1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan uraian dan penjelasan dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dirumuskanlah masalah yang ingin diteliti, yaitu:
“Apakah terdapat pengaruh mekanisme Good Corporate Governance terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI baik secara parsial
maupun simultan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
penerapan prinsip Good Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis
Sebagai upaya untuk mendukung pengembangan ilmu akuntansi umumnya, serta khususnya yang berkaitan dengan good corporate
governance.
Universitas Sumatera Utara
2. Kegunaan Praktis 2.1 Bagi Manajemen Institusi
Sebagai saran dan masukan yang dapat dipergunakan bagi manajemen institusi sebagai bahan dan referensi dalam rangka menetapkan kebijakan
maupun langkah strategik. 2.2 Bagi Investor
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan invetasi khususnya dalam
menilai kinerja suatu bank. 2.3 Bagi Masyarakat Umum
Dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu dasar untuk menilai tingkat kesehatan perbankan melalui laporan keuangan yang
dipublikasikan. 2.4 Bagi PenelitiPembaca
Sebagai bahan kajian dan referensi utuk menambah wawasan maupun untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Perusahaan
Secara umum kinerja dapat diartikan sebagai sesuatu yang ingin dicapai, atau prestasi yang diperlihatkan. Kinerja merupakan hasil
perkerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi bagi ekonomi
Amstrong dan Baron, 1998. Tujuan penilaian kinerja menurut Mulyadi 1997 adalah untuk
memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar
membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam
anggaran. Selain itu, pengukuran kinerja perusahaan dilakukan untuk melakukan perbaikan dan pengendalian atas kegiatan operasionalnya agar
dapat bersaing dengan perusahaan lain. Pengukuran kinerja juga dibutuhkan untuk menetapkan strategi yang tepat dalam rangka mencapai
tujuan perusahaan. Dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan itu merupakan fondasi tempat berdirinya pengendalian yang efektif.
Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba.
Universitas Sumatera Utara
Dalam mengukur kinerja keuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan dengan pusat pertanggungjawaban. Dalam mellihat organisasi
perusahaan dapat diketahui besarnya tanggung jawab manajer yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja keuangan. Terdapat berbagai
analisis, termasuk berbagai rasio keuangan yang dapat dipergunakan untuk melakukan penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan.
2.1.1.1 Pengukuran Kinerja Bank
Pada dasarnya tujuan dari pengukuran kinerja perbankan tidaklah jauh berbeda dengan kinerja perusahaan pada umumnya. Penilaian kinerja
bank sangat penting untuk setiap stakeholders bank yaitu manajemen bank, nasabah, mitra bisnis dan pemerintah di dalam pasar keuangan yang
kompetitif. Bank yang dapat selalu menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitasya yang tinggi dan mampu membagikan
deviden dengan baik serta prospek usahanya dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik,
maka ada kemungkinan nilai sahamnya dan jumlah dana pihak ketiga akan naik. Kenaikan nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan
salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yang bersangkutan. Kinerja perbankan sendiri sering dinilai terkait erat dengan
tingkat kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar
penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Dalam UU RI No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 29 disebutkan bahwa Bank
Universitas Sumatera Utara
Indonesia berhak untuk menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, rentabilitas,
likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Oleh karena itu Bank Indonesia mengeluarkan surat keputusan
direksi Bank Indonesia No 30277KEPDIR tanggal 19 Maret 1998 yang mengatur tata cara penilaian tingkat kesehatan bank. Metode penilaian
tingkat kesehatan bank tersebut di atas kemudian dikenal sebagai metode CAMEL. Metode ini berisikan langkah-langkah yang dimulai dengan
menghitung besarnya masing-msing rasio pada komponen-komponen berikut ini:
1. C : Capital untuk rasio kecukupan modal 2. A : Asset untuk rasio kualitas aktiva
3. M : Management untuk menilai kualitas manajemen 4. E : Earnings untuk rasio-rasio rentabilitas bank
5. L : Liquidity untuk rasio-rasio likuiditas bank Pengukuran kinerja secara garis besar dikelompokan menjadi dua,
yaitu pengukuran non finansial dan finansial. Kinerja non finansial adalah pengukuran kinerja dengan menggunakan informasi-informasi non
finansial yang lebih dititik beratkan dari segi kualitas pelayanan kepada pelanggan. Sedangkan pengukuran kinerja secara finansial adalah
penggunaan informasi-informasi keuangan dalam mengukur suatu kinerja perusahaan. Informasi keuangan yang lazim digunakan adalah laporan
rugi laba dan neraca. Dari laporan laba rugi, variabel kinerja finansial
