Hubungan iklan melalui media televisi dengan konsumen makanan ringan anak sekolah dasar: kasus SD Islam Al Azhar 01 Kebayoran Baru,Jakarta Selatan

(1)

HUBUNGAN IKLAN MELALUI MEDIA TELEVISI DENGAN

KONSUMSI MAKANAN RINGAN ANAK SEKOLAH DASAR

(Kasus : SD Islam Al Azhar 01 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan)

Oleh :

Umi Azimar

A 14101598

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

Makanan Ringan Anak Sekolah Dasar (Kasus : SD Islam Al Azhar 01 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan)”. Dibawah Bimb ingan YAYAH K. WAGIONO

Penelitian ini mengambil judul “Hubungan Iklan Melalui Media Televisi Terhadap Konsumsi Makanan Ringan Anak Sekolah Dasar (Kasus : SD Islam Al Azhar 01 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan)”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengidentifikasi makanan ringan yang paling disukai untuk dikonsumsi oleh murid- murid SD yang diiklankan melalui televisi, mengidentifikasi pola dan perilaku murid- murid SD dalam menonton televisi, serta menganalisis sejauh mana pengaruh iklan makanan ringan di televisi terhadap konsumsi murid- murid SD Islam Al Azhar 01.

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Bagi masyarakat pada umumnya dan keluarga pada khususnya, diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai konsumsi anak akibat meno nton iklan melalui televisi. Serta kebiasaan anak menonton televisi yang harus dikontrol oleh para orang tua. Disamping itu para pengiklan makanan ringan dengan pangsa pasar anak-anak, juga mandapatkan masukan mengenai cara meningkatkan pemasaran dengan mengarahkan kepada perbaikan gizi. Bagi pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khususnya yang bergerak di bidang anak-anak , penelitian ini dapat dijadikan bahan rekomendasi, untuk dapat memantau iklan mengenai makanan ringan.

Data dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuisioner yang diisi oleh responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pustaka-pustaka yang tersedia pada instansi- instansi terkait dengan topik penelitian ini antara lain perpustakaan IPB, serta literatur- literatur yang relevan dan beberapa situs internet.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Pemilihan contoh dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pola dan perilaku menonton televisi diketahui dengan melihat pilihan waktu menonton, program acara, stasiun televisi yang ditonton, serta pendampingan orang tua dalam menonton televisi setiap hari. Kemudian data ini ditabulasi dan dianalisis secara statistik. Untuk melihat adanya hubungan tingkat kesukaan terhadap iklan dan produk makanan ringan dengan total konsumsi, dilakukan analisis uji korelasi Spearman.

Makanan ringan yang digemari oleh responden berdasarkan rasanya adalah Chetos, Silverqueen, Tango, Oreo, Kacang Garuda dan Biskuat. Makanan ringan yang disukai berdasarkan kemasannya adalah Kacang Garuda, Silverqueen, Chetos, Taro, Marie Regal, Tango. Hadiah yang terdapat di dalam kemasan yang disukai adalah Taro, Silverqueen, Chetos dan Tango. Kemudian berdasarkan aromanya adalah Tango, Silverqueen, Chetos, Kacang Garuda, Taro, dan Biskuat.

Hasil penelitian tingkat kesukaan iklan makanan ringan menunjukkan bahwa rata-rata murid menyukai iklan makanan ringan melalui media televisi dalam taraf


(3)

biasa. Iklan yang dianggap biasa adalah produk Kacang Garuda, Tango, Ta ro, Chetos, Marie Regal, Chitato, dan Biskuat, kemudian iklan yang paling disukai adalah produk Silverqueen, Tobleron dan Oreo. Sedangkan hasil penelitian tentang tingkat konsumsi menunjukkan bahwa sebagian besar murid mengkonsumsi sebungkus makanan ringan setiap harinya, meskipun ada juga yang mengkonsumsi salah satu produk sampai lima bungkus per harinya.

Hubungan tingkat kesukaan iklan makanan ringan melalui media televisi dengan konsumsi menunjukkan bahwa tidak ada korelasi atau hubungan . Hal ini menunjukkan bahwa walaupun seorang anak menyukai iklan suatu produk makanan ringan, belum tentu dia akan mengkonsumsi produk makanan ringan tersebut. Demikian pula sebaliknya, makanan ringan yang selalu dikonsumsi sebanyak 1 bungkus setiap harinya, biasanya anak menilai biasa saja iklan produk makanan ringan tersebut. Salah satu faktor pendukung dalam hal ini adalah orang tua. Saat ini banyak orang tua yang cukup khawatir dengan kandungan MSG di dalam produk makanan ringan dan mempertanyakan kandungan gizinya.

Disarankan kepada para pemasang iklan makanan ringan, agar sebaiknya menampilkan iklan yang lebih menarik dan imajinatif, terutama yang dapat mempengaruhi orang tua dalam penilaian iklan itu sendiri. Misalnya iklan makanan ringan yang disertai dengan info rmasi gizi yang dikandungnya. Terakhir kepada pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khususnya yang bergerak di bidang anak-anak , agar dapat memantau iklan mengenai makanan ringan.


(4)

HUBUNGAN IKLAN MELALUI MEDIA TELEVISI DENGAN KONSUM SI MAKANAN RINGAN ANAK SEKOLAH DASAR

( KASUS : SD ISLAM AL AZHAR 01 KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN)

Oleh Umi Azimar

A 14101598

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(5)

Judul : Hubungan iklan melalui media televisi dengan konsumsi makanan ringan anak sekolah dasar (kasus : SD Islam Al Azhar 01

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan). Nama : Umi Azimar

NRP : A 14101598

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Ir. Yayah K. Wagiono, M.Ec NIP 130350044

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP 130422698


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL HUBUNGAN IKLAN MELALUI MEDIA TELEVISI DENGAN KONSUMSI MAKANAN RINGAN ANAK SEKOLAH DASAR (KASUS : SD ISLAM AL AZHAR 01 KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN) ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIPUBLIKASIKAN DI PERGURUAN TINGGI LAIN DAN LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Maret 2007

Umi Azimar A 14101598


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, 8 Maret 1975 sebagai anak pertama dari Bapak Djamaluddin Taba. Penulis menyelesaikan pendidikannya di SD Centre Benteng II pada tahun 1986, kemudian tahun 1989 lulus dari SMP Negeri 1 Benteng, Kabupaten Selayar, Propinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 256 Selayar, yang kemudian pada tahun 1995 penulis diterima sebagai mahasiswa D III Pengelolaan Informasi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1998.

Pada tahun 2002 penulis tercatat sebagai mahasiswa pada program ekstensi Manajemen Agribisnis Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Ilahi Robby, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNYA, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilakukan mengambil judul “Hubungan Iklan Melalui Media Televisi Terhadap Konsumsi Makanan Ringan Anak Sekolah Dasar (Kasus : SD Islam Al Azhar 01 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan)”. Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan periklanan di Indonesia.

Bogor, Maret 2007


(9)

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dengan tulus ikhlas selama penulisan skripsi ini, antara lain :

1. Ibu Ir. Yayah K. Wagiono, M.Ec. , selaku dosen pembimbing, atas arahan dan bimbingan yang diberikan, sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

2. Ibu Ir. Netty Tinaprilla, MM selaku evaluator, atas masukan yang diberikan, sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

3. Bapak Dr. M. Firdaus, SP, MS dan Bapak Rahmat Yanuar, SP,MS selaku dosen penguji, atas masukan yang diberikan, sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

4. Keluarga besarku di Makassar terutama Bapak dan Mama .

5. Dosen Manajemen Agribisnis yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

6. Bapak Drs. Muhidin, selaku Kepala SD Islam Al Azhar 01, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Bapak Udin Syafruddin, MPd selaku Wakil Kepala SD Islam Al Azhar 01, yang telah memberikan informasi yang diperlukan untuk kelengkapan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu guru SD Islam Al Azhar 01, yang telah memberikan waktu dan izin kepada murid-muridnya untuk mengisi kuisioner.

9. Murid- murid SD Islam Al Azhar 01 atas waktu dan kesediaannya membantu penulis.

10.Sahabat-sahabatku tersayang atas doa dan dukungannya selama ini (Ema, Silva, Aris, Narti, Iin, Ino terima kasih dorongan dan semangatnya), Rita, Mba Emi, Lela, Nenden, Wardah (terima kasih sudah jadi tempat berkeluh kesah).

11.Teman-teman di SD Islam Al Azhar 01, dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan partisipasinya.


(10)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga kiranya dapat bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan periklanan di Indonesia.

Jakarta, Maret 2007

Penulis, Umi Azimar


(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN...v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Perumusan Masalah... 7

1. 3 Tujuan Penelitian... 10

1. 4 Kegunaan Penelitian ... .10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 12

2. 1 Pemasaran produk terhadap anak-anak melalui iklan di TV ... 12

2. 2 Hasil Penelitian Terdahulu ... 13

2. 2. 1 Penelitian Tentang Iklan Melalui Media Televisi... 13

2. 2. 2 Penelitian Tentang Anak Sekolah Dasar... 15

2. 2. 3 Pene litian Tentang Makanan Ringan ... 17

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3. 1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19

3. 1. 1 Iklan Sebagai Alat Bantu Pemasaran ... 19

3. 1. 2 Perilaku Konsumen ... 23

3. 1. 3 Preferensi Konsumen ... 26

3. 1. 4 Anak Sekolah Dasar... 27

3. 1. 5 Makanan Ringan ... 28

3. 1. 6 Televisi... 30

3. 2 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 31

3. 3 Hipotesa ... 33

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 35

4. 1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

4. 2 Metode Penelitian ... 35

4. 3 Cara Pemilihan Contoh ... 36

4. 4 Cara Pengumpulan Data ... 37

4. 5 Rancangan Kuisioner ... 38

4. 6 Metode Analisis ... 39


(12)

BAB V. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 42

5. 1 Profil Al Azhar... 42

5. 1.1 Sejarah Singkat ... 42

5. 1.2 Visi, Misi, Tujuan dan Suasana Keseharian ... 47

5. 2 Karakteristik Responden ... 51

5. 2.1 Jenis Kelamin ... 51

5. 2. 2 Usia Responden... 52

5. 2. 3 Uang Saku Responden ... 52

BABVI. HUBUNGAN ANTARA IKLAN MELALUI TELEVISI DENGAN KONSUMSI MAKANAN RINGAN ANAK SEKOLAH DASAR... 54

6. 1. Hasil Penelitian Kualitatif ... 54

6. 2. Hasil Penelitian Kuantitatif ... 54

6. 2.1Pola dan Perilaku Menonton Televisi ... 55

6. 2 Tingkat Kesukaan Iklan Makanan Ringan... 64

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

7. 1 Kesimpulan ... 72

7. 2 Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 77


(13)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Profil Keunggulan dan Kelemahan beberapa Media Iklan ... 3

