3.1   Pendahuluan
Padi  merupakan  tanaman  pangan  pokok  yang  dikonsumsi  lebih  dari setengah  populasi  dunia.  Dibutuhkan  peningkatan  produksi  padi  minimal  40
lebih  untuk  memenuhi  kebutuhan  pangan  pada  tahun  2030  Wang  et  al.  2014. Salah satu solusi yang dapat mengatasi permasalahan ini adalah perakitan varietas
unggul  melalui  peningkatan  potensi  hasil.  Persilangan  antar  kultivar-kultivar unggul  yang telah dirilis dan sumber material genetik baru terus dilakukan untuk
menjaga agar perbaikan hasil selalu terjaga. Padi Ciherang merupakan salah satu kultivar  unggul  Indonesia  dan  dibudidayakan  pada  lebih  dari  40  luas  area
produksi  di  Indonesia  sejak  tahun  2007.  Kultivar  unggul  lainnya  yang  mulai populer adalah Padi Tipe Baru PTB. B11143D merupakan salah satu galur padi
tipe  baru  dengan  beberapa  karakter  agronomi  seperti  umur  berbunga,  luas  daun bendera,  jumlah  gabah  per  malai,  dan  bobot  1000  butir  yang  lebih  baik
dibandingkan Ciherang Susilowati  et  al. 2014. Sebagai  sumber perbaikan sifat, padi  tipe  baru  diharapkan  dapat  menyumbang  sifat  komponen  hasil  yang  lebih
tinggi dibandingkan Ciherang. Oleh karena itu  galur-galur turunan dari Ciherang dan  padi  tipe  baru  melalui  silang  balik  diharapkan  memiliki  potensi  hasil  yang
lebih  tinggi  dari  kedua  padi  unggul  ini  sehingga  terjadi  perbaikan  sifat  kultivar unggul.
Populasi  galur  introgresi  merupakan  salah  satu  cara  untuk  memperoleh galur-galur  tersebut.  Populasi  galur  introgresi  adalah  populasi  yang  terdiri  dari
galur-galur  yang  masing-masing  membawa  segmen  kromosom  tertentu  dengan latar belakang genetik yang sama. Populasi galur introgresi sangat penting dalam
mempelajari  fungsi  genetik  dari  segmen-segmen  kromosom  yang  tersubtitusi untuk  kegiatan  pemetaan  gen.  Ebitani  et  al.  2005  menyatakan  bahwa  populasi
galur  introgresi  dapat  digunakan  dalam  analisis  genetik  untuk  mengasosiasikan Quantitative  Trait  Loci  QTL  dengan  daerah  kromosom  tertentu  dan  dengan
cepat  mengembangkan  daerah  sasaran  yang  mengandung  QTL.  Ada  banyak penanda  yang  bisa  digunakan  untuk  mengidentifikasi  daerah  QTL  salah  satunya
adalah penanda Simple Sequence Repeats SSR. Tersedianya peta pautan genetik yang  sangat  padat  terutama  berisi  penanda  SSR  dapat  mempermudah  pencarian
penanda  yang  terpaut  dengan  suatu  karakter  sehingga  mempermudah  dalam identifikasi QTL target.
Hasil  gabah  merupakan  sifat  yang  kompleks  dan  ditentukan  oleh  tiga komponen utama yaitu jumlah malai, jumlah gabah per malai, dan bobot biji atau
ukuran biji. Ketiga komponen utama ini dikendalikan oleh banyak gen Xing dan Zhang  2010.  Setidaknya  terdapat  18  QTL  terkait  jumlah  malai  pada  padi  yang
berhasil  diidentifikasi  dari  9  kromosom  padi  Liu  et  al.  2008.  Selain  itu,  empat QTL utama terkait jumlah gabah per malai  pada kromosom  1, 4, 6, dan  7 sudah
berhasil  di  klon  atau  dipetakan  lebih  lanjut  Liu  et  al.  2008;  Fujita  et  al.  2013; Balkunde et al. 2013; Kim et al. 2014. Enam belas QTL terkait bobot gabah yang
tersebar pada kromosom 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 11 juga sudah berhasil di klon atau dipetakan lebih lanjut Huang et al. 2012.
Hasil penelitian sebelumnya  menduga adanya daerah QTL komponen  hasil di  kromosom  12  berdasarkan  hasil  whole  genome  survey  pada  populasi  BC
1
F
1
turunan dari persilangan Ciherang dan B11143D Widyawan, 2014. Berdasarkan penelitian  ini  dilakukan
MAS marker  assisted  selection  dengan  seleksi
foreground kromosom 12 dan seleksi background kromosom 1-11. Kegiatan MAS ini diperoleh 1 galur BC
3
F
1
yang heterozigot pada keseluruhan bagian kromosom 12,  sedangkan  sebagaian  besar  wilayah  di  kromosom  1-11  sudah  homozigot
Ciherang  Rahmah  2015.  Selanjutnya  pada  penelitian  ini  akan  dilakukan pemetaan  untuk  mengidentifikasi  QTL  lebih  lanjut  terkait  komponen  hasil  pada
galur-galur  yang  terintrogresi  segmen  kromosom  PTB  di  kromosom  12  populasi galur introgresi berbasis Ciherang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
daerah QTL terkait karakter komponen hasil padi pada kromosom 12.
