Identifikasi Qtl Komponen Hasil Di Kromosom 12 Pada Populasi Galur Introgresi Turunan Dari Persilangan Padi Varietas Ciherang Dan Padi Tipe Baru

(1)

IDENTIFIKASI QTL KOMPONEN HASIL DI KROMOSOM 12 PADA POPULASI GALUR INTROGRESI TURUNAN DARI PERSILANGAN

PADI VARIETAS CIHERANG DAN PADI TIPE BARU

MARIANA SUSILOWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Identifikasi QTL Komponen Hasil di Kromosom 12 pada Populasi Galur Introgresi Turunan dari Persilangan Padi Varietas Ciherang dan Padi Tipe Baru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017 Mariana Susilowati NRP A253140051


(3)

(4)

RINGKASAN

MARIANA SUSILOWATI. Identifikasi QTL Komponen Hasil di Kromosom 12 pada Populasi Galur Introgresi Turunan dari Persilangan Padi Varietas Ciherang dan Padi Tipe Baru. Dibimbing oleh HAJRIAL ASWIDINNOOR dan KURNIAWAN RUDI TRIJATMIKO.

Dibutuhkan peningkatan produksi padi sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk yang tinggi. Salah satu solusi yang dapat mengatasi permasalahan ini adalah perakitan varietas unggul melalui peningkatan potensi hasil. Populasi galur introgresi adalah populasi yang terdiri dari galur-galur yang masing-masing membawa segmen kromosom tertentu dengan latar belakang genetik yang sama. Pengembangan populasi galur introgresi berbasis Ciherang dengan donor padi tipe baru (PTB) berpotensi menambah keunggulan padi Ciherang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah QTL komponen hasil padi pada kromosom 12 dan mendapatkan penanda-penanda SSR yang bisa digunakan untuk seleksi komponen hasil padi.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah galur terpilih dari populasi BC3F1 turunan Ciherang х PTB B11143D yang memiliki introgresi segmen kromosom 12 dari tetua donor B11143D. Populasi pemetaan yang terdiri dari 200 individu BC3F2 dikembangkan dengan penyerbukan sendiri BC3F1 terpilih. Pengamatan morfologi yang dilakukan meliputi umur berbunga, tinggi tanaman, panjang daun bendera, jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, bobot 1000 butir, dan bobot gabah per rumpun. Jumlah anakan, jumlah gabah per malai, dan ukuran gabah atau bobot gabah merupakan tiga komponen hasil utama yang menentukan produksi hasil padi. Analisis molekuler pada populasi ini dilakukan dengan memanfaatkan pola segregasi pada kromosom 12 dengan bantuan beberapa penanda SSR yaitu RM3472, RM28048, RM28195, dan RM1986. Analisis molekuler ini dilakukan dengan tahapan isolasi DNA, amplifikasi DNA, elektroforesis gel, visualisasi hasil, dan skoring. Statistika deskriptif dari data morfologi dilakukan menggunakan perangkat lunak STAR Ver. 2.1. Keterkaitan antara fenotipe dan genotipe SSR dihitung dengan analisis Regresi Penanda Tunggal (Single Marker Regression) menggunakan perangkat lunak Qgene Ver. 4.3.8.

Hasil analisis menunjukkan bahwa belum ditemukan adanya daerah QTL terkait karakter jumlah malai produktif, panjang malai, panjang daun bendera, jumlah gabah isi per malai, dan bobot total. Akan tetapi dari hasil analisis ini ditemukan adanya daerah QTL terkait bobot 1000 butir pada tiga penanda SSR yang digunakan (RM28048, RM28195, RM1986) yang memiliki nilai LOD yang tinggi yaitu sekitar 12 dengan nilai R2 lebih dari 25% . Hal ini menjadi dasar yang kuat bahwa daerah QTL bobot 1000 butir berada pada ketiga penanda tersebut. Jarak antara RM28048 dengan RM1986 sekitar 19.4 cM, yang masih terlalu luas untuk dilakukan pencarian gen terkait bobot 1000 butir, sehingga daerah tersebut perlu dipersempit untuk identifikasi QTL bobot 1000 butir lebih lanjut pada populasi BC3F3.

Peta komposisi genotipe pada 12 kromosom dari 200 individu BC3F2 dihasilkan dengan perangkat lunak grapichal genotypes 2.0 (GGT) untuk pemetaan QTL lanjutan. Seleksi dilakukan dengan memilih individu-individu


(5)

yang masih dalam keadaan heterozigot (kelompok H) untuk daerah penanda yang terindikasi adanya QTL komponen hasil tertentu (seleksi foreground), namun memiliki genotipe sama dengan Ciherang (kelompok A) untuk daerah penanda yang tidak teridentifikasi adanya QTL terkait sifat komponen hasil tertentu (seleksi background). Terdapat 7 individu terpilih dari hasil seleksi foreground ini yaitu individu tanaman no. 190, 193, 224, 238, 255, 281, dan 302. Tujuh individu ini diseleksi background dan menghasilkan dua individu terpilih yaitu individu no. 193 (BIOR1-85-193) dan individu no. 302 (BIOR1-85-302).

Populasi pemetaan lanjutan terdiri dari 1200 individu BC3F3 yang dikembangkan dari penyerbukan sendiri galur BIOR1-85-193 dan BIOR1-85-302. Kegiatan seleksi foreground pada populasi BC3F3 dilakukan 2 tahap. Pertama, pengamatan molekuler 1200 individu menggunakan dua penanda pengapit daerah QTL bobot 1000 butir yaitu RM28048 dan RM1986. Hasil dari kegiatan ini menjadi dasar pemilihan 300 individu terpilih yang digunakan untuk analisis selanjutnya. Kedua, pengamatan molekuler 300 individu terpilih menggunakan empat penanda tambahan yang berada di antara dan disekitar RM28048 dan RM1986. Analisis keterkaitan antara fenotipe dan genotipe SSR pada populasi BC3F3 turunan dari galur BIOR1-85-193 menunjukkan adanya keterkaitan antara penanda RM28048 dan RM28195 dan karakter bobot 1000 butir. RM28048 mempunyai nilai LOD dan R2 tertinggi yaitu 4.73 dan 17.40%. Jarak antara RM28048 dan RM28195 yang diduga mengandung QTL bobot 1000 butir adalah 8.7 cM. Pemetaan lebih lanjut terkait bobot 1000 butir pada galur ini masih membutuhkan beberapa penanda disekitar RM28048. Analisis pada populasi BC3F3 turunan dari galur BIOR1-85-302 menunjukkan adanya keterkaitan antara tiga penanda, yaitu RM28305, RM1986, RM28433, dan karakter bobot 1000 butir RM28305 memiliki nilai LOD tertinggi yaitu 5.38 dan nilai R2 tertinggi sebesar 12.50%. Jarak antara penanda RM28305 dengan RM28433 sekitar 9.2 cM Pendugaan pada populasi BC3F3 dapat mempersempit sekitar 10.2 cM dari wilayah QTL dari kegiatan pemetaan sebelumnya. Dari penelitian ini diidentifikasi 3 penanda SSR yang bisa digunakan untuk seleksi tidak langsung untuk membantu program pemuliaan padi potensi hasil terkait bobot 1000 butir yaitu RM28305, RM1986, dan RM28433.


(6)

SUMMARY

MARIANA SUSILOWATI. Identification of QTL for Yield Components of Rice (Oryza sativa L.) in Chromosome 12 of Introgression Line Population derived from Ciherang and New Plant Type Rice. Supervised by HAJRIAL ASWIDINNOOR and KURNIAWAN RUDI TRIJATMIKO.

Raising yield potential of modern indica cultivars is essential to meet the increased demand of rice production. This is due to increased human population, the threats of climate change and degradation of agricultural resources. The use of introgression line population is more effective for identification of genes which are useful for improvement of yield potential. Introgression line population consists of lines that each carrying a certain chromosome segment from donor parent with the same genetic background. A population is developed from an intraspecific cross between Ciherang and new plant type lines (B11143D) was used in an advanced backcross QTL analysis. The objectives of this study were: (1) to identify yield component QTL on chromosome 12 that can be useful to improve the elite cultivar Ciherang and (2) to get SSR markers that can be used for yield component selection.

The research used a selected line From BC3F1 population derived Ciherang

х NPT B11143D had introgression segment of chromosome 12 from the donor parent. Mapping population consisted of 200 individuals of BC3F2 were developed with selfing of selected individual BC3F1. All line and parental materials in BC3F2 and BC3F3 population were observed morphologically and genotyped. Phenotype observation was conducted on days to heading, plant height, flag leaf length, panicles per plant, panicle length, grains per panicle, 1000-grain weight, and yield per plant. There are three major yield component that determine rice production i.e. panicles per plant, grains per panicle and size grain or weight grain. Molecular observation consisted of seleksi foreground and seleksi background. This molecular observation was done with DNA isolation, DNA amplification, gel electrophoresis, DNA visualization, and scoring. Descriptive statistical from morphology data was done using STAR software Ver. 2.1. Data were analyzed with Single Marker Regression Qgene Software Ver. 3.2. Mapping SSR markers on some selected individuals was conducted by grapichal genotype Software 2.0 (GGT).

There were 200 individuals in BC3F2 population from selected individual BC3F1 population. Analysis used segregation pattern in chromosome 12 from seleksi foreground RM3472, RM28048, RM28195, dan RM1986. Based on the result of analysis had not been found QTL region linked days to heading, plant height, flag leaf length, panicles per plant, panicle length, grains per panicle, and yield per plant. However the result of analysis showed there was QTL region linked 1000-grain weight on three markers SSR namely RM28048, RM28195, and RM1986. LOD and R2 value on this QTL about 12 and 25%. Distance between RM28048 and RM1986 approximately 19.4 cM and the region was still large to find 1000-grain weight gene. So that this region can be narrowed to fine mapping of 1000-grain weight QTL region on BC3F3 population.

Genotype mapping 200 individuals of BC3F2 on chromosome 12 was resulted with graphichal genotypes 2.0 (GGT) to fine mapping. Selection was


(7)

done with selected Individuals had Ciherang genotype (Group A) in outside the region identified QTL of certain yield component (background selection) but still had heterozygous genotype (Group H) in the region identified QTL (foreground selection). There were seven selected individuals from seleksi foreground i.e. Individual no. 190, 193, 224, 238, 255, 281, and 302 and two selected individuals from seleksi background i.e. 193 (BIOR1-85-193) and 302 (BIOR1-85-302).

Fine mapping population consisted of 1200 individuals of BC3F3 were developed from BIOR1-85-193 and BIOR1-85-302. Foreground selection of BC3F3 population was conducted two phase. First, molecular observation on 1200 individuals used flanking marker i.e. RM28048 and RM1986. The result of this observation was used to select 300 individuals. Second, molecular observation on 300 selected individuals used four addition markers were among RM28048 and RM1986. The result from BIOR1-85-193 showed that there was genotype effect significantly to 1000-grain weight character on two markers i.e. RM28048, RM28195 based on Duncan test. Two markers had LOD and R2 value were higher than other markers. RM28048 had the highest LOD and R2 value about 4.73 and 17.40%. Distance 1000-grain weight QTL between RM28048 and RM28195 approximately 8.7 cM. Fine mapping in line BIOR1-85-193 still needed many addition markers around RM28048 to identified QTL linked 1000-grain weight. The result from BIOR1-85-302 showed that there was genotype effect significantly to 1000-grain weight character on three markers SSR (RM28305, RM1986, RM28433) based on Duncan test. These three markers had LOD and R2 value were higher than other markers. RM28305 had the highest LOD and R2 value about 5.38 and 12.50%. Distance 1000-grain weight QTL between RM28305 and RM28433 approximately 9.2 cM and the region was narrower than previous region. Fine mapping in line BIOR1-85-302 can narrow QTL region about 10.2 cM. In addition, there was three markers can be used as a marker for rice breeding program of potential yield linked 1000-grain weight namely RM28305, RM1986, and RM28433.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Penutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(9)

(10)

IDENTIFIKASI QTL KOMPONEN HASIL DI KROMOSOM 12 PADA POPULASI GALUR INTROGRESI TURUNAN DARI PERSILANGAN

PADI VARIETAS CIHERANG DAN PADI TIPE BARU

MARIANA SUSILOWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017


(11)

(12)

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karunia yang telah diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 sampai Juli 2016 ini ialah Identifikasi QTL Komponen Hasil di Kromosom 12 pada Populasi Galur Introgresi Turunan dari Persilangan Padi Varietas Ciherang dan Padi Tipe Baru.

