12
1. Norma-norma Perlindungan Hutan dalam Sistem Verifikasi
Legalitas Kayu
a. Pengertian Hukum Kehutanan
Hukum kehutanan di Indonesia merupakan salah satu bidang hukum yang sudah berumur 137 tahun, yaitu sejak diundangkannya Reglemen Hutan 1865
yang berlaku pada masa Hindia Belanda. Istilah hukum kehutanan merupakan terjemahan dari
Boswezen Recht
Belanda atau
Forrest Law
Inggris. Menurut Henry Campbell Black, berdasarkan hukum Inggris kuno yang disebut
forrest law
hukum kehutanan adalah: “
The system or body of old law relating to the royal forest
“ atau “suatu sistem atau tatanan hukum lama yang berhubungan dan mengatur hutan-
hutan kerajaan“
1
. Pada awalnya memang secara historis hukum kehutanan hanya sebatas mengatur tentang perlindungan terhadap hutan sebagai
aset kerajaan. Namun, dalam perkembangannya pengaturan hukum kehutanan kemudian juga menjangkau perlindungan terhadap hutan-hutan yang dimiliki
rakyat. Pada tahun 1971 hukum kehutanan Inggris disempurnakan melalui Act 1971 dan di dalam Act 1971 ini tidak hanya mengatur hutan kerajaan semata-
mata, tetapi juga mengatur mengenai hutan rakyat hutan milik. Idris Sarong Al Mar mengatakan bahwa yang disebut dengan hukum
kehutanan adalah serangkaian kaidah-kaidah atau norma-norma tidak tertulis dan peraturan-peraturan tertulis yang hidup dan dipertahankan dalam hal-hal
1
Salim, H.S., S.H., M.S., Ibid., hal., 5.
13
hutan dan kehutanan
2
. Definisi Idris Sarong Al Mar tersebut juga senada dengan definisi yang dirumuskan Biro Hukum dan Organisasi, Departemen Kehutanan,
yaitu, bahwa hukum kehutanan adalah kumpulan himpunan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang
bersangkut-paut dengan hutan dan pengurusannya
3
. Pasal 1 Angka 1 UU Kehutanan memberikan definisi tentang kehutanan
sebagai sistem pengurusan
4
yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu
5
. Salim memberikan definisi yang cenderung berbeda dari ketiga definisi
hukum kehutanan diatas karena menurutnya ketiga definisi di atas hanya menitikberatkan pada kekuasaan negara dalam pengelolaan dan pengurusan hutan
dan kehutanan semata-mata, menurut Salim hukum kehutanan bukanlah semata- mata hanya mengenai hal-hal tersebut, namun juga mengenai urusan manusia
secara perorangan, jika orang tersebut mengusahakan penanaman kayu di atas tanah hak miliknya
6
.
2
Idris Sarong Al Mar sebagaimana dikutip oleh Salim, H.S., M.S., Ibid.
3
Ibid.
4
Namun menurut Penulis Sistem pengurusan inilah yang diwujudkan dalam hukumperaturan maupun regulasi yang akan dikeluarkan oleh Negara atau Pemerintah sebagai Penguasa semua
Hutan diseluruh wilayah Indonesia., Lihat Pasal 4 UU kehutanan., menurut penulis bahwa definisi Kehutanan dalam UU Kehutanan juga senada dengan definisi Idris Sarong Al Mar dan Biro
Hukum dan Organisasi Dephut. Jadi menurut Penulis definisi Kehutanan dalam UU Kehutanan adalah hukum kehutanan itu sendiri.
5
Lihat UU Kehutanan Pasal 1 Angka 1.
6
Ibid.
14
Dengan demikian Salim memberikan definisi mengenai hukum kehutanan sebagai
“kumpulan kaidahketentuan hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan hutan dan kehutanan, dan hubungan antara individu perseorangan
dengan hutan dan kehutanan ”.
Definisi hukum kehutanan menurut Salim tersebut mempunyai tiga unsur yaitu: adanya kaidah hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, mengatur
hubungan antara negara dengan hutan dan kehutanan, dan mengatur hubungan antara individu perseorangan dengan hutan dan kehutanan
7
. Hukum kehutanan juga mempunyai dua bentuk yaitu, hukum kehutanan
yang tertulis maupun tidak tertulis. Hukum kehutanan tertulis adalah kumpulan kaidah hukum yang dibuat oleh lembaga yang berwenang untuk mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan. Sedangkan hukum kehutanan tidak tertulis atau disebut juga hukum adat mengenai hutan adalah aturan-aturan hukum
yang tidak tertulis, timbul, dan berkembang dalam masyarakat setempat, jadi hukum kehutanan tidak tertulis sifatnya lokal dan hanya mengatur mengenai hal-
hal seperti hak membuka tanah dihutan, hak untuk menebang kayu, hak untuk memungut hasil hutan dan hak untuk menggembalakan ternak, dan sebagainya
namun hak-hak yang sedemikian rupa itu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan bangsa dan negara
8
.
7
Ibid.
8
Ibid.
15
b. Sumber-sumber Hukum Kehutanan