3.2   Bahan dan Metode 3.2.1  Lokasi dan Waktu
Penelitian  ini  dilaksanakan  di  laboratorium  Biologi  Molekuler  dan  Rumah Kaca  Balai  Besar  Penelitian  dan  Pengembangan  Bioteknologi  dan  Sumberdaya
Genetik Pertanian BB BIOGEN, Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Desember 2015.
3.2.2  Bahan dan Alat
Gambar 2. Peta genetik galur terpilih yang memiliki introgresi kromosom 12 dari PTB  sebagai  donor  dengan  Ciherang  sebagai  background  genetics
Rahmah 2015.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah galur terpilih dari populasi BC
3
F
1
turunan  Ciherang  х  PTB  B11143D  yang  memiliki  introgresi  segmen kromosom  12  dari  tetua  donor  B11143D  Gambar  2.  Galur  ini  didapatkan  dari
hasil  seleksi  foreground  dan  seleksi  background  pada  populasi  BC
3
F
1
.  Ciherang sebagai  tetua  berulang  dan  B11143D  sebagai  tetua  donor.  Galur  terpilih  dari
populasi  BC
3
F
1
akan  ditanam  sebanyak  200  tanaman  dan  membentuk  populasi BC
3
F
2
. Galur-galur populasi BC
3
F
2
akan dievaluasi dan diidentifikasi QTL tahap awal pemetaan terarah terkait komponen hasil. Alat-alat  yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari ember, cangkul, meteran, dan  grain counter, sedangkan alat-alat  untuk  pengamatan  molekuler  adalah  penanda  SSR  polimorfik,  mesin
thermal  cycle,  elektroforesis  gel  poliakrilamida  PAGE,  dan  Chemidoc  Gel System.
3.2.3  Prosedur Penelitian
Pada  penelitian ini populasi BC
3
F
2
diamati secara morfologi  phenotyping dan  secara  molekuler  genotyping  sebagai  dasar  penentuan  daerah  QTL
komponen hasil. 1.
Pengamatan karakter agronomi Phenotyping
Pengamatan  karakter  agronomi  yang  dilakukan  meliputi  umur  berbunga UB,  tinggi  tanaman  TT,  panjang  daun  bendera  PDB,  jumlah  malai  per
tanaman JMP, panjang malai PM, jumlah  gabah isi per malai  JGI,  bobot 1000 butir BB, dan bobot total per rumpun BT. Jumlah malai, jumlah gabah
per  malai,  dan  bobot  gabah  merupakan  tiga  komponen  hasil  utama  yang menentukan produksi hasil padi.
2. Pengamatan molekuler Genotyping
Pengamatan  molekuler  populasi  BC
3
F
2
pada  kromosom  12  digunakan sebagai  dasar  untuk  identifikasi  daerah  QTL  komponen  hasil  menggunakan
penanda  SSR  polimorfik  di  kromosom  12  yaitu  RM3472,  RM28048, RM28195, dan RM1986. Pengamatan molekuler yang dilakukan pada wilayah
heterozigot  untuk  membersihkan  daerah  di  luar  target  menggunakan  penanda SSR  polimorfik  pada  kromosom  2  RM233,  RM279,  RM5897,  kromosom  4
RM335,  RM1359,  kromosom  5  RMw513,  kromosom  7  RM500, kromosom  8  RM25,  RM72,  RM404,  RM1235,  RM223,  kromosom  9
RM24175,  kromosom  10  RM5348,  dan  kromosom  11  RM332,  RM202, RM254,  RM5926,  RM1812.  Pengamatan  molekuler  ini  dilakukan  dengan
tahapan isolasi DNA, amplifikasi DNA, dan elektroforesis gel. a.
