BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau
memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan Brigham dan Houston, 2001. Peningkatan nilai perusahaan tersebut dapat
dicapai jika perusahaan mampu beroperasi dengan mencapai laba yang ditargetkan. Melalui laba yang diperoleh tersebut perusahaan akan mampu
memberikan dividen kepada pemegang saham, meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hambatan-hambatan
yang dihadapi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan tersebut pada umumnya berkisar pada hal-hal yang sifatnya fundamental yaitu : 1 Perlunya
kemampuan perusahaan untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan efisien, yang mencakup seluruh bidang aktivitas sumber daya
manusia, akuntansi, manajemen, pemasaran dan produksi, 2 Konsistensi terhadap sistem pemisahan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga
secara praktis perusahaan mampu meminimalkan konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara manajemen dan pemegang saham dan 3 Perlunya
kemampuan perusahaan untuk menciptakan kepercayaan pada penyandang dana ekstern, bahwa dana ekstern tersebut digunakan secara tepat dan seefisien
mungkin serta memastikan bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk
Universitas Sumatera Utara
kepentingan perusahaan. Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, maka perusahaan perlu memiliki suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, yang
mampu memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka dapat meyakinkan dirinya akan memperoleh
keuntungan atas investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi, selain itu juga harus dapat menjamin terpenuhinya kepentingan karyawan serta perusahaan itu
sendiri. Kondisi yang dihadapi perusahaan-perusahaan publik di Indonesia masih
lemah dalam mengelola perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh masih lemahnya standar-standar akuntansi dan regulasi, pertanggungjawaban terhadap para
pemegang saham, standar-standar pengungkapan dan transparansi serta proses- proses kepengurusan perusahaan. Kenyataan tersebut secara tidak langsung
menunjukkan masih lemahnya perusahaan-perusahaan publik di Indonesia dalam menjalankan manajemen yang baik dalam memuaskan stakeholders perusahaan.
Dalam upaya mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka para pelaku bisnis di Indonesia menyepakati penerapan Good Corporate Governance GCG yaitu
suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, hal ini sesuai dengan penandatanganan perjanjian Letter of Intent LOI dengan IMF tahun 1998, yang
salah satu isinya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan di Indonesia Sulistyanto, 2003. Sulit dimungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini,
istilah GCG semakin populer. Tak hanya populer, tetapi istilah tersebut juga ditempatkan di posisi terhormat. Hal itu, setidaknya terwujud dalam dua
keyakinan. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk
Universitas Sumatera Utara
tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global, terutama bagi perusahaan yang telah mampu
berkembang sekaligus menjadi terbuka. Kedua, krisis ekonomi dunia di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG.
Sejak adanya krisis finansial di berbagai negara di tahun 1997-1998 yang diawali krisis di Thailand 1997, Jepang, Korea, Indonesia, Malaysia, Hongkong dan
Singapura yang akhirnya berubah menjadi krisis finansial Asia ini dipandang sebagai akibat lemahnya praktik Good Corporate Governance GCG di negara-
negara Asia. Ini disebabkan adanya kondisi-kondisi obyektif yang relatif sarna di negara-negara tersebut antara lain adanya hubungan yang erat antara pemerintah
dan pelaku bisnis, konglomerasi dan monopoli, proteksi, dan intervensi pasar sehingga membuat negara-negara tersebut tidak siap memasuki era globalisasi dan
pasar bebas Tjager dkk., 2003. Adanya kegagalan beberapa perusahaan dan timbulnya kasus malapraktik
keuangan akibat krisis tersebut adalah bukti buruknya praktik Corporate Governance CG. Menurut Pangestu dan Hariyanto dalam Suprayitno dkk.,
2004, karakteristik lemahnya praktik corporate governance di Asia Tenggara adalah 1 adanya konsentrasi kepemilikan dan kekuatan insider shareholders
termasuk pemerintah dan pihak-pihak yang berhubungan dengan pusat kekuatan, 2 lemahnya governance sektor keuangan, dan 3 ketidakefektifan
internal rules dan tidak adanya lindungan hukum bagi pemegang saham minoritas untuk berhadapan dengan pemegang saham mayoritas dan manajer.
Universitas Sumatera Utara
Skandal keuangan juga terjadi di negara maju, seperti di Amerika Serikat AS dengan adanya kasus Enron. Skandal finansial megadolar yang disebabkan
adanya misleading financial statement membawa dampak yang luar biasa antara lain: Enron pailit, kurangnya kepercayaan atas informasi keuangan, rusaknya citra
profesi akuntan di Amerika, dan hilangnya ratusan juta dolar uang yang diinvestasikan di Enron serta hilangnya pekerjaan atas ribuan karyawan Enron.
