15
b. Sumber-sumber Hukum Kehutanan
Secara sederhana, sumber hukum adalah tempat di mana kaidah-kaidah hukum yang mengatur bidang tertentu bida diketemukan. Dari pemahaman ini,
dapat dikemukakan bahwa sumber-sumber hukum kehutanan adalah tempat di mana kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang kehutanan dapat diketemukan.
Untuk itu ada dua kategori hukum kehutanan, yaitu hukum kehutanan yang tertulis dan hukum kehutanan yang tidak tertulis.
1 Hukum kehutanan yang tertulis
Hukum kehutanan yang tertulis adalah hukum kehutanan yang dituangkan dalam wujud tertulis oleh lembaga yang memiliki kewenangan untuk membuat
hukum tertulis tersebut. Dengan demikian, setiap peraturan perundang-undangan yang substansinya menyangkut kaidah pengaturan hal-hal yang berkaitan dengan
kehutanan dapat dikategorikan sebagai hukum kehutanan yang tertulis. Sesuai dengan pihak yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan, hukum
kehutanan yang tertulis dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni Konstitusi, Undang-Undang dan peraturan lain di luar Undang-Undang misalnya Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah. a.
Konstitusi UUD 1945
Konstitusi menempati posisi yang penting sebagai sumber hukum kehutanan Indonesia. Konstitusi memuat prinsip-prinsip yang menjadi sumber
dari berbagai pengaturan tentang kehutanan yang ada di Indonesia baik yang berupa Undang-Undang maupun peraturan perundang-undangan yang lain. Dalam
16
kaitan ini pasal yang relevan di dalam UUD 1945 adalah Pasal 33 Ayat 3 yang berbunyi:
“
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
”
b. Undang-Undang
Di Indonesia, Undang-Undang yang secara komprehensif mengatur tentang kehutanan adalah Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. Tetapi, di luar itu ada pula Undang-Undang yang juga terkait dengan pengaturan tentang kehutanan. Secara lebih lengkap dapat dikemukakan bahwa
sumber-sumber terpenting hukum kehutanan Indonesia yang berwujud Undang- Undang meliputi:
o Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
9
o Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. o
Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. o
Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
o Undang-Undang No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan.
9
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 ini sudah diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 41
tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang.
17
c. Peraturan perundang-undangan lain
Selain Undang-Undang, kaidah-kaidah hukum kehutanan juga dapat diketemukan di dalam peraturan perundang-undangan yang lain, baik yang berupa
peraturan nasional maupun peraturan daerah. Peraturan perundang-undangan yang penting misalnya:
d. Peraturan Pemerintah
o Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 tahun 1994 tentang Perburuan
Satwa Buru. o
Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
o Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. o
Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
o Peraturan Pemerintah RI Nomor 4 Tahun 2001 tentang
Pengendalian Kerusakan dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.
o Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan
Kota. o
Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 2004 tentang Syarat dan Tata Cara Pengalihan Perlindungan Varietas Tanaman dan
Penggunaan Varietas Yang Dilindungi oleh Pemerintah.
18
o Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan. o
Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
o Peraturan Pemerintah RI Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota.
o Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.
o Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2007 tentang Dana
Reboisasi. o
Peraturan Pemerintah RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.
o Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hubungan dan Kerja Sama Kepolisian Negara Republik Indonesia.
o
Peraturan Pemerintah RI Nomor 76 Tahun 2008 tentang
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.
19
o Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2009 tentang Pembinaan,
Pembiayaan dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan.
o Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Peraturan
Pemerintah Nomor
45 tahun
2004 tentang Perlindungan Hutan.
o Peraturan Pemerintah No 10 tahun 2010 tentang Tata Cara
Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. o
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
o Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2010 Tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
o Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 tentang Perusahaan
Umum PERUM Kehutanan Negara. o
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011, tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
o Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2012 tentang Perubahan PP No
24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. o
Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2012 tentang Perubahan PP No 10 tahun 2010 tentang Tata Cara Peruntukan dan Fungsi Kawasan
Hutan.
