Pengaruh Jumlah Penambahan Air Imbibisi Pada Stasiun Gilingan Terhadap Kehilangan Gula Dalam Ampas Di Pabrik Gula Kwala Madu PTPN II

(1)

PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN AIR IMBIBISI PADA

STASIUN GILINGAN TERHADAP KEHILANGAN GULA

DALAM AMPAS DI PABRIK GULA KWALA MADU PTPN II

TUGAS AKHIR

YENI MARDHIA

052409064

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN AIR IMBIBISI PADA STASIUN GILINGAN TERHADAP KEHILANGAN GULA DALAM AMPAS DI PABRIK

GULA KWALA MADU PTPN II

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

YENI MARDHIA 052409064

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN AIR

IMBIBISI PADA STASIUN GILINGAN TERHADAP KEHILANGAN GULA DALAM AMPAS DI PABRIK GULA KWALA MADU PTPN II

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : YENI MARDHIA

Nomor Induk Mahasiswa : 052409064

Program Studi : DIPLOMA (D3) KIMIA INDUSTRI

Departemen : KIMIA

Fakultas : FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM

Di setujui di Medan, Juli 2008

Diketahui

Program Studi D3 Kimia Industri FMIPA USU

Ketua, Dosen Pembimbing

Dr. Harry Agusnar.M.Sc.,M.Phil Drs. Chairuddin, MSc

NIP 131 273 466 NIP 131 653 992

Diketahui

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP 131 459 466


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN AIR IMBIBISI PADA STASIUN GILINGAN TERHADAP KEHILANGAN GULA DALAM AMPAS DI PABRIK

GULA KWALA MADU PTPN II

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2008

YENI MARDHIA 052409064


(5)

PENGHARGAAN

Bismillahhirrahmanirrahim

Alhamdulillah-hirrabil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah begitu banyak memberikan nikmat-Nya, baik nikmat iman, ilmu, kesehatan dan kesempatan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dalam waktu yang telah ditetapkan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Ahli Madya pada program Diploma 3 Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Tidak lupa penulis ucapkan salawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.

Selama penulisan karya ilmiah ini penulis banyak mendapatkan dorongan, bantuan dan doa dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar–besarnya terutama kepada pada Ayahanda Rusdi Ahmad dan ibunda Rosdiani atas kasih sayang, perjuangan, dan kesabarannya selama ini, serta doa yang tulus untuk penulis, juga kepada kakanda Nurhasnah dan Reni Afdilla yang selama ini telah banyak memberikan bantuan dan dukungan, serta adinda tersayang Nuraini atas segala bantuannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Chairuddin, MSc selaku Dosen Pembimbing Akademik, bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU, staf dan kariawan di FMIPA USU, bapak Tolab Purba, Amd selaku Pembimbing Lapangan selama praktek kerja lapangan (PKL) di PG. Kwala Madu, rekan-rekan mahasiswa Kimia Industri khususnya Yusmiati, Nora, Anggia, Mila, Fitri, Runi, Vivi, Ika, Mawaddah, Dita dan Sofi yang telah banyak membantu dan memberi semangat kepada penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan karya limiah ini, dan semoga semuanya mendapatkan balasan yang berlipat dari Allah SWT. Amin…


(6)

ABSTRAK

Dalam industri pembuatan gula pasir dari bahan baku tebu, diupayakan sebanyak mungkin nira dapat terekstraksi dari tebu sehingga akan semakin banyak produksi gula yang dihasilkan. Metode yang dilakukan untuk mengekstrak gula dalam ampas tebu yaitu dengan pemberian imbibisi, dimana hasil kerja imbibisi dipengaruhi oleh hasil kerja gilingan yaitu pencacahan dan pemerahan. Imbibisi diberikan dengan cara disemprotkan dan jumlah air yang disemprotkan diatur dengan imbibition water flow. Dengan pemberian imbibisi yang optiomal, tebu yang sebelumnya telah dicacah dan diperah akan menjadi lebih mudah mengekstraksi gula yang tertahan dalam ampas tebu. Untuk mengetahui hasil kerja imbibisi dapat dilihat dari kadar pol ampas gilingan akhir.


(7)

THE EFFECT OF SUM ADDITION IMBIBITION WATER AT MILLING STATION TO HAVE LOST OF SUGAR IN BAGASSE AT THE SUGAR

FACTORY OF KWALA MADU PTPN II

ABSTRACT

In industry of sugar production from raw materials is sugar reed, exerted as much as possible the juice must be extracted from sugar reed, so that will be more great the sugar product was produced. The method that used for sugar extraction in bagasse is by given an imbibition water, where the work result of imbibition effected by milling is cut and pressing.The imbibition that gived by sprayed and the mount of water is regulated by imbibition water flow. With gived the optimal imbibition, sugar reed that had been cut and pressed will be more easier extracting sugar that had resisted in bagasse. To know the work result of imbibition can see from the concentrate of bagasse pol which final milling.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Kimia Gula 4

2.2 Penggilingan Tebu 6

2.3 Pengaruh Hasil Kerja Penggilingan 8

2.4 Imbibisi 9

2.5 Pengaruh Hasil Kerja Imbibisi 12

2.6 Pengeluaran Nira 14

2.7 Angka Dalam Pengawasan Gilingan 16

BAB 3 METODOLOGI 18

3.1 Metodologi 18

3.2 Alat dan Bahan 18

3.3 Prosedur 19

BAB 4 HASIL dan PEMBAHASAN 20

4.1 Data 20

4.2 Perhitungan 20

4.3 Pembahasan 22

BAB 5 KESIMPULAN dan SARAN 25

5.1 Kesimpulan 25

5.2 Saran 25


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komponen nira mentah 16

Tabel 4.1 Data hasil pengamatan tebu giling, air imbibisi, nira mentah dan ampas tebu 20 Tabel 4.2 Data hasil perhitungan kadar pol ampas, Imb % tebu, HPG, dan


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Sukrosa 5

Gambar 2.2 Skema persentasi kandungan tebu, ampas dan nira mentah 5

Gambar 2.3 Tiga buah rol gilingan 7

Gambar 2.4 Unit operasi gilingan 10

Gambar 2.5 Imbibisi dengan semprotan 11 Gambar 4.1 Grafik pengaruh imbibisi % tebu terhadap %pol ampas 24


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gula sebagai salah satu bahan pokok yang sangat dibutuhkan manusia, sehingga wajar bila usaha penyediaan bahan ini tetap memperoleh perhatian yang besar. Gula atau istilah ilmiahnya disebut sukrosa merupakan disakarida yang dapat dihidrolisis menjadi satu satuan glukosa dan satu satuan fruktosa. Tebu merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan produk gula. Bila tebu di potong akan terlihat serat-serat dan terdapat cairan yang manis. Serat dan kulit batang biasa disebut dengan sabut dan cairanya disebut dengan nira. Nira terdiri dari air dan bahan kering baik yang larut maupun yang tidak larut dalam nira. Gula merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat dalam bahan kering yang larut dalam nira.