2. Jumlah Sekolah Dasar di Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2005 ... 6

3. Pertumbuhan Produk Agribisnis di Indonesia Tahun 2002-2006 (dalam ton) ... 8

4. Jumlah dan Persentase Usia Responden di SD Islam Al Azhar 01... 52

5. Perbandingan Jumlah Jam Menonton TV Responden di SD Islam Al Azhar 01... 57

6. Waktu yang ditentukan oleh orang tua responden untuk menonton TV... 58

7.Acara Favorit Responden di SD Islam Al Azhar 01 ... 60

8. Perilaku pada saat Jeda Iklan ... 61

9. Pola Pendampingan Responden Saat Menonton TV... 63

10. Perbandingan nilai rata-rata skor tingkat kesukaan responden di SD Islam Al Azhar 01 terhadap masing- masing produk berdasarkan rasa, kemasan, hadiah, dan aroma ... ..66

11. Persentase Tingkat Kesukaan Iklan Makanan Ringan Melalui Media Televisi Responden di SD Islam Al Azhar 01 ... ..68

12. Persentase tingkat konsumsi makanan ringan murid SD Islam Al Azhar 01... ..69

13. Peringkat produk makanan ringan berdasarkan dominasi kesukaan iklan dan total konsumsi/hari ... 70


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Kerangka Pendekatan Studi ... 34 2. Persentase Jenis Kelamin Responden di SD Islam Al Azhar 01...51 3. Persentase Uang Saku Responden di SD Islam Al Azhar 01... 53 4. Persentase Aturan Menonton dari Orang Tua Responden

di SD Islam Al Azhar 01 ... 55 5. Stasiun TV Favorit ... 59 6. Anggota Keluarga yang sering Memindahkan Saluran TV... 62


(15)

v

LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Daftar penelitian terdahulu ... 77

2. Struktur organisasi SD Islam Al Azhar 01 ... 78

3. Analisis tingkat kesukaan iklan dengan tingkat konsumsi konsumsi ... 79

4. Analisis aturan waktu menonton dengan jumlah jam menonton/hari ... 79

5. Tingkat kesukaan iklan makanan ringan ... 79


(16)

1. 1 Latar Belakang

Televisi merupakan salah satu media elektronik yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dari perkotaan sampai dengan pedesaan. Keberadaan televisi sudah menjadi sangat populer di masyarakat, dan sudah tidak dapat dipisahkan lagi dari teknologi dan informasi. Katakata “pemirsa, jangan kemana -mana, kami akan kembali setelah pesan-pesan berikut” sudah menjadi kata yang sangat melekat dalam kehidupan kita sehari-hari. Baik secara disengaja maupun tidak, masyarakat setiap saat disuguhi iklan- iklan dari suatu produk tertentu, sehingga iklan telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari- hari.

Iklan melalui televisi memang mempunyai efek yang luar biasa dibandingkan dengan melalui media lainnya. Melalui media televisi, perusahaan dapat mendemonstrasikan bagaimana suatu produk bekerja dan betapa besar manfaat tersebut bagi konsumen. Gambar yang disajikan lebih hidup, menarik dan merangsang karena dikemas dengan unsur “entertainment” yang menghibur. Selain itu, melalui media televisi perusahaan dapat memilih waktu beriklan yang tepat untuk menjangkau pasar yang lebih luas dan khalayak sasaran tertentu secara efektif. Biasanya waktu yang tepat untuk memasang iklan di televisi adalah pada jam-jam tayangan unggulan (primetime) (Faisal dalam Widya, 2003).

Iklan dimaksudkan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna kepercayaan, sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau


(17)

2

merek. Tujuan ini pada akhirnya mengharapkan perilaku konsumen dalam membeli. Meskipun secara tidak langsung berpengaruh kepada pembelian, iklan merupakan salah satu cara yang efektif dalam pemasaran dan menghadapi persaingan yang semakin kuat. Bagaimanapun bagusnya suatu produk, apabila tidak diketahui oleh konsumen maka produk tersebut tidak akan dihargai.

Iklan yang akan disampaikan sebaiknya diramu sedemikian rupa sehingga pesan yang terkandung didalamnya mudah dicerna dan dimengerti oleh konsumen, serta mengandung informasi yang benar. Seandainya pesan suatu iklan dapat dengan mudah terpatri dalam benak konsumen, dan konsumen mengartikannya dengan sudut pandang yang benar, maka hal itu merupakan suatu hasil maksimal yang diperoleh suatu iklan.

Persaingan iklan semakin ketat, terutama melalui media sehingga setiap perusahaan berlomba untuk menciptakan sesuatu yang baru dan unik pada produk yang dihasilkannya. Mereka bersaing untuk merebut hati dan benak konsumen, baik melalui media cetak maupun elektronik. Beberapa keunggulan dan kelemahan media iklan ditampilkan dalam Tabel 1.

Saat ini, banyak pengiklan memandang televisi sebagai media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komersialnya, mengingat televisi mampu menjangkau masyarakat yang sangat luas, terutama di Indonesia sekarang ini semakin banyak televisi swasta. Mela lui televisi kreativitas pengiklan lebih dapat dieksploitasi dan dioptimalkan dengan mengkombinasikan gerak, keindahan, kecantikan, suara, warna, musik, drama, humor, maupun ketegangan. Disamping itu kebanyakan pemirsa melewatkan waktunya di depan televisi yang merupakan sarana


(18)

hiburan, sumber berita, sarana pendidikan, dan lain sebagainya. Sebagaimana kebanyakan pembeli, pemirsa televisi lebih cenderung memilih produk yang diiklankan daripada produk yang mereka tidak kenal (Durianto, 2003).

Tabel 1. Profil Keunggulan dan Kelemahan Beberapa Media Iklan

Media Keunggulan Kelemahan

Surat Kabar Fleksibilitas, ketepatan waktu, liputan pasar yang baik, penerimaan luas,

dipercayai

Jangka waktu pendek, kualitas reproduksi buruk, “penerusan” audiens kurang Televis i Menggabungkan gambar, suara dan gerak,

merangsang indera, perhatian tinggi, jangkauan tinggi

Biaya absolut tinggi, pengelompokan tinggi, paparan tidak terlihat, pilihan

audiens kurang Surat

Langsung

Audiens terpilih, fleksibilitas, tidak ada persaingan iklan dalam media yang sama,

personalisasi

Biaya relatif tinggi, citra surat “sampah”

Radio Penggunaan massal, pilihan geografis dan demografis tinggi, biaya rendah

Hanya penyajian audio, perhatian lebih kurang dari televisi, struktur harga tidak standar, paparan sia-sia Majalah Pilihan geografis dan demografis tinggi,

kredibilitas dan gengsi, kualitas reproduksi tinggi, jangka waktu panjang, penerusan

pembacaan baik

Tenggang waktu pembelian iklan panjang, peredaran yang

sia-sia, tidak ada jaminanposisi Luar Ruang Fleksibilitas, pengulangan paparan tinggi,

biaya rendah, persaingan rendah

Tidak ada pilihan audiens, kreativitas terbatas Internet Bersifat visual, perhatian tinggi Biaya tinggi, pilihan audiens

kurang

Sumber : Kotler, 2002

Media televisi merupakan media yang menyedot belanja iklan terbesar dibandingkan media cetak, radio ataupun media luar griya. Nielsen Media Research


(19)

4

(NMR) 1 menyebutkan, sekitar 7.052 spot iklan per hari atau sekitar 250 ribu iklan setiap bulannya hilir mudik di televisi. Setidaknya, tiap hari muncul 216 merek di televisi. Tak heran bila televisi, masih menguasai 70 persen dari total belanja iklan atau sekitar Rp 16 trilyun dari total Rp 23 trilyun. Sisa yang 30 persennya diambil oleh surat kabar (25 persen) dan majalah (5 persen). Berdasarkan pantauan Advertising Information Servicer Nielsen Media Research, belanja iklan pada semester pertama 2006 mencapai Rp 13,636 triliun. Jika dibandingkan dengan semester yang sama tahun 2005 yang mencapai Rp 11,826 triliun, belanja iklan di semester pertama tahun 2006 ini naik 15 persen. Angka-angka tersebut berdasarkan pantauan Nielsen Media Research pada 97 koran, 182 majalah dan 18 stasiun televisi. Untuk pembagian kue iklan, televisi masih mendominasi. Pada semester pertama tahun ini, televisi mampu meraih 68 persen atau senilai Rp 9 triliun. Dibanding dengan semester yang sama tahun sebelumnya, nilainya naik 12 persen.

Sebagian besar iklan yang ditayangkan dalam program acara anak, adalah produk makanan untuk anak-anak. Menurut staf Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi, berdasarkan hasil penelitian, durasi iklannya hampir 60% dari program acara anak-anak itu sendiri. Tidaklah heran kalau anak-anak sangat mudah mengingat nama -nama jenis makanan yang sering diiklankan. Banjirnya tayangan iklan produk makanan telah membuat nama-nama merek makanan itu terpatri di kepala mereka. Jadi, kata Sularsi, jangan heran kalau mulut anak fasih mengucapkan jenis makanan, misalnya permen, cokelat, makanan ringan dan lain-lain dengan merek-merek tertentu. Padahal, dengan nama-nama yang terpatri di


(20)

kepalanya itu dapat membuat anak melupakan makanan pokoknya. Karena anak-anak lebih suka mengkonsumsi makanan yang telah dikenalnya dari iklan televisi2.

Menurut Agung (2004) televisi merupakan realitas sosial, yang dibaliknya tersimpan ironi sekaligus tragedi. Bagi sebagian anak-anak, televisi adalah sahabat sekaligus orang tua yang sangat baik. Pola menonton dan menggunakan televisi oleh anak-anak adalah untuk memuaskan fantasi, pelarian dan penipuan. Daya fantasi itu merupakan aktifitas kognitif yang mengandung pikiran-pikiran dan tanggapan-tanggapan yang bersama-sama menciptakan sesuatu dalam alam kesadarannya (Ardiansyah, 2001).

Menurut survei Frontier 2004, pasar primer anak-anak, yang biasa nya tinggal di kota-kota besar, mencapai Rp 8 triliun. Betapa hebatnya kekuatan sang anak di masa sekarang. Dalam hal ini terkait dengan keputusan membeli produk dan jasa. Dahulu semua keperluan anak ditentukan oleh orang tua. Sekarang karena peningkatan pendidikan orang tua, mereka mendahulukan apa pun yang dibutuhkan anak dan selalu ingin memberi yang terbaik. Kondisi itu merangsang tumbuhnya produk-produk baru untuk keperluan sang anak, jumlah pertumbuhan produk baru bagi anak sekitar 50 persen lebih tin ggi dibanding produk dewasa. Produk baru tersebut juga mencapai angka 20 persen lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan produk remaja3.

Dahulu anak dianggap tidak berpengaruh pada proses pembelian. Mereka dianggap tidak tahu menahu tentang apa yang terbaik bagi mereka sehingga segala

2

www.media Indonesia on line, Rabu 8 Desember 2004


(21)

6

sesuatu harus menurut keinginan orang tua. Cara berpikir itu sekarang berubah. Perubahan ini terjadi antara lain karena pendidikan. Orang tua saat ini berpendidikan lebih modern yang menekankan komunikasi dua arah dan lebih demokratis. Hal tersebut ditunjang dengan lingkungan sekolah yang memberikan kebebasan bagi anak untuk memilih, membentuk rasa percaya diri, dan berani mengambil keputusan. Karena itu, anak berkembang menjadi pasar potensial. Mereka bisa berperan mempengaruhi orang tua untuk membeli produk yang mereka sukai.