Isolasi DNA
Isolasi  DNA  padi  menurut  Murray  dan  Thompson  1980  yang termodifikasi  adalah  daun  muda  padi  ±  15  cm  dipotong  dan  dimasukkan
kedalam tabung mikro 1,5 mL yang sudah diberi label. Tabung mikro yang berisi  sampel  daun  direndam  dalam  nitrogen  cair,  kemudian  sampel  daun
digerus  menggunakan  pelor  dan  tissue  lyzer  hingga  menjadi  serbuk. Selanjutnya  tambahkan  665  µL  buffer  ekstraksi  yang  terdiri  dari  60  mL
NaCl 5M, 50 mL Tris 1M pH 8, dan 50 mL EDTA 0,5 M dan 35 µL SDS 20.  Dilakukan  vortex  setiap  penambahan  larutan.  Selanjutnya  diinkubasi
pada suhu 65°C selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 90 µL CTAB dan diinkubasi  lagi  pada  suhu  65°C  selama  10  menit.  Setelah  itu,  ditambahkan
900  µL  Chloroform  dan  dilakukan  sentrifugasi  dengam  kecepatan  12000 rpm  selama  5  menit.  Cairan  bening  yang  berada  diatas,  dipindahkan  ke
tabung  mikro  2  mL  dan  ditambahkan  600  µL  isopropanol  dingin.  Lalu didiamkan selama 20 menit pada suhu -20°C dan disentrifugasi lagi dengan
kecepatan  yang  sama  selama  5  menit  serta  cairan  diambil  dengan  pipet mikro  sehingga  cairan  tidak  ada  sama  sekali  di  dalam  tabung  mikro.  Pelet
yang  diperoleh  dicuci  dua  kali  dengan  500  µL  ethanol  70.  Pengeringan dapat dilakukan dengan suhu kamar selama 18 jam. Pelet yang telah kering
dilarutkan  kedalam  30µL  buffer  TE  1  kali  dan  ditambahkan  2  µL  RNAse. lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Simpan DNA pada suhu -
20°C selama 1 jam. Pengenceran DNA dilakukan dengan penambahan 170 µL ddH
2
O.
b. Amplifikasi DNA
Komponen  PCR  yang  digunakan  per  reaksi  volume  10  µL  untuk  analisis SSR adalah 2 µL DNA; 0,12 µL Taq-polymerase; 1 µL 5 mM primer SSR;
0,2  µL  10  mM  dNTPs;  1µL  10
Buffer  PCR;  dan  5,68  µL  ddH
2
O. Amplifikasi  fragmen  DNA  dilakukan  dengan  reaksi  berantai  polimerase
PCR  yang  bertujuan  untuk  menggandakan  sekuen  DNA  berdasarkan primer  yang  digunakan.  Profil  PCR  yang  digunakan  adalah  pre-denaturasi
94°C selama 5 menit, denaturasi 94°C selama 30 detik, penempelan primer 65°C  selama  30  detik,  pemanjangan  primer  72°C  selama  30  detik.  Proses
tersebut diulang sebanyak 30 siklus.
c. Elektroforesis gel
Hasil amplifikasi kemudian dielektroforesis menggunakan elektroforesis gel poliakrilamida  PAGE  yang  terbuat  dari  500  mL  akrilamid  8,  500  µL
APS  10,  dan  50  µL  Temed  yang  dituangkan  ke  kaca.  Ketebalan  gel  ini antara 0,75
–1,5 mm. PAGE dimasukkan kedalam tangki elektroforesis yang berisi  lartan  penyangga  TBE  1  kali  pH  8.  Sebanyak  10  µL  produk  PCR
ditambahkan  dengan  3  µL  loading  dye  dan  dicampur  sempurna,  kemudian dimasukkan 2 µL campuran ke dalam sumur gel. Disertakan 2 µL penanda
ukuran untuk  melihat ukuran DNA. Tahap selanjutnya sampel DNA dialiri arus listrik dengan tegangan 80 volt selama 90-100 menit.
d. Dokumentasi hasil elektroforesis gel
PAGE  diwarnai  dengan  larutan  etidium  bromida  20  mgL  selama  10 menit.  Selanjutnya  dihilangkan  pewarnaanya  dengan  air  selama  10  menit.
Gel  pita-pita  DNA  selanjutnya  di  foto  dengan  chemidoc  gel  system.  Hasil visualisasi  ini  kemudian  diskoring  dengan  A  merupakan  pita  yang  sama
dengan pita Ciherang, B merupakan pita  yang sama dengan B11143D, dan H heterozigot merupakan pita yang sama dengan Ciherang dan B11143D.
Gambar  3.  Contoh  skoring  pengamatan  molekuler  menggunakan  penanda  SSR padi.
3.2.4  Analisis Data dan Kriteria Seleksi
Evaluasi  fenotipe  dilakukan  pada  setiap  karakter  agronomi  populasi  BC
3
F
2
dan tetua menggunakan perangkat lunak Statistical tool for agricultural research 2.1 STAR. Analisis korelasi juga dilakukan terhadap karakter-karakter agronomi
yang  bertujuan  untuk  mendapatkan  informasi  adatidaknya  hubungan  dan  arah hubungan  positifnegatif  dari  karakter  agronomi  terhadap  hasil  dan  atau
C ihe
rang B
1114 3D
M H     H     H     H     A     B     H    H      A     A    H