Proses produksi gula di pabrik dilakukan melalui beberapa tahapan tertentu, meliputi penimbangan, pengumpanan tebu di meja tebu, pemerahan nira distasiun gilingan, pemurnian nira, penguapan, kristalisasi, sentrifugasi dan pengeringan. Nira sebagai hasil pemisahan dari bahan sabut penyusun batang tebu yang dilakukan dalam


(12)

stasiun gilingan. Secara kasar susunan nira terdiri dari air (zat pelarut), gula (sukrosa) dan zat-zat lain (zat bukan gula).

Pada stasiun gilingan, batang atau ampas tebu diperas untuk mendapatkan nira sebanyak mungkin. Walaupun pemerasan telah dilakukan berulang kali dengan tekanan yang tinggi, namun masih terdapat sebagian gula yang tertinggal dalam ampas yang tidak dapat lagi keluar dari ampas hanya dengan pemerasan. Untuk memperoleh gula sebanyak-banyaknya dari tebu perlu dilakukan pembilasan atau ekstraksi yang dilakukan dengan pemberian imbibisi. Imbibisi dilakukan dengan menyemprotkan air kepada ampas tebu agar air dapat bercampur dengan ampas tebu dan dapat mengencerkan gula yang masih tertinggal dalam ampas tebu tersebut dengan cara diperas kembali pada gilingan berikutnya.

Pada proses pengolahan gula diupayakan agar diperoleh gula sebanyak mungkin dan mempunyai kondisi sesuai dengan standar serta dapat menekan kehilangan gula sebesar mungkin dengan menggunakan teknologi pengolahan yang tepat. Banyaknya konsentrasi nira yang masih tertinggal dalam ampas menyebabkan kehilangan gula dalam ampas. Pada stasiun gilingan, kehilangan gula dalam ampas merupakan salah satu kehilangan yang besar karena jumlahnya (bobot ampas) besar, yaitu ampas % tebu sekitar 30-40 %. Untuk menekan kehilangan gula dalam ampas salah satu upaya yang dilakukan di pabrik gula adalah dengan cara pemberian air imbibisi dimana imbibisi yang diberikan diupayakan dapat mengekstrak sebanyak mungkin gula yang masih tertahan dalam ampas. Dengan alasan tersebut maka penulis tertarik mempelajari tentang “Pengaruh Jumlah Penambahan Air Imbibisi pada


(13)

Stasiun Gilingan terhadap Kehilangan Gula dalam Ampas dipabrik gula kwala madu PTPN II”.

1.2 Permasalahan

Dalam proses pengambilan nira (gula) dalam batang tebu, sabut yang diperas untuk diambil niranya ternyata pada kadar cairan antara 45 – 50% sudah sukar dikeluarkan sehingga bila batang tebu terus diperas tanpa penambahan air imbibisi pada ampasnya, maka nira yang tertinggal dalam ampas gilingan pertama sekitar 60% dan samapai gilingan akhir (gilingan ke lima) mungkin tidak ada nira yang dapat dikeluarkan lagi sehingga masih banyak nira (gula) yang tertinggal pada ampasnya.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui besarnya kehilangan gula dalam ampas dan hasil ekstraksi dapat diketahui dengan menentukan kadar pol ampas gilingan akhir dan HPG (Hasil Perahan Gula).

1.4 Manfaat

Dengan mengurangi kehilangan gula dalam ampas sebanyak–banyaknya berarti semakin banyak jumlah nira yang dihasilkan untuk selanjutnya dibuat menjadi kristal gula.


(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kimia Gula

Komposisi kimia dari gula adalah satu satuan fruktosa yang digabung dengan satu satuan glukosa. Di dalam sukrosa baik fruktosa maupun glukosa tidak memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada dalam kesetimbangan dengan suatu bentuk aldehid atau keton. Sukrosa tidak menunjukkan mutarotasi dan bukanlah gula pereduksi. Gula inversi adalah campuran D-glukosa dan D-fruktosa yang diperoleh dengan hidrolisis asam atau enzimatik dari sukrosa. Enzim yang mengkatalisis hidrolisis sukrosa disebut invertase. Karena adanya fruktosa bebas (gula termanis), gula inversi lebih manis dari pada sukrosa. Nama gula inversi diturunkan dari inversi (pembalikan) tanda rotasi jenis bila sukrosa dihidrolisis. Sukrosa mempunyai rotasi jenis ± 66,5o, suatu rotasi positif.

Sukrosa atau gula secara kimia termasuk dalam golongan karbohidrat, dengan rumus C12H22O11. Rumus bangun dari sukrosa terdiri atas satu molekul glukosa (C6H12


(15)

O6) yang berikatan dengan satu molekul fruktosa (C6H12O6). Kedua jenis gula sederhana ini juga terdapat dalam bentuk molekul bebas di dalam batang tanaman tebu, tetapi tidak di dalam umbi bit gula. Rumus sukrosa tidak memperlihatkan adanya gugus formil atau karbonil bebas. Karena itu sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi, misalnya dengan larutan Fehling. Campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert.

Gambar 2.1: Struktur Sukrosa

Tebu selain mengandung sukrosa dan berbagai zat gula yang mereduksi, juga mengandung serat (sabut), zat bukan gula, dan air. Dalam proses pembuatan gula putih dari tebu, sukrosa harus dipisahkan dari zat dan ikatan bukan gula.