Penelitian dan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik berkat dukungan dan bantuan dari komisi pembimbing, penguji, pembimbing lapang, keluarga, teman-teman, dan para kolega. Penulis memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya dan mengucapkan Terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. dan Dr. Kurniawan Rudi Trijatmiko, SP., M.Si. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, waktu, tenaga, pikiran dan dukungan sehingga penelitian dan karya ilmiah ini dapat terselesaikan.

2. Dr. Wening Enggarini, S.Si., M.Si. selaku pembimbing lapang dan BB BIOGEN yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bergabung dalam penelitian ini. Penelitian ini didanai oleh APBN TA 2015/2016 BB Biogen, No. Register 018.09.2.237221.

3. Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis melalui program freshgraduate.

4. Dr. Desta Wirnas, SP., M.Si. selaku penguji dan Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E. K., MS. selaku Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang telah memberikan masukan dan saran pada penulisan karya tulis ini. 5. Bapak Mulyanto, Ibu Yuis Utami, Adek Deddy Utomo A.Md, dan seluruh

keluarga, atas Doa, kasih sayang, dan dukungan baik materiil maupun spiritual selama ini.

6. Tim rumah kaca BB BIOGEN: Bapak Iman Ridwan, Bapak Kohar, Bapak Inan, dan Ibu Yeni yang telah membantu Penulis selama Penelitian di rumah kaca.

7. Tim CSSL: Insani Agam, Machzani Q., S.Si. dan Pustika A. yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian selama di Laboratorium.

8. Teman-teman PBT 2014 terutama Indah Sulistiyorini, SP. dan RIA

Rif‟atunidaudina, SP. yang telah membantu Penulis dan memberikan keceriaan selama menyelesaikan studi S2 ini.

9. Teman-teman FORSCA AGH IPB terutama kepada Riana Jumawati, SP. yang selalu memberikan motivasi kepada Penulis.

10. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Biologi Molekuler: Muhammad Rauful M., Intan, Laila K., Meta, Elisa, Siska, Ma‟ruf, Alfia A., Ivan, Nadia Mega A., Dina Sriyulita, M. Baroya, dan Siti N. yang telah membantu Penulis dalam melaksanakan Penelitian.

11. Teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat baik pada bidang ilmu pemuliaan dan bioteknologi tanaman ataupun masyarakat secara umum.

Bogor, Desember 2016


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Manfaat Penelitian 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Hipotesis 3

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Pengembangan Padi Unggul di Indonesia 4

2.2 Peran Penanda Molekuler dalam Perbaikan Genetik Tanaman 5

2.3 Identifikasi QTL Komponen Hasil 5

3 PEMETAAN TERARAH QTL KOMPONEN HASIL

MENGGUNAKAN POPULASI TURUNAN DARI CIHERANG DAN PADI TIPE BARU

Abstract 7

Abstrak 7

3.1 Pendahuluan 8

3.2 Bahan dan Metode 9

3.3 Hasil dan Pembahasan 12

3.4 Simpulan 21

4 PEMETAAN LANJUT SIFAT BOBOT 1000 BUTIR PADA KROMOSOM

Abstract 22

Abstrak 22

4.1 Pendahuluan 23

4.2 Bahan dan Metode 23

4.3 Hasil dan Pembahasan 25

4.4 Simpulan 35

5 PEMBAHASAN UMUM 36

6 SIMPULAN DAN SARAN 38

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 43


(15)

DAFTAR TABEL

1 Penampilan fenotipe padi pada tetua dan populasi BC3F2 13 2 Korelasi karakter-karakter padi pada populasi BC3F2 13 3 Hasil Regresi Penanda Tunggal (Single Marker Regression)

beberapa karakter komponen hasil padi pada populasi BC3F2

turunan Ciherang х B11143D 17

4 Penampilan 7 individu terpilih padi dari hasil seleksi foreground pada populasi BC3F2turunan Ciherang х B11143D 18 5 Daftar Primer SSR padi yang digunakan untuk pemetaan lanjut

populasi BC3F3 turunan Ciherang х B11143D 26

6 Penampilan fenotipe padi pada tetua, populasi BC3F3 dari galur

BIOR1-85-193 dan galur BIOR1-85-302 27

7 Hasil Regresi Penanda Tunggal (Single Marker Regression) beberapa karakter komponen hasil padi pada populasi BC3F3 dari

galur BIOR1-85-193 30

8 Hasil Regresi Penanda Tunggal (Single Marker Regression) beberapa karakter komponen hasil padi pada populasi BC3F3 dari

galur BIOR1-85-302 32

9 Pendugaan kandidat gen yang terkait dengan karakter bobot 1000

butir padi 34

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir penelitian identifikasi QTL terkait komponen hasil padi 3 2 Peta genetik galur terpilih padi yang memiliki introgresi

kromosom 12 dari PTB sebagai donor dengan Ciherang sebagai

background genetics (Rahmah 2015) 9

3 Contoh skoring pengamatan molekuler menggunakan penanda

SSR padi 11

4 Perbandingan tanaman padi individu BC3F2 dengan kedua tetua 14 5 Penampilan benih padi pada tetua dan beberapa galur BC3F2 15 6 Hasil Regresi Penanda Tunggal (Single Marker Regression) bobot

1000 butir (BB) padi menggunakan Qgene pada populasi BC3F2

turunan Ciherang х B11143D 16

7 Peta genetik padi galur BIOR1-85-193 populasi BC3F2 20 8 Peta genetik padi galur BIOR1-85-302 populasi BC3F2 21 9 Pemetaan lanjut bobot 1000 butir padi dari galur BIOR1-85-302 34


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi padi tetua berulang 43

2 Pembuatan larutan stok 44

3 Peta genetik 200 individu padi pada populasi BC3F2 di kromosom

12 46

4 Penampilan benih padi pada tetua dan beberapa galur populasi

BC3F3 49

5 Peta genetik 300 individu padi terpilih populasi BC3F3 di

kromosom 12 50

6 Kegiatan seleksi tanaman padi di lapang pada populasi BC3F3 53

7 Kegiatan pengamatan molekuler 53

8 Kegiatan pengamatan fenotipe dan panen tanaman padi 53


(17)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam kelas monokotil, famili Poaceae, dan genus Oryza. Spesies Oryza sativa memiliki genom AA dengan 24 kromosom dalam keadaan diploid (Ammiraju et al. 2010). Padi merupakan tanaman pangan pokok yang dikonsumsi lebih dari setengah populasi dunia. Setengah abad yang lalu, peningkatan produksi padi terjadi sangat nyata. Hal ini merupakan dampak dari revolusi hijau pada akhir tahun 1970an melalui peningkatan biomassa. Akan tetapi akhir-akhir ini perbaikan produksi padi mengalami penurunan. Peningkatan produksi melalui perluasan lahan dan perbaikan sistem budidaya pertanian sulit dilakukan mengingat terus berkurangnya lahan pertanian dan terjadinya degradasi lahan secara berkelanjutan. Salah satu solusi yang dapat mengatasi permasalahan ini adalah perakitan varietas unggul melalui peningkatan potensi hasil. Perbaikan genetik padi sebagai komoditas pertanian utama dalam sistem budidaya selalu dituntut untuk menghasilkan kultivar dengan karakteristik agronomi yang lebih baik. Persilangan antar kultivar-kultivar unggul yang telah dirilis dan sumber material genetik baru terus dilakukan untuk menjaga agar perbaikan hasil selalu terjaga.

Padi Ciherang merupakan salah satu kultivar unggul Indonesia dan dibudidayakan pada lebih dari 40% luas area produksi di Indonesia sejak tahun 2007. Potensi hasil yang tinggi dari kultivar ini didukung oleh jumlah anakan produktif yang tinggi (Septiningsih et al. 2014). Kultivar unggul lainnya yang mulai populer adalah Padi Tipe Baru (PTB). Abdullah et al. (2008) menyatakan bahwa PTB merupakan salah satu ideotipe pemuliaan padi yang dicirikan dengan jumlah anakan sedikit (8-10 batang) tetapi produktif semua, jumlah gabah per malai mencapai 200-250 butir, dan produksi mencapai 10-30% lebih tinggi dari varietas unggul seperti IR 64, Way Apu Buru, Ciherang, dan Memberamo. B11143D merupakan salah satu galur padi tipe baru dengan beberapa karakter agronomi seperti umur berbunga, luas daun bendera, jumlah gabah per malai, dan bobot 1000 butir yang lebih baik dibandingkan Ciherang (Susilowati et al. 2014). Sebagai sumber perbaikan sifat, padi tipe baru diharapkan dapat menyumbang sifat komponen hasil yang lebih tinggi dibandingkan Ciherang. Oleh karena itu galur-galur turunan dari padi Ciherang dan padi tipe baru melalui silang balik diharapkan memiliki potensi hasil yang lebih tinggi dari kedua kultivar unggul ini sehingga terjadi perbaikan sifat kultivar unggul.

Populasi galur introgresi merupakan salah satu cara untuk memperoleh galur-galur tersebut. Populasi galur introgresi adalah populasi yang terdiri dari galur-galur yang masing-masing membawa segmen kromosom tertentu dengan latar belakang genetik yang sama. Populasi galur introgresi sangat penting dalam mempelajari fungsi genetik dari segmen-segmen kromosom yang tersubtitusi untuk kegiatan pemetaan gen. Ebitani et al. (2005) menyatakan bahwa populasi galur introgresi dapat digunakan dalam analisis genetik untuk mengasosiasikan

Quantitative Trait Loci (QTL) dengan daerah kromosom tertentu dan dengan cepat mengembangkan daerah sasaran yang mengandung QTL. Wan et al. (2006) berhasil mengindentifikasi dan mengevaluasi QTL panjang gabah padi pada


(18)

populasi galur introgresi yang telah dibentuk. Selain itu pemetaan QTL untuk umur berbunga juga berhasil dibuat oleh Takai et al. (2007) melalui BC3F4 (populasi galur introgresi) berbasis Khosihikari. Ada banyak penanda yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi daerah QTL salah satunya adalah penanda

Simple Sequence Repeats (SSR). McCouch (2002) menyatakan beberapa keunggulan penanda SSR yaitu merupakan penanda kodominan yang mampu membedakan homozigot dengan heterozigot, tersebar merata pada seluruh genom padi, akurat digunakan pada indica, japonica, dan pada grup genom AA lainnya dari genus Oryza. Tersedianya peta pautan genetik yang sangat padat terutama berisi penanda SSR dapat mempermudah pencarian penanda yang terpaut dengan suatu karakter sehingga mempermudah dalam identifikasi QTL target.