Apalagi sekarang ini jumlah anak-anak di Indonesia (usia 0-14 tahun) tergolong sangat besar. Berdasarkan data yang dilansir Badan Pusat Statistik tahun 2001, jumlah anak usia tersebut mencapai 63,9 juta orang, atau sekitar 30% jumlah penduduk Indonesia. Jumlah itu terbagi: usia 0-4 tahun sebanyak 21,7 juta (10,4%), usia 5-9 tahun 21,2 juta (10,2%), dan usia 10-14 tahun 21,07 juta (10,1%). Saat ini, jumlahnya mungkin lebih besar lagi. Suatu besaran pasar yang sangat bagus bagi perusahaan makanan ringan4. Di wilayah Jakarta Selatan saja jumlah sekolah dasar negeri dan swasta sudah banyak berdiri, seperti terlihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2. Jumlah Sekolah Dasar di Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2005

Jenis Pendidikan Negeri Swasta Jumlah

Sekolah (buah) 561 119 680

Murid (orang) 140.675 174.032 3.147.707 Guru (orang) 5.831 1.720 7.551 Sumber : BPS Jakarta Selatan


(22)

1. 2 Perumusan Masalah

Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin pesat, kebutuhan masyarakat akan makanan dan minuman pun semakin bervariasi. Hal ini dirasakan sangat menguntungkan oleh masyarakat mengingat semakin banyaknya pilihan makanan dan minuman yang akan dikonsumsi, mulai yang tradisional, fast food, sampai dengan makanan yang bertaraf internasional.

Demikian halnya dengan produk makanan ringan yang semakin beragam dan banyak disenangi, khususnya anak-anak. Survei Chorinthian Infopharma Corpora tahun 2005 menyebutkan, tahun 2003 pasar makanan ringan modern mencapai 53.600 ton. Setahun kemudian, pasarnya naik menjadi 59.500 ton. Sementara nilai bisnis tahun 2003 mencapai Rp 1,7 trilyun, meningkat menjadi Rp 1,9 trilyun pada tahun 2004 dengan pertumbuhan rata-rata 13%. Nilai bisnis tersebut dihasilkan oleh 124 perusahaan makanan ringan di Indonesia yang saat ini memiliki total kapasitas produksi sebanyak 144.400 ton.5 Hal ini membuktikan pasar makanan ringan nasional masih potensial dikembangkan dan ini sangat menarik bagi siapa pun.

Makanan ringan yang diproduksi biasanya mempunyai bahan dasar produksi agribisnis, seperti coklat, kentang, kacang tanah, jagung, ubi, singkong dan masih banyak lagi yang dipergunakan untuk produksi makanan ringan tersebut. Semakin bertambahnya produksi makanan ringan maka menyebabkan pertambahan permintaan bahan dasar dari makanan ringan itu sendiri, dapat dilihat pada Tabel 3.

5 Kompas Online, Jumat, 27 Januari 2006


(23)

8

Tabel 3. Pertumbuhan Produk Agribisnis di Indonesia Tahun 2002-2006 (dalam Ton)

Tahun Jagung (Ton)

Kedelai (Ton)

Kacang Tanah

(Ton)

Ubi Jalar (Ton)

Singkong (Ton)

Kentang (Ton) 2002 9.654.105 673.056 718.071 288.089 16.913.104 1.771.642 2003 10.886.442 671.600 785.526 335.224 18.523.810 1.991.478 2004 11.225.243 723.483 837.495 310.412 19.424.707 1.901.802 2005 12.523.894 808.353 836.295 320.963 19.321.183 1.856.969 2006* 12.136.798 780.880 839.970 334.200 19.907.304 1.805.431

Sumber : BPS, 2006

Produk makanan ringan semakin beragam dan perusahaan produsen semakin banyak, mengakibatkan setiap perusahaan dituntut untuk dapat mengembangkan strategi terhadap perubahan-perubahan baru, guna mencapai dan mempertahankan posisinya, serta menyusun langkah strategis dalam meningkatkan eksistensinya. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka setiap perusahaan berusaha mengiklankan produknya sehingga dapat dengan mudah dikenal oleh konsumen dan menimbulkan kesetiaan di kalangan penggunanya. Mereka akan mencoba sebaik mungkin untuk membujuk konsumen supaya membeli produknya.

Hampir sebagian besar anak Indonesia dan barangkali di seluruh dunia mengenal televisi sejak usia balita. Rata-rata, anak-anak menghabiskan waktu antara 3 – 3,5 jam per hari untuk menonton tayangan televisi termasuk satu jam tayangan iklan. Waktu anak hanya dihabiskan untuk dua hal: sekolah (dan bermain) plus menonton televisi. Televisi bisa dijejali iklan, yang dilakukan hampir semua merek.


(24)

Kebanyakan anak menonton seluruh program mulai dari film kartun, kuis anak, pentas musik anak, sinetron, berita hingga iklan. Bisa dipastikan bahwa porsi terbesar yang ditonton adalah iklan, karena seluruh program baik program anak maupun dewasa diselingi dengan iklan.

Tingginya frekuensi terpaan iklan, menjadikan televisi sebagai medium yang menanamkan mentalitas konsumtif pada anak-anak sejak usia sangat dini. Produk seperti makanan cepat saji atau camilan sejenis snack, biskuit, susu, mainan, peralatan sekolah, segera menjadi seolah-olah kebutuhan pokok mereka. Biasanya, anak lebih kerap jadi “korban” iklan produk makanan. Padahal 90% produk makanan yang diiklankan itu tidak bergizi.6

Anak mengidentifikasi kebutuhan mereka seperti yang ditawarkan iklan. Lebih jauh lagi, iklan juga mengajarkan anak meminta kepada orang tua untuk membelikan produk yang diiklankan. Kebiasaan ini sekaligus mempersiapkan orientasi konsumsi mereka saat dewasa dan sudah berpenghasilan nanti, yakni menempatkan iklan sebagai referensi utama dan alamiah dalam memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari, hingga pemenuhan simbol status dan gaya hidup. Kebiasaan remaja dan anak yang getol menyantap makanan jajanan akibat gencarnya iklan dan ajakan teman, dapat berpengaruh terhadap status gizi. Pasalnya, makanan jajanan ini cenderung rendah serat, rendah vitamin serta mineral, tetapi tinggi kalori, garam natrium, dan kolesterol (Haryanto,2004).

6 Nakita nomor 274 th VI, 2004


(25)

10

Media massa menjadi sesuatu yang tidak terelakkan lagi di era seperti sekarang ini. Betapapun problematiknya suatu media massa, ia akan terus berupaya menjadi bagian kehidupan siapapun termasuk anak-anak. Oleh karena itu, mau tidak mau kita harus siap dan menyiapkan diri menjadi konsumen sekaligus produsen media, objek sekaligus subjek media. Mengkritisi media serta relasi media dengan masyarakat seharusnya menjadi agenda penting dalam kehidupan terutama dunia pendidikan, dan itu berarti pula menyiapkan anak-anak menjadi pengguna media yang kritis agar tidak menjadi bulan-bulanan mereka.

1. 3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi makanan ringan yang paling disukai untuk dikonsumsi oleh murid- murid SD yang diiklankan di televisi.

2. Mengidentifikasi pola dan perilaku murid- murid SD dalam menonton televisi. 3. Menganalisis sejauh mana hubungan iklan makanan ringan di televisi dengan

konsumsi murid-murid SD Islam Al Azhar 01.

1. 4 Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Bagi masyarakat pada umumnya dan keluarga pada khususnya, diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai konsumsi anak akibat menonton iklan melalui televisi. Serta kebiasaan anak


(26)

menonton televisi yang harus dikontrol oleh para orang tua. Disamping itu para pengiklan makanan ringan dengan pangsa pasar anak-anak, juga mandapatkan masukan mengenai cara meningkatkan pemasaran dengan mengarahkan kepada perbaikan gizi.

Bagi pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khususnya yang bergerak di bidang anak-anak , penelitian ini dapat dijadikan bahan rekomendasi, untuk dapat memantau iklan mengenai makanan ringan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTKA

2. 1 Pemasaran Produk Terhadap Anak-anak Melalui Iklan di TV

Di era yang serba modern sekarang ini salah satu perubahan yang paling mencolok adalah penguatan perilaku konsumtif masyarakat, termasuk perilaku konsumtif di kalangan anak-anak. Kita bisa melihat sendiri, anak-anak semakin sering membeli barang tanpa mampu paham mengapa ia harus membelinya. Media yang paling tepat digunakan untuk membentuk penguatan perilaku konsumtif anak adalah televisi (TV). Kotak ajaib ini sekarang benar-benar telah menjadi penyihir yang sangat memabukkan anak-anak.

Ekspansi pasar ini, sebagai ciri utama kapitalisme, hanya bisa berkembang jika didukung dengan adanya "budaya konsumen" (consumer culture). Untuk mewujudkan consumer culture itu, diperluka n sebuah perubahan sistem tata nilai dan budaya di masyarakat. Dan, media yang paling tepat untuk memengaruhi masyarakat, terutama anak-anak, guna mengubah tata nilai dan budayanya, adalah media TV.

Anak merupakan pasar yang sangat potensial, dilihat dari sisi jumlah maupun daya beli. Definisi anak dalam hal ini adalah penduduk dengan usia dibawah 15 tahun. Menurut angka statistik, pada tahun 2003 terdapat 62 juta penduduk Indonesia berusia dibawah 15 tahun, yang berarti sekitar 30% dari total penduduk. Dari sisi daya beli, anak Indonesia juga menunjukkan kekuatannya. Kedua orang tua yang sama-sama bekerja merupakan pendorong dari peningkatan daya beli pada anak.


(28)

Penghasilan ganda dan kesibukan orang tua dalam bekerja menyebabkan anak memperoleh uang jajan yang tidak sedikit jumlahnya.

Produsen makanan ringan seakan-akan berlomba untuk mengiklankan produk mereka. Lebih banyak dari produsen ini menggunakan model dari anak-anak sendiri untuk lebih menarik minat target konsumen mereka. Setelah melakukan penetrasi melalui televisi dan konsumen sudah mengingat produk tersebut dengan baik, diharapkan pemasaran produk semakin bertambah pula.

Sebuah iklan yang dipublikasikan, pada dasarnya mempunyai struktur. Agar iklan tersebut berhasil maka penting juga menggunakan eleme n-elemen dalam sebuah rumus yang dikenal sebagai AIDCA (Kasali, 1993), yang terdiri dari : Attention

(perhatian), interest (minat), desire (kebutuhan/keinginan), conviction (rasa percaya), dan action (tindakan).

2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian mengenai pengaruh iklan yang ditayangkan di televisi semakin banyak sekarang ini. Produk dan sasaran yang diteliti juga sudah sangat beragam. Hal ini dimungkinkan karena dunia pertelevisian sudah semakin mengglobal. Diantara penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat pada lampiran.