Berikut skema persentase kandungan tebu, ampas dan nira mentah Terdiri dari : sabut : 13,7% gula : 14,6% non-gula : 2,39% air : 69,4%

Terdiri dari : 100,0%

sabut : 13,7%

gula : 0,7% Ampas non-gula : 0,2%

air : 12,0% Terdiri dari :

26,6% gula : 13,9%

Nira mentah non-gula : 2,1% air : 76,6% 92,6% Bahan baku

tebu 100%

Baterai gilingan unit operasi


(16)

Gambar 2.2: Skema persentasi kandungan tebu, ampas dan nira mentah

Sukrosa sebagai komponen batang tebu merupakan suatu bahan yang hanya dapat dibuat secara mudah oleh proses sintesis yang dilakukan oleh hijau daun. Sukrosa yang sudah tersimpan dalam batang tebu harus diusahakan agar tidak mengalami perusakan baik selama dikebun maupun selama proses dipabrik. Setelah ditebang, fungsi kehidupan batang tebu secara menyeluruh terhenti, tetapi masing-masing bagian dari batang (seperti sel-sel tebu) masih tetap hidup. Akibat gangguan fisis dari luar, seperti terkena sinar matahari langsung, maka sel-sel tersebut dapat mati dan sel itu akan bersifat asam. Cairan dalam sel tebu tidak stabil dalam suasana asam karena akan terjadi hidrolisa, hal ini dapat dapat digambarkan dengan rekasi berikut:

C12H22O11 + H2O asam C6H12O6 + C6H12O6 glukosa fruktosa

Jumlah sukrosa yang terpecahkan karena proses hidrolisa diatas tergantung dari keasaman dan lamanya gangguan fisis.

2.2 Penggilingan Tebu

Nira tebu yang mengandung sukrosa diperoleh dari tebu yang diperas dalam unit gilingan setelah melalui proses pra-pengolahan dalam unit pencacah tebu. Untuk memisahkan antara ampas dengan nira dilakukan di dalam stasiun gilingan. Berdasarkan fungsinya alat pada stasiun gilingan dibagi menjadi dua kelompok peralatan :


(17)

Alat persiapan ini terdiri dari cane cutter I, cane cutter II, rafelaar, pengiris (schredder) serta crusher. Chrusher terdiri dari dua buah silinder dengan permukaan alur yang kasar. Batang tebu dimasukkan diantara kedua silinder sementara itu silinder berputar. Karena adanya alur yang tersusun saling bertentangan maka batang tebu akan terpotong dan terpecah. Karena mekanisme pemecahan dengan penekanan maka pada alat ini sudah ada sebagian nira yang terperas keluar. Pada alat ini tebu dipotong, dirobek, dibelah, dicacah dan dihancurkan menjadi serpihan kecil-kecil dan batang menjadi lembut serta memecah bagian – bagian batang tebu yang keras

kemudian digiling untuk diperah niranya . 2. Alat Pemeras

Proses pemerasan nira dari batang tebu dilakukan menggunakan alat pemeras berbentuk silinder (rol) sehingga alat ini disebut alat gilingan. Silinder tersebut memiliki permukaan yang relatif lebih halus bila dibandingkan dengan silinder crusher. Tiap gilingan terdiri dari 3 buah silinder (rol), pada permukan rol terdapat saluran – saluran agar gilingan tidak selip dan nira mudah mengalir, sehingga pemerasan dapat berjalan dengan baik. Karena adanya 3 buah silinder tiap alat gilingan maka batang tebu akan mengalami pemerasan dua kali setiap masuk dalam satu alat gilingan. Karena jumlah gilingan ada 5 buah, maka tebu akan mengalami pemerasan sebanyak 10 kali, disamping pekerajan alat persiapan. Rol-rol pada gilingan digerakkan mesin dengan roda bergigi, sehingga rol dapat berputar. Dengan gerakan ini tebu ditarik oleh rol atas dan rol depan sambil diperas. Kemudian melewati ampas plat masuk pada rol belakang, diperas lagi lalu dikeluarkan dari gilingan I.


(18)

Tebu masuk

Gambar 2.3 Tiga buah rol gilingan

2.3 Pengaruh Hasil Kerja Penggilingan

Sasaran kerja pada stasiun gilingan adalah bisa memeras gula dalam tebu sebanyak mungkin yang sesuai dengan kapasitas. Pemerasan atau ekstraksi dapat diukur dari jumlah % pol dalam tebu. Dari sudut fisis atau sudut teknis sebagian besar dipengaruhi oleh pol dan sabut dalam tebu. Hasil kerja stasiun gilingan lebih condong memisahkan (mengekstaksi) nira asli tak terencerkan dari sabut dan hasil ekstraksi dinyatakan dalam nira asli % sabut. Hasil kerja seluruh stasiun gilingan dipengaruhi oleh Pemerasan disetiap gilingan dan imbibisi diantara gilingan.

Untuk dapat mengambil gula sebanyak mungkin maka kerja setiap gilingan harus mampu memeras tebu semaksimal mungkin dan setiap tahap imbibisi harus mampu mengencerkan nira tertahan di setiap ampas sehingga dapat diperas pada gilingan berikutnya. Keberhasilan kerja ini dipengaruhi oleh :

2. Hasil Kerja Tiap Unit Gilingan

Hasil pemerasan dari sepasang rol gilingan akan dipengaruhi oleh umpan yang masuk. Kompresi pada alat pertama merupakan faktor yang sangat menentukan karena volume nira keluar sama dengan penyusutan volume cacahan tebu saat diperas dan ini ada hubungannya dengan cacahan tebu.


(19)

Tekanan dari rol gilingan sebagian besar dimaksudkan untuk memecah atau merusak struktur dari tebu sehingga akan lebih banyak nira yang akan terperas dari tebu.

3. Derjat Kompresi

Rol akan mencekam dan menekan umpan dengan posisi tertentu sehingga dicapai ketebalan mendekati bukaan minimal antara rol gilingan. Ampas yang bergerak melewati bukaan dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan rol akan menekan ampas sedikit lebih besar dari volume bukaan minimal.

4. Faktor Dalam Kontruksi Gilingan

Pengikisan (rusaknya) permukaan gilingan berpengaruh pada hasil pemerasan sehingga perlu dibuat perlakuan agar permukaan rol tetap kasar. Sifat ampas adalah efek lain yang berpengaruh pada kualitas pengumpanan terutama bila preparasi ditingkatkan dapat meningkatkan densitas cacahan.