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan adalah Earning Before Interest and Tax EBIT dan Earning Available for Common Stock EACS. EBIT menggambarkan
profit yang tersisa setelah dikurangi dengan pengeluaran operasional dari gross margin. EBIT ini menggambarkan keuntungan perusahaan dari
aktivitas bisnis sebelum dikurangi pajak Bertoneche dan Knight, 2001 dalam Wibisono, 2004, sedangkan EACS menggambarkan keuntungan
perusahaan setelah dikurangi pajak dan pungutan finansial lain Wibisono, 2004. Kinerja perusahaan juga bisa diukur dengan rasio-rasio keuangan
lain, seperti Market Share Growth, Return On Investment ROI, Return On Asset ROA, ROI growth, Return On Sales ROS, ROS growth assets
Itter dan Larker, 1997, price earning ratio, Tobin’s Q, dan rasio-rasio keuangan lainnya.
Dalam penelitian ini rasio keuangan yang digunakan adalah rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan aspek fundamental
perusahaan karena selain menjadi daya tarik yang besar bagi perusahaan yang ingin menanamkan dananya juga sebagai alat ukur terhadap
efektivitas dan efisiensi penggunaan sunber daya yang ada dalam perusahaan. Rasio profitabilitas adalah analisis yang dilakukan terhadap
kemempuan bank dalam memenuhi perolehan laba. Keuntungan sudah menjadi tujuan utama dari semua perusahaan, dan keuntungan yang
diperoleh akan meningkatkan kemampuan bank dalam melakukan operasinya. Keuntungan yang rendah akan menjadi hambatan bagi
pertumbuhan bank dan akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
terhadap bank, dan sebaliknya. Rasio profitabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator antara lain ROA, ROE, BOPO, NPM. Dalam
penelitian ini digunakan ROA sebagai indikator Rasio profitabilitas. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan operasi dengan total aktiva yang ada. Copeland dan Weston, 1994 dalam Firmansyah, 2006 menyatakan bahwa ROA mencoba
mengukur efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber dayanya. Tinggi rendahnya ROA mengindikasikan seberapa besar
efisiensi penggunaan modal dan turun naik pendapatan.
2.1.2 Good Corporate Governance GCG
2.1.2.1 Defenisi Good Corporate Governance GCG
S ebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi
tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi
tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders
khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan direktur, manajer, pemegang
saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan
perusahaan di lingkungan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Menurut forum For Corporate Governance in Indonesia FCGI 2001 pengertian good coorporate governance adalah seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lain yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan, sehingga menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan stakeholders. Nilai
tambah yang dimaksud adalah corporate governance memberikan perlindungan efektif terhadap investor dalam memperoleh kembali
investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi.
Center for European Policy Studies CEPS, punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk
mulai dari hak right, proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah
hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual
untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang
memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip
walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju atau Organization for Economic Cooperation and Development OECD,
misalnya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di
perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency,
responsibility, accountability, dan tentu saja fairness. Kemudian, GCG ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan,
sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan BOD, BOC, RUPS guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara
berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan
norma yang berlaku. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate
Governance merupakan: 1.
Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para Stakeholder
lainnya. 2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas
pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
Dari pengertian di atas pula, tampak beberapa aspek penting dari GCG yang perlu dipahami beragam kalangan di dunia bisnis, yakni;
a. Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di
antaranya Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, Komisaris, dan
Universitas Sumatera Utara
Direksi. Keseimbangan ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan
tersebut keseimbangan internal b.
Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder. Tanggung jawab ini
meliputi hal-hal yang terkait dengan pengaturan hubungan antara perusahaan dengan stakeholders keseimbangan eksternal. Di antaranya,
tanggung jawab pengelolapengurus perusahaan, manajemen, pengawasan, serta pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan stakeholders
lainnya. c.
Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian
hak berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati
keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam pertumbuhannya. d.
Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui
keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan
orang dalam insider information for insider trading.
2.1.2.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
S etelah definisi serta aspek penting GCG terpaparkan di atas, maka
berikut adalah prinsip yang dikandung dalam GCG. Di sini secara umum
Universitas Sumatera Utara
ada empat prinsip utama yaitu: fairness, transparency, accountability, dan responsibility.
1. Fairness Kewajaran Secara sederhana kewajaran fairness bisa didefinisikan sebagai
perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang
berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak
investor - khususnya pemegang saham minoritas - dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading transaksi
yang melibatkan informasi orang dalam, fraud penipuan, dilusi saham nilai perusahaan berkurang, KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat
merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan
perusahaan lain. Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent hati-hati, sehingga muncul
perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair jujur dan adil. Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan
terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin
perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan. Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat
agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi
penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian.
2. Transparency Keterbukaan Informasi Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik
dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Dalam mewujudkan
transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta
informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus
dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi
dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu,
jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi
dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya
Universitas Sumatera Utara
benturan kepentingan conflict of interest berbagai pihak dalam manajemen.
3. Accountability Dapat Dipertanggungjawabkan Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau
justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan Direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas
serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola perusahaan.
Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit sebagaimana yang ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta, merupakan
salah satu implementasi prinsip ini. Tepatnya, berupaya memberdayakan dari prinsip accountabililty, antara lain :
a Praktek audit internal yang efektif, serta b Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab
dalam anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate Intent Target Pencapaian Perusahaan di masa depan.
Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara
pemegang saham, Dewan Komisaris, serta Direksi. Dengan adanya
Universitas Sumatera Utara
kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem benturan kepentingan peran.
4. Responsibility Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian patuh di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini
termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatankeselamatan kerja, standar
penggajian, dan persaingan yang sehat. Artinya bahwa perusahaan merupakan bagian dari sebuah budaya sosial dan masyarakat sehingga
sebuah perusahaan tidak tegak secara terisolasi dari berbagai kepentingan sosial-budaya dan politik kelompok-kelompok lain stakeholder. Sebuah
perusahaan tidak hanya harus bertanggungjawab terhadap mereka yang berhubungan langsung dengan perusahan, tetapi mereka juga tidak
berhubungan secara langsung dengannya Bakrie, 2000. Carol dalam Zaim 2000, mengembangkan suatu konsep piramida tanggung jawab
sosial perusahaan. Piramida ini terdiri atas empat tanggung jawab perusahaan.
1 Tanggung jawab ekonomis, yaitu sebuah perusahaan haruslah menghasilkan laba.
2 Tanggung jawab legal, maksudnya dalam mencapai tujuan untuk mencapai laba sebuah perusahaan harus menaati hukum.
3 Tanggung jawab etis, artinya perusahaan berkewajiban menjalankan
Universitas Sumatera Utara
hak yang baik, benar dan adil. 4 Tanggung jawab filantropis, yang mensyaratkan perusahaan untuk
memberi kontribusi kepada publik. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas hidup semua.
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia
menghasilkan eksternalitas dampak luar kegiatan perusahaan negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip
responsibility ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen
masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.
Prinsip-prinsip di atas perlu diterjemahkan ke dalam lima aspek yang dijabarkan oleh OECD Organization for Economic
Cooperation and Development sebagai pedoman pengembangan kerangka kerja legal, institutional, dan regulatory untuk corporate
governance di suatu negara. Lima aspek tersebut antara adalah: 1.
Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan: Hak-hak pemegang saham harus dilindungi dan difasilitasi.
2. Perlakuan setara terhadap seluruh pemegang saham: Seluruh
pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing harus diperlakukan setara. Seluruh pemegang saham
Universitas Sumatera Utara
harus diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan perhatian bila hak-haknya dilanggar.
3. Peran stakeholders dalam corporate governance: Hak-hak para
pemangku kepentingan stakeholders harus diakui sesuai peraturan perundangan yang berlaku, dan kerjasama aktif antara perusahaan dan
para stakeholders harus dikembangkan dalam upaya bersama menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan.