20
o Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai.
e. Peraturan Presiden
o Keputusan Presiden RI No. 29 tahun 1991 tentang Perubahan
Keputusan Presiden No. 30 tahun 1990 tentang Pengenaan, Pemungutan, dan Pembagian Iuran Hasil Hutan.
o Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 28 tahun 2011 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah.
o Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 Penundaan Pemberian
Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
o Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata
Ruang Pulau Kalimantan. o
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 62 tahun 2013 tentang Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari
Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut.
f. Peraturan Menteri
o Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.38Menhut-II2009 tentang
Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan
21
Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin dan atau Pada Hutan Hak.
o
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.12Menhut-II2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.32Menhut-II2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai.
o Peraturan Menterri Kehutanan No. P.9Menhut-II2012 tentang
Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan Kayu.
o Peraturan Menteri Kehutanan No .P.4Menhut-II2012,
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No. p.48menhut-ii2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
o Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20Menhut-II2012 tanggal
23 April 2012 Tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan. o
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19Menhut-II2012 tanggal
11 April 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.62Menhut-II2008 Tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri
dan Hutan Tanaman Rakyat. o
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14Menhut-II2012 tanggal
8 April 2012 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan Tahun 2012.
22
o
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.67Menhut-II2011
Tentang Pedoman Umum Penggunaan Belanja Bantuan Modal Kerja dalam Rangka Pengembangan Desa Konservasi di Daerah
Penyangga Kawasan Konservasi. o
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.63Menhut-II2011 ientang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai.
o Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.61Menhut-II2011 Tentang Panduan Penanaman Satu Milyar
Pohon 2011. o
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.60Menhut-II2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Pengaturan Kelestarian Hutan Dan Rencana Teknik Tahunan Di Wilayah Perum Perhutani.
o Peraturan Menteri Kehutanan No. P.8Menhut-II2014 tentang
Pembatasan Luasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu IUPHHK dalam Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman Industri
atau IUPHHK Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi.
2 Hukum kehutanan yang tidak tertulis
Hukum kehutanan yang tidak tertulis merupakan norma-norma hukum yang mengatur tentang kehutanan yang terutama berkembang melalui praktik
23
kebiasaan atau adat istiadat yang tidak tertulis. Hukum kehutanan yang tidak tertulis ini memiliki keberlakuan lokal dan umumnya hanya berlaku di antara
masyarakat adat. Meski sifatnya tidak tertulis, pada prinsipnya hukum adat sebagai hukum yang hidup di dalam masyarakat tetap diakui sebagai hukum yang
mengikat, setidaknya secara lokal. Pengakuan terhadap pranata hukum adat tentang kehutanan juga
dipertegas melalui putusan Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 35PUU- X2012. Dalam perkara tersebut pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi
memutus Pasal 1 Angka 6 dari Undang-Undang Kehutanan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3888 sebagai bertentangan dengan konstitusi. Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Kehutanan menyatakan bahwa hutan adat termasuk
dalam kategori hutan negara, bukan hutan hak. Dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal
4 ayat 3 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat
conditionally unconstitutional
kecuali dimaknai sebagai berikut: “Penguasaan hutan oleh
Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang-
undang”.
Mahkamah Konstitusi secara khusus juga menegaskan bahwa kata “memperhatikan” harus dimaknai lebih tegas, yaitu “negara
mengakui dan
24 menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya
”.
Selanjutnya Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa frasa “kenyataannya masih ada dan diakui keberadaann
ya, serta tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional” sebagai prasyarat bagi pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat, dan karenanya harus dimaknai
secara jelas dan tegas bahwa masyarakat hukum adat tersebut tidak hanya sekedar “ada” tetapi benar-benar yang “masih hidup”. MK juga menegaskan bahwa
“apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi maka hak pengelolaan hutan adat adalah tepat untuk dikembalikan
kepada Pemerintah, dan status hutan adat pun beralih menjadi hutan negara. Dalam pertimbangannya pula Mahkamah Konstitusi berpendapat,
Mahkamah berpendapat hutan negara dan hutan adat harus ada perbedaan perlakuan, sehingga dibutuhkan pengaturan hubungan antara hak menguasai
negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat. Terhadap hutan negara, negara mempunyai wewenang penuh untuk mengatur
peruntukan, pemanfaatan, dan hubungan-hubungan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara.
Terhadap hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauh mana isi wewenang yang tercakup dalam hutan adat. Hutan adat ini berada dalam cakupan
hak ulayat dalam satu kesatuan wilayah ketunggalan wilayah masyarakat hukum adat dan
para warga masyarakat hukum adat mempunyai hak membuka hutan
25 ulayatnya untuk dikuasai dan diusahakan tanahnya bagi pemenuhan kebutuhan
pribadi dan keluarganya.
c. Tujuan dan Asas-asas Hukum Kehutanan