Septiningsih et al. (2003) bekerja pada populasi BC2F2 turunan dari persilangan IR64 dengan O. rufipogon. Identifikasi dilakukan menggunakan penanda SSR dan melaporkan terdapat 3 daerah QTL yang berasosiasi secara nyata dengan bobot gabah per tanaman yaitu gpl1.1, yld1.1, dan gpl1.2. Sutanto et al. (2008) juga melaporkan adanya 2 daerah QTL komponen hasil di kromosom 12 pada populasi BC1F1 (turunan hasil persilangan dari IR64 dengan PTB) menggunakan penanda SSR. Daerah QTL tersebut meliputi QTL umur berbunga dan QTL terkait panjang malai. QTL umur berbunga (hd-vb12.1) memiliki posisi genetik pada kromosom 12 sebesar 16 cM dan berada di antara penanda SSR RM8216-RM3472, sedangkan QTL panjang malai (pl-vb12.1) memiliki posisi genetik sekitar 62 cM dan berada di antara penanda SSR RM101–RM1246. Pada populasi BC2F5 turunan IR64 dengan Tarome molaei juga berhasil dideteksi adanya 3 QTL terkait jumlah gabah per malai. Satu QTL berada di kromosom 12 dengan nilai LOD 4.06 (Ahamadi et al. 2008).

Pengembangan galur-galur populasi galur introgresi berbasis Ciherang dengan donor PTB berpotensi menambah keunggulan padi Ciherang. Masuknya sifat-sifat unggul PTB pada populasi galur introgresi dan asosiasi penanda-penanda SSR polimorfik dengan sifat-sifat unggul galur donor PTB akan mempermudah identifikasi QTL komponen hasil padi. Widyawan (2014) menduga adanya daerah QTL komponen hasil di kromosom 12 berdasarkan hasil

whole genome survey pada populasi BC1F1 turunan dari persilangan Ciherang dan B11143D. Berdasarkan penelitian ini dilakukan MAS (marker assisted selection) dengan seleksi foreground kromosom 12 dan seleksi background kromosom 1-11. Kegiatan MAS ini diperoleh 1 galur BC3F1 yang heterosigot pada keseluruhan bagian kromosom 12, sedangkan sebagaian besar wilayah di kromosom 1-11 sudah homosigot Ciherang (Rahmah 2015). Selanjutnya pada penelitian ini akan dilakukan pemetaan untuk mengidentifikasi QTL lebih lanjut terkait komponen hasil pada galur-galur yang terintrogresi segmen kromosom PTB di kromosom 12 populasi galur introgresi berbasis Ciherang.

1.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah mendapatkan daerah QTL pada kromosom 12 yang bertanggung jawab terhadap sifat-sifat yang mendukung peningkatan potensi komponen hasil pada padi. Selain itu juga akan diperoleh galur-galur yang memiliki potensi hasil lebih unggul dari Ciherang pada penelitian ini.


(19)

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan

1. mengindetifikasi segmen-segmen kromosom yang bertanggung jawab mengendalikan sifat-sifat komponen hasil padi pada galur terpilih populasi galur introgresi;

2. mengidentifikasi daerah QTL komponen hasil padi pada kromosom 12; dan 3. mendapatkan penanda-penanda SSR yang bisa digunakan untuk seleksi

komponen hasil padi.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. terdapat segmen pada kromosom 12 yang bertanggung jawab mengendalikan sifat-sifat komponen hasil padi;

2. terdapat daerah QTL terkait komponen hasil pada segmen kromosom 12 tersebut; dan

3. terdapat penanda-penanda SSR disekitar segmen kromosom tersebut yang bisa dimanfaatkan untuk seleksi satu/beberapa sifat komponen hasil dalam program pemuliaan tanaman padi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 1. Bagan alir penelitian.

Penelitian ini meliputi: karakterisasi fenotipik untuk sifat terkait hasil/komponen hasil terhadap populasi BC3F2 dan BC3F3 turunan dari persilangan Ciherang dan B11143D, mengidentifikasi keberadaan QTL untuk sifat komponen hasil berdasarkan empat penanda polimorfik terpilih pada populasi BC3F2, dan pemetaan QTL lebih lanjut pada populasi BC3F3 berdasarkan hasil dari populasi BC3F2.


(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Padi Unggul di Indonesia

Padi merupakan salahsatu tanaman serealia penting karena menyediakan lebih dari 21% pangan dunia dan 76% asupan kalori di Asia Tenggara. Peningkatan produksi padi terus dilakukan untuk menghadapi lonjakan kebutuhan pangan sebagai akibat adanya pertumbuhan penduduk dunia. Perakitan varietas unggul merupakan salah satu strategi yang paling efektif, berkelanjutan, dan bernilai ekonomis sebagai upaya peningkatan produksi padi. Kultivar padi unggul yang ideal seharusnya memiliki potensi hasil tinggi dengan peningkatan bentuk biji, nilai nutrisi, ketahanan penyakit, dan toleran terhadap cekaman. Terdapat tiga komponen hasil utama pada padi yaitu jumlah anakan, jumlah biji per malai, dan bobot biji. Di antara ketiga komponen tersebut, bobot biji adalah sifat yang paling kuat dan dapat diukur melalui bobot 1000 butir (Huang et al. 2013).

Semakin banyak jumlah anakan produktif per satuan luas, maka semakin banyak jumlah malai per satuan luas, dengan bulir-bulirnya yang terbentuk pada malai-malai tersebut. Namun demikian, untuk mendapatkan hasil tinggi maka bulir-bulir tersebut harus terisi penuh melalui laju fotosintesis dan aliran fotosintat yang tinggi selama fase pengisian biji. Bulir-bulir yang tidak terisi penuh akan menghasilkan gabah hampa. Oleh karena itu, persentase gabah hampa atau persentase gabah berisi juga merupakan komponen hasil yang utama. Banyak anakan produktif ditentukan oleh banyak anakan yang tumbuh sebelum mencapai fase primordia (Wangiyana et al. 2009).

Varietas Ciherang merupakan varietas unggul yang populer di Indonesia. Sejak tahun 2006, varietas ini mendominasi pertanaman padi di Jawa dan mulai meluas ke daerah Indonesia lainnya seperti Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Ciherang adalah hasil persilangan antara varietas IR64 dengan varietas/galur lain sehingga sebagian besar sifat termasuk hasil dan mutu beras yang tinggi hampir sama dengan IR64 (Hermanto 2006). Popularitas varietas ini didukung oleh jumlah anakan yang tinggi dan presentase gabah hampa yang rendah. Ciherang memiliki fase vegetatif yang relatif singkat sehingga sebagian besar energi tanaman dimanfaatkan untuk pengisian bulir padi walaupun varietas ini memiliki luas daun bendera yang sempit.

Padi subspesies javanica atau tropical japonica banyak digunakan sebagai sumber gen untuk sifat-sifat yang mendukung peningkatan potensi hasil dalam pembentukan padi tipe baru, seperti sifat batang kokoh, anakan sedikit tetapi semua produktif, dan malai lebat. Pembentukan PTB di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1995 melalui persilangan buatan dan seleksi. Salah satu PTB yang sudah dilepas adalah Fatmawati dari galur BP364B-MR-33-3-PN-5-1. Galur ini dihasilkan dari persilangan tunggal antara galur BP68C-M-R-4-3-2 sebagai tetua betina dan kultivar unggul Maros sebagai tetua jantan. BP68C-M-R-4-3-2 adalah galur padi gogo yang berbatang kokoh, banyak anakan sedang tetapi semuanya produktif, dan ukuran gabah sedang-panjang, serta umur genjah. Maros adalah kultivar unggul padi sawah yang mempunyai malai panjang, gabah lebat, umur genjah, tahan wereng coklat, mutu beras baik dan tekstur nasi pulen, tetapi kehampaan tinggi (Abdullah et al. 2005). Pada tahun 2002, galur-galur harapan


(21)

PTB Indonesia dan introduksi dari IRRI diuji daya hasil dan adaptasinya di beberapa lokasi yang memiliki agroekosistem berbeda. Apabila dibandingkan galur harapan PTB IRRI 1, galur-galur harapan PTB dari Indonesia lebih baik karena mempunyai hasil lebih tinggi, umur lebih genjah, anakan poduktif lebih banyak, dan bobot gabah bernas lebih tinggi. Galur-galur harapan PTB Indonesia dihasilkan dari persilangan padi indica dan tropical japonica (Abdullah et al. 2008).

2.2 Peran Penanda Molekuler dalam Perbaikan Genetik Tanaman Kegiatan genotyping dapat menggunakan berbagai penanda molekuler yang ada. Akan tetapi ada kriteria tertentu penanda molekuler yang sering digunakan untuk kegiatan genotyping agar identifikasi QTL dapat berjalan secara efektif dan efisien. Salah satunya adalah memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi artinya penanda tersebut dapat menunjukkan banyak perbedaan antar organisme di tingkat DNA. Perbedaan ini akan dijadikan dasar dalam proses identifikasi QTL. Selain itu penanda molekuler tersebut harus menyebar pada seluruh genom secara merata. Hal ini berarti pada tanaman padi penanda ini ada dan menyebar dari kromosom 1 sampai kromosom 12. Penanda molekuler yang digunakan sebaiknya adalah penanda yang kodominan artinya dapat membedakan alel heterozigot. Beberapa penanda molekuler yang sering digunakan untuk identifikasi QTL antara lain 9000 penanda SNP (Wang et al. 2014), 125 penanda SSR yang tersebar pada 12 kromosom padi (Suh et al. 2014), dan 129 penanda RFLP yang tersebar merata pada 12 kromosom padi (Ebitani et al. 2005).

SSR adalah salah satu penanda molekuler berbasis DNA yang memiliki sifat relatif praktis, akurat, memerlukan sedikit DNA untuk PCR dalam mendeteksi polimorfisme, tingkat polimorfismenya tinggi, dan memungkinkan multiplexing

(pengamatan beberapa penanda sekaligus) (Yadav et al. 2007). SSR merupakan penanda urutan berulang pada genom dengan sebaran merata di seluruh bagian genom padi (Temnykh et al. 2000). Park et al. (2014) mengindentifikasi QTL komponen hasil pada populasi yang terdiri dari 70 galur double haploid (DH) dan populasi ini dikembangkan dari hasil persilangan Cheongcheong (Oryza sativa L. ssp. indica) dengan Nagdong (Oryza sativa L. ssp. japonica). Penelitian ini menggunakan penanda SSR untuk kegiatan genotyping dalam menunjang identifikasi QTL. Terdapat 9 daerah QTL komponen hasil terdeteksi pada kromosom 2, 3, 6, dan 8. Daerah QTL tersebut meliputi sifat jumlah malai per tanaman, jumlah biji per malai, dan presentase berbiji.

Park et al (2014) menggunakan penanda SSR untuk kegiatan genotyping

dalam menunjang identifikasi QTL. Informasi mengenai posisi penanda SSR untuk padi sudah tersedia pada database gramene. QTL komponen hasil terdeteksi pada kromosom 2, 3, 6, dan 8. Karakter komponen hasil yang diamati hampir sama dengan penelitian Wang et al. (2014). Kromosom 8 teridentifikasi memiliki 4 daerah QTL. Kromosom 6 hanya memiliki 1 daerah QTL yang teridentifikasi.

