87
undang bagi mereka yang membuatnya”. Ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian,
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan,
4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan
111
Perjanjian yang sah artinya, perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang sehingga perjanjian tersebut diakui oleh hukum.
Syarat-syarat sahnya suatu persetujuan yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata dengan sendirinya berlaku juga bagi sahnya suatu perjanjian. Mengenai
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata adalah :
1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian Consensus.
2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian Capacity. 3. Ada suatu hal yang tertentu A certain subject matter.
4. Ada suatu sebab yang halal Legal cause.
112
Keempat syarat sahnya perjanjian tersebut selanjutnya dapat dirinci sebagaimana, dikemukakan berikut ini:
1. Adanya Kesepakatan Kedua Belah Pihak
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada pihak yang dikenal pula dengan toestemingizin. Kesepakatan ini
111
Salim H.S, Op.Cit., hlm. 100
112
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1982, hlm. 88
Universitas Sumatera Utara
88
diatur dalam Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata, yaitu persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Persesuaian dimaksud
adalah pernyataannya, karena kehendak tidak dapat dilihatdiketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:
a Bahasa yang sempurna dan tertulis; b Bahasa yang sempurna secara lisan;
c Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang
tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya; d Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;
e Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan
113
Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan para pihak, yaitu secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar
memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa di kemudian hari.
2. Cakap melakukan perbuatan hukum Cakap bertindak
Cakap melakukan perbuatan hukum atau cakap bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah
perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang
untuk melakukan perbuatan hukum, sebagimana yang ditentukan undang-undang. Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang
yang sudah dewasa dan yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum:
113
Sudikno Metrokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 1987, hlm 7.
Universitas Sumatera Utara
89
a Anak di bawah umur minderjarigheid, b Orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan
c Istri Pasal 1330 KUHPerdata. Akan tetapi dalam perkembangnnya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU
Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963.
114
Pada dasarnya setiap orang yang telah dewasa dan tidak terganggu
ingatannya, cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang dewasa yang terganggu ingatannya, anak di bawah umur dan orang yang berada di bawah pengampuan
dianggap tidak cakap bertindak dalam lalu lintas hukum.
115
Subjek hukum dalam membuat sesuatu perjanjian seseorang haruslah cakap bertindak dalam lalu lintas
hukum, karena dalam perjanjian itu seseorang terikat untuk melaksanakan suatu prestasi dan harus dapat mempertanggung jawabkannya.
116
Pasal 1339 KUH Perdata menegaskan “bahwa setiap orang adalah cakap untuk mengadakan persetujuan,
kecuali orang-orang yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap”. M. Yahya Harahap, menyatakan bahwa “subjek yang dianggap memiliki
kecakapan memberikan persetujuan adalah orang yang mampu melakukan tindakan hukum. Umumnya mereka yang mampu melakukan tindakan hukum adalah orang
dewasa yang waras akal budinya, bukan orang yang sedang berada di bawah pengampuan wali maupun di bawah “curatele”.
117
M. Yahya Harahap mengatakan bahwa :
Orang yang tidak sehat pikirannya walaupun telah dewasa, tidak dapat menyelenggarakan kepentingannya dengan baik dan memerlukan bantuan dari
114
Ibid., hlm. 8.
115
R. Subekti, Op.Cit., hlm. 19.
116
Ibid.
117
M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
90
pihak lain untuk menyelenggarakan kepentingannya. Ketidakcakapan ini disebut tidak cakap untuk mengadakan hubungan hukum, hal ini dikarenakan
ia tidak dapat menentukan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
118
Orang yang belum dewasa, umumnya belum dapat menentukan dengan sempurna dan tidak mampu mengendalikan ke arah yang baik, sehingga ia
dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian. Sedangkan orang yang berada di bawah pengampuan adalah orang yang berdasarkan keputusan
hakim dinyatakan bahwa ia tidak mampupemboros di dalam mengendalikan keinginannya sehingga bagi mereka harus ada wakil dari orang tertentu
untuk menyelenggarakan kepentingannya.
119
Setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya cakap bertindak menurut hukum. Ahmadi Miru mengatakan bahwa “seorang dikatakan tidak cakap
untuk melakukan perbuatan hukum jika orang tersebut belum cukup 21 tahun, kecuali jika ia telah kawin sebelum cukup 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang telah
berumur 21 tahun ke atas, oleh hukum diangap telah cakap kecuali karena suatu hal ditaruh di bawah pengampuan, seperti gelap mata, dungu, sakit ingatan atau
pemboros.
120
Jadi, dengan demikian jelaslah bahwa dalam membuat sebuah perjanjian subjek hukum dari perjanjian harus cakap bertindak menurut hukum. Kondisi ini
disebabkan karena subjek hukum akan terikat dengan segala ketentuan yang telah disepakati bersama, maka ia harus mampu bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
118
Ibid.
119
Ibid., hlm. 9.
120
Ahmadi Miru, Op.Cit., hlm. 29.
Universitas Sumatera Utara
91
3. Suatu hal Tertentu Adanya Objek Perjanjian