Analisa Unjuk Kerja Sistem Monitoring Parameter Lingkungan Mikro Menggunakan Field Server pada Budidaya Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Secara Hidroponik di Daerah Tropis

(1)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki potensi yang besar sekali dalam pengembangan pertanian. Sumber daya alam yang berlimpah serta kondisi iklim Indonesia yang menunjang menjadikan negara ini memiliki peluang yang besar bagi kemajuan agroindustri. Dalam memproduksi berbagai produk pertanian, Indonesia masih harus dapat bersaing dengan negara-negara lain yang juga menitikberatkan perekonomiannya di bidang agroindustri. Oleh karena itu, komoditi pertanian Indonesia haruslah memiliki kualitas yang baik serta produktivitas yang tinggi sehingga mampu mengungguli produk-produk pertanian negara pesaing. Untuk mewujudkan hal itu, maka diperlukan penerapan precision agriculture dalam proses produksi berbagai komoditi tersebut.

Precision agriculture merupakan suatu usaha pertanian dengan pendekatan dan teknologi yang memungkinkan perlakuan yang teliti (precise treatment) terhadap rantai agribisnis. Adapun penerapannya dalam bioproses yaitu dengan cara mengkondisikan lingkungan sistem produksi agar tercipta atmosfer yang menunjang sehingga produk pertanian yang dihasilkan memiliki kualitas dan produktivitas yang tinggi serta hasil yang lebih seragam. Salah satu metode pencapaiannya yaitu dengan cara bercocok tanam secara hidroponik dan menggunakan greenhouse sebagai tempat budidaya tanaman produksi, terutama untuk komoditi yang bernilai tinggi disertai penerapan aplikasi teknologi yang dapat menekan biaya produksi.

Greenhouse merupakan suatu bangunan yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari pengaruh keadaan lingkungan yang kurang baik, seperti tiupan angin kencang, radiasi matahari yang terlalu panas bagi tanaman, terpaan hujan, serta melindungi tanaman dari serangga dan penyakit. Berbagai faktor lingkungan tersebut dapat berpengaruh pada tanaman, seperti angin kencang ataupun intensitas hujan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman sehingga pertumbuhan tanaman dapat terganggu. Dengan menggunakan greenhouse sebagai tempat pembudidayaan tanaman,


(2)

maka lingkungan tanaman dapat dikondisikan agar sesuai dengan kebutuhan dimana tanaman dapat tumbuh dengan baik. Dalam mengkondisikan lingkungan tersebut maka diperlukan pemantauan terhadap parameter-parameter lingkungan yang berinteraksi langsung pada tanaman.

Permasalahan yang dihadapi dalam pemantauan lingkungan tersebut adalah perlunya monitoring yang dilakukan secara berkelanjutan selama masa budidaya tanaman. Hal ini tentu sulit dilakukan oleh petugas ataupun orang yang berkepentingan dengan greenhouse untuk terus menerus memantau keadaan lingkungan di dalam greenhouse selama 24 jam. Dengan demikian, diperlukan sistem monitoring parameter lingkungan mikro yang menunjang sehingga mempermudah dalam pemantauan tersebut serta memungkinkan untuk diterapkannya sistem kontrol lingkungan yang dapat memberikan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman.

Perkembangan yang sangat cepat dalam bidang teknologi mikro elektronik memberi kemudahan bagi berbagai aktivitas dalam kehidupan manusia. Hal ini tentu juga memberi kemudahan terhadap bidang pertanian dalam mengintegrasikan teknologi elektronik pada proses-proses pertanian.

Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam pemantauan parameter lingkungan mikro tanaman yaitu field server (FS). Field server

merupakan alat untuk memonitor parameter lingkungan secara otomatis yang terdiri dari komponen utama antara lain Web-Server, ADC (Analog to Digital Converter), DAC (Digital to Analog Converter), wireless LAN module dan multi-sensor yang terdiri dari sensor suhu udara, Relative Humidity (RH), radiasi surya dan CCD camera. Field server biasa digunakan dalam observasi lahan, monitoring parameter lingkungan, tanaman ataupun hewan.

Dengan penggunaan Field server ini, parameter lingkungan mikro tanaman di dalam greenhouse akan dapat termonitor secara on-line dan dapat diakses kapanpun dan dimanapun melalui jaringan internet sehingga kondisi tanaman akan selalu terpantau.


(3)

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Merancang sistem monitoring parameter lingkungan mikro pada budidaya tanaman tomat secara hidroponik di dalam greenhouse dengan menggunakan Field Server (FS).

2. Menguji, mengimplementasikan, dan menganalisa unjuk kerja sistem monitoring pada pemantauan tanaman tomat selama masa budidaya.


(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. HIDROPONIK

Menurut Lingga (1985), hidroponik atau istilah asingnya hydroponics, berasal dari bahasa latin. Kata hydro yang artinya air dan ponics berarti pengerjaan. Sehingga definisi hidroponik adalah pengerjaan atau pengelolaan air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan juga sebagai tempat akar tanaman mengambil unsur hara yang diperlukan, dimana budidaya tanaman dilakukan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Umumnya media tanam yang digunakan bersifat porous, seperti pasir, arang sekam, batu apung, kerikil, rockwool dan lain-lain.