4. Disklosur dan transparansi: Disklosur atau pengungkapan yang tepat
waktu dan akurat mengenai segala aspek material perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan governance
perusahaan. 5.
Tanggung jawab Pengurus Perusahaan Corporate Boards: Pengawasan Komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh Direksi
harus berjalan efektif, disertai adanya tuntutan strategik terhadap manajemen, serta akuntabilitas dan loyalitas Direksi dan Komisaris
terhadap perusahaan dan pemegang saham.
2.1.2.3 Manfaat dan Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan
adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang
berlaku Tri Gunarsih, 2003. Untuk meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite audit, serta remunerasi eksekutif. GCG
Universitas Sumatera Utara
memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan.
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan
investasi Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini. Karakter investasi ini
ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui pool of investors di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau
negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang, maka penerapan GCG secara
konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing,
penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan.
Menurut Iman dan Amin 2002:9, dengan menerapkan corporate governance yang baik akan memberikan manfaat sebagai berikut :
a Perbaikan dalam komunikasi
b Memperkecil potensial benturan konflik kepentingan
c Fokus pada strategi-strategi utama
d Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi
e Kesinambungan manfaat
f Promosi citra perusahaan
g Peningkatan kepuasan pelanggan
h Perolehan kepercayaan investor
i Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan
Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
Universitas Sumatera Utara
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita
perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang wrong-doing, ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah
terjadinya hal tersebut. 2.
Mengurangi biaya modal cost of capital, yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga
atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan
citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang. 4. Menciptakan dukungan para stakeholder para pihak yang
berkepentingan dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh
perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan
operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh
kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.4 Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
Bank sebagai subjek GCG perlu menerapkan standar akuntansi dan standar audit yang sama dengan standar yang berlaku umum dalam setiap
kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Yang dimaksud dengan seluruh tingkatan atau jenjang organisasi adalah seluruh
pengurus dan karyawan bank mulai dari Dewan Komisaris dan Direksi sampai pegawai tingkat pelaksana dan ini harus melibatkan auditor
eksternal dalam proses auditnya, sehingga diperoleh ukuran yang sama dengan ukuran yang berlaku di tempat lain. Berdasarkan Bassle
Committee on Banking Supervision, 1999 dalam Oktapiyani, 2009 menerangkan bahwa setidaknya terdapat tujuh standar yang harus
digunakan dalam menerapkan GCG secara efektif pada industri perbankan, antara lain:
1. Bank harus menerapkan sasaran strategis dan serangkaian nilai perusahaan
yang dikomunikasikan ke setiap jenjang jabatan pada organisasi 2.
Bank harus menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan pada organisasi
3. Bank harus memastikan bahwa pengurus bank memiliki kompetensi yang
memadai dan integritas yang tinggi. Serta memahami peranannya dalam mengelola bank yang sehat, dan independen terhadap pengaruh pihak
eksternal 4.
Bank harus memastikan keberadaan pengawasan yang tepat oleh direksi
Universitas Sumatera Utara
5. Bank harus mengoptimalkan efektifitas peranan fungsi auditor eksternal
dan satuan kerja audit intern 6.
Bank harus memastikan bahwa kebijakan ramunerasi telah konsisten dengan nilai etik, sasaran, strategi, dan lingkungan pengendalian bank
7. Bank harus menerapkan praktek-praktek transparansi kondisi keuangan
dan non keuangan kepada publik.
2.1.3 Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi persyaratan tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan
suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan yang melakukan kontrol pengawasan terhadap
keputusan tersebut. Mekanisme corporate governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi Walsd
dan Seward, dalam Arifin, 2005. Untuk meminimalkan konflik kepentingan antara principal dan agent akibat adanya pemisahan pengelolaan perusahaan,
diperlukan suatu cara efektif untuk mengatasi masalah ketidakselarasan kepentingan tersebut. Menurut Boediono 2005, mekanisme corporate
governance merupakan suatu sistem yang mampu mengendalikan dan mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta pihak-pihak yang terlibat
didalamnya, sehingga dapat digunakan untuk menekan terjadinya masalah keagenan.