2.4 Imbibisi

Ampas yang keluar dari gilingan I digiling lagi dalam gilingan II, dan seterusnya sampai gilingan V. Dengan cara ini pada gilingan III ampas sudah menjadi kering sehingga gula yang masih menempel pada ampas tidak dapat diambil lagi. Ampas yang sudah kering memiliki sifat dapat menyerap zat cair sampai 7 atau 10 kali beratnya. Untuk mengencerkan kandungan gula dalam ampas yang sudah kering tersebut, maka perlu dilakukan pembilasan atau ekstraksi pada ampas dengan menggunakan air dan nira hasil gilingan. Perlakuan inilah yang disebut dengan imbibisi. Imbibisi yang diberikan di stasiun gilinga n ada dua macam, yaitu imbibisi air dan imbibisi nira. Tujuan dari imbibisi ini adalah untuk memperoleh gula sebanyak -


(20)

banyaknya dari batang tebu atau ampas. Imbibisi yang digunakan adalah imbibisi majmuk, dimana air hanya diberikan pada gilingan terakhir, dan nira yang diperoleh dari gilingan terakhir digunakan untuk imbibisi gilingan didepannya.

Nira yang keluar dari gilingan V masih encer dan digunakan untuk imbibisi ampas yang keluar dari gilingan III yang masuk ke gilingan IV. Nira dari gilingan IV digunakan untuk imbibisi ampas dari gilingan II yang masuk ke gilingan III. Dan nira gilingan III digunakan untuk imbibisi ampas I yang masuk ke gilingan II. Air imbibisi diberikan Pada ampas dari gilingan IV yang masuk ke gilingan V. Air imbibisi yang digunakan adalah air panas yang berasal dari kondensat evaporator IV dan V, dengan jumlah 20% tebu dan temperatur operasi 60o C. Jumlah yang dipakai diatur dengan imbibition water flow yang berkapasitas 60 m3/jam.

Gambar 2.4: Unit operasi gilingan

Pemberian imbibisi nira dilakukan pada saat ampas baru keluar dari gilingan I. Dalam hal ini ampas masih mengandung lebih banyak nira dan gula, sehingga lebih

air imbibisi

nira mentah


(21)

mudah diekstraksi. Kemurnian hasil nira yang diekstraksi selalu sedikit lebih tinggi daripada kemurnian nira yang tertinggal dalam ampas.

Tidak seluruh air yang diberikan dapat tercampur merata dengan ampas. Hal ini dapat disebabkan karena sel –selnya belum terbuka, juga karena afinitas ampas terhadap air yang semakin tinggi menyebabkan hanya lapisan atas dari ampas yang diberi imbibisi yang dapat mengikat sebagian besar air yang diberikan, sedangkan lapisan bawahnya relatif tetap kering. Air imbibisi diberikan dengan cara disemprotkan kepada ampas atau direndam didalam air.

Gambar 2.5 Imbibisi dengan semprotan

Banyak ahli berpendapat pemberian imbibisi dengan air panas dapat melarutkan lilin yang terdapat pada lingkaran lilin dari batang tebu. Sebagian besar lilin tebu meleleh pada suhu antara 60 – 80oC. Namun melalui penelitian – penelitian yang telah dilakukan di Indonesia pada tahun1927 sampai tahun 1930, disimpulkan bahwa imbibisi dengan air panas pada suhu 65o - 95oC tidak meningkatkan kandungan


(22)

lilin didalam nira dibandingkan jika imbibisi diberikan dengan air dingin (28oC). Argumentasi menggunakan air panas adalah sebagai berikut:

1. Sedikit membantu ekonomi bahan bakar 2. Memecah se-sel karena panas

3. Sedikit terjadi evaporasi dalam perjalanan proses 4. Penggunaan kondensat dari evaporator

2.5 Pengaruh Hasil Kerja Imbibisi

Di dalam stasiun gilinga n diusahakan agar kehilangan gula di dalam ampas dapat ditekan sampai sekecil-kecilnya. Kehilangan gula dalam ampas merupakan kehilangan besar kedua karena jumlahnya (bobot ampas) besar, yaitu ampas tebu sekitar 30-40 %. Pemberian imbibisi merupakan salah satu upaya yang dapat menekan kehilangan gula dalam ampas sebanyak-banyaknya. Imbibisi akan dapat berhasil dengan baik apabila faktor-faktor yang berpengaruh buruk dapat dikurangi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja imbibisi antara lain adalah : 1. Jumlah Air Imbibisi

Sasaran imbibisi adalah mengencerkan nira yang tertinggal disetiap ampas. Maka faktor yang amat berpengaruh adalah jumlah cairan yang diberikan dengan pertimbangan kandungan nira yang tertinggal dalam ampas setelah pengenceran. Mengingat bahwa gula terdapat di dalam sabut maka air imbibisi yang diberikan harus dapat mengenai seluruh bagian dari sabut agar gulanya dapat terambil. Besarnya konsentrasi nira tertinggal akan sebanding dengan cairan yang diberikan persen ampas atau persen sabut. Besarnya air yang diberikan pada gilingan sebelum gilingan terakhir disesuaikan dengan


(23)

banyaknya jumlah tebu yang masuk ke dalam gilingan yaitu sekitar 20% tebu. Jumlah nira imbibisi yang diberikan pada setiap gilingan sebelumnya sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan.

2. Sel – Sel Yang Terbuka

Mekanisme proses imbibisi adalah pelarutan, jadi air yang diberikan akan dapat bekerja dengan baik bila gula yang akan dilarutkannya sudah tersedia di permukaan sabut, yang berarti bahwa gula sudah tidak lagi berada di dalam sel. Nira dalam ampas dapat memanfaatkan cairan imbibisi untuk diencerkan bila selnya telah dirusak (terbuka). Maka untuk dapat memperoleh hasil imbibisi yang baik maka sebanyak mungkin sel–sel batang tebu harus sudah terpecahkan, dan ini semua dipengaruhi oleh hasil pekerjaan persiapan (preparation).

3. Kualitas Air

Kualitas air yang dimaksud adalah kemurnian dari air yang di pakai. Adanya kotoran dalam air imbibisi dapat berpengaruh pada hasil pemerasan, khususnya terhadap hasil analisis niranya.

