petani kecil di pedesaaan, seperti yang dilakukan oleh BRI Unit Desa atau dapat juga kepada perkebunan besar seperti kelapa sawit dan karet.

2) Kredit Industri

Kredit yang disalurkan kepada sektor industri ada yang untuk industri kecil dan rumah tangga, tetapi ada juga untuk industri besar.


(59)

Di Indonesia, penyaluran kredit untuk sektor industri umumnya lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian.

3) Kredit Jasa

Kredit jasa adalah kredit yang disalurkan untuk sektor jasa, baik untuk Usaha Mikro Kecil (UMK) umumnya maupun usaha besar. Kredit yang disalurkan kepada UMK umumnya untuk kegiatan perdagangan kecil (toko-toko) dan rumah makan. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok usaha besar adalah perdagangan besar, restoran, mewah, dan hotel-hotel berbintang.

d. Berdasarkan Tujuan

1) Kredit Komersial (Commercial Loan)

Kredit komersial diberikan untuk memperlancar kegiatan nasabah yang bidang usahanya adalah perdagangan seperti kredit untuk usaha pertokoan dan kredit ekspor.

2) Kredit Konsumsi (Consumption Loan)

Kredit konsumsi diberikan untuk memenuhi kebutuhan dana bagi debitur yang ingin membeli barang atau kebutuhan-kebutuhan konsumsi. Contohnya adalah kredit rumah atau kredit mobil.

e. Berdasarkan Penggunaan

1) Kredit Modal Kerja

Kredit modal kerja diberikan untuk tujuan komersial, yaitu membuat perusahaan mampu menjalankan usahanya sekalipun arus kas masuk untuk sementara masih lebih kecil dari arus kas keluar.


(60)

Besarnya kredit modal kerja dapat diketahui dengan menghitung selisih terbesar antara kewajiban lancar dengan aktiva lancar. Besar maksimum selisih antara kewajiban lancar dengan aktiva lancar menunjukkan jumlah dana yang harus didukung oleh perbankan. Semakin besar dan modern jenis usahanya biasanya kebutuhan modal kerjanya semakin besar.

2) Kredit Investasi

Kredit investasi diberikan kepada debitur agar dapat membeli barang-barang modal maupun jasa yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, relokasi, dan pendirian usaha baru. Dilihat dari jangka waktu pengembaliannya, kredit investasi termasuk kredit jangka menengah dan panjang.

2.4.3 Manfaat Kredit

Menurut Tjoekam (1999:32), kredit memiliki beberapa manfaat, yaitu : a. Bagi debitur

1) Kredit dapat membuat kegiatan usaha semakin lancar dan baik daripada sebelumnya.

2) Kredit dapat meningkat minat berusaha dan keuntungan sebagai jaminan kelanjutan kehidupan perusahaan.

3) Kredit dapat memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan.

b. Bagi kreditur


(61)

2) Pemberian kredit merupakan perangsang pemasaran produk-produk lainnya.

3) Kredit dapat dijadikan sebagai instrumen penjaga likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas bank.

4) Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.

c. Bagi masyarakat

1) Kredit dapat menimbulkan backward dan forward linkage dalam perekonomian.

2) Kredit dapat mengurangi pengangguran karena membuka peluang berusaha, bekerja, dan pemerataan pendapatan.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah prosedur dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah PDRB sektor industri manufaktur, tenaga kerja sektor industri manufaktur, dan kredit usaha industri manufaktur Kota Pematangsiantar pada kurun waktu 1986-2008.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series) yang bersifat kuantitatif. Sumber data adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendukung penulisan skripsi ini dilakukan penelitian kepustakaan yaitu penggunaan tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, dan laporan-laporan penelitian yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti sebagai referensi. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melakukan pencatatan secara langsung data sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar selama kurun waktu 23 tahun (1986-2008).


(63)

3.4 Pengolahan Data

Pengolahan data penelitian ini menggunakan program Eviews 5.1.

3.5 Model Analisis

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen digunakan model ekonometrika. Teknik analisis yang digunakan adalah model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square atau OLS).

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis statistika yaitu persamaan linier berganda. Fungsi persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y = f (X1, X2)………....( 1 )

Kemudian fungsi persamaan tersebut ditransformasikan ke dalam model regresi Log-Log dengan spesifikasi model sebagai berikut :

LnY = α + β1LnX1+ β2LnX2(t-1) + μ………..( 2 )

Dimana :

Y = PDRB sektor industri manufaktur (miliar rupiah)

α = Intercept

β1, β2 = Koefisien regresi

X1 = Tenaga kerja sektor industri manufaktur (ribu jiwa)

X2(t-1) = Kredit usaha industri tahun sebelumnya (miliar rupiah) μ = Error term

Bentuk hipotesis di atas secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

> ∂Yt


(64)

maka Y (PDRB sektor industri) mengalami peningkatan, ceteris paribus.