2.3 Identifikasi QTL Komponen Hasil

Sampai saat ini, seluruh bagian genom populasi galur introgresi telah berhasil dirancang untuk padi, tomat, dan jagung. Sebagian besar QTL sudah dipetakan dengan tepat menggunakan pemetaan lanjut misalnya, gen dalam padi yang mempengaruhi QTL umur berbunga (Hd2) adalah peta berbasis kloning


(22)

menggunakan NIL, dan gen dalam tomat yang mengendalikan QTL bentuk buah (fw2.2) diklon menggunakan baris introgresi segmen kromosom tipe liar dengan latar belakang genetik kultivar budidaya. Dengan demikian, kegunaan galur introgresi untuk identifikasi QTL sudah terbukti (Jingjing et al. 2011).

Populasi galur introgresi dapat digunakan untuk kegiatan identifikasi QTL. Populasi galur introgresi adalah populasi yang terdiri dari galur-galur yang masing-masing membawa segmen kromosom tertentu dengan latar belakang genetik yang sama. Populasi galur introgresi sangat penting dalam mempelajari fungsi genetik dari segmen-segmen kromosom yang tersubtitusi untuk kegiatan pemetaan gen. Populasi galur introgresi merupakan pemetaan gen yang lebih selektif dibandingkan dengan pemetaan gen lainnya (Lina et al. 2008). Populasi galur introgresi dapat langsung digunakan untuk menguji segmen kromosom yang bertanggungjawab terhadap QTL yang mengendalikan sifat tertentu (Jiankang et al. 2006).

QTL adalah lokus yang mengendalikan sifat kuantitatif. Pengertian lokus dalam QTL dapat mengandung beberapa gen yang mengendalikan perubahan fenotipe tertentu pada sifat kuantitatif. Tujuan dari analisis QTL yaitu mengindentifikasi wilayah genom yang berisi QTL, memperkirakan efek QTL pada suatu sifat kuantitaif, dan memberikan nilai pemuliaan pada suatu galur. QTL sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga identifikasi QTL harus dilakukan dengan cermat dengan memepertimbangkan pengaruh lingkungan dan interaksi antara QTL dengan lingkungan. Phenotyping dan genotyping merupakan kegiatan yang sangat dibutuhkan untuk identifikasi QTL. Hasil merupakan sifat agronomi yang sangat kompleks dan dikontrol oleh banyak gen. Sejak tahun 1980an, beberapa penelitian sudah mulai mengamati dan mengindentifikasi sifat kompleks ini pada populasi bersegregasi misalnya populasi recombinant inbred lines (RIL), F2, F2:3, silang balik (backcross), doubled haploids (DH), galur introgresi dan Chromosome segment subtitution lines (CSSL). Sebanyak 2060

quantitative trait loci (QTL) potensi hasil padi dan komponennya sudah dilaporkan sampai bulan Maret 2014 pada database gramene (http://www.gramene.org) (Wang et al. 2014).


(23)

3 PEMETAAN TERARAH QTL KOMPONEN HASIL MENGGUNAKAN POPULASI TURUNAN DARI CIHERANG DAN PADI TIPE BARU

Abstract

Rice is an important food commodity in the world, especially in Southeast Asia. Adequate food must be guaranteed in maintaining economic and political stability of the nation. Improving yield potential of superior cultivars is very important to meet the demand for rice production due to increased human population, the threats of climate change and degradation of agricultural resources. A population developed from an intraspecific cross between Ciherang and new plant type lines (B11143D) was used in an advanced backcross QTL analysis. The objectives of this study was to identify yield component QTLs on chromosome 12 that can be useful to improve the elite cultivar Ciherang. All line and parental materials in BC3F2 population were observed morphologically and genotyped. Observation was conducted on days to heading, plant height, flag leaf length, panicles per plant, panicle length, grains per panicle, 1000-grain weight, and yield per plant. Genotyping was done by using 4 moleculer markers RM3472, RM28048, RM28195, and RM1986. The result showed that there was 1000 grain weight QTL region on RM28048, RM28195, and RM1986 of chromosome 12 position 53.5 cM – 73 cM. BIOR1-85-193 and BIOR1-85-302 can be used to fine mapping linked 1000-grain weight.

Key words: SSR markers, B11143D, BC3F2 population, 1000 grain weight.

Abstrak

Padi merupakan komoditas pangan penting di dunia, terutama di daerah Asia Tenggara. Kecukupan pangan harus terjamin dalam menjaga kestabilan ekonomi dan politik suatu bangsa. Peningkatan potensi hasil kultivar unggul sangat penting dilakukan untuk memenuhi permintaan produksi padi karena meningkatnya populasi manusia, ancaman perubahan iklim dan degradasi sumber daya pertanian. Populasi ini dikembangkan dari persilangan Ciherang dan Padi Tipe Baru (B11143D) yang digunakan dalam analisis QTL pada populasi silang balik lebih lanjut. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi QTL komponen hasil pada kromosom 12 untuk memperbaiki kultivar Ciherang. Semua galur dan tetua dalam populasi BC3F2 diamati morfologi dan genotipenya. Pengamatan dilakukan pada karakter umur berbunga, tinggi tanaman, panjang daun bendera, jumlah malai per tanaman, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, bobot 1000 butir, dan bobot total per rumpun. Pengamatan genotipe dilakukan dengan menggunakan 4 penanda molekuler yaitu RM3472, RM28048, RM28195, dan RM1986. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat daerah QTL terkait bobot 1000 butir pada kromosom 12 posisi 53,5 cM - 73 cM yaitu RM28048, RM28195, dan RM1986. Galur BIOR1-85-193 dan BIOR1-85-302 dapat digunakan untuk pemetaan lanjut QTL terkait bobot 1000 butir.


(24)

3.1 Pendahuluan

Padi merupakan tanaman pangan pokok yang dikonsumsi lebih dari setengah populasi dunia. Dibutuhkan peningkatan produksi padi minimal 40% lebih untuk memenuhi kebutuhan pangan pada tahun 2030 (Wang et al. 2014). Salah satu solusi yang dapat mengatasi permasalahan ini adalah perakitan varietas unggul melalui peningkatan potensi hasil. Persilangan antar kultivar-kultivar unggul yang telah dirilis dan sumber material genetik baru terus dilakukan untuk menjaga agar perbaikan hasil selalu terjaga. Padi Ciherang merupakan salah satu kultivar unggul Indonesia dan dibudidayakan pada lebih dari 40% luas area produksi di Indonesia sejak tahun 2007. Kultivar unggul lainnya yang mulai populer adalah Padi Tipe Baru (PTB). B11143D merupakan salah satu galur padi tipe baru dengan beberapa karakter agronomi seperti umur berbunga, luas daun bendera, jumlah gabah per malai, dan bobot 1000 butir yang lebih baik dibandingkan Ciherang (Susilowati et al. 2014). Sebagai sumber perbaikan sifat, padi tipe baru diharapkan dapat menyumbang sifat komponen hasil yang lebih tinggi dibandingkan Ciherang. Oleh karena itu galur-galur turunan dari Ciherang dan padi tipe baru melalui silang balik diharapkan memiliki potensi hasil yang lebih tinggi dari kedua padi unggul ini sehingga terjadi perbaikan sifat kultivar unggul.

Populasi galur introgresi merupakan salah satu cara untuk memperoleh galur-galur tersebut. Populasi galur introgresi adalah populasi yang terdiri dari galur-galur yang masing-masing membawa segmen kromosom tertentu dengan latar belakang genetik yang sama. Populasi galur introgresi sangat penting dalam mempelajari fungsi genetik dari segmen-segmen kromosom yang tersubtitusi untuk kegiatan pemetaan gen. Ebitani et al. (2005) menyatakan bahwa populasi galur introgresi dapat digunakan dalam analisis genetik untuk mengasosiasikan

Quantitative Trait Loci (QTL) dengan daerah kromosom tertentu dan dengan cepat mengembangkan daerah sasaran yang mengandung QTL. Ada banyak penanda yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi daerah QTL salah satunya adalah penanda Simple Sequence Repeats (SSR). Tersedianya peta pautan genetik yang sangat padat terutama berisi penanda SSR dapat mempermudah pencarian penanda yang terpaut dengan suatu karakter sehingga mempermudah dalam identifikasi QTL target.

Hasil gabah merupakan sifat yang kompleks dan ditentukan oleh tiga komponen utama yaitu jumlah malai, jumlah gabah per malai, dan bobot biji atau ukuran biji. Ketiga komponen utama ini dikendalikan oleh banyak gen (Xing dan Zhang 2010). Setidaknya terdapat 18 QTL terkait jumlah malai pada padi yang berhasil diidentifikasi dari 9 kromosom padi (Liu et al. 2008). Selain itu, empat QTL utama terkait jumlah gabah per malai pada kromosom 1, 4, 6, dan 7 sudah berhasil di klon atau dipetakan lebih lanjut (Liu et al. 2008; Fujita et al. 2013; Balkunde et al. 2013; Kim et al. 2014). Enam belas QTL terkait bobot gabah yang tersebar pada kromosom 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 11 juga sudah berhasil di klon atau dipetakan lebih lanjut (Huang et al. 2012).

Hasil penelitian sebelumnya menduga adanya daerah QTL komponen hasil di kromosom 12 berdasarkan hasil whole genome survey pada populasi BC1F1 turunan dari persilangan Ciherang dan B11143D (Widyawan, 2014). Berdasarkan penelitian ini dilakukan MAS (marker assisted selection) dengan seleksi


(25)

foreground kromosom 12 dan seleksi background kromosom 1-11. Kegiatan MAS ini diperoleh 1 galur BC3F1 yang heterozigot pada keseluruhan bagian kromosom 12, sedangkan sebagaian besar wilayah di kromosom 1-11 sudah homozigot Ciherang (Rahmah 2015). Selanjutnya pada penelitian ini akan dilakukan pemetaan untuk mengidentifikasi QTL lebih lanjut terkait komponen hasil pada galur-galur yang terintrogresi segmen kromosom PTB di kromosom 12 populasi galur introgresi berbasis Ciherang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah QTL terkait karakter komponen hasil padi pada kromosom 12.

3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN), Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Desember 2015.

3.2.2 Bahan dan Alat

Gambar 2. Peta genetik galur terpilih yang memiliki introgresi kromosom 12 dari PTB sebagai donor dengan Ciherang sebagai background genetics

(Rahmah 2015).

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah galur terpilih dari populasi BC3F1 turunan Ciherang х PTB B11143D yang memiliki introgresi segmen kromosom 12 dari tetua donor B11143D (Gambar 2). Galur ini didapatkan dari hasil seleksi foreground dan seleksi background pada populasi BC3F1. Ciherang sebagai tetua berulang dan B11143D sebagai tetua donor. Galur terpilih dari populasi BC3F1 akan ditanam sebanyak 200 tanaman dan membentuk populasi BC3F2. Galur-galur populasi BC3F2 akan dievaluasi dan diidentifikasi QTL tahap awal (pemetaan terarah) terkait komponen hasil. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari ember, cangkul, meteran, dan grain counter, sedangkan alat-alat untuk pengamatan molekuler adalah penanda SSR polimorfik, mesin

thermal cycle, elektroforesis gel poliakrilamida (PAGE), dan Chemidoc Gel System.


(26)

3.2.3 Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini populasi BC3F2 diamati secara morfologi (phenotyping) dan secara molekuler (genotyping) sebagai dasar penentuan daerah QTL komponen hasil.