2. 1. 1 Penelitian Tentang Iklan Melalui Media Televisi

Penelitian yang dilakukan oleh Widya (2003) dengan judul perilaku konsumsi


(29)

14

kasus pada mahasiswa TPB Institut Pertanian Bogor) bertujuan untuk (1) mempelajari perilaku konsumsi shampo dan tanggapan konsumen terhadap iklan shampo di televisi, (2) mempelajari faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli shampo, termasuk peran iklan melalui televisi. Analisis yang digunakan adalah regresi logistik.

Hasil penelitian menemukan bahwa secara umum, menurut responden, iklan (iklan komersial) lebih merupakan media promosi produsen sehingga tidak heran pada akhirnya konsumen mempercayai iklan sebagai sumber informasi tentang kualitas dan ciri-ciri produk. Artinya dengan gaya persuasifnya iklan telah menggiring citra sebagai panduan bagi konsumen untuk memutuskan membeli dan menggunakan sampo yang bersangkutan. Sebagian besar responden menyatakan bahwa iklan di televisi mampu mendorong minat beli mereka. Variabel- variabel yang berpengaruh nyata pada keputusan pembelian adalah manfaat yang diharapkan, daya tarik dan harga, sedangkan faktor jenis kelamin dan uang saku ternyata tidak berpengaruh nyata.

Penelitian lainnya dilakukan Rilliyani (1999) yang berjudul pengaruh karakteristik individu dan frekuensi menonton iklan susu anak di televisi terhadap pengetahuan tentang iklan susu anak dan perilaku konsumsi ibu (Kasus : TK Akbar dan TK Mexindo Kecamatan Bogor Utara, Kotamadya Bogor, Provinsi Jawa Barat).

Tujuannya adalah (1) mengetahui hubungan antara karektiristik individu dengan frekuensi menonton iklan susu anak, (2) mengetahui hubungan antara frekuens i menonton iklan dan karektiristik individu dengan peningkatan pengetahuan tentang


(30)

iklan susu anak, (3) mengetahui apakah pengetahuan tentang iklan susu anak dapat mempengaruhi konsumsi ibu dalam membeli susu anak.

Hasilnya menyatakan bahwa pengaruh karakteristik individu terhadap frekuensi menonton menunjukkan tidak adanya hubungan nyata, baik itu usia, tingkat pendapatan dan pendidikan responden. Sedangkan hubungan antara frekwensi menonton iklan terhadap pengetahuan iklan memperlihatkan bahwa seseorang yang memiliki frekwensi tinggi menonton iklan di televisi memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai jingle, tema dan model iklannya. Selanjutnya hubungan antara pengetahuan iklan suatu produk di televisi terhadap perilaku konsumsi seseorang dalam me mbeli produk tersebut menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata.

Evanita (2003) dalam penelitiannya di Propinsi Sumatera Barat yang berjudul

pengaruh terpaan iklan televisi terhadap perilaku konsumtif ibu rumah tangga di kota Padang Sumatera Barat, menghasilkan kesimpulan bahwa slogan, model, dan repetisi iklan televisi, motivasi, umur, pendidikan, pendapatan dan kelompok acuan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap sikap pemirsa ibu rumah tangga pada produk yang ditayangkan televisi di Kota Padang Sumatera Barat. Hal ini menunjukkan bahwa sikap pada produk yang diiklankan televisi tidak hanya dipengaruhi oleh variabel iklan (slogan, model, dan repetisi) saja, melainkan dipengaruhi juga oleh variabel di luar iklan yang melekat pada pemirsa.

2. 1. 2 Penelitian Tentang Anak Sekolah Dasar

Penelitian yang dilakukan oleh Nurliawati (2003), mengatakan bahwa ada kecenderungan dengan semakin rendahnya pengetahuan ibu tentang makanan jajanan


(31)

16

dengan pewarna sintetik maka jajan anak akan semakin baik. Namun berdasarkan hasil uji, tidak ada hubungan antara sikap ibu dengan kebiasaan jajan makanan dengan pewarna sintetik pada anak. Hal itu disebabkan karena anak sekolah dasar lebih mementingkan penampilan dari makanan jajanan tersebut (rasa, harga, dan warna) tanpa mementingkan faktor kesehatan, kebersihan, dan gizinya.

Nugraha (2000) melakukan penelitian yang berjudul preferensi konsumsi makanan kudapan produk ekstrusi pada anak usia sekolah menyimpulkan bahwa informasi pertama kali mengenai makanan kudapan produk ekstrusi (MKPE) terbaru diperoleh dari iklan melalui media televisi. Iklan ini dapat menimbulkan rasa ingin tahu anak untuk mengkonsumsi MKPE. Selain itu, iklan MKPE di televisi sangat selektif dalam mencapai sasarannya yaitu anak usia sekolah.

Penelitian yang dilakukan Ardiansyah (2001) yang berjudul hubungan komunikasi iklan pangan melalui media TV dengan perilaku jajan anak di SDN Polisi IV Kotamadya Bogor, bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi iklan pangan melalui media televisi terhadap perilaku jajan anak. Hasil penelitian menemukan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara lamanya anak mengalokasikan waktu untuk menonton televisi dengan tingkat pengenalan terhadap iklan, durasi menonton televisi dengan tingkat kesukaan terhadap ikla n, lamanya menonton televisi dengan sikap anak terhadap iklan pangan, waktu antara menonton televisi dengan frekuensi jajan serta besarnya uang jajan dengan frekuensi jajan.


(32)

2. 1. 3 Penelitian Tentang Makanan Ringan

Penelitian tentang produk makanan ringan dilakukan oleh Sari (2004), bertujuan menjelaskan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh anak-anak dalam pembelian produk makanan ringan, khususnya yang dipengaruhi oleh iklan televisi. Hasilnya menyimpulkan bahwa faktor utama yang dipertimbangkan anak-anak dalam pembelian produk makanan ringan adalah promosi hadiah, pengalaman menggunakan produk, sikap terhadap produk, dan teman. Namun sikap terhadap produk ini bukan ditimbulkan oleh iklan. Sehingga peran iklan televisi dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh anak-anak hanya sekedar menjalankan fungsi recall produk dan memberi informasi terbaru dari produk tersebut.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi frekwensi seseorang menonton iklan di televisi, maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya mengenai jingle, tema dan model yang mengiklankannya. Iklan sesungguhnya lebih berperan sebagai sumber informasi mengenai suatu produk. Keputusan seseorang untuk menggunakan atau tidak produk yang diiklankan ternyata dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta faktor kebutuhan terhadap produk tersebut.

Keunggulan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dibandingkan dengan penelitian terdahulu adalah (1) penelitian dilakukan terhadap anak sekolah dasar, yang biasanya mereka berperan sebagai pemberi pengaruh dalam proses pembelian. Dan hal ini dilaksanakan di sekolah terfavorit di Jakarta Selatan yang pada kenyataannya merupakan anak-anak dari kalangan menengah ke atas, dan orang tuanya kebanyakan adalah orang tua yang sangat sibuk. Sehingga pendampingan di rumah terutama dalam menonton acara-acara televisi sangat kurang, (2) makanan


(33)

18

ringan yang dijadikan produk telaahan, karena seperti diketahui bahwa banyak sekali makanan ringan yang kurang cocok dikonsumsi oleh anak-anak karena kandungan MSG-nya. Sedangkan iklan makanan ringan melalui televisi sangat banyak, terutama pada saat ”prime time” acara untuk anak-anak. Kekurangannya, karena analisis penelitiannya belum dipisahkan antara responden yang berjenis kelamin laki- laki atau perempuan.


(34)

3. 1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3. 1. 1 Iklan Sebagai Alat Bantu Pemasaran

Suatu produk dapat dikenal luas oleh masyarakat karena adanya proses perkenalan dari produk tersebut. Proses pengenalan produk ini harus memperhatikan sasaran segmentasi yang ditujukan. Seperti, apakah produk itu ditujukan untuk anak-anak, remaja, kaum dewasa atau pun berdasarkan gender. Hal ini sangat diperlukan supaya produk yang dihasilkan dapat tepat sasaran, serta dapat diterima di masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkanlah suatu cara untuk memperkenalkan produk baru, yaitu melalui periklanan. Susanto (1989) dalam Diana (2004) menyatakan bahwa produk atau jasa yang diiklankan akan memberikan status yang tinggi kepada produk atau jasa yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena suatu produk atau jasa yang diklankan, sebenarnya mempertanggungjawabkan diri terhadap masyarakat luas sekaligus mempertaruhkan nama baik dari pemasang iklan tersebut. Maka dari itu, iklan tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan suatu produk atau jasa, tetapi juga untuk mengembangkan kepercayaan dan keakraban.

Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani, yang artinya kurang lebih adalah menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah “semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara non personal yang dibayar oleh sponsor tertentu”. Secara umum, iklan berwujud penyajian informasi non personal


(35)

20

tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Dengan demikian, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan (Durianto, 2003).

Kemampua n iklan untuk menciptakan sikap yang mendukung terhadap suatu produk sering bergantung pada sikap konsumen terhadap iklan itu. Iklan yang disukai secara menguntungkan dapat menghasilkan sikap yang lebih positif terhadap suatu produk. Iklan yang tidak disukai kemungkinan akan menurunkan evaluasi produk dari sisi konsumen. Sikap terhadap suatu iklan berfungsi sebagai peramal yang signifikan atas sikap terhadap produk. Tetapi, tidak berarti bahwa konsumen harus selalu menyukai suatu iklan agar iklan tersebut efektif. Kemungkinan ada iklan yang tidak disukai tetapi tetap saja berhasil.

Menurut Durianto (2003), secara umum perusahaan mengiklankan produknya dalam rangka :

1. Menciptakan kesadaran pada suatu merek di benak konsumen (create awareness). Brand awareness yang tinggi merupakan kunci pembuka untuk tercapainya brand equity yang kuat. Pemasar seharusnya menyadari bahwa tanpa brand awareness yang tinggi, sulit untuk mendapatkan pangsa pasar yang tinggi.

2. Mengkomunikasikan informasi kepada konsumen mengenai atribut dan manfaat suatu merek (communicate information about attributes and benefits).


(36)

3. Mengembangkan atau mengubah citra atau personalitas sebuah merek (develop or change an image or personality). Sebuah merek terkadang mengalami dilusi sehingga perlu diperbaiki citranya. Hal ini dapat dilakukan adalah melalui iklan.

4. Mengasosiasikan suatu merek dengan perasaan serta emosi (associate a brand with feelings and emotion). Tujuannya, agar ada hubungan emosi antara konsumen dan suatu merek.

5. Menciptakan norma- norma kelompok (create group norms).

6. Mengendapkan perilaku (precipitate behavior). Perilaku konsumen dapat dibentuk lewat iklan.

7. Mengarahkan konsumen untuk membeli produknya dan mempertahankan

market power perusahaan. Iklan sangat powerfull dalam meningkatkan

power suatu merek di pasaran. Tetapi, iklan bukan “everything”, karena keberhasilan suatu merek di pasaran tidak hanya tergantung pada iklannya. 8. Menarik calon konsumen menjadi “konsumen yang loyal” dalam jangka

waktu tertentu.

9. Mengembangkan sikap positif calon konsumen yang diharapkan dapat menjadi pembeli potensial di masa yang akan datang.

Dalam kenyataannya saat ini, lebih banyak perusahaan yang memilih iklan sebagai media promosi yang paling efektif, khususnya melalui media televisi. Karena bagi sebagian besar masyarakat, televisi sudah menjadi sumber informasi dan sebagai alat untuk menonton berbagai macam acara.