Prinsip dasar budidaya tanaman secara hidroponik adalah suatu upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman sehingga ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan. Rekayasa faktor lingkungan yang paling menonjol pada hidroponik adalah dalam hal penyediaan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh akar tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan normal (Astuti, 2003).

Lingga (1985) menyatakan bahwa bercocok tanam secara hidroponik memberikan banyak keuntungan, diantaranya produktivitas tanaman lebih tinggi, kebersihan tanaman lebih terjamin sehingga terbebas dari hama dan penyakit, tanaman dapat tumbuh lebih cepat, penggunaan air dan nutrisi lebih efektif dan efisien, produksi hasil yang kontinyu, pengerjaan tanaman lebih mudah, kualitas tanaman lebih sempurna, tanaman dapat ditanam diluar musimnya, dapat tumbuh di tempat yang semestinya tidak cocok bagi tanaman, tidak ada resiko terkena banjir, erosi dan kekeringan serta penggunaan ruang lebih efisien sehingga keterbatasan ruang teratasi.

Untuk memenuhi kebutuhan sinar matahari dan kelembaban udara yang diperlukan oleh tanaman selama masa pertumbuhannya, perlu dibangun


(5)

Berdasarkan penggunaan larutan nutrisinya, hidroponik digolongkan menjadi dua, yaitu hidroponik sistem terbuka dan hidroponik sistem tertutup. Pada hidroponik sistem terbuka, larutan nutrisi dialirkan ke daerah perakaran tanaman dan kelebihannya dibiarkan hilang. Sedangkan hidroponik sistem tertutup, kelebihan larutan nutrisi yang diberikan, ditampung dan disirkulasikan kembali ke daerah perakaran tanaman (Chadirin, 2007) dalam

(Murniati, 2008).

Saat ini dikenal 8 macam teknik hidroponik modern, yaitu Nutrient Film Technique (NFT), Static Aerated Technique (SAT), Ebb and Flow Technique (EFT), Deep Flow Technique (DFT), Aerated Flow Technique (AFT), Drip Irrigation Technique (DIT), Root Mist Technique (RMT) dan

Frog Feed Technique (FFT).

Hidroponik dengan Drip Irrigation Technique dikategorikan sebagai hidroponik sistem terbuka. Pada sistem Drip Irrigation Technique atau irigasi tetes biasanya digunakan media tanam sebagai tempat tumbuh dan penyangga akar tanaman, kemudian larutan nutrisi diberikan dengan meneteskannya pada daerah perakaran tanaman. Media tanam harus memenuhi persyaratan, antara lain dapat menyerap dan menghantarkan air dengan mudah, tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna, tidak mudah lapuk atau busuk.

B. IRIGASI TETES

Irigasi adalah suatu usaha manusia untuk menambah kekurangan air dari pasokan hujan untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Peranan irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya bersandar pada produktifitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidak-pastian hujan dan kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman, serta hasil dan kualitas tanaman yang lebih baik.

Menurut Schwab et.al. (1981), metoda penggunaan air irigasi untuk tanaman dapat digolongkan ke dalam irigasi permukaan (surface irrigation),


(6)

irigasi bawah-permukaan tanah (sub-surface irrigation), irigasi curah

(sprinkler), dan irigasi tetes (drip atau trickle irrigation). Pemilihan metoda irigasi tersebut tergantung pada air yang tersedia, iklim, tanah, topografi, kebiasaan, dan jenis dan nilai ekonomi tanaman.

Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an.

Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran tanaman. Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari).

Gambar 1. Profil Tanah Terbasahkan

Irigasi tetes memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode irigasi lainnya, diantaranya meningkatkan nilai guna air, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil, meningkatkan efisiensi dan efektifitas


(7)

Namun ada beberapa kelemahan dalam irigasi tetes, yaitu penyumbatan pada penetes yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia, dan biologi yang dapat mengurangi efisiensi kinerja sistem. Selain itu dapat terjadi penumpukan garam pada daerah yang tidak terbasahi dan pemberian air yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman akibat kurang dikontrol dengan baik dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa pembagi, pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

1. Unit utama (head unit)

Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama dan komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup). 2. Pipa utama (main line)

Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchlorida (PVC),

galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7.5–25 cm. Pipa utama dapat dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah.

3. Pipa pembagi (sub-main, manifold)

Pipa pembagi dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80-100 μm), katup selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan berdiameter antara 50 – 75 mm.

4. Pipa Lateral

Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi, umumnya dari pipa polyethylene (PE), berdiameter 8 – 20 mm dan dilengkapi dengan katup pembuang.

5. Alat aplikasi (applicator, emission device)

Alat aplikasi terdiri dari penetes (emitter), pipa kecil (small tube, bubbler) dan penyemprot kecil (micro sprinkler) yang dipasang pada pipa lateral. Alat aplikasi terbuat dari berbagai bahan seperti PVC, PE, keramik, kuningan dan sebagainya.


