Pengertian Sistem Verifikasi Legalitas Kayu. latar belakang SVLK

31

2. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu sebagai Instrumen

Perlindungan Hutan Hutan tidak hanya penting kedudukannya bagi negara namun juga dunia internasional yang peduli terhadap kelestarian hutan khususnya di Indonesia dan tidak dapat di pungkiri pula bahwa kayu yang berasal dari Indonesia adalah komoditi Impor bagi negara lain khususnya Uni Eropa 27 atau dapat dikatakan hutan di Indonesia adalah aset internasional. Untuk menjaga agar pemanfaatan hutan bisa dikendalikan dan untuk menjaga kelestarian hutan, pada tahun 2012 melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 64M-DAGPER102012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, pemerintah menekankan pentingnya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu dalam ekspor produk industri kehutanan.

a. Pengertian Sistem Verifikasi Legalitas Kayu.

Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu SVLK merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia . Sistem Verifikasi Legalitas Kayu SVLK dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal di Indonesia. 27 Lihat latar belakang masalah dalam skripsi ini Bab I, hal., 3-5., Supra. 32 Sebagai sebuah sistem, SVLK memiliki beberapa sub-sistem, di antaranya adalah: Standar VLK, Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu LVLK, Pemegang Izin, Lembaga Akreditasi Komite Akreditasi Nasional, Lembaga Penilai Verifikasi Independen LPVI, Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu LVLK, Lembaga Penilai Pengelolaan Hutan Produksi Lestari LPPHPL, Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari S-PHPL, Sertifikat Legalitas Kayu S-LK, Tanda V-Legal, dan Dokumen V-Legal.