Iklan yang ditayangkan di televisi merupakan informasi yang dapat memberikan stimulus bagi contoh dan isi pesan yang menarik, dan akan


(37)

22

membentuk persepsi terhadap suatu produk. Persepsi terhadap pesan yang disampaikan oleh sebuah iklan akan melekat dalam benak konsumen, sehingga akan timbul pilihan kesukaan atau sesuatu hal yang lebih disukai.

Iklan mempunyai dampak besar terhadap pola pemikiran dan pola konsumsi masyarakat, bahkan bisa menjadi racun bagi masyarakat terutama anak-anak. Frekuensi iklan yang terus menerus lama kelamaan akan membuat orang akan sulit untuk mempertahankan sikap rasionalnya. Anak-anak belum mempunyai kapasitas untuk membuat kesadaran kebutuhannya dan belum memahami biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhannya (Siahaan dalam Buletin Citra, 1996).

Begitupun dengan iklan produk makanan cenderung menonjolkan karakteristik fisik makanan seperti rasa renya h, rasa manis, rasa rame, dan lain-lain. Sementara itu anak dalam perkembangannya psikologisnya cenderung selalu ingin mencoba, sehingga lebih mudah dipengaruhi. Pengaruh iklan yang begitu besar seringkali lebih menarik dibandingkan pelajaran di kelas. Wiwiek (1993) menyatakan bahwa iklan dapat mempengaruhi prestasi anak dan menyebabkan kurangnya komunikasi dengan orang tua.

Menurut Kasali (1995) iklan yang efektif adalah iklan yang pesannya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat sehingga dapat memberikan respon seperti yang diharapkan. Tidak semua iklan dapat dikatakan baik, karena suatu iklan dibatasi ruang, dana, dan waktu. Oleh karena itu suatu iklan seharusnya dibuat sesingkat mungkin dan mudah diingat oleh masyarkat. Iklan yang baik harus mempunya i struktur, yaitu: (1) headline, berupa judul atau kepala tulisan produk yang diiklankan, (2) sub headline, berupa penegasan sesuatu yang penting


(38)

pada suatu produk kepada calon pembeli, (3) amplikasi, berupa perluasan dari produk yang diiklankan, berupa naskah atau teks akhir yang mengikuti headline.

3. 1. 2 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan konsumen yang secara langsung dan tidak langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa yang dibelinya, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut (Engle et. al., 1994).

Konsumen akan memutuskan atau membeli suatu produk dengan pilihan merek tertentu melalui beberapa tahap tertentu yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku proses pembelian (Kotler, 2002).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen menurut Simamora (2004) adalah :

v Faktor kebudayaan : yang meliputi kultur, subkultur dan kelas sosial.

v Faktor sosial : yang meliputi kelompok, keluarga, serta peran dan status.

v Faktor pribadi : yang meliputi usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri.

v Faktor psikologis : yang meliputi motivasi, persepsi, proses belajar, serta kepercayaan dan sikap

Untuk mengetahui bagaimana konsumen bereaksi terhadap berbagai stimulus/rangsangan yang dikendalikan oleh pemasar, Kotler (1997) membuat suatu model “rangsangan-tanggapan”, dimana stimulus/rangsangan pemasar dan faktor- faktor lingkungan akan memasuki “kotak hitam” konsumen dan


(39)

24

menghasilkan tanggapan konsumen. Stimulus dari pemasar terdiri dari: produk, harga, saluran distribusi dan promosi, sedangkan stimulus lingkungan terdiri dari kekuatan dan peristiwa utama yang terjadi di lingkungan makro konsumen, yaitu : ekonomi, teknologi, politik, dan kebudayaan. Seluruh stimuli tersebut akan melalui kotak hitam konsumen, yang terdiri dari karakteristik konsumen dan proses keputusan konsumen. Dari kotak hitam tersebut akan dihasilkan keputusan pembelian, antara lain berupa : pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian, dan jumlah pembelian.

Suatu proses keputusan membeli bukan sekadar mengetahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Simamora (2004) mengatakan bahwa terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan membeli:

• Pemrakarsa (initiator). Orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu.

• Pemberi pengaruh (influencer). Orang yang pandangan/nasehatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir.

• Pengambilan keputusan (decider). Orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, dengan berbagai cara membeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan di mana akan membeli.

• Pembeli (buyer). Orang yang melakukan pembelian nyata.

• Pemakai (user). Orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.


(40)

Engel et al. (1994) mengatakan bahwa anak-anak adalah pemakai serealia, mainan, pakaian, dan banyak produk lain, tetapi mungkin bukan pembeli. Salah satu atau kedua orang tua mungkin merupakan pembuat keputusan dan pembeli, walaupun anak mungkin penting sebagai pemberi pengaruh dan pemakai. Orang tua bertindak sebagai penjaga pintu dengan mencegah anak menonton beberapa acara TV atau berusaha menetralkan pengaruh acara tersebut. Penelitian yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI), bekerjasama dengan Consumer International- Regional Officer for Asia and the Pacific (CI-ROAP) tahun 2002, disebutkan bahwa anak menduduki posisi kedua dalam mempengaruhi seseorang untuk membeli produk yang diiklankan.

Pengenalan kebutuhan tidak hanya diperoleh dari informasi (iklan) yang disimpan dalam ingatan individu saja, tetapi ada faktor lain yaitu situasi, kelas sosial yang dapat mempengaruhi pengenalan kebutuhannya. Kebutuhan konsumen dapat diinterpretasikan dalam perilaku baik dalam pembelian maupun konsumsi, yang bertujuan mencapai manfaat yang diharapkan.

Sanjur (1982) dalam Hayati (1999) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan pangan adalah karakteristik produk seperti rasa, warna, aroma, dan kemasan. Setiap individu memiliki preferensi dan penerimaan yang berbeda. Preferensi terbentuk dari persepsi produk dan mengarah kepada pemahaman dan ingatan dari informasi (iklan) yang diterima seseorang.

Dengan segala atribut yang dimiliki oleh iklan, tujuan akhir dari iklan adalah tumbuhnya sikap positif terhadap merek produk. Sikap ini akan mengaktifkan kebutuhan atau keinginan baru seseorang yang terkena terpaan


(41)

26

iklan. Sikap ini membuat orang merasa tidak puas jika barang yang diinginkan belum dimiliki. Seseorang yang melakukan tindakan dalam bentuk pembelian barang atau jasa tanpa pertimbangan rasional dapat digolongkan orang yang konsumtif. Tindakannya disebut dengan perilaku konsumtif (Evanita, 2003).

3. 1. 3 Preferensi Konsumen

Preferensi adalah derajat kesukaan seseorang terhadap suatu makanan. Preferensi merupakan tingkat kesukaan yang didasarkan atas sikap seseorang dalam memilih dan menentukan pangan yang dikonsumsinya. Sehingga dapat diduga bahwa anak memiliki tingkat kesukaan yang beragam terhadap produk makanan ringan (Sanjur, 1982 dalam Hayati, 1999).

Nicholson (1999) mengasumsikan bahwa dari berbagai macam barang/jasa yang tersedia, seorang yang rasional akan memilih barang yang paling disukainya. Dengan kata lain, dari sejumlah alternativ yang ada orang lebih cenderung memilih sesuatu yang memaksimumkan kepuasannya. Hal ini sejalan dengan konsep bahwa barang yang lebih diminati menyuguhkan kepuasan yang lebih besar dari barang yang kurang diminati. Ukuran kepuasan ini dipengaruhi oleh bermacam faktor. Jadi kepuasan yang diterima tidak hanya ditentukan oleh bentuk atau jenis barang tersebut, tetapi juga oleh sikap psikologis (psychological attitudes), tekanan kelompok (group pressures), pengalaman pribadi dan lingkungan.

Putong (2000) mengatakan bahwa dalam menganalisis tingkat kepuasan individu sehubungan dengan konsumsi barang dalam rangka memaksimalkan kepuasannya, perlu menggunakan kurva indifiren. Kurva indiferen itu sendiri


(42)

adalah sebuah kurva yang menghubungkan titik-titik kombinasi yang memberikan tingkat kepuasan yang sama. Secara grafik, tingkat kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dengan anggaran tertentu adalah dimana kurva indiferen menyentuh garis anggaran (Nicholson, 1999).

3. 1. 4 Anak Sekolah Dasar

Anak sekolah dasar atau anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6-12 tahun. Menurut Hurlock (1999), masa ini sebagai masa akhir kanak-kanak (late chilhood) yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai tiba saatnya anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun bagi anak perempuan dan 14 tahun bagi anak laki- laki. Anak perempuan biasanya lebih cepat dewasa dibandingkan dengan anak laki- laki.

Namun secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk sekolah dasar. Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelas, yaitu masa kelas rendah yang berumur 6-9 tahun, dan masa kelas tinggi yang berumur 10-12 tahun (Suryabrata, 1982 dalam Nurliawati, 2003). Pada masa ini kebutuhan tubuh akan energi jauh lebih besar jika dibandingkan dengan sebelumnya, karena anak lebih banyak melakukan aktifitas fisik seperti bermain, berolah raga, atau membentu orang tua. Memasuki usia 10 – 12 tahun, akan semakin besar lagi kebutuhan energi serta zat-zat gizinya dibandingkan dengan usia 7 – 9 tahun. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak laki- laki dan perempuan mulai dibedakan. Biasanya anak laki- laki lebih aktif dan lebih banyak bergerak sehingga lebih banyak membutuhkan konsumsi zat gizi dalam makanan mereka.


(43)

28

Anak usia sekolah dasar sudah menyadari bahwa ia tidak dapat menyatakan dorongan emosinya begitu saja tanpa mempertimbangkan lingkungan. Ia mulai belajar mengungkapkan perasaan dan perilaku yang dapat diterima secara sosial, sehingga anak usia 6-12 tahun dapat dengan baik menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Gerungan, 1981 dalam Nurliawati, 2003).

Sekarang ini, pengiklan dan produsen menganggap anak-anak merupakan pasar yang sangat potensial. Menurut Sugiharto (1997), seperti dikutip Sari (2004), terdapat beberapa alasan yang membuat para produsen menjadikan anak-anak sebagai segmen pasar yang potensial bagi industri. Pertama, anak-anak lebih mengandalkan emosi dibanding rasio dalam pengambilan keputusan. Kedua, anak-anak merupakan basis kehidupan yang panjang dalam proses konsumsi mengingat usia hidupnya yang masih lama. Ketiga, mereka masih dalam proses sosialisasi dan dianggap memiliki loyalitas terhadap sesuatu hal, termasuk loyal pada komoditi dan merek tertentu. Keempat, karena masih dalam proses pembentukan kepribadian maka mereka sangat mudah dipengaruhi oleh berbagai hal, terutama promosi-promosi produk tertentu. Kelima, pilihannya terhadap suatu komoditi dengan merek tertentu dapat dipaksakankepada orang tuanya.