Universitas Sumatera Utara
Paper Bassel Committee on Banking Supervision-Federal Reserve, telah menyoroti fakta bahwa strategi dan teknik yang didasarkan pada Prinsip-prinsip
OECD Brigham dan Erhardt, 2005, yang merupakan dasar untuk melaksanakan tata kelola perusahaan meliputi:
a. nilai-nilai perusahaan, kode etik dan perilaku lain yang sesuai standar dan
sistem yang digunakan untuk memastikan kepatuhan mereka b.
Pembentukan mekanisme untuk interaksi dan kerjasama di antara dewan direksi, manajemen senior, dan para auditor
c. Sistem pengendalian internal yang kuat, termasuk fungsi-fungsi audit
internal dan eksternal, manajemen risiko fungsi independen dari lini bisnis, dan check and balance lainnya.
Menurut Iskandar Chamlao dalam Lastanti 2004, mekanisme dalam pengawasan corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan
eksternal mechanism. Internal mechanism adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum
pemegang saham, komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director. Sedangkan external mechanism adalah cara
mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian perusahaan dan mekanisme pasar.
Penelitian Zulkafli dan Samad, 2007 dalam Praptiningsih 2009 mengkaji mengenai mekanisme tata kelola perusahaan dalam mengukur kinerja perusahaan
perbankan melalui Mekanisme Pemantauan Kepemilikan Ownership,
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme Pemantauan Pengendalian Internal, Mekansisme Pemantauan Regulator, dan Mekanisme Pemantauan Pengungkapan.
Dalam penelitian ini lebih banyak mengkaji secara mendalam mekanisme Mekanisme Pemantauan Pengendalian Internal meliputi Ukuran Dewan Direksi,
Ukuran Dewan Komisaris dan Komisaris Independen.
2.1.3.1 Ukuran Dewan Direksi
Dengan adanya pemisahan peran antara pemegang saham sebagai prinsipal dengan manajer sebagai agennya, maka manajer pada akhirnya akan memiliki hak
pengendalian yang signifikan dalam hal bagaimana mereka mengalokasikan dana investor Jensen Meckling, 1976; Shleifer Vishny, 1997. Selain itu Mizruchi
1983 dalam Midiastuti dan Mackfudz 2003 juga menjelaskan bahwa dewan merupakan pusat dari pengendalian dalam perusahaan, dan dewan ini merupakan
penanggung jawab utama dalam tingkat kesehatan dan keberhasilan perusahaan secara jangka panjang Louden, 1982 dalam Midiastuti dan Mackfudz 2003.
Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun
jangka panjang. Pentingnya dewan baik dewan direksi maupun dewan komisaris tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan baru, berapa banyak dewan yang
dibutuhkan perusahaan? Apakah dengan semakin banyak dewan berarti perusahaan dapat meminimilisasi permasalahan agensi antara pemegang saham
dengan direksi? Jumlah dewan yang besar menguntungkan perusahaan, dari sudut pandang resources dependence Alexander, Fernell, Halporn, 1993; Goodstein,
Gautarn, Boeker, 1994; Mintzberg, 1983. Maksud dari pandangan resources
Universitas Sumatera Utara
dependence adalah bahwa perusahaan akan tergantung dengan dewannya untuk dapat mengelola sumber dayanya secara lebih baik. Pfeffer Salancik 1978
dalam Bugshan 2005 juga menjelaskan bahwa semakin besar kebutuhan akan hubungan eksternal yang semakin efektif, maka kebutuhan akan dewan dalam
jumlah yang besar akan semakin tinggi. Sedangkan kerugian dari jumlah dewan yang besar berkaitan dengan dua hal, yaitu: meningkatnya permasalahan dalam
hal komunikasi dan koordinasi dengan semakin meningkatnya jumlah dewan dan turunnya kemampuan dewan untuk mengendalikan manajemen, sehingga
menimbulkan permasalahan agensi yang muncul dari pemisahan antara manajemen dan kontrol Jensen, 1993; Yermack, 1996.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran dewan yang besar tidak bisa melakukan koordinasi, komunikasi, dan
pengambilan keputusan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki dewan yang kecil sehingga nilai perusahaan yang memiliki dewan yang
banyak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki direksi lebih sedikit Jensen, 1993; Lipton and Lorsch, 1992; Yermack, 1996. Dalton et al.
