tinggi. Xie, Davidson, dan Dadalt 2003 juga menyatakan hal yang sama yaitu makin banyak dewan komisaris maka pembatasan atas tindak kecurangan dapat
dilakukan lebih efektif. Jensen 1993 dan Lipton dan Lorsch 1992 dalam Beiner, Drobetz,
Schmid dan Zimmermann 2003 merupakan yang pertama menyimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris merupakan bagian dari mekanisme corporate
governance. Hal ini diperkuat oleh pendapat Allen dan Gale 2000 dalam Beiner et al. 2003 yang menegaskan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme
governance yang penting.
2.1.3.3 Komisaris Independen
Berdasarkan keputusan ketua Bapepam No. Kep-29PM2004, komisaris independen adalah anggota komisaris yang :
1. Berasal dari luar emitan atau perusahaan publik
2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupauun tidak langsung
pada emiten atau perusahaan publik. 3.
Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, komisaris, direksi, atau pemegang saham utama
emite atau perusahaan publik, dan 4.
Tidak memilik hubungan usaha baik langsung maupaun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau
perusahaan publik.
Komisaris independen sebagai salah satu mekanisme corporate governance memiliki tanggung jawab terkait dengan upaya perusahaan untuk
menghasilkan pelaporan keuangan yang reliable, yaitu dengan memastikan bahwa perusahaan telah mematuhi hukam dan perundangan yang berlaku maupun nilai-
Universitas Sumatera Utara
nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya Task Force KNKCG.
Keberadaan komisaris independen telah diatur sejak 1 Juli 2000 oleh Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ yang mengemukakan bahwa
perusahaan yang listed di Bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham
minoritas. Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30 dari seluruh anggota Dewan Komisaris.
Keberadaan komisaris independen dalam suatu perusahaan sangatlah penting. Dengan menambah proporsi komisaris independen, maka perusahaan
dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan meningkatkan pengawasan terhadap direksi dan manajer yang akan berpengaruh terhadap tingkat
konservatisme akuntansi perusahaan. Salah satu permasalahan dalam penerapan CG adalah adanya CEO yang
memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris. Padahal fungsi dari dewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari
dewan direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut. Efektivitas dewan komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat
indepedensi dari dewan komisaris tersebut Lorsch, 1989; Mizruchi, 1983; Zahra Pearce, 1989.
Penelitian mengenai dampak dari independensi dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan ternyata masih beragam. Ada penelitian yang menyatakan
bahwa tingginya proporsi dewan luar berhubungan positif dengan kinerja
Universitas Sumatera Utara
perusahaan Yermack, 1996; Daily Dalton, 1993; Strearns Mizruchi, 1993, bukan merupakan faktor dari kinerja perusahaan Kesner Johnson, 1990
dalam Bugshan 2005, dan berhubungan negatif dengan kinerja Baysinger, Kosnik Turk, 1991; Goodstein Boeker, 1991.
Fama dan Jensen 1983 menyatakan bahwa non-executive director komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan
yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan
posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance.
2.1.4 Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Kinerja