3. 1. 5 Makanan Ringan

Kedudukan makanan ringan dalam menu harian anak-anak kini bukan sekadar kudapan. Malah ia seolah-olah mulai mengambil alih peranan makanan harian yang disediakan di rumah. Buktinya, setiap hari sekurang-kurangnya sebungkus pasti sampai ke tangan anak-anak kita. Baik itu dibelikan oleh orang


(44)

tua ataupun dibelinya sendiri. Illingworth (1991) yang merupakan seorang ahli kesehatan anak, mengutarakan bahwa beberapa hal yang menurut pengamatannya dapat menjadi penyebab anak tidak mau makan adalah memakan kudapan diantara jam makan, akibatnya tubuh masih berkecukupan dengan nutrisi yang berasal dari kudapan tersebut, sehingga anak tidak merasa lapar4.

Apa yang dikategorikan sebagai ‘makanan ringan’ atau dahulu disebut ‘makanan kosong’ ini termasuk kerupuk, gula- gula, buah-buahan, jeruk, asam, minuman ringan dan sebagainya. Ia biasanya dijadikan sebagai hidangan sampingan dan boleh didapati dengan mudah di pelbagai tempat, antaranya kedai, terminal, panggung wayang, penjaja bergerak, dan ada yang menjangkau ke kantin-kantin sekolah.

Arintoni (2002) mengutip pendapat Blenford (1982), yang mendefinisikan makanan ringan sebagai makanan baik asin atau manis, padat atau cair, dalam jumlah kecil, membutuhkan proses persiapan sederhana atau bersifat siap santap, dapat dikonsumsi diantara atau selama makanan utama, dan mempunyai umur simpan yang cukup lama (misalnya lebih dari 6 minggu tanpa suhu dingin).

Daya tarik utama makanan ringan yang berjaya menambat jiwa anak-anak ialah iklan. Setiap hari, siaran rancangan kegemaran, khususnya rancangan kanak-kanak seringkali diselingi dengan iklan makanan ringan yang beragam. Musik yang menarik, watak kanak-kanak comel yang riang, dan unsur-unsur jenaka yang terpapar dalam iklan menjadi ramuan yang cukup berkesan untuk memancing perhatian dan minat golongan ini. Tidak sekadar itu, iklan makanan ringan turut menarik pada bungkusannya sendiri. Penggunaan warna terang dengan dihiasi


(45)

30

pelbagai watak kartun yang lucu semestinya menarik hati mereka. Ini ditambah pula dengan rasa yang enak dan manis, serta tidak menjemukan. Selain itu juga, taktik yang nyata berkesan sejak dulu hingga kini adalah pemberian hadiah percuma dalam setiap bungkusan. Hadiah yang biasanya berupa barang permainan ini menjadi kegemaran kanak-kanak sehingga mereka mempunyai keinginan untuk membeli mproduk yang diinginkan (Nor, 2004).

3. 1. 6 Televisi

Siaran televisi sudah dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Tetapi untuk sampai pada keadaan yang sekarang ini diperlukan banyak sekali perubahan. Pengertian televisi itu sendiri mempunyai dua pengertian yang berbeda. Salah satu diantaranya adalah siaran televisi dan pengertian yang satu lagi adalah pesawat televisi penerima yaitu perangkat televisi.

Pesawat televisi penerima memiliki berbagai macam ukuran dari yang super kecil yakni televisi ukuran saku sampai ke televisi ukuran super besar yang dapat disaksikan oleh puluhan ribu orang dalam waktu yang bersamaan. Begitu pula halnya dengan siaran televisi. Ada siaran satelit yaitu siaran yang diselenggarakan menggunakan satelit buatan manusia, ada juga televisi kabel yang menggunakan serabut-serabut optika, televisi multipleks yang salurannya lebih dari 2000, televisi definisi tinggi dan jenis-jenis baru lainnya. Perkembangan metoda- metoda baru ini membuta televisi terasa lebih dekat dan lebih penting dalam kehidupan manusia (Kunihiro, 1987).


(46)

Dalam dunia pertelevisian, para konsumen memiliki dua tujuan la ngsung dalam mengontrol waktu yang digunakan untuk menonton suatu iklan. Pertama para konsumen dapat melihat bermacam- macam iklan dengan mengubah saluran televisi. Kedua, para konsumen dapat melihat bermacam- macam iklan melalui program-program iklan yang telah direkam. Televisi menjadi ajang paling kuat untuk menyampaikan rangsangan-rangsangan secara audio maupun visual terhadap khalayak penonton, terutama anak-anak (Agung, 2004).

Televisi merupakan media komunikasi massa yang memiliki kemampuan yang besar untuk mengantarkan dan menyebarkan pesan-pesan pembangunan. Pendapat Jefkins, 1996 dalam Pranowo, 2001 televisi memiliki kesan realistik dengan kombinasi antara warna, suara dan gerak sehingga terlihat hidup. Sedangkan menurut Kotler (1997) televisi saat ini merupakan media elektronik yang efektif dan efisien. Keunggulan ini tampak dari kemampuan penyajian antara audio dan visual sehingga lebih memikat indera dan perhatian pemirsa. Penayangannya mempunyai jangkauan yang tidak terbatas, dari anak-anak sampai dewasa.

3. 2 Kerangka Pemikiran Konseptual

Televisi merupakan salah satu media massa yang efektif dan efisien untuk menyampaikan informasi menilik dari sifatnya yang audiovisual. Keunggulan inilah yang dimanfaatkan oleh setiap perusahaan yang bertindak sebagai pemasar untuk mempromosikan produknya melalui media televisi kepada konsumen. Disamping karena televisi dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu pada penelitian ini sumber informasi (iklan televisi) dijadikan sebagai


(47)

32

sarana penyampaian pesan yang berkaitan dengan makanan ringan. Saat ini produsen dan pengiklan memandang televisi sebagai tempat yang bagus untuk beriklan karena sebagaimana disebutkan di depan, bahwa televisi menyedot belanja iklan terbesar dibandingkan dengan media lainnya.

Periklanan dipandang sebagai media yang paling lazim digunakan untuk mengarahkan komunikasi yang persuasif kepada konsumen. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek. Tujuan ini pada akhirnya berupaya mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli. Meskipun secara tidak langsung berdampak pada pembelian, iklan menjadi sarana untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin komunikasi antara perusahaan dan konsumen, dan sebagai upaya perusahaan dalam menghadapi pesaing. Kemampuan ini muncul karena adanya suatu produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu produk, jika dirahasiakan dari konsumen maka tidak ada gunanya. Konsumen yang tidak mengetahui keberadaan suatu produk tidak akan menghargai produk tersebut.

Pesan iklan yang ideal menurut Kotler (2002) bahwa harus mampu menarik perhatian (attention), mempertahankan ketertarikan (interest), membangkitkan keinginan (desire), dan menggerakkan tindakan (action). Pesan dalam iklan seharusnya menyatakan sesuatu yang dibutuhkan dan penting dalam suatu produk, menginformasikan sesuatu yang eksklusif yang tidak ada pada produk lain yang sejenis, dapat dipercaya, dan dapat dibuktikan.

Iklan di televisi juga bukan merupakan unsur utama dalam proses pembelian. Faktor individu, kebiasaan dalam keluarga, serta ketersediaan produk


(48)

yang diinginkan, ikut menentukan dalam keputusan pembelian produk. Faktor individu di sini adalah uang saku yang biasa dibawa ke sekolah. Hal ini juga sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Karena pada saat menginginkan suatu produk, ternyata uang saku yang dibawa tidak mencukupi.

Pola dan perilaku menonton televisi dapat dilihat melalui durasi menonton, program acara, saluran, waktu menonton dan jam tayang televisi. Hal ini mungkin dapat mempengaruhi tingkat kesukaan iklan produk makanan ringan yang ditayangkan pada saat jeda iklan pada program acara yang ditontonnya. Karena semakin lama menonton televisi, maka anak-anak akan semakin mengetahui suatu iklan yang ditayangkan.

Karena adanya informasi yang diterima melalui pesan iklan yang secara terus menerus, sehingga perhatian terhadap iklan tersebut bisa menimbulkan ketertarikan dan pengetahua n dari konsumen. Hal ini diduga akan mempengaruhi sikap terhadap iklan dan produk makanan ringan (rasa, aroma, hadiah dan kemasan) yang selanjutnya akan menyebabkan pembelian nyata dan mengkonsumsi produk tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

3. 3 Hipotesa

Konsumsi produk makanan ringan pada anak-anak SD Islam Al Azhar 1, berhubungan dengan iklan yang dilihatnya melalui media televisi. Sedangkan pola dan perilaku menonton televisi dapat menimbulkan pengetahuan tentang iklan produk makanan ringan tersebut, karena mereka dapat meluangkan waktu lebih banyak dalam menonton televisi. Sehingga menimbulkan suatu sikap terhadap iklan tersebut.


(49)

34

HUBUNGAN ANTARA IKLAN MELALUI MEDIA TELEVISI DENGAN KONSUMSI MAKANAN RINGAN ANAK SEKOLAH DASAR

(Kasus Sekolah Dasar Islam Al Azhar 01 Keb.Baru)

Keterangan :

Bukan ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian Tahap sistematis alur pemikiran

Gambar 1 . Kerangka Pendekatan Studi. Iklan Televisi :

-Pesan iklan makanan ringan

Sikap terhadap iklan

Konsumsi Makanan Ringan

Murid SDIA 1 -Pola menonton TV

-Perilaku menonton TV

Pembelian Pengetahuan terhadap iklan Iklan Televisi :

-Pesan iklan makanan ringan


(50)

4. 1 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan data (survei) dilakukan di SD Islam Al Azhar 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada bulan Juli-Agustus 2005. Pemilihan tempat ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa SD Al Azhar merupakan salah satu SD swasta favorit di daerah Jakarta Selatan dan pertimbangan efisiensi waktu karena peneliti adalah salah satu staf pengajar di SD Al Azhar sehingga memudahkan peneliti dalam penyebaran kuisioner.

4. 2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Secara umum penelitian kualitatif bertujuan untuk memperoleh keterangan dan informasi yang lebih mendetil mengenai topik yang akan diteliti. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang datanya berupa angka yang dapat diproses secara matematis dan statistik untuk memperoleh informasi yang lebih mendetil dari responden.

Penelitian Kualitatif

Penelitian eksploratori dilakukan untuk menggali informasi yang berhubungan dengan produk makanan ringan secara khusus. Metode kualitatif yang digunakan adalah in-depth interview atau wawancara mendalam. Metode


(51)

36

penelitian ini digunakan untuk memperoleh gambaran awal mengenai produk-produk makanan ringan yang paling banyak disukai oleh anak-anak SD.

Penelitian Kuantitatif

Metode penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi dari responden melalui penyebaran kuesioner yang selanjutnya akan digunakan untuk menghasilkan analisis. Metode yang digunakan adalah cross-sectional studies, yaitu jenis rancangan penelitian yang melakukan pengambilan informasi atau data dari sampel tertentu satu kali saja tetapi melibatkan responden sejumlah dua orang atau lebih.