b. latar belakang SVLK

Komitmen NegaraPemerintah dalam memerangi pembalakan liar dan perdagangan kayu illegal. Perwujudan good forest governance menuju pengelolaan hutan lestari. Permintaan atas jaminan legalitas kayu dalam bentuk sertifikasi dari pasar internasional, khususnya dari Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan Australia 28 . Sebagai bentuk National Insentive untuk mengantisipasi semakin maraknya permintaan skema sertifikasi legalitas kayu dari negara asing, seperti skema FSC, PEFC, dan sebagainya. Pemberlakukan SVLK bagi kayu ekspor Indonesia dilatarbelakangi oleh: maraknya kegiatan illegal logging dan illegal trading. Pada tahun 1998 s.d 1999, isu pembalakan liar kayu hutan tropis semakin jelas mengemuka di pasar global. Dan sampai dengan 2002 peredaran kayu illegal baik domestik maupun internasional semakin merajalela. Walaupun situasi ini tidak hanya terjadi di 28 Di dunia internasional “rule” atau aturan seperti SVLK tersebut dikenal dengan nama TLAS Timber Legality Assurance System, di dunia internasional SVLK dikenal dengan nama INDO- TLAS. Diakses di http:www.sgs.comenOur-CompanyNews-and-Media-CenterNews-and- Press-Releases201309The-Timber-Legality-Assurance-System-Effective-in-Early-2013.aspx., Pada Tanggal 15 Mei 2014. 33 Indonesia, karena terjadi pula di Filipina, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam dan sejumlah Negara Afrika, tetap saja Indonesia menjadi sasaran negara-negara Amerika dan Uni Eropa yang memojokkan Indonesia sebagai hotspot pembalakan liar. Adanya “ image ” dari dunia luar yang kurang baik terhadap pengelolaan hutan di Indonesia; Image yang kurang baik dari dunia luar akan berakibat pada pemasaran kayu ekspor Indonesia. Oleh karena itu, Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan beberapa pihak baik instansi teknis maupun LSM Lingkungan berusaha merumuskan sistem pemanfaatan hutan melalui sistem tata usaha kayu berbasis legalitas melalui pemberlakuan verifikasi terhadap kayu yang beredar di pasar. Adanya kecenderungan dalam perdagangan kayu internasional yang memerlukan legalitas, seperti USA dengan “ amandement Lacey Act ” yang dimaksudkan untuk menghindarkan importasi kayu-kayu ilegal ke negeri tersebut, Uni Eropa dengan ” EU Timber Regulation ” regulasi No. 9952010 berlaku 3 Maret 2013 yang mewajibkan agar operator memiliki bukti yang cukup meyakinkan bahwa produk perkayuan yang mereka perdagangkan bukan berasal dari sumber yang illegal, Australia dengan “ Prohibition Bill ” dan Jepang dengan “ Green Konyuho ” atau “ Goho Wood ” yang mewajibkan kayu yang diimpor berasal dari sumber yang legal. Pada prinsipnya, negara-negara pengimpor menghendaki hanya produk kayu legal yang masuk ke negaranya. 34 Rendahnya kesejahteraan masyarakat, Potensi sumber daya alam berupa kehutanan yang begitu melimpah dan bisa terbarukan, harusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berusaha di sektor perkayuan. Namun pada kenyataannya usaha masyarakat di sektor kayu, terutama di tingkat hulu masih belum mampu meningkatkan kesejahteraan yang signifikan. Berbagai faktor menjadi penyebab, diantaranya daya saing produk dan kepastian hukum atas status kayu dan administrasi tata usaha kayu hutan dari sisi regulasi kehutanan. Rendahnya daya saing produk kayu Indonesia, tanpa kepastian legalitas kayu, persaingan kayu Indonesia di pasar internasional menjadi semakin dipertanyakan. Hal ini karena semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dunia terhadap kelestarian lingkungan. Dengan diberlakukannya SVLK diharapkan kayu Indonesia akan memiliki daya saing di pasar internasional, karena konsep SVLK memberikan kepastian bagi pasar bahwa kayu dan produk kayu yang diproduksi Indonesia merupakan produk yang legal dan berasal dari sumber yang legal. SVLK juga akan memperbaiki tata pemerintahan Governance kehutanan Indonesia melalui perbaikan administrasi tata usaha kayu hutan secara efektif, mereduksi praktek illegal logging dan illegal trading. Ke depannya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berusaha dalam bidang perkayuan dari hulu sampai hilir 29 . 29 Hanik Rustiningsih, Sistem Verfikasi Legalitas Kayu SVLK, Pusdiklat Bea dan Cukai, 2013. 35 Pembahasan terkait dengan SVLK tidak akan lepas dari pembahasan mengenai FLEGT VPA terkait dengan pemberlakuan EU Timber Regulations . Tanggal 29 – 30 Maret 2007, negosiasi pertama di Jakarta. Tim Komisi Eropa dipimpin oleh Mr. Jean Breteché Duta Besar Uni Eropa di Jakarta. Delegasi RI diketuai oleh Dr. Hadi S. Pasaribu Dirjen Bina Produksi KehutananDephut. Anggota Delegasi RI terdiri atas perwakilan dari instansi pemerintah yang terkait Deplu, Depdag, Deperin, Depkeu, swasta kehutanan, dan lembaga swadaya masyarakat. Tanggal 11-13 Juli 2007, Negosiasi kedua di Brussels. Dalam negosiasi kedua dibahas antara lain: mengkaji ulang elemen-elemen yang akan didiskusikan dalam VPA, cakupan produk, sistem kepastian keabsahan kayu, penegakan hukum dan tata kelola bidang kehutanan, penghindaranperaturan circumventionlegislation , dan insentif. Senin dan selasa, 14-15 April 2008 telah diadakan FLEGT VPA Technical Meeting dengan hasil antara lain bahwa terkait dengan standar legalitas, Indonesia telah menyusun prinsip, kriteria dan indikator yang dikembangkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, Standar SVLK juga tentang perkembangan penyusunan kelembagaan terkait dengan standar tersebut. Setelah melalui proses yang panjang dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan kehutanan sejak tahun 2007, maka pada tanggal 12 Juni 2009 Menteri Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38Menhut-II2009 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak. 36 Sedangkan dalam hal standard dan pedoman penilaiannya ditetapkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No. P.6VI- Set2009 tanggal 15 Juni 2009. Peraturan inilah yang menjadi landasan penerapan SVLK. Indonesia bermaksud agar sejumlah kira-kira 4.500 produsen, pengolah dan eksportir Indonesia diverifikasi berdasarkan persyaratan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Indonesia secara progresif. 