14
dengan penelitian ini, dengan demikian pokok pembahasannya akan berbeda pula. Oleh karena itu, penelitian dengan judul “Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi
Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten
Bireuen, Aceh” adalah asli adanya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan secara akademik.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa “untuk memberikan landasan yang
mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis’’
13
Dilihat dari substansi penelitian, penelitian hukum dapat dibedakan menjadi penelitian yang bersifat normatif dan dokrinal. Penelitian normatif berupa
penelitian peraturan perundang-undangan, yurisprudensi case law, kontrak, dan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Penelitian terhadap nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat kadang-kadang disebut juga penelitian hukum empirik.
14
Suatu kerangka
teori bertujuan
untuk menyajikan
cara cara
untuk mengorganisasikan
dan mengintrepretasikan
hasil hasil
penelitian dan
menghubungkannya dengan hasil hasil penelitian.
15
Apabila dikaitkan dengan objek penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa teori yang dapat dijadikan pisau
13
Ronny H. Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta : Intermasa 1992, hlm 22
14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, jakarta:Yurika Vol.16 Nomor.1, Maret-
April, 2001, hlm 126
15
Burhan ashsofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1998, hlm.23
Universitas Sumatera Utara
15
analisis dalam membahas masalah penelitian. Adapun teori yang digunakan pada penelitian ini adalah :
a. Teori Kepentingan UtilitarianismeTheory dari Jeremy Bentham.
Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith. Adam Smith dengan teori ekonomi klasiknya
mendasari pemikirannya pada ajaran hukum alam, hal yang sama menjadi dasar pemikiran Jeremy Bentham yang dikenal dengan utilitarianisme. Utilatarianism
dan teori klasik ekonomi laissez faire.
16
dianggap saling melengkapi dan sama- sama menghidupkan pemikiran liberlis individualistis.
17
Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the Morals and Legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-
mata apa yang berfaedah bagi orang. Menurut Teory Utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagian sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya.
Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari pada hukum.
18
Dalam hal ini pendapat dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum.
Peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum kaedah hukum, dibuat oleh penguasa Negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat
dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat Negara. Keistimewaan dari
16
Istilah laissez bukan berasal dari Adam Smith. Istilah itu pada mulanya dikemukakan oleh Vincent de Gournay, salah seorang pelopor mazhab fisiokrat. Istilah lengkapnya adalah “laissez faire,
laissez passer, lemonade va alors de lui meme”, secara arafiah berarti “Biarlah berbuat, biarlah berlalu, dunia akan tetap berputar terus’.
17
Sutan Remy Sjahdeini,Ibid, hlm.17.
18
L.J.van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita: Jakarta, 1981 hlm. 168.
Universitas Sumatera Utara
16
norma hukum justru terletak dalam sifatnya yang memaksa, dengan sanksinya berupa ancaman hukuman. Bahwa undang-undang adalah keputusan kehendak
dari satu pihak; perjanjian, keputusan kehendak dari dua pihak; dengan kata lain, bahwa orang terikat pada perjanjian berdasar atas kehendaknya sendiri, pada
undang-undang terlepas dari kehendaknya.
19
b. Teori Kedaulatan Hukum dari Krabbe
Mengenai Teori kedaudalan sebagaimana dikatakan Krabbe: “aldus moet ook van recht de heerscappij gezocht worden in de reactie van het rechtsgevoel, en
ligt dus het gezag niet buiten maar in den mens”, yang kurang lebih artinya, “Demikian halnya dengan kekuasan hukum yang harus kami cari dari dalam
reaksi perasaan hukum; jadi, kekuasaan hukum itu tidak terletak diluar manusia tetapi didalam manusia. Hukum berdaulat yaitu diatas segala sesuatu, termasuk
Negara. Oleh karena itu, menurut Krabbe; Negara yang baik adalah negara hukum rechtstaat, tiap tindakan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada hukum.
20
Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat
dimana pihak yang melakukan penawaran efferter menerima yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya
kesepakatan. Bahwasanya
mungkin ia
tidak membaca
menjadi
19
Ibid., hlm. 168.
20
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
17
tanggungjawabnya sendiri. Ia dianggap sepantasnya membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
21
Sementara itu, Wirjono Prodjodikoro sebagaimana yang dikutip oleh Riduan Syahrani, ontvangs theorie dan verneming theorie dapat dikawinkan sedemikian
rupa, yaitu dalam keadaan biasa perjanjian harus dianggap terjadi pda saat surat penerimaan sampai pada alamat penawar ontvangs theorie, tetapi dalam
keadaan luar biasa kepada si penawar diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa itu mungkin dapat mengetahui isi surat penerimaan pada saat surat itu
sampai dialamatnya, melainkan baru beberapa hari kemudian atau beberapa bulan kemudian, misalnya karena berpergian atau sakit keras.
22
Asas ini juga dapat ditemukan dalam pasal 1338 KUHPerdata, dalam istilah “semua”. Kata-kata “semua” menunjukan bahwa setiap orang diberi kesempatan
untuk menyatakan keinginan will yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian.
23
c. Teori Kemaslahatan
Kemaslahatan sangat penting dalam Hukum, karena hukum itu diciptakan untuk kemaslahatan banyak orang. Demikian pula dengan perjanjian yang
dibahas dalam penulisan ini, dibuat untuk kemaslahatan para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.Kemaslahatan dalam perspektif hukum Islam adalah
21
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa Cet VI. 2009, hlm. 29-30.
22
Riduan Syahrani, Op.Cit. hlm. 216.
23
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Bandung Alumni, 1994, hlm. 87.
Universitas Sumatera Utara
18
sesuatu yang prinsip. Prinsip maslahat sebagai dasar orientasi perkembangan hukum islam telah disepakati oleh para ahli. Namun, para ulama cukup
berpolemik dalam menentukan kriteria kemaslahatan umum tersebut. Diantara gagasan yang mengemuka dan cukup kontroversial dalam teori kemaslahatan
dalam visi pembaruan hukum Islam ini dikemukakan oleh Najm al-Din al-Thufi. Dalam pemikiran Najm al-Din al-Thufi, intisari dari keseluruhan ajaran Islam
yang termuat dalam nash ialah kemaslahatan bagi manusia secara universal.
24
Secara terminologis, al-Thufi merumuskan al-maslahah sebagai suatu ungkapan dari sebab yang membawa kepada tujuan syara’ dalam bentuk ibadah
atau adat kebiasaan. Dengan demikian, kemaslahatan dalam arti syara’ dipandang sebagai sesuatu yang dapat membawa kepada tujuan syara’.
Dalam persepsi umum para ulama, kemaslahatan itu harus mendapatkan dukungan dari syara’, baik melalui nash tertentu maupun cakupan makna dari
sejumlah nash. Sementara Ghazali merusmuskan kemaslahatan dalam kerangka mengambil manfaat dan menolak kemudharatan untuk memelihara tujuan tujuan
syara’, secara sederhana kemaslahatan diartikan sebagai sesuatu yang baik.
25
Kemaslahatan dalam hukum islam tidak boleh bertentangan dengan syariat.
2. Kerangka Konsepsional