0

) 1 ( 2

> ∂

∂ − t

X Yt

Artinya jika terjadi kenaikan pada X2( t-1) (kredit usaha industri

tahun sebelumnya), maka Y (PDRB sektor industri) mengalami peningkatan, ceteris paribus.

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R-square)

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar variabel-variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel dependen dimana nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≤ 1).

3.6.2 Uji t-statistik

Uji t-statistik bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

Ho : b1 = b

Ha : b1≠ b

Dimana b1 adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter

hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila nilai t-statistik > t-tabel maka Ho ditolak yang berarti bahwa


(65)

Ha diterima Ha diterima

Ho diterima

O

variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-statistik diperoleh dengan rumus :

t-statistik =

i i

Sb b

b )

( −

Dimana :

bi = Koefisien variabel independen ke-i

b = Nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i

Nilai t-tabel ditetapkan berdasarkan derajat kebebasan (df = n-k-1) dan tingkat signifikansi tertentu.

Kriteria pengambilan keputusan :

Ho : β = 0 Ho diterima (t-statistik < t-tabel) artinya variabel

independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β ≠ 0 Ha diterima (t-statistik > t-tabel) artinya variabel

independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(66)

3.6.3 Uji F-statistik

Uji F-statistik bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

Ho : b1 = 0, artinya tidak ada pengaruh

Ha : b1 ≠ 0, artinya ada pengaruh

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel. Jika F-statistik > F-tabel maka Ho ditolak yang berarti bahwa variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistik dapat diperoleh dengan rumus :

F-statistik = ) /( ) 1 ( ) 1 /( 2 2 k n R k R − − − Dimana :

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel independen ditambah intercept n = Jumlah sampel

Nilai F-tabel ditetapkan berdasarkan derajat kebebasan (df = k-1, n-1) dan tingkat signifikansi tertentu.

Kriteria pengambilan keputusan :

Ho : β1= β2 = 0 Ho diterima (F-statistik < F-tabel) artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(67)

Ha : β1 ≠ β2 ≠ 0 Ha diterima (F-statistik > F-tabel) artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ho diterima

Ha diterima

0

Gambar 3.2 : Kurva Uji F-statistik

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Autokorelasi (Serial Correlation)

Autokorelasi adalah kondisi dimana error term (μ) dari periode waktu yang berbeda berkorelasi. Adanya autokorelasi dalam suatu model regresi adalah apabila :

E (μi, μj) = 0 i ≠ j

Untuk menguji adanya autokorelasi dalam suatu model regresi yang variabel independennya mengandung kelambanan waktu (time lag) dapat dilakukan dengan :

a. Metode grafik

b. Uji Langrange Multiplier (LM test) dimana nilai x2 statistik dibandingkan dengan x2 tabel. Nilai x2 statistik dapat diperoleh dengan rumus :


(68)

Dimana :

= Nilai variabel independen ke-i = Nilai rata-rata variabel independen

Nilai x2 tabel ditetapkan berdasarkan derajat kebebasan (df = n-k-1) dan tingkat signifikansi tertentu.

Kriteria pengambilan keputusan :

• Jika nilai x2 statistik > x2 tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi yang digunakan ditolak.

• Jika nilai x2 statistik < x2 tabel maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model regresi yang digunakan tidak dapat ditolak.

tidak ada autokorelasi ada autokorelasi

0 x2 tabel


(69)

3.8 Defenisi Operasional

1. PDRB sektor industri manufaktur adalah total barang dan jasa yang diproduksi sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar atas dasar harga konstan dalam miliar rupiah.

2. Tenaga kerja adalah jumlah penduduk Kota Pematangsiantar berusia lebih dari 15 tahun yang bekerja pada sektor industri manufaktur dalam ribu jiwa.

3. Kredit usaha adalah kredit yang disalurkan oleh perbankan pada tahun sebelumnya untuk sektor industri manufaktur Kota Pematangsiantar dalam miliar rupiah.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sritua. 1993.

Metodologi Penelitian.

Jakarta : UI Press.

Arifin, Zainal. 2003.

Dinamika Spasial Industri Manufaktur di Jawa Barat.

Jurnal

Ekonomi Pembangunan Vol 8, No 2

.

Badan Pusat Statistik.

Pematangsiantar Dalam Angka.

1986-2008.

Barthos, Basir. 2004.

Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan

Makro.

Jakarta : Bumi Aksara.

Beck, Thorsten. 2009.

The Effects of Lending to Households and Firms. Journal

of Financial Economics 58.

Gudjarati, Damodar. 1995.

Ekonometrika Dasar.

Jakarta : Penerbit Erlangga.

Kasmir. 2002.

Dasar-Dasar Perbankan.

Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Kasnawi, Taher. 1999.

Produktivitas Tenaga Kerja per Subsektor di Provinsi

Sulawesi Selatan.

Jurnal Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Vol 1, No

1.

Krueger, Anne. 1997.

Alternative Trade Strategies and Employment.

NBER

Working Paper Series Vol 146.