4. Suhu Air Imbibisi

Suhu air imbibisi dapat mempengaruhi hasil proses imbibisi dimana gula akan lebih mudah terlarut dalam air panas. Selain itu nira yang masih berada dalam sel sukar diambil gulanya mengingat bahwa dinding sel memiliki daya “semi permiable” dimana gula tidak akan dapat menerobos keluar ampas (meskipun amat tipis) selama selnya masih hidup. Dengan memberikan air imbibisi yang panas maka sel-selnya akan mati dan gulanya akan dengan mudah berdifusi keluar yang berarti dapat terambil oleh air. Hal yang perlu diperhatikan adalah akibat dari suhu yang tinggi tidak hanya gula yang terlarut tetapi juga zat–zat


(24)

lain seperti lilin (wax) yang terdapat pada kulit batang tebu juga mudah terlarut (mencair) pada suhu yang tinggi. Selain itu tingginya suhu imbibisi berakibat adanya penguapan air. Air akan menguap lebih banyak bila suhunya semakin tinggi. Mengingat keuntungan dan kerugian yang dapat terjadi dengan tingginya suhu imbibisi, maka imbibisi dilakukan pada suhu sekitar 60 – 70oC.

5. Pencampuran dan waktu kontak

Semakin baik pencampuran (semakin homogen) antara ampas tebu dan imbibisi akan semakin banyak pula gula yang dapat terambil. Untuk maksud ini maka dilakukan berbagai usaha seperti pemberian air dengan disemprotkan, kecepatan pengangkut ampas teratur. Selain itu adanya waktu yang cukup agar gula dapat terlarut di dalam air. Waktu kontak antara cairan imbibisi dengan ampas juga berpengaruh pada kebaikan pencampuran sebelum diperas pada gilingan berikutnya. Untuk ini maka diupayakan carrier yang lambat dan panjang agar gula dapat terlarut dalam air.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui keuntungan dan kerugian pemberian imbibisi: Keuntungan :

1. Melarutkan sukrosa yang tertinggal dalam ampas 2. Mencegah aktifitas mikroorganisme

3. Mematikan sel - sel dalam tebu sehigga permeabilitasnya hilang dan dapat terbuka secara mekanis dan ekstraksi akan lebih baik

Kerugian :


(25)

2. Terjadi penguapan sehingga mempersulit pengawasan

3. Dalam jumlah besar akan mempersulit penguapan pada evaporator.

2.6 Pengeluaran Nira

Tidak ada artinya menekan dengan derajat kompresi yang tinggi bila niranya sukar keluar. Kemudahan terhadap keluarnya nira dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Kecepatan Rol

Keluarnya nira dengan arah berlawanan dengan gerakan rol berarti semakin cepat gerakan rol akan semakin sukar niranya akan keluar. Kecepatan rol yang maksimal yaitu sekitar 5 – 6 rpm berkaitan dengan efisiensi keluarnya nira. 2. Ketebalan Lapisan Ampas

. Menjaga kelancaran giling pada kapasitas yang optimal merupakan keharusan dalam menjaga agar kehilangan gula di pabrik tidak besar. Semakin tebal lapisan ampas yang masuk dalam jepitan rol akan semakin sukar keluarnya nira. Ketebalan lapisan ampas sendiri dipengaruhi oleh kapasitas penggilingan. Jika ketebalan lapisan ampas ditingkatkan maka kapasitas juga akan meningkat.

3. Alur Pengaliran Nira

Alur pengaliran nira mempermudah pengaliran nira dari daerah tekanan tinggi diantara rol gilingan.

4. Stelan plat ampas

Stelan Plat ampas berpengaruh pada pengaliran nira pada rol belakang. Penyetelan jarak plat ampas denga rol belakang yang terlalu kecil dapat menaikkan tekanannya.


(26)

Nira dari gilingan 1 dan 2 ditampung pada bak penampung I untuk kemudian disaring dan ditampung dalam satu tangki tempat nira mentah. Sementara itu nira dari gilingan 3, 4 dan 5 bersama air imbibisi disirkulasian kembali dalam unit operasi perahan atau gilingan. Nira mentah mengandung gula dan zat bukan gula. Adapun susunan kandungan rata-rata nira mentah adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Komponen nira mentah

No Komponen nira mentah Konsentrasi (%) 1 2 3 4 5 6 7 Gula –sukrosa Gula mereduksi Zat anorganik Zat organik Sabut

Zat warna, lilin, gom Air

11% - 14% tebu 0,5 – 2,0 0,5 – 2,5 0,15 – 0,20 10,0 – 15,0 7,5 – 15,0 60,0 – 80,0 Sumber: Moerdokusumo 1993

2.7 Angka dalam Pengawasan Gilingan

Untuk mengetahui prestasi unit gilingan, diperlukan analisa dan contoh, terutama pol dan briks dari nira dan ampas pada unit gilingan. Sistem pengawasan ini dikenal dengan istilah sistem pengawasan gilingan. Angka prestasi baterai gilingan dipengaruhi kandungan sabut tebu, yang berpengaruh pada bukaan-gilingan belakang, yang diikuti proses penyayatan sabut, yang dapat meningkatkan efek imbibisi. Dengan berubahnya kondisi teknis baterai gilingan akan berubah pula prestasi baterai gilingan.


(27)

Maka sangatlah penting mempertahankan kondisi teknis baterai gilingan yang optimum lewat pengawasan gilingan yang terpadu.

Untuk meningkatkan efek imbibisi yang maksimal, sebelum pemberian imbibisi diupayakan sebanyak mungkin sel – sel batang tebu sudah terbuka agar gula yang masih menempel pada sabut lebih mudah terekstraksi. Jumlah sel – sel batang tebu yang terbuka dipengaruhi hasil kerja stasiun gilingan yaitu proses pencacahan dan pemerahan tebu.