1. Pengamatan karakter agronomi (Phenotyping)

Pengamatan karakter agronomi yang dilakukan meliputi umur berbunga (UB), tinggi tanaman (TT), panjang daun bendera (PDB), jumlah malai per tanaman (JMP), panjang malai (PM), jumlah gabah isi per malai (JGI), bobot 1000 butir (BB), dan bobot total per rumpun (BT). Jumlah malai, jumlah gabah per malai, dan bobot gabah merupakan tiga komponen hasil utama yang menentukan produksi hasil padi.

2. Pengamatan molekuler (Genotyping)

Pengamatan molekuler populasi BC3F2 pada kromosom 12 digunakan sebagai dasar untuk identifikasi daerah QTL komponen hasil menggunakan penanda SSR polimorfik di kromosom 12 yaitu RM3472, RM28048, RM28195, dan RM1986. Pengamatan molekuler yang dilakukan pada wilayah heterozigot untuk membersihkan daerah di luar target menggunakan penanda SSR polimorfik pada kromosom 2 (RM233, RM279, RM5897), kromosom 4 (RM335, RM1359), kromosom 5 (RMw513), kromosom 7 (RM500), kromosom 8 (RM25, RM72, RM404, RM1235, RM223), kromosom 9 (RM24175), kromosom 10 (RM5348), dan kromosom 11 (RM332, RM202, RM254, RM5926, RM1812). Pengamatan molekuler ini dilakukan dengan tahapan isolasi DNA, amplifikasi DNA, dan elektroforesis gel.

a. Isolasi DNA

Isolasi DNA padi menurut Murray dan Thompson (1980) yang termodifikasi adalah daun muda padi (± 15 cm) dipotong dan dimasukkan kedalam tabung mikro 1,5 mL yang sudah diberi label. Tabung mikro yang berisi sampel daun direndam dalam nitrogen cair, kemudian sampel daun digerus menggunakan pelor dan tissue lyzer hingga menjadi serbuk. Selanjutnya tambahkan 665 µL buffer ekstraksi (yang terdiri dari 60 mL NaCl 5M, 50 mL Tris 1M pH 8, dan 50 mL EDTA 0,5 M) dan 35 µL SDS 20%. Dilakukan vortex setiap penambahan larutan. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 65°C selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 90 µL CTAB dan diinkubasi lagi pada suhu 65°C selama 10 menit. Setelah itu, ditambahkan 900 µL Chloroform dan dilakukan sentrifugasi dengam kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Cairan bening yang berada diatas, dipindahkan ke tabung mikro 2 mL dan ditambahkan 600 µL isopropanol dingin. Lalu didiamkan selama 20 menit pada suhu -20°C dan disentrifugasi lagi dengan kecepatan yang sama selama 5 menit serta cairan diambil dengan pipet mikro sehingga cairan tidak ada sama sekali di dalam tabung mikro. Pelet yang diperoleh dicuci dua kali dengan 500 µL ethanol 70%. Pengeringan dapat dilakukan dengan suhu kamar selama 18 jam. Pelet yang telah kering dilarutkan kedalam 30µL buffer TE 1 kali dan ditambahkan 2 µL RNAse. lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Simpan DNA pada suhu -20°C selama 1 jam. Pengenceran DNA dilakukan dengan penambahan 170 µL ddH2O.


(27)

b. Amplifikasi DNA

Komponen PCR yang digunakan per reaksi (volume 10 µL) untuk analisis SSR adalah 2 µL DNA; 0,12 µL Taq-polymerase; 1 µL 5 mM primer SSR; 0,2 µL 10 mM dNTPs; 1µL 10 Buffer PCR; dan 5,68 µL ddH2O. Amplifikasi fragmen DNA dilakukan dengan reaksi berantai polimerase (PCR) yang bertujuan untuk menggandakan sekuen DNA berdasarkan primer yang digunakan. Profil PCR yang digunakan adalah pre-denaturasi 94°C selama 5 menit, denaturasi 94°C selama 30 detik, penempelan primer 65°C selama 30 detik, pemanjangan primer 72°C selama 30 detik. Proses tersebut diulang sebanyak 30 siklus.

c. Elektroforesis gel

Hasil amplifikasi kemudian dielektroforesis menggunakan elektroforesis gel poliakrilamida (PAGE) yang terbuat dari 500 mL akrilamid 8%, 500 µL APS 10%, dan 50 µL Temed yang dituangkan ke kaca. Ketebalan gel ini antara 0,75–1,5 mm. PAGE dimasukkan kedalam tangki elektroforesis yang berisi lartan penyangga TBE 1 kali pH 8. Sebanyak 10 µL produk PCR ditambahkan dengan 3 µL loading dye dan dicampur sempurna, kemudian dimasukkan 2 µL campuran ke dalam sumur gel. Disertakan 2 µL penanda ukuran untuk melihat ukuran DNA. Tahap selanjutnya sampel DNA dialiri arus listrik dengan tegangan 80 volt selama 90-100 menit.

d. Dokumentasi hasil elektroforesis gel

PAGE diwarnai dengan larutan etidium bromida (20 mg/L) selama 10 menit. Selanjutnya dihilangkan pewarnaanya dengan air selama 10 menit. Gel pita-pita DNA selanjutnya di foto dengan chemidoc gel system. Hasil visualisasi ini kemudian diskoring dengan A merupakan pita yang sama dengan pita Ciherang, B merupakan pita yang sama dengan B11143D, dan H (heterozigot) merupakan pita yang sama dengan Ciherang dan B11143D.

Gambar 3. Contoh skoring pengamatan molekuler menggunakan penanda SSR padi.

3.2.4 Analisis Data dan Kriteria Seleksi

Evaluasi fenotipe dilakukan pada setiap karakter agronomi populasi BC3F2 dan tetua menggunakan perangkat lunak Statistical tool for agricultural research 2.1 (STAR). Analisis korelasi juga dilakukan terhadap karakter-karakter agronomi yang bertujuan untuk mendapatkan informasi ada/tidaknya hubungan dan arah hubungan (positif/negatif) dari karakter agronomi terhadap hasil dan atau

C

ihe

rang

B

1114

3D

M


(28)

komponen hasil. Perhitungan koefisien korelasi dan pengujian pengaruh setiap karakter terhadap hasil dan komponen hasil dihitung dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel pada taraf α = 0.05, α = 0.01, dan α = 0.001.

Hasil pengamatan molekuler populasi BC3F2 menggunakan 4 penanda SSR kromosom 12 kemudian diskoring dengan ketentuan A (Homozigot Ciherang), H (Heterozigot), dan B (Homozigot B11143D) (Gambar 3). Identifikasi keterkaitan penanda dan karakter morfologi terkait potensi hasil akan dilakukan dengan pengujian Regresi Penanda Tunggal (Single Marker Regression) menggunakan perangkat lunak Qgene Ver. 4.3.8 (Joehanes dan Nelson 2008). Parameter yang ditetapkan untuk pemetaan QTL adalah struktur populasi BC3F2. Permutasi dari 10.000 iterasi digunakan untuk menentukan ambang nilai QTL di QGene. Selanjutnya, nilai-nilai LOD (logaritma peluang) pada P <0.05 digunakan sebagai ambang batas untuk menentukan arti dari QTL. Sebuah QTL dianggap valid atau

diyakini keberadaannya apabila nilai LOD QTL tersebut > LODpermutasi pada α

= 0,05. Sebaliknya, sebuah QTL dianggap tidak valid atau hanya sebagai sugestif apabila nilai LOD QTL < LOD permutasi pada α = 0,05. Nilai LOD = 3 berarti 1000х lebih mungkin terdapat QTL pada daerah penanda tersebut daripada tidak ada QTL. Dari analisis ini juga diketahui seberapa besar efek aditif untuk sifat komponen hasil tertentu populasi BC3F2 jika alel Ciherang (A) diganti dengan alel galur PTB (B) pada daerah keempat penanda SSR yang digunakan. Pemetaan penanda-penanda SSR untuk seleksi foreground dan seleksi background pada beberapa individu terpilih populasi BC3F2 didapatkan dari hasil kuantifikasi visualisasi pola pita DNA yang diolah dengan perangkat lunak grapichal genotypes 2.0 (GGT). Hasil visualisasi ini digunakan untuk membuat peta introgresi segmen kromosom tetua donor B11143D pada latar genetik Ciherang.

Berdasarkan hasil analisis dan pemetaan penanda kemudian dilakukan pemilihan individu-individu pada populasi BC3F2 untuk diteruskan sebagai bahan penelitian selanjutnya. Individu-Individu terpilih yang diteruskan ke populasi BC3F3 adalah individu-individu yang genotipenya sudah kembali ke Ciherang (kelompok A) untuk daerah penanda yang tidak terindikasi adanya QTL terkait sifat komponen hasil tertentu namun masih dalam keadaan heterozigot (kelompok H) untuk daerah penanda yang terindikasi adanya QTL komponen hasil tertentu.

3.3 Hasil dan Pembahasan 3.3.1 Evaluasi Fenotipe

Pengamatan fenotipe (phenotyping) dilakukan terhadap kedua tetua (Ciherang dan B11143D) dan 200 individu dalam populasi BC3F2 (hasil penyerbukan sendiri dari populasi BC3F1). Data phenotyping merupakan salah satu dasar dalam menentukan daerah identifikasi QTL terkait sifat tertentu. Kegiatan ini dilaksanakan di rumah kaca dari tanaman mulai keluar malai sampai pasca panen.

Galur tetua donor B11143D menunjukkan karakteristik dari padi tipe baru yaitu jumlah malai sedikit, jumlah gabah per malai yang tinggi, bobot 1000 butir yang tinggi, dan postur tanaman yang lebih besar jika dibandingkan dengan tetua berulang Ciherang (Tabel 1). B11143D berbunga lebih awal dari Ciherang (Tabel 1, Gambar 4). Rata-rata bobot total B11143D sama dengan Ciherang yaitu sebesar 25.13 g dan 23.42 g per rumpun (Tabel 1).


(29)

Tabel 1. Penampilan fenotipe padi pada tetua dan populasi BC3F2.

Sifat Tetua Populasi BC3F2

Ciherang B11143D Ciherang Vs B11143Da Rerata Kisaran CV (%)b

Umur berbunga (UB) 73.33 63.83 ** 71.01 65 - 77 3.36

Tinggi tanaman (TT) 96.92 126.17 ** 98.96 75 - 188 8.43

Jumlah malai per rumpun (JMP) 9.76 4.33 ** 9.66 5.00 - 18.00 23.08

Panjang daun bendera (PDB) 33.38 49.19 ** 32.89 19.23 - 44.40 13.13

Panjang malai (PM) 25.23 26.44 ns 25.03 18.33 - 27.67 4.79

Jumlah gabah isi per malai (JGI) 140.94 220.61 ** 162.40 42.67 - 210.33 12.82

Persentase gabah isi (PGI) 94.12 92.52 ns 93.55 60.38 - 97.67 4.26

Bobot 1000 butir (BB) 22.2 26.8 ** 23.85 18.9 - 25.80 3.56

Bobot total per rumpun (BT) 25.13 23.42 ns 28.00 15.91 - 47.95 22.28

Keterangan: ns tidak nyata, ** ada beda nyata pada P<0.01, a beda nyata antara kedua tetua berdasarkan uji t, b koefisien varian

Tabel 2. Korelasi karakter-karakter padi pada populasi BC3F2

Karakter UB a TT JMP PDB PM JGI PGI BB

TT -0.160

JMP 0.497*** -0.101

PDB -0.139 0.243*** -0.086

PM -0.069 0.309*** 0.089 0.510***

JGI -0.048 0.198** 0.100 0.351*** 0.653***

PGI -0.099 0.124 -0.008 0.084 0.213** 0.507***

BB -0.123 0.118 -0.115 0.415*** 0.470*** 0.366*** 0.338***

BT 0.288*** 0.018 0.657*** 0.163* 0.413*** 0.592*** 0.171* 0.204** Keterangan: * berkorelasi nyata pada P<0.05, ** berkorelasi nyata pada P<0.01, *** berkorelasi nyata pada P<0.001

a

UB umur berbunga (hss), TT tinggi tanaman (cm), JMP jumlah malai per rumpun, PDB panjang daun bendera (cm), PM panjang malai (cm), JGI jumlah gabah isi per malai, PGI persentase gabah isi per malai (%), BB bobot 1000 butir (g), BT bobot total per rumpun (g).