4. 3 Cara Pemilihan Contoh

Untuk melakukan penelitian dengan metode survei, maka peneliti harus memilih contoh yang akan dijadikan sebagai target untuk penyebaran kuesioner. Pemilihan contoh dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Dengan teknik ini, setiap anggota dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih (Simamora, 2004). Responden yang dipilih adalah murid- murid SD kelas 4 sampai dengan kelas 6 pada kelas khusus dan kelas reguler. Hal ini dilakukan mengingat kelas 4 sampai dengan 6, sudah memiliki pola pikir yang berkembang serta keputusan pembeliannya sudah dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor lingkungannya.


(52)

4.4 Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penelitian kualitatif melalui wawancara dengan beberapa responden dan dari hasil penelitian kuantitatif yaitu hasil survey melalui kuisioner yang disebar ke responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pustaka-pustaka yang tersedia pada instansi- instansi terkait dengan topik penelitian ini antara lain perpustakaan IPB, serta literatur-literatur yang relevan dan beberapa situs internet.

Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penelitian kualitatif melalui wawancara dengan beberapa murid-murid SD Islam Al Azhar 01 dan pengamatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi awal tentang jenis produk makanan ringan yang lebih banyak disukai oleh para responden. Dari hasil wawancara dan pengamatan ini kemudian didapatkan daftar jenis produk makanan ringan yang banyak disukai oleh responden, yang kemudian digunakan sebagai bahan pertanyaan di dalam kuisioner yang digunakan pada tahap kedua yaitu penelitian kuantitatif melalui survei.

Menurut Walpole (1992) bahwa jumlah sampel yang dibutuhkan dalam populasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

dimana : n = jumlah sample N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan sample yang masih dapat ditolerir


(53)

38

Dari rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel sebesar 85,9 % responden dari 610 orang murid kelas 4 sampai dengan kelas 6, dengan 10% kelonggaran ketidaktelitian. Untuk memudahkan penghitungan jumlah responden maka dijadikan 100 responden.

4.5 Rancangan Kuesioner

Kuesioner yang diberikan kepada para responden disusun sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan informasi yang diinginkan oleh peneliti namun disisi lain tidak menyulitkan bagi siswa SD yang diharapkan akan mengisinya. Untuk menjembatani masalah tersebut maka kuesioner dirancang dalam beberapa bentuk pertanyaan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan cara penilaian yang tepat.

Bentuk Pertanyaan

Pertanyaan-pertanyaan yang dicantumkan pada kuesioner ditampilkan dalan beberapa bentuk, yaitu :

• Pertanyaan Tertutup (Closed Question), merupakan bentuk pertanyaan yang memungkinkan responden untuk memberikan jawaban dengan memilih dari beberapa alternatif jawaban yang tersedia.

• Pertanyaan Terbuka (Open Question), yaitu format pertanyaan yang memberikan kebebasan bagi responden untuk menjawab sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman mereka.


(54)

• Pertanyaan Berskala (Scaled Question), adalah pertanyaan yang dikemas dengan menggunakan skala untuk mengukur tingkat kesukaan responden terhadap produk makanan ringan.

4.6 Metode Analisis

Data yang telah diperoleh oleh peneliti selanjutnya akan dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis korelasi.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif umumnya dilakukan di awal proses analisis. Hasil- hasil perhitungan analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui pola-pola umum perilaku berdasarkan hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden. Hasil- hasil tersebut dapat dilihat dalam bentuk mean, frekuensi, modus dan median. Pola dan perilaku menonton televisi diketahui dengan melihat pilihan waktu menonton, program acara, stasiun televisi yang ditonton, serta pendampingan orang tua dalam menonton televisi setiap hari.

Analisis Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk melihat adanya hubungan antar variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian serta tingkat kekuatan hubungan tersebut. Dalam penelitian ini, analisis korelasi dilakukan untuk melihat adanya hubungan tingkat kesukaan terhadap iklan produk makanan ringan dengan konsumsi yang dilakukan dengan menggunakan analisis uji korelasi Spearman Brown.


(55)

40

Menurut Guilford (1979), apabila item yang dihadapi berbentuk skala ordinal (skala sikap), maka untuk nilai korelasi rank Spearman pada item ke-i adalah :

(

)

2

6

1

1

i s

d

r

n n

= −

dimana d = beda peringkat yang berpasangan

n = jumlah sample

ρ = korelasi Spearman

4.7. Terminologi

Iklan televisi didefinisikan sebagai penyampaian informasi tentang sesuatu produk baik yang nyata maupun tidak, melalui media televisi.

Makanan ringan yang dimaksud adalah kudapan yang dimakan anak-anak di sela waktu makan, seperti coklat, wafer, biscuit, kacang, dan produk ekstrusi (chiki, chitos, dll), tidak termasuk es krim dan permen.

Anak sekolah dasar didefinisikan adalah anak yang berusia 6-12 tahun dan merupakan murid-murid SD Islam Al Azhar 1 yang berjenis kelamin laki- laki dan perempuan.

Uang saku didefinisikan sebagai uang yang diterima untuk jajan setiap hari.

Pola menonton didefinisikan sebagai aktifitas menonton televisi, meliputi aturan, waktu, durasi, program acara, waktu tayang,dan stasiun.

Perilaku menonton TV didefinisikan sebagai kecenderungan anak-anak dan anggota keluarga lain dalam bereaksi terhadap iklan di TV.


(56)

Pengetahuan terhada p iklan adalah keterdedahan konsumen terhadap iklan makanan ringan melalui media televisi.

Sikap terhadap iklan makanan ringan didefenisikan sebagai perasaan suka atau tidak suka terhadap iklan makanan ringan yang ditayangkan melalui televisi.

Tingkat kesukaan iklan makanan ringan didefenisikan sebagai peringkat kesukaan iklan produk makanan ringan yang ditayangkan di televisi (sangat suka, suka, biasa, tidak suka, sangat tidak suka).

Tingkat konsumsi makanan ringan didefenisikan sebagai total konsumsi makanan ringan yang dikonsumsi murid-murid SD Islam Al Azhar 01 setiap harinya.


(57)

BAB V

GAMBARAN UMUM YAYASAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

5.1 Profil Al Azhar 5.1.1 Sejarah Singkat

• Latar Belakang Berdirinya Yayasan Pesantren Islam Al Azhar

Yayasan Pesantren Islam Al Azhar, atau biasa disingkat dengan YPI Al Azhar, semula merupakan yayasan Islam yang dibentuk dalam rangka menerima dana social dari pemerintah untuk membangun tempat ibadah melalui Menteri Social Dr. Sjamsuddin. Pemerintah memberikan dana menyusul adanya permintaan dari kelompok agama lain kepada Komisi Pembangunan Kota Satelit Kebayoran untuk mendapatkan sebidang tanah bagi pembangunan tempat ibadah mereka. Salah satu persyaratan untuk mendapatkan dana social itu adalah harus mempunyai lembaga yang menanganinya. Sehingga Sjamsuddin mengusulkan dibentuknya suatu yayasan khusus untuk itu.

Rencana tersebut kemudian dibicarakan oleh tokoh-tokoh Islam dari berbagai kalangan, di kantor Masyumi, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat. Mereka itu adalah

Ghozali Sjahlan (Sekretaris Masyumi Jakarta Raya), Abdullah Salim (tokoh Masyumi Jakarta dan kepala bagian Periklanan Harian “Abadi” Jakarta), Soedjirdjo

(ketua cabang Muhammadiyah Jakarta), Sardjono (wakil Walikota Jakarta), Ganda

(pegawai jawatan Penerangan Kotapraja Jakarta), H. Sulaiman Rasjid (pegawai kem. Agama RI dan penulis buku “Fiq ih Islam”), Ya’cub Rasjid (pegawai kem. Agama RI), serta Karta Pradja (kepala sekolah rakyat di Jakarta). Ditambah dengan


(58)

beberapa pengusaha muslim seperti Tan In Hok, Rais Chamis, Hasan Arzubie, Faray Martak, dan Hariri Hady (mahasiswa Universitas Indonesia).

Dalam pertemuan itu mereka sepakat membentuk suatu yayasan yang diberi nama Yayasan Pesantren Islam. Pada hari Senin, tanggal 7 April 1952, kesepakatan itu dibawa oleh Soedirdjo, Tan In Hok dan Ghozali Sjahlan ke notaris Raden Kadiman, serta dicatat dalam akte notaries nomor 25. Tanggal tersebutlah yang dijadikan sebagai hari kelahiran Yayasan Pesantren Islam.

Maksud dan tujuan Yayasan ini sebagaimana tertulis dalam akte pendiriannya ketika itu adalah untuk :

• Mendirikan atau memperbaiki pesantren-pesantren di tempat yang dirasa penting di Jawa Barat (Jakarta dalam waktu itu masuk wilayah Jawa Barat) untuk :

1. Mendidik pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi kader pembangunan akhlak guna kesejahteraan Negara Republik Indonesia 2. Mendidik pemuda-pemuda Indonesia agar dapat menjadi alat Negara

yang berjiwa bersih dan suci

3. Mendidik pemuda-pemuda Indonesia agar dapt menjadi mubalig Islam di belakang hari.

Dengan berdirinya yayasan, pemerintahpun memenuhi janjinya dengan memberikan sebidang tanah untuk tempat ibadah. Tetapi yayasan menemukan kendala mengenai tempat di mana akan dibangun tempat ibadah tersebut. Atas bantuan serta jasa baik walikota Jakarta Raya, Sjamsuridjal, ditemukan tempat yang ideal, yaitu di Kota Satelit Kebayoran yang sedang giat-giatnya dibangun. Lokasi


(59)

44

lahan itu seluas 43.775 M2, dan terletak di Blok K-I, Persil No. 2, Kelurahan Selong, Jl Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta. Di atas tanah itulah Yayasan membangun Masjid Agung, yang selanjutnya terkenal dengan nama Mesjid Agung Al Azhar.

• Pemberian Nama Al Azhar

Setelah pembangunan Masjid Agung di kota Satelit Kebayoran selesai dan telah dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, orang-orang menyebutnya sebagai “Masjid Agung Kebayoran”. Hal ini lantaran lokasi Masjid Agung berada di Kebayoran. Namun penyebutan nama itu tidak berlangsung lama, setelah pada akhir tahun 1960, menyandang nama resmi, yaitu “Masjid Agung Al Azhar”.

Syeikh Al Azhar, Prof. Mahmoud Syaltout, sewaktu bekunjung ke Indonesia (1960) menjadi tamu Negara, sempat berkunjung ke Mesjid Agung Kebayoran. Beliau didampingi oleh Dr. Mohammad Al Bahay, sangat terkesan dengan proses pembangunan Masjid Agung berikut kegiatan-kegiatannya. Sehingga ketika menyampaikan sambutan kepada para jamaah, beliau mengatakan : “Bahwa mulai hari ini, saya sebagai Syeikh Jami’ Al Azhar memberikan nama Al Azhar bagi masjid ini, semoga dia menjadi Al Azhar di Jakarta, sebagaimana Al Azhar di Kairo”.

Kini Masjid Agung Al Azhar telah tumbuh menjadi Masjid yang benar-benar agung, indah dan megah. Masjid ini dihiasi dengan berbagai macam kegiatan dari orang-orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga di sekitar Masjid dibangun gedung-gedung megah penunjang keramaian masjid (ta’mir masjid).