Dengan memperhitungkan kehilangan pol dalam ampas, neraca polarisasi dapat disusun berdasarkan pol dalam tebu. Hasil analisa pol ampas akan berubah dengan berubahnya jumlah air imbibisi yang digunakan. Kesulitan timbul pada penyusunan neraca polarisasi berdasarkan pol dalam tebu, karena tidak dapat diketahui langsung , tapi harus melalui terobosan perhitungan berikut :

Pol dalam tebu = Pol dalam nm + Pol dalam ampas

Perbandingan pol dalam nira mentah dan pol dalam tebu dinamakan kuosien ekstraksi gula atau hasil bagi perahan gula, disingkat HPG. Di pabrik gula angka pengawasan gilingan untuk menyatakan hasil ekstraksi di stasiun gilingan adalah angka HPG (Hasil Pemerahan Gula). HPG merupakan angka yang menunjukkan efisiensi stasiun gilingan ditinjau dari segi finansial. Ekstraksi atau HPG dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tebu, kadar sabut, umur tebu, kandungan kotoran tebu, tipe atau jenis pencacahan awal, susunan gilingan, putaran rol, bentuk alur rol, setelan gilingan, stabilitas kapasitas giling, tekanan, sanitasi gilingan, kadar gula atau pol tebu dan imbibisi. Kandungan sukrosa (gula) dalam nira tebu diukur dalam satuan pol yang nilainya ditentukan lewat pengukuran polarisasi tunggal larutan nira tebu.


(28)

Nilai pol ampas gilingan akhir dapat diketahui langsung dari analisa yang cermat dengan pengambilan contoh yang representatif. Sebagai kontrol atas kebenaran analisa, nilai ini dikaitkan dengan angka kriteria lain, yaitu faktor campur(vf = fermengings factor). Nilai faktor campur menjadi kecil bila imbibisi % tebu meningkat. Dalam pabrik gula di Indonesia, nilai vf rata-rata mencapai 50.

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Metodologi

Metode yang dilakukan untuk menentukan kehilangan gula dalam ampas adalah dengan mengukur kadar pol ampas gilingan akhir. Sampel yang digunakan adalah ampas dari gilingan akhir yang dibawa ke labolatorium untuk dianalisa.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

1. Timbangan 2. Gelas ukur 3. Kertas saring 4. Gelas ukur 5. Labu takar 6. Alat sukromat


(29)

7. Corong 8. Polarimeter

3.2.1 Bahan

1. Ampas gilingan akhir 2. ATB (Acetid timbal base) 3. Aquadest

3.3 Prosedur

Analisa % Pol Ampas :

Sampel diambil sebanyak 1000 gr (ampas gilingan akhir). Kemudian dikeringkan selama 1 jam. Ampas ditimbang sebanyak 350 gr dan ditambah 3500 mL air dan direbus selama 1 jam lalu hasil rebusan diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar sebanyak 100 mL dan ditambahkan 5 mL ATB dan Aquadest sebanyak 5 mL, lalu dikocok dan disaring. Tetesan pertama yang keluar sebanyak 2-3 mL dibuang. Filtratnya dimasukkan ke dalam pembuluh polarimeter, lalu dimasukkan ke dalam alat sukromat (alat pemeriksa %pol), diamati skalanya dan dapat diketahui % polnya.


(30)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data

Data-data yang diperlukan untuk menghitung % pol ampas, imbibisi % tebu, HPG dan faktor campur diperoleh dari analisa di laboratorium pabrik gula Kwala Madu.

Tabel 4.1 Data hasil pengamatan tebu giling, air imbibisi, nira mentah dan ampas tebu Pengamatan ke Berat tebu giling (ton) Imbibisi (ton) Pol nira gilingan

akhir

Pol nira mentah (ton) Berat Ampas (ton) Pol ampas (ton) Sabut ampas (%) 1 2 3 4 5 6 3536,17 3275,53 3608,10 3870,91 3410,92 2514,79 840 777 842 914 828 607 2,20 2,30 2,27 2,26 2,19 2,22 287,21 266,10 293,25 314,11 277,16 206,39 1222,67 1130,03 1233,60 1323,41 1169,00 857,29 28,73 32,69 5,54 24,23 29,31 20,57 45,52 45,80 45,03 45,04 45,07 45,11


(31)

4.2 Perhitungan

Untuk menghitung jumlah imbibisi yang diberikan terhadap jumlah tebu yang digiling, dapat dihitung dengan rumus berikut :

Imbibisi % tebu = x 100

= x 100 = 23,75

Untuk menghitung kadar pol ampas dapat dihitung dari berat ampas dan berat pol

ampas dengan menggunakan rumus berikut:

Pol ampas (%) = x 100

= x 100 = 2,35

Dalam menilai efisiensi kerja gilingan dapat diketahui dari nilai HPG (hasil bagi perahan gula). Nilai ini digunakan untuk mengetahui banyaknya gula yang dihasilkan dalam nira mentah, dinyatakan dalam % terhadap banyaknya gula dalam bahan baku tebu.

HPG = x 100 atau

HPG = x 100

= x 100 = 90.91

Untuk menilai kebenaran analisa ampas, digunakan faktor pencampuran(vf).

pol nira mentah (ton)

pol ampas(ton) + pol nira mentah(ton)

287,21 28,73 + 287,21

pol nira mentah (ton) pol tebu (ton)

Pol ampas (ton)

Berat ampas(ton)

28,73 1222,67

berat air imbibisi(ton)

berat tebu giling(ton)

840 3536,17


(32)

vf =

= = 50,97

Tabel 4.2 Data hasil perhitungan kadar pol ampas, Imb % tebu, HPG, dan faktor campur

Pengamatan ke Imb % tebu Pol ampas (%)

HPG % vf

1 2 3 4 5 6 23,75 23,72 23,34 23,61 24,27 24,14 2,35 2.37 2.48 2.47 2.36 2.40 90.91 90.48 90.95 90.46 90.71 90.94 50,97 50,40 50,60 50,89 50,71 50,84

4.3 Pembahasan

Di dalam stasiun gilingan diusahakan agar kehilangan gula dalam ampas dapat ditekan sampai sekecil–kecilnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan sejumlah air imbibisi pada ampas yang akan diperah agar dapat mengencerkan gula yang masih tertinggal dalam ampas. Imbibisi yang dilakukan yaitu imbibisi majemuk dimana air hanya diberikan satu kali, yaitu pada gilingan terakhir, sedangkan nira yang diperoleh dari gilingan terakhir digunakan untuk imbibisi gilingan didepannya. Semakin banyak jumlah imbibisi yang ditambahkan maka

(100 - %sabut ampas) x Pol Nira gilingan akhir

Pol ampas (%) (100 – 45,52) x 2,20


(33)

kehilangan gula dalam ampas akan semakin rendah. Variasi dari jumlah imbibisi yang diberikan dapat mempengaruhi kadar pol ampas gilingan akhir.