GCG juga menjadi isu penting di Indonesia yang merasakan dampak paling parah dari krisis tersebut dan masih berlanjut sampai saat ini. Disamping
itu, banyaknya kasus pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan emiten di pasar modal yang ditangani Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM menunjukkan
rendahnya mutu praktik GCG di negara kita. Misalnya terungkapnya kasus mark- up laporan keuangan PT. Kimia Farma yang overstated, yaitu adanya
penggelembungan laba bersih tahunan senilai Rp 32,668 Miliar karena laporan keuangan yang seharusnya Rp 99,594 Miliar ditulis Rp 132 Miliar. Kasus ini
melibatkan sebuah Kantor Akuntan Publik KAP yang menjadi auditor perusahaan tersebut ke pengadilan, meskipun KAP tersebut yang berinisiatif
memberikan laporan adanya overstated Tjager dkk., 2003. Dalam kasus ini terjadi pelanggaran terhadap prinsip pengungkapan yang akurat accurate
disclosure dan transparansi transparency yang akibatnya sangat merugikan para investor, karena laba yang overstated ini telah dijadikan dasar transaksi oleh para
investor untuk berbisnis. Penerapan good corporate governance juga menjadi permasalahan yang
penting dalam dunia perbankan. Krisis keuangan yang melanda Indonesia tahun
Universitas Sumatera Utara
1997 telah menghancurkan berbagai sendi perekonomian salah satunya perbankan yang mengakibatkan krisis perbankan terparah dalam sejarah perbankan nasional
yang menyebabkan penurunan kinerja perbankan nasional. Dalam seminar restrukturisasi perbankan di Jakarta pada tahun 1998 disimpulkan beberapa
penyebab menurunnya kinerja perbankan, antara lain 1.
Semakin meningkatnya kredit bermasalah perbankan, yang menyebabkan bank harus menyediakan cadangan penghapusan hutang yang cukup besar
sehingga mengakibatkan kemampuan bank memberikan kredit menjadi terbatas
2. Dampak likuiditas bank 1 November 1997 yang mengakibatkan turunnya
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah, sehingga memicu penarikan dana yang secara besar-besaran
3. Semakin turunnya permodalan bank-bank
4. Banyak bank yang tidak mampu melunasi kewajibannya karena
menurunnya nilai tukar rupiah 5.
Manajemen bank yang tidak professional melihat kondisi bermasalah tersebut.
Pemerintah menjalankan kebijakan reformasi perbankan pada Maret 1999 dengan melakukan penutupan bank, pengambilalihan 7 bank,
rekapitulasi 9 bank, dan menginstruksikan 73 bank untuk mempertahankan operasinya tanpa melakukan rekapitulasi sehingga pada tahun 2001 jumlah
bank yang tersisa sebanyak 151 bank. Selain melaksanakan kebijakan reformasi perbankan, pada tahun 2004 pemerintah melalui Bank Indonesia
Universitas Sumatera Utara
BI melakukan pembenahan fundamental terhadap perbankan nasional yaitu dengan dikeluarkannya API Arsitektur Perbankan Indonesia.
Arsitektur Perbankan Indonesia API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan
arahan, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Di dalamnya terdapat enam pilar utama
yang merupakan sasaran yang ingin dicapai, salah satunya adalah menciptakan corporate governance untuk memperkuat kondisi internal
perbankan nasional. Tidak hanya berhenti sampai disitu, untuk menunjukan keseriusannya
terhadap isu corporate governance, pada tanggal 30 Januari 2006 Bank Indonesia BI mengeluarkan paket kebijakan perbankan yang lebih dikenal dengan istilah
Pakjan 2006, yang isinya mengenai peraturan baru tentang pelaksanaan good corporate governance, bagi bank umum berupa Peraturan Perbankan Indonesia
PBI Nomor 84PBI2006 yang kemudian diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 814PBI2006.
Penerapan good corporate governance ini dinilai dapat memperbaiki kinerja dan citra perbankan yang sempat buruk, melindungi kepentingan
stakeholders serta meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku dan etika-etika umum pada industri perbankan dalam
rangka mencitrakan sistem perbankan yang sehat. Selain itu penerapan good corporate governance di dalam perbankan diharapkan dapat berpengaruh terhadap
kinerja perbankan, dikarenakan penerapan corporate governance ini dapat
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi resiko akibat tindakan pengelolaan yang cenderung menguntungkan diri sendiri.
Penelitian mengenai hubungan good corporate governance dan kinerja perusahaan telah banyak dilakukan, baik penelitian yang menggunakan index
penilaian corporate governance maupun struktur mekanisme corporate governance. Penelitian Paradita 2009, menunjukan bahwa penerapan GCG
berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, sementara penelitian Sari 2009 menunjukan bahwa kepemilikan pemegang saham pengendali, kepemilikan
pemerintah, kepemilikan asing, ukuran dewan komisaris, komisaris independen berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan, sedangkan rasio kecukupan modal
CAR, eksternal auditor BIG 4, dan ukuran bank size berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Sebaliknya penelitian Kesuma 2005 menunjukan
bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komite audit secara bersama-sama mempengaruhi kinerja perusahaan manufaktur.
Begitu pentingnya kinerja bagi sebuah perusahaan dan adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian terkait mendorong untuk dilakukannya
penelitian lebih lanjut tentang hubungan atau pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap kinerja perusahaan. Adapun judul penelitian ini
adalah “Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI”.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan masalah