1999 menyatakan adanya hubungan positif antara ukuran dewan dengan kinerja perusahaan. Sedangkan Eisenberg et al. 1998 menyatakan bahwa ada hubungan
yang negatif antara ukuran dewan dengan kinerja perusahaan, dengan meggunakan sampel perusahaan di Finlandia. Jadi, dewan merupakan salah satu
mekanisme yang sangat penting dalam CG, dimana keberadaannya menentukan kinerja perusahaan. Bukti yang menyatakan efektifitas ukuran dewan masih
berbaur. Dari hasil yang masih belum konklusif tersebut dapat dikatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
pengaruh ukuran direksi terhadap kinerja perusahaan akan tergantung dari karakteristik dari masing-masing perusahaan terkait. Kaitan tersebut terutama
dengan karakteristik perusahaan secara keuangan. Efektifitas direksi dalam menghasilkan kinerja akan berbeda bagi perusahaan yang sehat secara keuangan
dibandingkan dengan perusahaan yang sedang dalam masalah keuangan.
2.1.3.2 Ukuran Dewan Komisaris
Dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Peran komisaris ini diharapkan
akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dengan pemegang saham. Oleh karena itu dewan komisaris seharusnya dapat
mengawasi kinerja dewan direksi sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dewan Komisaris memegang peranan penting
dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja perusahaan
sebagai bagian daripada pencapaian tujuan perusahaan. Yang terpenting dalam hal ini adalah kemandirian komisaris dalam pengertian bahwa Dewan Komisaris
harus memiliki kemampuan untuk membahas permasalahan tanpa campur tangan manajemen, dilengkapi dengan informasi yang memadai untuk mengambil
keputusan, dan berpartisipasi secara aktif dalam penetapan agenda dan strategi. Dewan Komisaris merupakan inti dari Corporate Governance yang ditugaskan
untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam
Universitas Sumatera Utara
mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas Egon Zehnder International, 2000 hal.12-13.
Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini
penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor. Untuk
mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam
perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris NCCG, 2001.
Selain mensupervisi dan memberi nasihat pada dewan direksi sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995, fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang
dinyatakan dalam National Code for Good Corporate Governance 2001 adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung jawab sosial dan
mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholder perusahaan sebaik memonitor efektifitas pelaksanaan good corporate governance.
Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki hasil yang beragam. Salah satu argumen menyatakan bahwa makin banyaknya
personel yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruknya kinerja yang dimiliki perusahaan Yermack 1996, Eisenberg, Sundgren, dan Wells
1998, dan Jensen 1993. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan adanya agency problems masalah keagenan, yaitu dengan makin banyaknya anggota dewan
komisaris maka badan ini akan mengalami kesulitan dalam menjalankan
Universitas Sumatera Utara
perannya, diantaranya kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing-masing anggota dewan itu sendiri, kesulitan dalam mengawasi dan
mengendalikan tindakan dari manajemen, serta kesulitan dalam mengambil keputusan yang berguna bagi perusahaan Yermack 1996, Jensen 1993.
Adanya kesulitan dalam perusahaan dengan anggota dewan komisaris yang banyak ini membuat sulitnya menjalankan tugas pengawasan terhadap
manajemen perusahaan yang nantinya berdampak pula pada kinerja perusahaan yang semakin menurun Yermack 1996, Eisenberg, Sundgren, dan Wells 1998.
Terkait kinerja, ukuran dewan komisaris dapat memberi efek yang berkebalikan dengan efek terhadap kinerja. Kondisi ini tidak diikuti oleh beberapa penelitian.
Yu 2006 menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif secara signifikan terhadap manajemen laba yang diukur dengan menggunakan
model Modified Jones untuk memperoleh nilai akrual kelolaannya. Hal ini menandakan bahwa makin sedikit dewan komisaris maka tindak kecurangan
makin banyak karena sedikitnya dewan komisaris memungkinkan bagi organisasi tersebut untuk didominasi oleh pihak manajemen dalam menjalankan perannya.
Chtourou, Bedard, dan Courteau 2001 juga menyatakan hal yang sama dengan Yu 2006. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Zhou dan Chen 2004
menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris di bank komersial tidak berpengaruh terhadap earnings management yang diukur dengan menggunakan
loan loss provisions. Pengujian tersebut menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris secara signifikan berpengaruh dalam menghalangi tindak kecurangan
dalam bentuk manajemen laba untuk perusahaan yang melakukan manajemen laba
Universitas Sumatera Utara
tinggi. Xie, Davidson, dan Dadalt 2003 juga menyatakan hal yang sama yaitu makin banyak dewan komisaris maka pembatasan atas tindak kecurangan dapat
dilakukan lebih efektif. Jensen 1993 dan Lipton dan Lorsch 1992 dalam Beiner, Drobetz,
Schmid dan Zimmermann 2003 merupakan yang pertama menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari mekanisme corporate
governance. Hal ini diperkuat oleh pendapat Allen dan Gale 2000 dalam Beiner et al. 2003 yang menegaskan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme
governance yang penting.
2.1.3.3 Komisaris Independen
Berdasarkan keputusan ketua Bapepam No. Kep-29PM2004, komisaris independen adalah anggota komisaris yang :
1. Berasal dari luar emitan atau perusahaan publik
2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupauun tidak langsung
pada emiten atau perusahaan publik. 3.
Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, komisaris, direksi, atau pemegang saham utama
emite atau perusahaan publik, dan 4.
Tidak memilik hubungan usaha baik langsung maupaun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau
perusahaan publik.
Komisaris independen sebagai salah satu mekanisme corporate governance memiliki tanggung jawab terkait dengan upaya perusahaan untuk
menghasilkan pelaporan keuangan yang reliable, yaitu dengan memastikan bahwa perusahaan telah mematuhi hukam dan perundangan yang berlaku maupun nilai-
Universitas Sumatera Utara
nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya Task Force KNKCG.
Keberadaan komisaris independen telah diatur sejak 1 Juli 2000 oleh Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ yang mengemukakan bahwa
perusahaan yang listed di Bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham
minoritas. Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30 dari seluruh anggota Dewan Komisaris.
Keberadaan komisaris independen dalam suatu perusahaan sangatlah penting. Dengan menambah proporsi komisaris independen, maka perusahaan
dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan meningkatkan pengawasan terhadap direksi dan manajer yang akan berpengaruh terhadap tingkat
konservatisme akuntansi perusahaan. Salah satu permasalahan dalam penerapan CG adalah adanya CEO yang
memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris. Padahal fungsi dari dewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari
dewan direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut. Efektivitas dewan komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat
indepedensi dari dewan komisaris tersebut Lorsch, 1989; Mizruchi, 1983; Zahra Pearce, 1989.
Penelitian mengenai dampak dari independensi dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan ternyata masih beragam. Ada penelitian yang menyatakan
bahwa tingginya proporsi dewan luar berhubungan positif dengan kinerja
Universitas Sumatera Utara
perusahaan Yermack, 1996; Daily Dalton, 1993; Strearns Mizruchi, 1993, bukan merupakan faktor dari kinerja perusahaan Kesner Johnson, 1990
dalam Bugshan 2005, dan berhubungan negatif dengan kinerja Baysinger, Kosnik Turk, 1991; Goodstein Boeker, 1991.
Fama dan Jensen 1983 menyatakan bahwa non-executive director komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan
yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan
posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance.
2.1.4 Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan
Kinerja keuangan suatu perusahaan ditentukan sejauh mana keseriusannya menerapkan good corporate governance. Di dalam majalah SWA 2001
menyebutkan bahwa sebanyak 25 perusahaan peringkat teratas yang menerapkan good corporate governance dengan baik secara tidak langsung menaikkan nilai
sahamnya. Secara teoritis praktik good corporate governance dapat meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi risiko yang mungkin
dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan sendiri, umumnya good corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya yang akan berdampak terhadap kinerjanya.
