28
Asas ini diintrodusir pertama kali oleh Austria melalui undang-undang tentang
ecolabelling
kayu tropis
19
. Asas hutan berkelanjutan
sustainable forrest
adalah suatu asas di mana setiap negara dapat mengelola secara berkelanjutan dan meningkatkan kerja sama
internasional dalam pelestarian hutan dan pembangunan berkelanjutan. Asas ini dikumandangakan dalam konferensi PBB untuk lingkungan dan pembangunan
UNCED di Rio de Janeiro, Brazil, awal juni 1992, dan pada prinsipnya setiap negara peserta konferensi harus melaksanakan segala isi konvensi dan
kesepakatan secara konsekuen
20
.
d. Kepentingan-kepentingan yang Dilindungi oleh Hukum
Kehutanan
Sebagaimana telah Penulis kemukakan diatas bahwa hutan memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting negara
21
. Oleh karena itu hutan harus dilindungi demi kepentingan Negara dan masyarakat Indonesia pada khususnya
dan agar hutan dapat berfungsi dengan baik. UU Kehutanan Pasal 6 Ayat 2 membagi hutan menurut fungsinya
menjadi 3 kategori yaitu: Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi
22
. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu
19
Sormin sebagaimana dikutip oleh Salim, H.S., S.H., M.S., Op.Cit., hal., 11.
20
Salim, H.S., S.H., M.S.,Ibid., hal., 11.
21
Lihat Paragraph 1 pada latar belakang masalah, hal., 1 Bab I skripsi ini, Supra.
22
Lihat UU Kehutanan Pasal 6 Ayat 2.
29
yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas tiga macam yaitu: kawasan
hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam dan hutan buru. Hutan lindung sendiri adalah kawasan hutan yang mempeunyai fungsi pokok sebagai dasar
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi penerobosan air laut, dan
memelihara kesuburan tanah. Hutan produksi adalh kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan
23
. Berdasarkan fungsi hutan diatas dapat dilihat khususnya pada fungsi hutan
lindung mempunyai manfaat yang sangat penting, yaitu untuk kelestarian atau keberlangsungan lingkungan. Hutan lindung dapat mengatur dan meninggikan
debit air pada musinm kemarau, dan mencegah terjadinya debit air yang berlebihan pada musim hujan. Hal ini disebabkan dalam hutan terdapat air retensi,
yaitu air yang masuk ke dalam tanah, dan sebagian bertahan dalam saluran- saluran kecil yang terdapat dalam tanah. Serta hutan lindung dapat mencegah dan
menghambat mengalirnya air karena adanya akar-akar kayu dan akar tumbuh- tumbuhan
24
. Dapat disimpulkan bahwa fungsi dan manfaat hutan lindung sangat
penting karena secara langsung dapat berdampak terhadap lingkungan. Jika
23
Salim, H.S., S.H., M.S., Ibid., hal., 44.
24
Ibid., hal., 47.
30
terdapat kerusakan pada hutan lindung maka akan berdampak langsung pula pada rusaknya lingkungan.
Namun perlu disadari pula bahwa hutan lindung bukanlah hutan yang tidak diperbolehkan untuk diambil manfaatnya atau hasil hutannya. Oleh karena itu UU
Kehutanan mengatur mengenai pemanfaatan hutan lindung yang diatur dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 27
25
. Pemanfaatan hutan lindung adalah segala bentuk usaha yang menggunakan kawasan dengan tidak mengurangi fungsi
utamanya. Salah satunya dengan pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan jasa lingkungan adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa
lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi kawasan.
Jika dilihat dalam pasal-pasal tersebut dilihat bahwa segala pemanfaatanya adalah hasil hutan bukan kayu. Jadi hukum kehutanan melalui UU Kehutanan
memberikan proteksi atau perlindungan terhadap hutan terutama pohon-pohon dalam hutan lindung yang menjadi pencegah debit air tinggi, erosi dan
sebagainya. UU Kehutanan juga mewajibkan para pemegang izin pemanfaatan hutan untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya serta
membantu dalam rehabilitasi dan reklamasi hutan
26
. Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum kehutanan adalah salah satu instrument perlindungan terhadap
lingkungan secara langsung.
25
Lihat UU Kehutanan Pasal 26-27.
26
Ibid., hal., 84.
31
2. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu sebagai Instrumen