(60)

Salah satu gedung yang terakhir dibangun adalah gedung berlantai delapan, seluas 17.116 m2 di atas lahan seluas 11.584 m2. Gedung tersebut merupakan gedung pendidikan dari TK sampai dengan SMU berikut berbagai sarana penunjang lainnya. Dibangun bersamaan dengan Milad Al Azhar ke-48, 6 April 2000, dan selesai serta dimanfaatkan pemakaiannya pada 16 Juli 2001, hari pertama tahun pelajaran 2001/2002.

• Perguruan Islam Al Azhar

Sejarah pendidikan Islam memiliki kaitan erat dengan Masjid. Karena itu apabila membicarakan masjid, berarti membicarakan suatu tempat yang azasi untuk menyiarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Jamaah yang duduk melingkar di Masjid, merupakan lingkaran- lingkaran pengajaran (halaqah) yang diadakan semenjak Masjid didirikan.

Di Masjid Agung Al Azhar keadaannya tidak jauh berbeda. Seusai shalat subuh, Imam besar Buya Hamka menggelar pengajian, mengupas isi kandungan Al Quran di depan para jamaah yang duduk bersila mengelilinginya. Sedang pada sore hari, anak kecil belajar membaca dan menulis Al Quran. Lambat laun, anak-anak yang mengaji terus bertambah. Materi yang diajarkan tidak lagi hanya membaca dan menulis Al Quran, tetapi juga pemahaman Al Hadits. Disamping itu, mereka juga belajar tauhid, ibadah, akhlak serta tarikh. Duduknya tidak lagi bersila di depan rehal, melainkan di bangku-bangku panjang dari kayu.

Di tengah kemelut keadaan politik pada masa itu, pengurus dan jamaah Masjid Agung Al Azhar terus berusaha menghidupkan dan memakmurkan masjid.


(61)

46

Anak-anak yang mengaji di sore hari sebisa mungkin tetap dijalankan, meski tampak sederhana.

Salah seorang jamaah Masjid Agung l Azhar, Abdullah Hakim, mengusulkan (Maret 1963) agar pengajian anak-anak sore hari ditingkatkan mutu dan penyelenggaraannya, sepadan dengan kemegahan masjidnya. Yaitu dengan membentuk suatu lembaga pendidikan yang didalamnya terdiri dari TK, SD, SMP, SMU, bahkan sampai Perguruan Tinggi.

Usulan tersebut ditanggapi dengan baik oleh Pengurus Sekretariat Masjid yang juga Ketua Pelaksana Harian, Mayor Amiruddin Siregar (Ketuanya adalah H, Anwar Tjokroaminoto) meminta Ir. Amriel A. Rodjomantari, salah seorang pengurus Masjid untuk menindaklanjutinya. Amriel diserahi tanggungjawab sebagai pejabat sementara selama Amiruddin ke Tanah Suci. Amriel kemudian mengumpulkan semua pengurus untuk membahas masalah tersebut.

Gayung bersambut, berbagai tanggapan bermunculan mendukung usulan tersebut sehingga dengan mudah pertemuan mengambil beberapa keputusan : (1) Masjid Agung Al Azhar akan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, (2) Perguruan itu diberi nama “Perguruan Islam Al Azhar”, (3) Untuk mewujudkannya dibentuk tim yang dipimpin oleh Abdullah Hakim dibantu beberapa pemuda tamatan Pesantren Gontor yang tinggal di Masjid Agung Al Azhar, seperti Nurcholis Madjid, Mahfudh Makmun, dan A. Wachid Zaini.

Setelah pertemuan usai, pembicaraan dilanjutkan lebih khusus lagi dengan melakukan penjajagan ke berbagai kalangan. Pada tahun 1963, sekolah Islam Sore, sejenis Madrasah Diniyah yang kelak diberi nama Pendidikan Islam Al Azhar (PIA)


(62)

dibuka. Disusul setahun berikutnya, awal Agustus 1964, TK Islam AlAzhar dan SD Islam Al Azhar. Kemudian SMP Islam Al Azhar (tahun 1971), serta SMA Islam Al Azhar (tahun 1976) dan Universitas Al Azhar Indonesia (tahun 2000).

Pada tahun pelajaran 2001/2002, sekolah-sekolah itu telah berkembang dengan pesat, mencapai 66 sekolah dan 14 Play Group. Terdiri dari 25 TK, 27 SD, 13 SMP, dan 5 SMU dengan jumlah murid lebih dari 22.642 siswa. Sedang pengajian anak-anak yang telah berkembang menjadi Madrasah Sore dengan nama Pendidikan Islam Al Azhar (PIA) pun semakin mantap perjalanannya. Jika sebelumnya hanya memiliki 4 kelas, maka di tahun pelajaran 2001/2002 telah berkembang menjadi 40 kelas.

5.1.2 Visi, Misi, Tujuan dan Suasana Keseharian

Karena tujuan pendidikan agama dan pembelajarannya terpatri kuat melalui SK YPI Al Azhar, maka dalam praktek sehari-haripun menjadi sangat kental dengan nilai- nilai keislaman. Visi SD Islam Al Azhar 1 adalah menjadi lembaga pendidikan dasar yang unggul dalam mengembangkan potensi intelektual, spiritual, emosional, dan kreativitas peserta didik dalam rangka mewujudkan visi YPI Al-Azhar. Sedangkan misinya adalah :

1. Menjadi pelopor dalam mengembangkan sistem pendidikan yang bertumpu pada keimanan dan ketaqwaan (imtaq), ilmu pengetahuan, teknologi (iptek) dan seni.

2. Menciptakan budaya belajar berkualitas tinggi yang berpusat kepada murid melalui pendekatan fun learning, active learning.


(1)

Tingkat kesukaan iklan: Tango

5 5.0 5.2 5.2

7 7.0 7.2 12.4

41 41.0 42.3 54.6

24 24.0 24.7 79.4

20 20.0 20.6 100.0

97 97.0 100.0

3 3.0

100 100.0

1 2 3 4 5 Total Valid

System Missing

Total

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat kesukaan: silverquin

4 4.0 4.1 4.1

4 4.0 4.1 8.2

25 25.0 25.5 33.7

23 23.0 23.5 57.1

42 42.0 42.9 100.0

98 98.0 100.0

2 2.0

100 100.0

1 2 3 4 5 Total Valid

System Missing

Total

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat kesukaan iklan: taro

4 4.0 4.0 4.0

11 11.0 11.1 15.2

36 36.0 36.4 51.5

34 34.0 34.3 85.9

14 14.0 14.1 100.0

99 99.0 100.0

1 1.0

100 100.0

1 2 3 4 5 Total Valid

System Missing

Total

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent


(2)

Tingkat kesukaan iklan: chetos

5 5.0 5.4 5.4

14 14.0 15.2 20.7

30 30.0 32.6 53.3

26 26.0 28.3 81.5

17 17.0 18.5 100.0

92 92.0 100.0

8 8.0

100 100.0

1 2 3 4 5 Total Valid

System Missing

Total

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat kesukaan iklan: Marie Regal

9 9.0 9.7 9.7

15 15.0 16.1 25.8

51 51.0 54.8 80.6

10 10.0 10.8 91.4

8 8.0 8.6 100.0

93 93.0 100.0

7 7.0

100 100.0

1 2 3 4 5 Total Valid

System Missing

Total

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat kesukaan iklan: Chitato

4 4.0 4.3 4.3

12 12.0 13.0 17.4

34 34.0 37.0 54.3

26 26.0 28.3 82.6

16 16.0 17.4 100.0

92 92.0 100.0

8 8.0

100 100.0

1 2 3 4 5 Total Valid

System Missing

Total

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent


(3)

Tingkat kesukaan iklan: biskuat

12 12.0 12.2 12.2

11 11.0 11.2 23.5

39 39.0 39.8 63.3

26 26.0 26.5 89.8

10 10.0 10.2 100.0

98 98.0 100.0

2 2.0

100 100.0

1 2 3 4 5 Total Valid

System Missing

Total

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat kesukaan iklan: Toblerone

14 14.0 16.7 16.7

9 9.0 10.7 27.4

25 25.0 29.8 57.1

9 9.0 10.7 67.9

27 27.0 32.1 100.0

84 84.0 100.0

16 16.0

100 100.0

1 2 3 4 5 Total Valid

System Missing

Total

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat kesukaan iklan: Oreo

4 4.0 4.0 4.0

11 11.0 11.1 15.2

27 27.0 27.3 42.4

29 29.0 29.3 71.7

28 28.0 28.3 100.0

99 99.0 100.0

1 1.0

100 100.0

1 2 3 4 5 Total Valid

System Missing

Total

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent


(4)

6.

Tingkat Konsumsi Makanan ringan

Tingkat konsumsi: Kacang Garuda

44 44.0 44.0 44.0

41 41.0 41.0 85.0

10 10.0 10.0 95.0

3 3.0 3.0 98.0

2 2.0 2.0 100.0

100 100.0 100.0

0 1 2 3 4 Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat konsumsi: Tango

23 23.0 23.0 23.0

40 40.0 40.0 63.0

25 25.0 25.0 88.0

10 10.0 10.0 98.0

1 1.0 1.0 99.0

1 1.0 1.0 100.0

100 100.0 100.0

0 1 2 3 4 5 Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat Konsumsi: Silverquin

46 46.0 46.0 46.0

28 28.0 28.0 74.0

24 24.0 24.0 98.0

2 2.0 2.0 100.0

100 100.0 100.0

0 1 2 3 Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent


(5)

Tingkat Konsumsi: Taro

41 41.0 41.0 41.0

52 52.0 52.0 93.0

6 6.0 6.0 99.0

1 1.0 1.0 100.0

100 100.0 100.0

0 1 2 4 Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat Konsumsi: Chetos

57 57.0 57.0 57.0

29 29.0 29.0 86.0

12 12.0 12.0 98.0

1 1.0 1.0 99.0

1 1.0 1.0 100.0

100 100.0 100.0

0 1 2 3 4 Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat Konsumsi: Marie Regal

46 46.0 46.0 46.0

37 37.0 37.0 83.0

13 13.0 13.0 96.0

2 2.0 2.0 98.0

2 2.0 2.0 100.0

100 100.0 100.0

0 1 2 3 4 Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat Konsumsi: Chitato

59 59.0 59.0 59.0

29 29.0 29.0 88.0

10 10.0 10.0 98.0

2 2.0 2.0 100.0

100 100.0 100.0

0 1 2 3 Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent


(6)

Tingkat Konsumsi: Biskuat

52 52.0 52.0 52.0

26 26.0 26.0 78.0

18 18.0 18.0 96.0

3 3.0 3.0 99.0

1 1.0 1.0 100.0

100 100.0 100.0

0 1 2 3 4 Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat Konsumsi: Toblerone

61 61.0 61.0 61.0

19 19.0 19.0 80.0

18 18.0 18.0 98.0

2 2.0 2.0 100.0

100 100.0 100.0

0 1 2 3 Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Tingkat Konsumsi: Oreo

37 37.0 37.0 37.0

27 27.0 27.0 64.0

16 16.0 16.0 80.0

18 18.0 18.0 98.0

2 2.0 2.0 100.0

100 100.0 100.0

0 1 2 3 4 Total Valid

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent