Analisis Data dan Kriteria Seleksi
Bobot total B11143D didukung oleh jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 butir yang tinggi, sedangkan bobot total Ciherang didukung oleh jumlah
malai yang banyak. Pada populasi BC
3
F
2
, bobot gabah per rumpun berkisar antara 15.91 g dan 47.95 g per rumpun. Rerata bobot gabah per rumpun dari populasi
BC
3
F
2
lebih besar daripada bobot gabah per rumpun kedua tetua. Besarnya nilai bobot gabah per rumpun pada populasi BC
3
F
2
didukung oleh tiga komponen utama padi yaitu jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per malai, dan bobot
1000 butir. Populasi ini memiliki rerata jumlah malai per rumpun yang lebih banyak dibandingkan dengan B11143D. Selain itu populasi BC
3
F
2
memiliki rerata jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 butir yang lebih besar dibandingkan
dengan Ciherang.
Gambar 4. Perbandingan tanaman padi individu BC
3
F
2
dengan kedua tetua.
Beberapa individu pada populasi BC
3
F
2
memiliki sifat lainnya seperti tinggi tanaman, jumlah malai per rumpun, panjang malai, dan persentase gabah isi yang
lebih kecil atau lebih besar dari kedua tetua. Sifat yang lain misalnya panjang daun bendera, jumlah gabah isi per malai, dan bobot 1000 butir menunjukkan
adanya beberapa individu yang memiliki nilai lebih kecil dari kedua tetua. Perlu adanya pengujian lebih lanjut terhadap individu-individu ini terkait segregasi
transgresif. Segregasi transgresif adalah segregasi gen pada sifat-sifat kuantitatif dari zuriat hasil persilangan dua tetua yang memiliki jangkauan sebaran yang
melampaui jangkauan sebaran kedua tetuanya atau yang memiliki nilai ekstrim dari tetuanya Poehlman dan Sleper 1996; Rieseberg et al. 2003. Segregasi
transgresif dapat mengindikasikan bahwa kedua tetua menyumbang alel yang berharga untuk sifat-sifat tertentu. Selain itu juga B11143D meskipun memiliki
fenotipe yang superior untuk sifat-sifat tertentu, namun alel negatif yang tersembunyi muncul pada populasi BC
3
F
2
dengan 85 genom sudah kembali ke tetua berulang yaitu Ciherang. Penemuan adanya segregasi transgresif juga
mendukung gagasan bahwa fenotipe dari tanaman hanya dapat memprediksi secara sederhana potensi genetiknya. Oleh karena itu, paradigma pemuliaan
tanaman perlu bergeser dari menyeleksi tanaman berdasarkan fenotipe ke evaluasi keberadaan segmen kromosom yang mengandung gen tersembunyi terkait sifat
tertentu Tanksley dan McCouch 1997. Identifikasi daerah kromosom yang berasosiasi dengan sifat-sifat penting dapat dilakukan dengan mengevaluasi
BC
3
F
2
B11143D Ciherang
penanda DNA pada populasi bersegregasi yang akan memfasilitasi pemuliaan berbasis lokus suatu sifat tanaman.
Gambar 5. Penampilan benih padi pada tetua dan beberapa galur BC
3
F
2
.
Ukuran biji menjadi salah satu karakter yang menentukan bobot gabah yang dihasilkan. Individu no. 138 dari populasi BC
3
F
2
memiliki ukuran biji di antara Ciherang dan B11143D sehingga individu ini memiliki bobot 1000 butir yang
sama dengan rerata bobot 1000 butir populasi BC
3
F
2
sekitar 23.85 gram. Individu no. 177 dari populasi BC
3
F
2
memiliki bentuk biji yang sama dengan Ciherang yaitu ramping memanjang, sedangkan ukuran biji lebih kecil daripada Ciherang
Gambar 5. Individu ini merupakan individu dengan bobot 1000 butir terkecil pada populasi BC
3
F
2
yaitu sebesar 18.90 gram. Individu no. 297 dari populasi BC
3
F
2
memiliki bentuk biji bulat memanjang dan ukuran biji yang hampir sama dengan B11143D. Individu ini merupakan individu dengan bobot 1000 butir
terbesar pada populasi BC
3
F
2
yaitu 25.80 gram. Jumlah malai per rumpun berkorelasi positif kuat dengan umur berbunga.
Semakin lama umur berbunga maka semakin banyak pula jumlah malai per rumpun. Umur berbunga yang lama mengindikasikan bahwa fase vegetatif yang
dilalui oleh tanaman itu lebih lama sehingga proses pembentukan anakan yang berpotensi dalam pembentukan malai menjadi optimal pada fase generatif. Jumlah
gabah isi per malai berkorelasi positif kuat dengan panjang daun bendera dan panjang malai. Sifat ini juga berkorelasi positif sedang dengan tinggi tanaman.
Bobot 1000 butir berkorelasi positif nyata dengan panjang daun bendera, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, dan persentase gabah isi per malai.
Daun bendera menjadi sumber source asimilat utama bagi pengisian biji. Ketersediaan sumber asimilat yang cukup membantu proses pengisian biji
sehingga bobot biji yang dihasilkan menjadi maksimal. Malai yang panjang lebih memberi ruang antar biji sehingga proses pengisian biji menjadi tidak terhambat.
Jumlah gabah isi per malai dan persentase gabah isi per malai juga memiliki korelasi yang kuat dengan bobot 1000 butir namun tidak sebesar korelasi yang
terjadi antara bobot 1000 butir dengan panjang daun bendera dan panjang malai. Tidak ada korelasi nyata antara bobot 1000 butir dengan tiga sifat lainnya yaitu
umur berbunga, tinggi tanaman, dan jumlah malai per rumpun.
Ciherang
B11143D BC
3
F
2
-177
BC
3
F
2
-138
BC
3
F
2
-297