(30)

Bobot total B11143D didukung oleh jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 butir yang tinggi, sedangkan bobot total Ciherang didukung oleh jumlah malai yang banyak. Pada populasi BC3F2, bobot gabah per rumpun berkisar antara 15.91 g dan 47.95 g per rumpun. Rerata bobot gabah per rumpun dari populasi BC3F2 lebih besar daripada bobot gabah per rumpun kedua tetua. Besarnya nilai bobot gabah per rumpun pada populasi BC3F2 didukung oleh tiga komponen utama padi yaitu jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per malai, dan bobot 1000 butir. Populasi ini memiliki rerata jumlah malai per rumpun yang lebih banyak dibandingkan dengan B11143D. Selain itu populasi BC3F2 memiliki rerata jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 butir yang lebih besar dibandingkan dengan Ciherang.

Gambar 4. Perbandingan tanaman padi individu BC3F2 dengan kedua tetua. Beberapa individu pada populasi BC3F2 memiliki sifat lainnya seperti tinggi tanaman, jumlah malai per rumpun, panjang malai, dan persentase gabah isi yang lebih kecil atau lebih besar dari kedua tetua. Sifat yang lain misalnya panjang daun bendera, jumlah gabah isi per malai, dan bobot 1000 butir menunjukkan adanya beberapa individu yang memiliki nilai lebih kecil dari kedua tetua. Perlu adanya pengujian lebih lanjut terhadap individu-individu ini terkait segregasi transgresif. Segregasi transgresif adalah segregasi gen pada sifat-sifat kuantitatif dari zuriat hasil persilangan dua tetua yang memiliki jangkauan sebaran yang melampaui jangkauan sebaran kedua tetuanya atau yang memiliki nilai ekstrim dari tetuanya (Poehlman dan Sleper 1996; Rieseberg et al. 2003). Segregasi transgresif dapat mengindikasikan bahwa kedua tetua menyumbang alel yang berharga untuk sifat-sifat tertentu. Selain itu juga B11143D meskipun memiliki fenotipe yang superior untuk sifat-sifat tertentu, namun alel negatif yang tersembunyi muncul pada populasi BC3F2 dengan 85% genom sudah kembali ke tetua berulang yaitu Ciherang. Penemuan adanya segregasi transgresif juga mendukung gagasan bahwa fenotipe dari tanaman hanya dapat memprediksi secara sederhana potensi genetiknya. Oleh karena itu, paradigma pemuliaan tanaman perlu bergeser dari menyeleksi tanaman berdasarkan fenotipe ke evaluasi keberadaan segmen kromosom yang mengandung gen tersembunyi terkait sifat tertentu (Tanksley dan McCouch 1997). Identifikasi daerah kromosom yang berasosiasi dengan sifat-sifat penting dapat dilakukan dengan mengevaluasi


(31)

penanda DNA pada populasi bersegregasi yang akan memfasilitasi pemuliaan berbasis lokus suatu sifat tanaman.

Gambar 5. Penampilan benih padi pada tetua dan beberapa galur BC3F2. Ukuran biji menjadi salah satu karakter yang menentukan bobot gabah yang dihasilkan. Individu no. 138 dari populasi BC3F2 memiliki ukuran biji di antara Ciherang dan B11143D sehingga individu ini memiliki bobot 1000 butir yang sama dengan rerata bobot 1000 butir populasi BC3F2 sekitar 23.85 gram. Individu no. 177 dari populasi BC3F2 memiliki bentuk biji yang sama dengan Ciherang yaitu ramping memanjang, sedangkan ukuran biji lebih kecil daripada Ciherang (Gambar 5). Individu ini merupakan individu dengan bobot 1000 butir terkecil pada populasi BC3F2 yaitu sebesar 18.90 gram. Individu no. 297 dari populasi BC3F2 memiliki bentuk biji bulat memanjang dan ukuran biji yang hampir sama dengan B11143D. Individu ini merupakan individu dengan bobot 1000 butir terbesar pada populasi BC3F2 yaitu 25.80 gram.

Jumlah malai per rumpun berkorelasi positif kuat dengan umur berbunga. Semakin lama umur berbunga maka semakin banyak pula jumlah malai per rumpun. Umur berbunga yang lama mengindikasikan bahwa fase vegetatif yang dilalui oleh tanaman itu lebih lama sehingga proses pembentukan anakan yang berpotensi dalam pembentukan malai menjadi optimal pada fase generatif. Jumlah gabah isi per malai berkorelasi positif kuat dengan panjang daun bendera dan panjang malai. Sifat ini juga berkorelasi positif sedang dengan tinggi tanaman.

Bobot 1000 butir berkorelasi positif nyata dengan panjang daun bendera, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, dan persentase gabah isi per malai. Daun bendera menjadi sumber (source) asimilat utama bagi pengisian biji. Ketersediaan sumber asimilat yang cukup membantu proses pengisian biji sehingga bobot biji yang dihasilkan menjadi maksimal. Malai yang panjang lebih memberi ruang antar biji sehingga proses pengisian biji menjadi tidak terhambat. Jumlah gabah isi per malai dan persentase gabah isi per malai juga memiliki korelasi yang kuat dengan bobot 1000 butir namun tidak sebesar korelasi yang terjadi antara bobot 1000 butir dengan panjang daun bendera dan panjang malai. Tidak ada korelasi nyata antara bobot 1000 butir dengan tiga sifat lainnya yaitu umur berbunga, tinggi tanaman, dan jumlah malai per rumpun.

Ciherang

B11143D

BC3F2-177

BC3F2-138


(32)

Bobot gabah total per rumpun menunjukkan korelasi positif yang kuat dengan jumlah malai, korelasi positif yang sedang dengan jumlah gabah dan panjang malai, dan korelasi positif yang lemah dengan bobot 1000 butir dan umur berbunga. Tidak ada korelasi antara bobot gabah total per rumpun dengan tinggi tanaman (Tabel 2). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bobot gabah per rumpun lebih terkait dengan komponen hasil daripada dengan fenologi (umur berbunga) atau sifat tipe tanaman (tinggi tanaman). Bobot gabah per rumpun adalah sifat yang kompleks dengan heritabilitas rendah. Seleksi secara tidak langsung menggunakan penanda DNA yang terkait dengan komponen hasil dapat berkontribusi dalam penambahan genetik yang signifikan.

3.3.2 Analisis QTL Komponen Hasil

Gambar 6. Hasil Regresi Penanda Tunggal (Single Marker Regression) bobot 1000 butir (BB) padi menggunakan Qgene pada populasi BC3F2

turunan Ciherang х B11143D.

Populasi BC3F2 terdiri dari 200 individu tanaman yang dikembangkan dari individu terpilih populasi BC3F1 digunakan untuk pemetaan QTL. Individu terpilih ini memiliki genotipe heterozigot pada kromosom 12 dan sekitar 85% daerah pada kromosom 1 – 11 memiliki genotipe yang sama dengan Ciherang (Gambar 2). Pemulihan genetik pada daerah kromosom 1 – 11 dilakukan melalui silang balik dengan tetua berulang yaitu Ciherang dan penyerbukan sendiri secara berulang-ulang pada generasi lanjut. Pemulihan genetik pada kromosom 1 – 11 bertujuan untuk mengurangi pengaruh gen-gen dari tetua donor yang berada di kromosom 1 – 11 sehingga analisis QTL pada kromosom 12 dapat dilakukan sebagai faktor Mendelian tunggal (Paterson et al., 1988), dan keturunan yang heterozigot dari QTL dapat digunakan untuk pemetaan melalui evaluasi beberapa penanda di kromosom 12 yaitu RM3472, RM28048, RM28195, dan RM1986.

Berdasarkan hasil analisis penanda tunggal beberapa karakter komponen hasil padi pada populasi BC3F2 turunan Ciherang х B11143D (Tabel 3) terlihat bahwa karakter jumlah malai produktif dan panjang malai menunjukkan tidak ada beda nyata pada keempat penanda yang digunakan, sedangkan pada karakter panjang daun bendera, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi per malai dan bobot total terdapat beda nyata pada beberapa penanda, namun tidak terlalu signifikan seperti karakter bobot 1000 butir.


(33)

Tabel 3. Hasil Regresi Penanda Tunggal (Single Marker Regression) beberapa karakter komponen hasil padi pada populasi BC3F2 turunan

Ciherang х B11143D.

Marker Genotipe Komponen Hasil

1,2

JMP PDB PM JGI PGI BB BT

RM3472

A 9.58a 32.78a 25.19a 160.22b 93.40a 23.60b 27.14a H 9.82a 32.66a 24.95a 160.44b 93.21a 23.80b 27.97a B 9.40a 33.56a 25.06a 169.39a 94.49a 24.20a 29.02a

LOD 0.35 0.78 0.38 1 0.35 3 0.3

R2 (%) 0.8 1.7 0.9 2.4 0.79 5.5 0.7

Add effect 0.1 -0.6 0.002 -4.3 -0.405 -0.33 -0.7

RM28048

A 10.00a 31.95b 24.92a 157.12b 93.40a 23.30c 26.44b H 9.64a 33.08ab 25.05a 162.96ab 93.21a 23.90b 28.32ab B 9.29a 33.71a 25.14a 168.01a 94.49a 24.50a 29.31a

LOD 0.58 1 0.2 1.6 0.3 11.5 1.3

R2 (%) 1.4 2.3 0.4 3.5 0.69 24 3

Add effect 0.36 -0.88 -0.12 -5.5 -0.42 -0.58 -1.44

RM28195

A 10.02a 32.26a 24.87a 156.88b 97.13a 23.30c 26.52b H 9.57a 32.84a 25.07a 163.70ab 93.13ab 23.80b 28.25ab B 9.42a 33.77a 25.17a 166.44a 89.28b 24.50a 29.27a

LOD 0.48 0.65 0.25 1.4 0.64 13 1.2

R2 (%) 1.1 1.5 0.6 3 1.5 26 2.4

Add effect 0.3 -0.75 -0.16 -4.8 -0.41 -0.6 -1.36


(34)

Tabel 3. Hasil Regresi Penanda Tunggal (Single Marker Regression) beberapa karakter komponen hasil padi pada populasi BC3F2 turunan

Ciherang х B11143D (Lanjutan).

Marker Genotipe Komponen Hasil

1,2

JMP PDB PM JGI PGI BB BT

RM1986

A 10.08a 31.62b 24.86a 154.85b 97.83a 23.20c 26.22b H 9.60a 32.87ab 25.02a 163.26a 93.08ab 23.80b 28.27ab B 9.42a 34.15a 25.22a 167.72a 89.76b 24.50a 29.10a

LOD 0.52 1.9 0.51 2.2 0.1 13 1.25

R2 (%) 1.2 4.2 1.2 4.9 0.2 26 2.6

Add effect 0.34 -1.27 -0.19 -6.44 -0.2 -0.62 -1.45

Keterangan: 1Angka-angka pada satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan.