Kuncoro, Mudrajad. 2008.

Pembiayaan Usaha Kecil.

Economic Review. No 211.

Muhammad, Fadel. 1992.

Industrialisasi dan Wiraswasta.

Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama.

Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat. 2007.

Pedoman Praktis Penggunaan

Eviews Dalam Ekonometrika.

Medan : USU Press.

Siahaan, Bisuk. 1996.

Industrialisasi di Indonesia.

Jakarta : Departemen

Perindustrian dan Perdagangan.

Simorangkir, O. P. 2004.

Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank.

Bogor : Ghalia Indonesia.

Sinurat, Anggiat. 2001.

Analisis Peranan Sektor Industri Dalam Meningkatkan

Pendapatan Masyarakat Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Kota Pematangsiantar.

Tesis PWD USU.


(2)

Sukirno, Sadono. 1996.

Mikro Ekonomi.

Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

______________. 2004.

Makroekonomi Teori Pengantar.

Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada.

______________. 2006.

Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijakan.

Jakarta : Kencana.

Tjoekam. 1999.

Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial.

Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama.

diakses tanggal 11 Februari 2010


(3)

LAMPIRAN

Tahun PDRB sektor industri

manufaktur

(miliar rupiah)

Tenaga kerja sektor

industri manufaktur

(ribu jiwa)

Kredit usaha industri

tahun sebelumnya

(miliar rupiah)

1986

24.70

5.81

10.86

1987

32.10

6.34

12.63

1988

41.12

6.75

15.75

1989

50.46

6.92

19.68

1990

58.46

7.58

24.76

1991

70.90

7.85

31.68

1992

75.36

8.86

52.94

1993

244.90

9.48

68.17

1994

256.84

9.76

77.05

1995

258.16

10.11

84.72

1996

261.02

10.23

97.73

1997

259.32

10.05

103.50

1998

248.30

8.74

107.10

1999

256.25

8.86

96.51

2000

263.55

8.93

107.83

2001

264.36

9.37

114.49

2002

267.08

9.70

118.56

2003

269.38

9.59

115.98

2004

268.60

9.82

113.07

2005

265.89

10.25

116.86

2006

272.07

10.32

119.57

2007

275.42

10.17

120.48


(4)

Hasil regresi menggunakan Eviews 5.1

Dependent Variable: LNPDRB

Method: Least Squares Date: 02/16/10 Time: 16:05 Sample (adjusted) : 1986 2008

Included observations: 23 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.093375 0.983817 -0.094911 0.9253

LNTK 0.730402 0.712704 2.254832 0.0177

LNKU(-1) 0.854254 0.148814 5.740414 0.0000

R-squared 0.959155 Mean dependent var 5.047946

Adjusted R-squared 0.955070 S.D. dependent var 0.837380

S.E. of regression 0.177497 Akaike info criterion -0.498621

Sum squared resid 0.630102 Schwarz criterion -0.350513

Log likelihood 8.734140 F-statistic 234.8255

Durbin-Watson stat 1.806828 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji Multikolinieritas

Dependent Variable: LNTK Method: Least Squares Date: 02/12/10 Time: 18:33 Sample (adjusted): 1986 2008

Included observations: 23 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.640844 0.126261 12.99567 0.0000

LNKU(-1) 0.107473 0.029721 3.616123 0.0016

R-squared 0.383737 Mean dependent var 2.088742

Adjusted R-squared 0.354391 S.D. dependent var 0.146220

S.E. of regression 0.117487 Akaike info criterion -1.362029

Sum squared resid 0.289869 Schwarz criterion -1.263290

Log likelihood 17.66333 F-statistic 13.07635


(5)

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.209597 Probability 0.812862

Obs*R-squared 0.523447 Probability 0.769724

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 02/16/10 Time: 16:07

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.024479 1.027711 0.023819 0.9813

LNTK -0.019010 0.744631 -0.025530 0.9799

LNKU(-1) 0.004201 0.155494 0.027017 0.9787

RESID(-1) 0.097995 0.235943 0.415335 0.6828

RESID(-2) -0.124998 0.237747 -0.525760 0.6055

R-squared 0.022759 Mean dependent var -7.37E-16

Adjusted R-squared -0.194406 S.D. dependent var 0.169237

S.E. of regression 0.184957 Akaike info criterion -0.347729

Sum squared resid 0.615762 Schwarz criterion -0.100883

Log likelihood 8.998887 F-statistic 0.104799


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA

: DOSMA H. E. SIHOTANG

NIM

: 060501072

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS

: EKONOMI

Adalah benar telah membuat skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera

Utara, dengan mengambil judul : ”ANALISIS PENGARUH TENAGA KERJA

DAN KREDIT USAHA TERHADAP PDRB SEKTOR INDUSTRI

MANUFAKTUR KOTA PEMATANGSIANTAR”.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat

dipergunakan seperlunya.

Medan, Maret 2010

Yang Membuat Pernyataan

NIM. 060501072

(DOSMA SIHOTANG)