Universitas Sumatera Utara
Xiaonian, et. al. 2000 dalam Setyawan 2006 bahwa pemegang saham saat ini sangat aktif dalam meninjau kinerja perusahaan karena mereka
menganggap bahwa good corporate governance yang lebih baik akan memberikan imbalan hasil yang lebih tinggi bagi mereka. Penerapan good
corporate governance yang baik berfokus pada proses manajemen risiko dan pengendalian internal yang efektif akan meningkatkan kinerja dan daya saing
serta kreatifitas nilai perusahaan yang pada nantinya dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
2.2 Tinjauan penelitian terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dan berhubungan dengan penelitian mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap
kinerja perusahaandapat dilihat berikut ni : Paradita 2009 melakukan penelitian terhadap perusahaan yang termasuk
ke dalam kelompok sepuluh besar perusahaan terbaik dalam penerapan GCG pada tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007 yaitu sebanyak 20 perusahaan. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua perusahaan yang ikut serta dan memenuhi syarat dalam ajang Corporate Governance Perception Index CGPI Award. Variabel
independen yang digunakan adalah Penerapan GCG dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah ROI, ROE, dan NPM. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah teknik purposive sampling. Secara keseluruhan penelitian yang dilakukan oleh Paradita menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif penerapan
Universitas Sumatera Utara
GCG terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan menggunakan ROI, ROE, dan NPM.
Penelitian Sari 2009 menunjukan bahwa kepemilikan pemegang saham pengendali, kepemilikan pemerintah, kepemilikan asing, ukuran dewan komisaris,
komisaris independen berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan, sedangkan rasio kecukupan modal CAR, eksternal auditor BIG 4, dan ukuran bank size
berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Kemalasari 2009 meneliti pengaruh GCG terhadap kinerja perusahaan
perbankan yang terdaftar d BEI. Variabel dependen nya adalah komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan komite audit, sedangkan variabel
dependen nya adalah ROA, NPM. BOPO, ROE. Hasil menunjikan bahwa semua variabel penelitian tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
perusahaan, baik secara simultan maupun parsial. Kesuma 2005 menunjukan bahwa kepemilikam manajerial, kepemilikan
institusional, dan komite audit secara bersama-sama mempengaruhi kinerja perusahaan manufaktur.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti dan tahun
penelitian Judul penelitian
Variabel penelitian Hasil penelitian
1 Sari
2009 Pengaruh
mekanisme good corporate
governance terhadap kinerja
perusahaan perbankan nasional
Variabel independen : Besar pemegang
saham pengendali, kepemilikan asing,
kepemilikan pemerintah, ukuran
dewan direksi, ukuran dewan komisaris,
dewan independen, CAR, auditor
eksternal Big 4 Variabel dependen :
Kinerja bank pemegang saham
pengendali,kepemilikan pemerintah,kepemilikan
asing, ukuran dewan komisaris, komisaris
independen menunujukan pengaruh
yang negatif, sedangkan ukuran dewan direksi
menunjukan pengaruh yang positif namun
tidak signifikan. Rasio kecukupan modal
CAR,eksternal auditor BIG 4, dan ukuran
bank size menunjukan pengaruh yang positif
terhadap kinerja perusahaan yang
diproksikan dengan ROA
2 Paradita
2009 Pengaruh good
corporate governance
terhadap kinerja keuangan
perusahaan yang termasuk
kelompok sepuluh besar menurut
corporate governance
perception index CGPI
Variabel independen : Good corporate
governance GCG Variabel dependen :
ROI, ROA, NPM Semua variabel
penelitian tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan baik secara
parsial maupun simultan.
3 Kemalasari
2009 Pengaruh
penerapan good corporate
governance terhadap kinerja
perusahaan perbankan yang
Variabel independen : Komposisi dewan
komisaris, kepemilikan
institusional, komite audit.
Variabel dependen : Semua variabel
penelitian tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan baik secara
parsial maupun simultan.
Universitas Sumatera Utara
terdaftar di BEI ROA, NPM, BOPO,
ROE 4
Kesuma 2005
Pengaruh penerapan good
corporate governance
terhadap kinerja perusahaan
manufaktur yang listing di Bursa
Efek Jakarta. Variabel independen :
Kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, komita
audit. Variabel dependen :
Return on investment Kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, dan
komite audit secara bersama-sama
mempengaruhi kinerja perusahaan.
2.3 Kerangka Konseptual