30 . Setelah selesainya proses penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia dan 22 bahasa Uni Eropa lainnya, maka Persetujuan FLEGT-VPA diharapkan akan ditandatangani pada bulan April 2013. Kedua belah pihak kemudian akan memulai prosedur ratifikasi masing-masing dan diharapkan akan selesai pada bulan September 2013. Penyelesaian proses ratifikasi tersebut akan menjadi langkah hukum yang penting karena akan membuat FLEGT-VPA memiliki kekuatan mengikat secara hukum, baik untuk Indonesia dan Uni Eropa. Setelah VPA berlaku dan dijalankan, berarti produk kayu Indonesia yang telah disertai dengan lisensi ekspor akan secara penuh diterima sebagai berkesesuaian dengan persyaratan EUTR, dan hal ini merupakan insentif yang jelas bagi para pembeli di Eropa. Sekretaris Jenderal Hadi Daryanto dan Duta Besar Julian Wilson menyambut baik keterlibatan para pemangku kepentingan di bidang kehutanan, 30 Indonesia Wood “Wood Working Manufacture”, Sejarah SVLK Sistem Verifikasi Legalitas Kayu, diakses dari http:indonesiawood.infoartikel-kayusertifikasi-kayusejarah-svlk-sistem- verifikasi-legalitas-kayu-di-indonesia, Pada tanggal 15 Mei 2014, pada pukul 14:27. 37 termasuk kalangan masyarakat sipil, dalam pengembangan SVLK, sebagai faktor yang memungkinkan pembeli memiliki keyakinan dalam skema baru ini. Skema ini menjadi kunci untuk mendukung perdagangan kayu legal antara Indonesia dan Uni Eropa - yang bernilai sekitar 1,2 miliar USD per tahun. Sekretaris Jenderal Hadi Daryanto dan Duta Besar Julian Wilson juga menggarisbawahi bahwa Indonesia dan Uni Eropa saat ini berada dalam tahap kritis dalam bergerak menuju implementasi penuh dari prosedur dan mekanisme perdagangan kayu yang baru ini dalam kerangka FLEGT-VPA. Namun bahkan sebelum VPA dengan Uni Eropa sepenuhnya diimplementasikan, skema SVLK yang mendasarinya merupakan keuntungan pasar bagi Indonesia dengan tersedianya jaminan legalitas kayu itu, tidak hanya untuk pasar Uni Eropa, tetapi juga ke negara pasar lainnya, menimbang pencapaian Indonesia dalam mengembangkan dan menerapkan SVLK tersebut. Umpan balik dari kontak- kontak terkini dengan para pembeli produk kayu di Eropa mengatakan bahwa mereka yakin kredibilitas skema SVLK dalam kaitannya dengan persyaratan EUTR, dikarenakan skema SVLK akan menjadi dasar bagi FLEGT-VPA. Saat ini Uni Eropa dan Indonesia bekerja sama secara erat untuk memastikan bahwa VPA dapat diimplementasikan sesegera mungkin. Setelah suksesnya uji coba pengapalan, sambil menunggu penandatanganan dan ratifikasi VPA, maka dalam waktu dekat akan segera dilakukan evaluasi bersama terhadap sistem yang telah disepakati tersebut. 38 Sekretaris Jenderal Hadi Daryanto dan Duta Besar Julian Wilson setuju bahwa pihak berwenang di negara-negara anggota Uni Eropa serta para operator yang merupakan importir produk kayu Indonesia perlu menerima pesan penting ini tentang pencapaian kemajuan Indonesia sehubungan dengan produk kayu bersertifikat SVLK dan kemajuan cepat menuju implementasi penuh FLEGT- VPA. Sertifikasi SVLK adalah instrumen yang berharga dalam penilaian legalitas produk kayu Indonesia dan diharapkan hal ini dilihat sebagai unsur kuat jaminan bagi pembeli di Eropa 31 . Kemudian pada tanggal 30 September 2013 Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Persetujuan Kemitraan Sukarela antara Pemerintah Republik Indonesia dan Uni Eropa tentang Penegakan Hukum Kehutanan, Penatakelolaan, dan Perdagangan Kayu ke Uni Eropa Voluntary Partnership Agreement between Republic of Indonesia and European Union on Forrest Law Enforcement, Governance and Trade Timber Products to into the European Union , sebagai hasil Perundingan antara delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Uni Eropa, yang bertujuan untuk memperbaiki tata kelola sektor kehutanan yang dapat menghapus tindakan pembalakan liar dan memastikan perdagangan kayu serta produk kayu Indonesia ke wilayah Uni Eropa sesuai dengan peraturan perundang-undangan kedua Negara. 31 Indonesian Legal Wood, Sistem Informasi Legalitas Kayu SILK, Indonesia dan Uni Eropa Adopsi Kebijakan Baru Legalitas Perdagangan Kayu Guna Mendorong Perdagangan Bilateral Produk Kayu , diakses dari http:silk.dephut.go.idindex.phparticlevnews5, pada tanggal 15 Mei, pada pukul 14:44. 39 Yang kemudian atas dasar tersebut Pemerintah Indonesia melalui Presiden Republik Indonesia mengesahkan Peraturan Presiden No. 21 tahun 2014 tentang Pengesahan Persetujuan Kemitraan Sukarela antara Pemerintah Republik Indonesia dan Uni Eropa tentang Penegakan Hukum Kehutanan, Penatakelolaan, dan Perdagangan Kayu ke Uni Eropa Voluntary Partnership Agreement between Republic of Indonesia and European Union on Forrest Law Enforcement, Governance and Trade Timber Products to into the European Union .

c. Pengaturan SVLK