2

Karakter komponen hasil meliputi jumlah malai per rumpun (JMP); panjang daun bendera (cm) (PDB); panjang malai (cm) (PM); jumlah gabah isi per malai (JGI); persentase gabah isi per malai(PGI); bobot 1000 butir (g) (BB); dan bobot gabah per rumpun (g) (BT).

Tabel 4. Penampilan 7 individu terpilih dari hasil seleksi foreground pada populasi BC3F2 turunan Ciherang х B11143D.

Individu Karakter

1,2

UB TT JMP PDB PM JGI PGI BB BT

Ciherang 73.33 96.92 9.67 33.38 25.23 140.94 94.12 22.22 25.13 B11143D 63.83 126.17 4.33 49.19 26.44 220.61 92.52 26.75 23.42 190 72.00 100.00 14.00 34.17 26.00 196.33 96.40 2.47 47.95 193 70.00 101.00 7.00 37.00 26.00 139.00 91.45 2.41 18.66 224 70.00 98.00 9.00 34.33 26.17 164.33 96.48 2.44 32.89 238 69.00 104.00 8.00 41.50 27.00 168.00 91.97 2.36 23.93 255 73.00 93.00 13.00 31.00 23.83 150.33 94.95 2.38 32.00 281 69.00 102.00 9.00 44.40 26.67 170.33 94.45 2.55 33.40 302 72.00 98.00 13.00 31.50 27.17 181.33 95.94 2.44 34.85

Keterangan: 1 Karakter yang diamati meliputi umur berbunga (hss) (UB); tinggi tanaman (cm) (TT); jumlah malai per rumpun (JMP); panjang daun bendera (cm)

(PDB); panjang malai (cm) (PM); jumlah gabah isi per malai (JGI); persentase gabah isi per malai (PGI); bobot 1000 butir (g) (BB); dan bobot gabah per rumpun (g) (BT).


(35)

Pada daerah penanda RM3472 berbeda nyata bobot 1000 butir antara genotipe H dengan B, tetapi genotipe A tidak berbeda nyata dengan genotipe H menurut uji Duncan 5%. Daerah penanda RM3472 juga dapat diduga adanya daerah QTL bobot 1000 butir walaupun tidak sekuat daerah ketiga penanda lainnya. Pada karakter bobot 1000 butir antar genotipe berbeda nyata pada tiga penanda yang digunakan (RM28048, RM28195, RM1986) menurut uji lanjut Duncan 5%. Hal ini dapat menjadi salah satu pendugaan awal bahwa pada ketiga daerah penanda ini terdapat daerah QTL yang bertanggung jawab terhadap bobot 1000 butir.

Berdasarkan pada ukuran genom dan jarak penanda, ambang nilai LOD antara 2 dan 3 diperlukan untuk memastikan positif salah secara keseluruhan pada taraf 5% (Lander dan Botstein 1989). Dalam penelitian ini dilakukan 10,000 permutasi pada masing-masing sifat dengan tingkat signifikansi 0.05 membutuhkan batas LOD 1.83 untuk menyatakan hubungan yang signifikan antara lokus penanda dengan QTL. QTL utama menjelaskan 26% variasi bobot 1000 butir dideteksi dalam interval RM28048 dan RM1986 (posisi 53.5 cM – 73 cM) dengan B11143D yang menyumbangkan alel tersebut (Tabel 3, Gambar 6). Daerah RM28195 dan RM1986 memiliki nilai LOD tertinggi untuk daerah QTL terkait bobot 1000 butir sekitar 13.00. Daerah penanda RM1986 juga menunjukkan nilai additive effect yang tinggi yaitu -0.62. Nilai negatif menyatakan bahwa alel dari B11143D yang mampu meningkatkan bobot 1000 butir pada populasi ini. RM28048 memiliki nilai LOD terhadap daerah QTL bobot 1000 butir sebesar 11.50. Pada penelitian ini teridentifikasi QTL yang terletak di wilayah genom yang sama dengan hasil penelitian Xiao et al. (1996) dan Hua et al. (2002) yang berhasil menemukan QTL terkait bobot biji pada latar belakang genetik yang beragam.

3.3.3 Pemilihan Individu

Pemilihan individu dilakukan pada individu-individu tanaman yang memiliki daerah homozigot dengan Ciherang pada penanda RM3472 namun masih dalam keadaan heterozigot pada ketiga penanda yaitu RM28048, RM28195, dan RM1986 (Lampiran 3). Terdapat 7 individu terpilih dari hasil seleksi foreground ini yaitu individu tanaman BIOR-85-190, BIOR-85-193, BIOR-85-224, BIOR-85-238, BIOR-85-255, BIOR-85-281, dan BIOR-85-302. Ketujuh individu tanaman terpilih ini selanjutnya akan diamati secara molekuler pada daerah kromosom 1 – 11 atau yang sering disebut dengan istilah seleksi background. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat seberapa besar tanaman terpilih memiliki genetik yang sama dengan tetua berulang pada daerah yang tidak terindikasi adanya QTL bobot 1000 butir. Kegiatan seleksi background didasarkan atas informasi peta genetik dari individu yang digunakan untuk pengembangan populasi BC3F2 (Gambar 2). Pengamatan molekuler dilakukan pada wilayah heterozigot untuk membersihkan daerah diluar target menggunakan penanda SSR polimorfik pada kromosom 2 (RM233, RM279, RM5897), kromosom 4 (RM335, RM1359), kromosom 5 (RMw513), kromosom 7 (RM500), kromosom 8 (RM25, RM72, RM404, RM1235, RM223), kromosom 9 (RM24175), kromosom 10 (RM5348), dan kromosom 11 (RM332, RM202, RM254, RM5926, RM1812).


(36)

Tujuh tanaman terpilih dari hasil seleksi foreground memiliki bobot 1000 butir yang lebih besar daripada Ciherang, namun masih lebih kecil daripada B11143D (Tabel 4). Hal ini karena tujuh tanaman terpilih ini memiliki daerah QTL bobot 1000 butir dari B11143D pada kromosom 12 yang bertanggung jawab sekitar 25% bobot 1000 butir. Kisaran bobot 1000 butir dari ketujuh individu ini adalah 23.60 g – 25.50 g. Selisih nilai maksimal dan minimal bobot 1000 butir dari ketujuh individu ini sebesar 1.90 g. Individu 281 memiliki bobot 1000 butir tertinggi, sedangkan individu 238 memiliki bobot 1000 butir terendah di antara tanaman terpilih. Beberapa sifat lainnya seperti tinggi tanaman, jumlah malai produktif, panjang daun bendera, jumlah gabah isi, persentase gabah isi, dan bobot gabah per rumpun masih beragam pada tanaman terpilih ini.

Gambar 7. Peta genetik padi galur BIOR1-85-193 populasi BC3F2.

Terdapat 2 individu terpilih dari hasil seleksi background yaitu individu no. 193 dan individu no. 302. Individu no. 193 sudah memiliki sekitar 88% latar belakang genetik yang sama dengan Ciherang (Gambar 7). Pemulihan latar belakang genetik pada individu no. 193 ini hanya mengalami sedikit peningkatann tetapi tidak ada introgresi tetua donor pada kromosom 1 – 11. Hal inilah yang menjadi dasar pemilihan individu no. 193 untuk dilanjutkan pada populasi berikutnya dalam kegiatan pemetaan lanjut. Individu no. 302 sudah memiliki sekitar 95% latar belakang genetik yang sama dengan Ciherang tetapi terdapat 1 daerah introgresi tetua donor yaitu B11143D pada kromosom 4 (Gambar 8). Pemulihan latar belakang genetik pada individu no. 302 mengalami peningkatan yang cukup tinggi walaupun terdapat 1 daerah introgresi tetua donor pada penanda RM1359 kromosom 4. Alasan individu no. 302 ini terpilih karena 5 individu lainnya (Individu no. 190, 224, 238, 255, dan 281) memiliki introgresi tetua donor yang lebih banyak. Selain itu juga karena benih individu no. 193 tidak mencukupi untuk pembentukan populasi BC3F3.


(37)

Gambar 8. Peta genetik padi galur BIOR1-85-302 populasi BC3F2. 3.3.4 Manfaat bagi Pemuliaan dan Penemuan Gen

QTL utama terkait bobot 1000 butir yang teridentifikasi dalam penelitian ini akan bermanfaat untuk seleksi dengan bantuan penanda. QTL ini memberikan kontribusi sebesar 26% dari variasi bobot 1000 butir dengan latar belakang genetik Ciherang. Aplikasi seleksi berbantuan penanda untuk pemuliaan melalui silang balik telah berhasil dilakukan untuk perbaikan sifat yang dikendalikan oleh satu atau beberapa QTL dengan dampak yang besar (Singh dan Singh 2015). Keberadaan wilayah QTL dari penelitian ini dan studi-studi lain terkait identifikasi QTL yang menggunakan latar belakang genetik berbeda memberikan pengetahuan bahwa QTL akan efektif untuk perbaikan bobot gabah pada beragam varietas padi modern. Daerah QTL juga memberikan informasi untuk pemetaan lebih lanjut dan identifikasi gen kandidat. Galur populasi BC3F2 yang heterozigot pada wilayah yang diapit oleh RM28048 dan RM1986 dipilih dan keturunan dari galur ini akan membentuk populasi BC3F3 yang digunakan dalam pemetaan lebih lanjut. Penanda tambahan di sekitar dan di antara RM28048 dan RM1986 diperlukan untuk pengamatan molekuler (genotyping) pada populasi BC3F3 berukuran besar dalam identifikasi rekombinan. Pola rekombinasi ini akan menjadi dasar penetapan batas QTL dengan daerah yang lebih kecil untuk memudahkan identifikasi gen kandidat target.

3.4 Simpulan

Dari beberapa karakter komponen hasil yang diteliti, belum ditemukan daerah QTL untuk karakter jumlah malai produktif, panjang daun bendera, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi, dan bobot total. Akan tetapi pada kromosom 12 di posisi 53.5 cM – 73 cM diduga memiliki

daerah QTL bobot 1000 butir pada populasi turunan Ciherang х B11143D dengan

nilai LOD tinggi. Individu BIOR1-85-193 dan individu BIOR1-85-302 dapat digunakan untuk pemetaan lebih lanjut terkait bobot 1000 butir.


(38)

4 PEMETAAN LANJUT SIFAT BOBOT 1000 BUTIR PADA KROMOSOM 12

Abstract

Increasing yield production become one of the main objectives of rice breeding program. There are two approaches to increase yield production i.e. Raising yield potential of rice or suppressing the limiting factor of rice production. 1000-grain weight is one of the important trait that determine potential yield of rice. The aim of this study is fine mapping of QTL linked 1000-grain weight on chromosome 12 to improve Ciherang cultivar. This study used the BC3F3 population that consisted of two lines namely BIOR1-85-193 and BIOR1-85-302. All lines and parental of the BC3F3 population were observed morphologically and genotyped. Observation was conducted on days to heading, plant height, flag leaf length, panicles per plant, panicle length, grains per panicle, 1000-grain weight, and yield per plant. Observation of genotype done using molecular markers RM28048, RM28064, RM28195, RM28305, RM1986 and RM28433. The results showed that there was QTL linked 1000-grain weight at position 53.6 cM - 54.2 cM from BIOR1-85-193 but still required the addition marker. On chromosome 12 at position 71.2 cM - 80.4 cM there was QTL regions linked 1000 grain weight from BIOR1-85-302 with high LOD value. In addition, there were three markers that can be used as a marker for yield potential rice breeding program related 1000-grain weight namely RM28305, RM1986 and RM28433.