Agar proses imbibisi menghasilkan jumlah gula yang maksimal, standar jumlah imbibisi yang diberikan minimal 20 % tebu dan maksimal 25 % tebu. Jika jumlah imbibisi yang diberikan lebih besar dari 25 % tebu, maka kelebihan imbibisi tersebut tidak dapat lagi mengencerkan gula yang tertinggal dalam ampas. Berhubung nira mentah yang dihasilkan pada proses penggilingan masih harus diuapkan dievaporator, maka penambahan imbibisi tidak boleh terlalu besar (lebih besar dari 25%tebu) karena dapat mengganggu proses penguapan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguapkannya. Dari hasil pengamatan, pada grafik dapat dilihat pengamatan ke 1, 2, 3 dan 4 bahwa peningkatan jumlah imbibisi menurunkan kadar pol ampas, sedangkan pada pengamatan ke 5 dan 6 peningkatan imbibisi % tebu tidak menurunan kadar pol ampas. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja imbibisi, seperti jumlah sel-sel pada ampas yang terbuka kurang maksimal. yang dipengaruhi oleh hasil kerja alat persiapan dan gilingan selain itu juga dapat disebaban oleh kurangnya waktu kontak antara air imbibisi dengan ampas.

Meskipun terkadang jumlah imbibisi telah ditingkatkan, tapi kadar pol ampas semakin tinggi. Terbukanya sel-sel pada ampas tebu akibat hasil kerja pencacahan, penyayatan dan pemerahan. Pada proses pencacahan, penyayatan dan pemerahan batang tebu pada unit penggilingan yang kurang maksimal, mengakibatkan tidak seluruh air yang diberikan dapat tercampur merata dengan ampas, hal ini dapat disebabkan oleh banyak sel-sel tebu yang belum terbuka dan terpecah, dan juga


(34)

karena afinitas ampas terhadap air yang semakin tinggi menyebabkan hanya lapisan atas dari ampas yang diberi imbibisi yang dapat mengikat sebagian besar air yang diberikan, sedangkan lapisan bawahnya reatif tetap kering. Air yang benar-benar dapat bercampur dengan nira dalam ampas hanya pada ampas yang sel-selnya telah terbuka.

2.34 2.36 2.38 2.4 2.42 2.44 2.46 2.48 2.5

23.2 23.4 23.6 23.8 24 24.2 24.4

Imbibisi % tebu

P

o

l am

p

as (

%

)

Gambar 4.1 Grafik pengaruh imbibisi % tebu terhadap %pol ampas

Hasil kerja stasiun gilingan yang meliputi proses pencacahan dan pemerahan yang dapat diukur salah satunya dari nilai HPG. Untuk menghasilkan nira tebu yang maksimal, diusahakan dicapai HPG yang tinggi, karena semakin tinggi nilai HPG berarti semakin banyak gula yang dihasilkan dalam nira mentah. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, pada pemberian air imbibisi sebanyak 23,75 % tebu diperoeh HPG sebesar 90,91 dari jumlah gula yang terdapat dalam tebu.

Nilai faktor campur digunakan untuk menilai kebenaran analisa ampas. Dalam pabrik gula di Indonesia nilai vf rata-rata mencapai 50. Faktor campur sangat


(35)

bervariasi, tergantung pada efisiensi sistem imbibisi yang diterapkan, kondisi rol-rol gilingan, pengolahan pendahuluan dari tebu dan stelan gilingan. Dari hasil pengamatan, jika nilai % pol ampas semakin rendah maka nilai vf akan semakin tinggi.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada pengamatan ke 5 dan 6

peningkatan jumlah imbibisi tidak menurunkan kadar pol ampas. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kerja imbibisi tidak hanya dari banyaknya jumlah air imbibisi yang diberikan pada ampas tapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti hasil kerja pencacahan dan pemerahan tebu yang secara langsung mempengaruhi jumlah sel-sel yang terbuka, selain itu kualitas air, suhu air imbibisi, serta pencampuran dan waktu kontak juga sangat mempengaruhi hasil kerja imbibisi.


(36)

1. Dalam proses pengilingan batang tebu diupayakan agar pencacacahan dan pemerahan mekanis tebu lebih intensif agar lebih banyak sel-sel batang tebu yang terpecah sehingga semakin banyak jumlah air imbibisi yang dapat bercampur dengan gula dalam ampas.

2. Agar waktu kontak antara air imbibisi dan ampas cukup lama,sebelum diperas pada gilingan berikutnya sebaiknya carrier diatur tidak terlalu cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden., Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga.

Gandana, SG., Ananta, T. 1974. Penuntun Pengawasan Pabrikasi. Buletin II. Pasuruan: Balai Penyalidikan Perusahaan Perkebunan Gula.

Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di

Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.

Notojoewono, R. A. B. 1970. Tebu. Jakarta: PT. Soeroengan.

Soebagio. 1983. Instalasi Gilingan Pabrik Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soerjadi. 1971. Peranan Komponen Batang Tebu Dalam Pabrikasi Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soejardi. 1983a. Ilmu Teknologi Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soejardi. 1983b. Pabrikasi Gula untuk Kursus Masinis III Pabrik Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soejardi. 2003. Proses Pengolahan Dipabrik Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Tjokroadikoesoemo. 1984. Teknoogi dan Peralatan Industri Gula, Ekstraksi Nira

Tebu. Surabaya: Yayasan Pembangunan Indonesia Sekolah Tinggi Teknologi

Industri.


(37)

(1)

vf =

= = 50,97

Tabel 4.2 Data hasil perhitungan kadar pol ampas, Imb % tebu,HPG, dan

faktor campur

Pengamatan ke Imb % tebu Pol ampas (%)

HPG % vf 1 2 3 4 5 6 23,75 23,72 23,34 23,61 24,27 24,14 2,35 2.37 2.48 2.47 2.36 2.40 90.91 90.48 90.95 90.46 90.71 90.94 50,97 50,40 50,60 50,89 50,71 50,84

4.3 Pembahasan

Di dalam stasiun gilingan diusahakan agar kehilangan gula dalam ampas dapat ditekan sampai sekecil–kecilnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan sejumlah air imbibisi pada ampas yang akan diperah agar dapat mengencerkan gula yang masih tertinggal dalam ampas. Imbibisi yang dilakukan yaitu imbibisi majemuk dimana air hanya diberikan satu kali, yaitu pada gilingan terakhir, sedangkan nira yang diperoleh dari gilingan terakhir digunakan untuk imbibisi gilingan didepannya. Semakin banyak jumlah imbibisi yang ditambahkan maka

(100 - %sabut ampas) x Pol Nira gilingan akhir Pol ampas (%)

(100 – 45,52) x 2,20 2,35


(2)

kehilangan gula dalam ampas akan semakin rendah. Variasi dari jumlah imbibisi yang diberikan dapat mempengaruhi kadar pol ampas gilingan akhir.

Agar proses imbibisi menghasilkan jumlah gula yang maksimal, standar jumlah imbibisi yang diberikan minimal 20 % tebu dan maksimal 25 % tebu. Jika jumlah imbibisi yang diberikan lebih besar dari 25 % tebu, maka kelebihan imbibisi tersebut tidak dapat lagi mengencerkan gula yang tertinggal dalam ampas. Berhubung nira mentah yang dihasilkan pada proses penggilingan masih harus diuapkan dievaporator, maka penambahan imbibisi tidak boleh terlalu besar (lebih besar dari 25%tebu) karena dapat mengganggu proses penguapan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguapkannya. Dari hasil pengamatan, pada grafik dapat dilihat pengamatan ke 1, 2, 3 dan 4 bahwa peningkatan jumlah imbibisi menurunkan kadar pol ampas, sedangkan pada pengamatan ke 5 dan 6 peningkatan imbibisi % tebu tidak menurunan kadar pol ampas. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja imbibisi, seperti jumlah sel-sel pada ampas yang terbuka kurang maksimal. yang dipengaruhi oleh hasil kerja alat persiapan dan gilingan selain itu juga dapat disebaban oleh kurangnya waktu kontak antara air imbibisi dengan ampas.

Meskipun terkadang jumlah imbibisi telah ditingkatkan, tapi kadar pol ampas semakin tinggi. Terbukanya sel-sel pada ampas tebu akibat hasil kerja pencacahan, penyayatan dan pemerahan. Pada proses pencacahan, penyayatan dan pemerahan batang tebu pada unit penggilingan yang kurang maksimal, mengakibatkan tidak seluruh air yang diberikan dapat tercampur merata dengan ampas, hal ini dapat disebabkan oleh banyak sel-sel tebu yang belum terbuka dan terpecah, dan juga


(3)

karena afinitas ampas terhadap air yang semakin tinggi menyebabkan hanya lapisan atas dari ampas yang diberi imbibisi yang dapat mengikat sebagian besar air yang diberikan, sedangkan lapisan bawahnya reatif tetap kering. Air yang benar-benar dapat bercampur dengan nira dalam ampas hanya pada ampas yang sel-selnya telah terbuka.

2.34 2.36 2.38 2.4 2.42 2.44 2.46 2.48 2.5

23.2 23.4 23.6 23.8 24 24.2 24.4

Imbibisi % tebu

P

o

l am

p

as (

%

)

Gambar 4.1 Grafik pengaruh imbibisi % tebu terhadap %pol ampas

Hasil kerja stasiun gilingan yang meliputi proses pencacahan dan pemerahan yang dapat diukur salah satunya dari nilai HPG. Untuk menghasilkan nira tebu yang maksimal, diusahakan dicapai HPG yang tinggi, karena semakin tinggi nilai HPG berarti semakin banyak gula yang dihasilkan dalam nira mentah. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, pada pemberian air imbibisi sebanyak 23,75 % tebu diperoeh HPG sebesar 90,91 dari jumlah gula yang terdapat dalam tebu.

Nilai faktor campur digunakan untuk menilai kebenaran analisa ampas. Dalam pabrik gula di Indonesia nilai vf rata-rata mencapai 50. Faktor campur sangat


(4)

bervariasi, tergantung pada efisiensi sistem imbibisi yang diterapkan, kondisi rol-rol gilingan, pengolahan pendahuluan dari tebu dan stelan gilingan. Dari hasil pengamatan, jika nilai % pol ampas semakin rendah maka nilai vf akan semakin tinggi.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada pengamatan ke 5 dan 6 peningkatan jumlah imbibisi tidak menurunkan kadar pol ampas. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kerja imbibisi tidak hanya dari banyaknya jumlah air imbibisi yang diberikan pada ampas tapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti hasil kerja pencacahan dan pemerahan tebu yang secara langsung mempengaruhi jumlah sel-sel yang terbuka, selain itu kualitas air, suhu air imbibisi, serta pencampuran dan waktu kontak juga sangat mempengaruhi hasil kerja imbibisi.


(5)

1. Dalam proses pengilingan batang tebu diupayakan agar pencacacahan dan pemerahan mekanis tebu lebih intensif agar lebih banyak sel-sel batang tebu yang terpecah sehingga semakin banyak jumlah air imbibisi yang dapat bercampur dengan gula dalam ampas.

2. Agar waktu kontak antara air imbibisi dan ampas cukup lama,sebelum diperas pada gilingan berikutnya sebaiknya carrier diatur tidak terlalu cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden., Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga.

Gandana, SG., Ananta, T. 1974. Penuntun Pengawasan Pabrikasi. Buletin II. Pasuruan: Balai Penyalidikan Perusahaan Perkebunan Gula.

Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.

Notojoewono, R. A. B. 1970. Tebu. Jakarta: PT. Soeroengan.

Soebagio. 1983. Instalasi Gilingan Pabrik Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soerjadi. 1971. Peranan Komponen Batang Tebu Dalam Pabrikasi Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soejardi. 1983a. Ilmu Teknologi Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soejardi. 1983b. Pabrikasi Gula untuk Kursus Masinis III Pabrik Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Soejardi. 2003. Proses Pengolahan Dipabrik Gula. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP).

Tjokroadikoesoemo. 1984. Teknoogi dan Peralatan Industri Gula, Ekstraksi Nira Tebu. Surabaya: Yayasan Pembangunan Indonesia Sekolah Tinggi Teknologi Industri.


(6)