Keywords: QTL, 1000-grain weight, LOD, BC3F3 population. Abstrak

Peningkatan produksi hasil menjadi salah satu tujuan utama program pemuliaan padi. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu meningkatkan potensi hasil padi atau menekan faktor penghambat produksi padi. Potensi hasil tersusun atas sifat komponen hasil yang kompleks salah satunya adalah bobot 1000 butir. Bobot 1000 butir merupakan salah satu karakter penting yang menentukan hasil padi. Tujuan dari penelitian ini adalah pemetaan lebih lanjut terkait QTL bobot 1000 butir pada kromosom 12 untuk memperbaiki kultivar Ciherang. Penelitian ini menggunakan populasi BC3F3 yang terdiri dari dua galur yaitu BIOR1-85-193 dan BIOR1-85-302. Semua galur dan tetua dalam populasi BC3F3 diamati morfologi dan genotipenya. Pengamatan dilakukan pada karakter umur berbunga, tinggi tanaman, panjang daun bendera, jumlah malai per tanaman, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, bobot 1000 butir, dan bobot total per rumpun. Pengamatan genotipe dilakukan dengan menggunakan penanda molekuler RM28048, RM28064, RM28195, RM28305, RM1986, dan RM28433. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat daerah QTL bobot 1000 butir di posisi 53.6 cM – 54.2 cM dari galur BIOR1-85-193 namun masih diperlukan adanya penambahan penanda. Pada kromosom 12 di posisi 71.2 cM – 80.4 cM diduga memiliki daerah QTL bobot 1000 butir pada populasi galur BIOR1-85-302 dengan nilai LOD tinggi. Selain itu juga terdapat 3 marka yang bisa dijadikan penanda untuk program pemuliaan padi potensi hasil terkait bobot 1000 butir yaitu RM28305, RM1986, dan RM28433.


(39)

4.1 Pendahuluan

Padi adalah salah satu tanaman serealia penting di dunia dan menjadi tanaman model monokotil untuk penelitian biologi molekuler (Yuan et al. 2014). Di Indonesia, padi merupakan tanaman pangan pokok yang hampir dikonsumsi oleh seluruh penduduk Indonesia. Konsumsi beras masyarakat Indonesia cukup tinggi karena setiap orang di Indonesia mengkonsumsi beras setiap tahun sebesar 139.5 kg (Christianto 2013). Oleh karena itu diperlukan adanya peningkatan produksi hasil kultivar unggul sebagai upaya dalam memenuhi permintaan beras yang semakin tinggi. Terdapat genetik dasar dari tiga komponen hasil biji pada padi yaitu bobot 1000 butir, jumlah gabah per malai, dan bobot gabah per rumpun (Li et al. 1997). Karakter yang termasuk dalam komponen hasil dilaporkan umumnya adalah karakter yang bersifat kuantitatif yaitu tinggi atau rendahnya ekspresinya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dalam karakter kuantitatif, terdapat banyak gen yang masing-masing berperan dengan efek yang rendah, namun terakumulasi sebagai efek aditif yang menjadi lebih besar daripada efek gen tunggal. Banyak sifat agronomi penting yang biasanya dikendalikan QTL. Selain itu, analisis QTL akan dapat menemukan gen-gen yang sulit ditemukan melalui identifikasi mutan (Ashikari dan Matsuoka 2006).

Evaluasi bobot biji sangat penting dilakukan pada tanaman serealia karena manusia cenderung lebih memilih biji dengan ukuran yang besar. Biji kecil memiliki cadangan makanan yang sedikit sehingga sering menghambat proses perkecambahan. Akan tetapi ukuran biji yang besar terkadang berasosiasi dengan sifat jumlah gabah per malai yang rendah (Li et al. 2004). Bobot biji juga berkorelasi dengan beberapa karakter seperti panjang biji, lebar biji, dan kepadatan biji. Selain itu, karakter bobot biji juga dikendalikan oleh banyak gen (poligenik) (Yoshida et al. 2002).

QTL adalah bagian dari daerah genom yang bertanggung jawab terhadap variasi sifat-sifat kuantitatif. Padi memiliki ukuran genom terkecil di antara tanaman serealia lainnya (sekitar 430 Mb) (Agrama et al. 2007). Analisis QTL diawali dengan pembentukan populasi yang akan mempermudah dalam proses analisis. Lebih dari 200 daerah QTL terkait bobot 1000 butir telah ditemukan pada 12 kromosom padi termasuk QTL utama (Zhou et al. 2013). Yuan et al. (2014) melaporkan adanya daerah QTL terkait bobot 1000 butir pada kromosom 6 (GW6) yang dikendalikan oleh gen dominan pada populasi BC4F2 menggunakan ZH11 sebagai tetua berulang. Penelitian ini bertujuan untuk pemetaan lebih lanjut QTL terkait bobot 1000 butir di kromosom 12 pada populasi BC3F3.

4.2 Bahan dan Metode 4.2.1 Lokasi dan Waktu

Percobaan 2 dilaksanakan di laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN), Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan dimulai pada bulan Januari 2016 sampai Juli 2016.

4.2.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah galur terpilih dari populasi BC3F2 turunan Ciherang х PTB B11143D yang masih memiliki introgresi segmen


(40)

kromosom 12 yang mengandung daerah QTL sifat komponen hasil tertentu. Galur terpilih dari populasi BC3F2 akan ditanam sebanyak 1200 tanaman dan membentuk populasi BC3F3. Galur-galur populasi BC3F3 akan diseleksi berdasarkan hasil pengamatan molekuler tahap 1. Kegiatan seleksi dilakukan sebelum tanaman memasuki fase generatif (± 28 hss) dan terdapat ± 300 tanaman terpilih. Individu-individu terpilih ini akan dilanjutkan pengamatan molekuler tahap 2 dan tahap 3 serta pengamatan morfologi.

4.2.3 Prosedur Penelitian

Pada percobaan 2 populasi BC3F3 diamati secara morfologi (phenotyping) dan secara molekuler (genotyping) sebagai dasar pemetaan halus daerah QTL komponen hasil tertentu. Prosedur penelitian pada percobaan 2 hampir sama dengan percobaan 1 namun pada percobaan 2 ini dilakukan seleksi awal sebelum tanaman memasuki fase generatif.

1. Pengamatan karakter agronomi (Phenotyping)

Pengamatan karakter agronomi yang dilakukan meliputi umur berbunga (UB), tinggi tanaman (TT), panjang daun bendera (PDB), jumlah malai per tanaman (JMP), panjang malai (PM), jumlah gabah isi per malai (JGI), bobot 1000 butir (BB), dan bobot total per rumpun (BT).

2. Pengamatan molekuler (Genotyping)

Pengamatan molekuler kromosom 12 untuk populasi BC3F3 menggunakan penanda-penanda SSR di daerah yang terindentifikasi QTL komponen hasil dari populasi BC3F2. Pengamatan molekuler tahap 1 akan dilakukan pada 1200 tanaman menggunakan 2 penanda pengapit segmen yang mengandung daerah QTL tertentu pada kromosom 12 (hasil percobaan 1). Hasil pengamatan molekuler tahap 1 ini digunakan sebagai dasar pemilihan 300 individu terpilih yang akan dilanjutkan sampai fase panen. Pengamatan molekuler tahap 2 akan dilakukan pada 300 tanaman terpilih menggunakan penanda-penanda SSR polimorfik di daerah segmen tersebut. Penanda-penanda SSR ini didapatkan dari hasil analisis SNP antara Ciherang dan B11143D yang telah dilakukan di IRRI pada tahun 2015. Pengamatan molekuler tahap 1 dan tahap 2 merupakan kegiatan seleksi foreground. Identifikasi yang dilanjutkan pada populasi BC3F3 untuk memperkecil daerah QTL yang ditemukan menggunakan penanda-penanda yang lebih spesifik. Pengamatan molekuler ini dilakukan dengan tahapan isolasi DNA, amplifikasi DNA, dan elektroforesis gel.

4.2.4 Analisis Data dan Kriteria Seleksi

Individu-individu terpilih akan dikelompokkan menjadi 3 grup, yaitu A, B, dan H untuk setiap penanda yang digunakan dalam kegiatan seleksi foreground. Analisis statistika dilakukan untuk membandingkan rata-rata fenotipe antara A vs B vs H, dan antara A vs B menggunakan perangkat lunak Statistical tool for agricultural research 2.1 (STAR). Dari analisis ini akan diketahui seberapa besar efek aditif untuk sifat komponen hasil tertentu populasi BC3F3 jika alel Ciherang (A) diganti dengan alel galur PTB (B) pada daerah setiap penanda SSR yang digunakan di kromosom 12. Pemetaan penanda-penanda SSR untuk seleksi foreground pada beberapa individu terpilih populasi BC3F3 didapatkan dari hasil


(1)

Lampiran 4. Penampilan benih padi pada tetua dan beberapa galur populasi BC3F3.

Keterangan:

Galur BIOR1-85-193-38 memiliki bobot 1000 butir terkecil sebesar 2.28 g; galur BIOR1-85-193-94 dan BIOR1-85-302-1133 memiliki bobot 1000 butir rata-rata yaitu 2.58 g; BIOR1-85-302-1167 memiliki bobot 1000 butir terbesar pada populasi BC3F3 yaitu 3.39 g. Rata-rata bobot 1000 butir tetua adalah Ciherang 24.70 g dan B11143D 30.40 g.


(2)

Lampiran 5. Peta genetik 300 individu padi terpilih populasi BC3F3 di kromosom 12.

Peta genetik individu no. 1 - 257


(3)

Peta genetik individu no. 514 - 699

Peta genetik individu no. 705 - 885


(4)

Keterangan: Individu no. 1 – 600 berasal dari galur BIOR1-85-193; individu no. 601 – 1200 berasal dari galur BIOR1-85-302.


(5)

Lampiran 6. Kegiatan seleksi tanaman padi di lapang pada populasi BC3F3.

Lampiran 7. Kegiatan pengamatan molekuler.

Lampiran 8. Kegiatan pengamatan fenotipe dan panen tanaman padi.

Lampiran 9. Populasi padi BC3F3 di rumah kaca. Isolasi DNA Amplifikasi DNA

DNA

Elektroforesis gel DNA

Pengukuran tinggi tanaman panen Penghitungan jumlah gabah


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lahat pada tanggal 13 Maret 1991 sebagai anak sulung dari pasangan Mulyanto dan Yuis Utami. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Penulis menyelesaikan program Sarjananya pada tahun 2013. Beasiswa pendidikan Sarjana diperoleh dari UGM melalui program PBUTM (Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu). Pada tahun 2014, Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister di Sekolah Pascasarjana IPB pada program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari DIKTI melalui program beasiswa freshgraduate.

Pada akhir tahun 2013, penulis bekerja sebagai asisten Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian UGM. Penulis juga pernah bekerja sebagai asisten peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB BIOGEN) selama 6 bulan pada awal tahun 2014.

Selama mengikuti program S-2, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi tingkat pascasarjana. Penulis menjadi anggota bidang Kerjasama dan Pengabdian Masyarakat (KPM) di Forum Pascasarjana (FORSCA) tingkat Departemen AGH pada tahun 2014-2015. Pada tahun 2015-2016, penulis dipercaya untuk menjadi Sekretaris Umum FORSCA AGH IPB. Penulis kembali dipercaya menjadi salah satu Dewan Penasehat FORSCA AGH IPB periode 2016-2017.