(8)

Gambar 2. Komponen Irigasi Tetes

C. GREENHOUSE

Nelson (1978) mendefinisikan greenhouse sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya. Sehingga cahaya dapat masuk dan tanaman terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan antara lain curah hujan yang deras, tiupan angin yang kencang, keadaan suhu yang terlalu rendah/tinggi, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dengan menggunkan greenhouse, suhu, kelembaban, cahaya, dan keperluan lain dari tanaman dapat diatur, sehingga tanaman dapat tetap menghasilkan di luar musimnya.

Greenhouse pada mulanya berkembang di negara-negara subtropis dan daerah-daerah yang beriklim dingin. Awal mula greenhouse ini karena dibutuhkannya suatu alternatif untuk bercocok tanam yang tidak terganggu oleh iklim, terutama pada saat musim dingin yang tidak memungkinkan dalam melakukan kegiatan bercocok tanam.


(9)

parameter iklim disekitarnya dan menciptakan iklim mikro di dalamnya yang berbeda dengan parameter iklim di sekitar greenhouse. Hal ini disebut sebagai peristiwa greenhouse effect atau efek rumah kaca. Menurut Bot (1983) dalam

Suhardiyanto (2009), greenhouse effect disebabkan oleh dua hal yaitu :

1. Pergerakan udara di dalam greenhouse yang relatif sangat sedikit atau cenderung stagnan. Karena struktur greenhouse yang tertutup dan laju pertukaran udara di dalam greenhouse dengan lingkungan luar sangat kecil. Hal ini menyebabkan suhu udara di dalam greenhouse cenderung lebih tinggi daripada di luar.

2. Radiasi matahari gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse

melalui atap diubah menjadi radiasi gelombang panjang. Radiasi gelombang panjang ini tidak dapat keluar dari greenhouse dan terperangkap di dalamnya. Hal ini menimbulkan greenhouse effect yang menyebabkan meningkatnya suhu udara di dalam greenhouse.

Menurut Boutet dan Terry (1987) dalam Suhardiyanto (2009), radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse diubah menjadi gelombang panjang karena melewati bahan penutup, yaitu atap dan dinding serta dipantulkan oleh lantai maupun bagian konstruksi greenhouse. radiasi gelombang panjang yang terperangkap di dalam greenhouse menyebabkan naiknya suhu udara di dalam greenhouse.


(10)

Pada awalnya kegunaan greenhouse hanya sebagai tempat bercocok tanam pada musim dingin. Namun penggunaan greenhouse berkembang pula pada daerah-daerah tropis. Greenhouse pada daerah-daerah tropis lebih berfungsi sebagai tempat budidaya tanaman dan melindungi tanaman dari pengaruh keadaan lingkungan yang kurang baik, seperti tiupan angin kencang, radiasi matahari yang terlalu panas bagi tanaman, terpaan hujan, serta melindungi tanaman dari serangga dan penyakit.

Disamping itu, penggunaan greenhouse pada daerah tropis juga bertujuan untuk mempermudah dalam pengendalian parameter-parameter lingkungan yang mempengaruhi tanaman, sehingga kondisi lingkungan mikro tanaman dapat diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian, penggunaan greenhouse pada daerah tropis akan mampu meningkatkan mutu dan produktifitas tanaman.

D. LINGKUNGAN MIKRO TANAMAN

Lingkungan mikro tanaman dalam greenhouse meliputi suhu udara, kelembaban, cahaya matahari, aliran udara (angin), serta media tanam sebagai tempat tanaman memperoleh air dan nutrisi untuk tumbuh. Kondisi lingkungan mikro tanaman sangat berpengaruh dan menjadi faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman selama masa budidaya.

Pada budidaya yang dilakukan dalam greenhouse, kondisi dari parameter-parameter tersebut dapat di kendalikan guna memperoleh kondisi yang optimum serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman sehingga tanaman yang dibudidaya dapat memberikan hasil yang baik.

1. Radiasi Matahari

Cahaya matahari memegang peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Proses fotosintesis yang merupakan proses utama yang terjadi pada tanaman tidak akan dapat berlangsung tanpa adanya energi yang diperoleh dari cahaya, dalam hal ini yaitu cahaya matahari.


(11)

yang diperoleh tanaman akan digunakan sebagai sumber energi bagi reaksi fotosintesis yang merubah CO2 dan air (H2O) menjadi O2 dan karbohidrat

(C6H12O6). Hasil fotosintesis ini kemudian digunakan tanaman untuk

proses pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman.

Bagian spektrum PAR (Photosynthetically Active Radiation) yang paling potensial dalam fotosintesis adalah spektrum biru (0.41 nm – 0.51 nm). Penurunan intensitas cahaya, khususnya spektrum biru menyebabkan penurunan kadar ATP dan NADPH2, sehingga laju fotosintesis akan

berkurang. Peningkatan intensitas cahaya dapat meningkatkan kecepatan fotosintesis. Salah satu komponen yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah titik kompensasi cahaya. Pada saat tanaman ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai intensitas cahaya sebanding atau lebih rendah daripada titik kompensasi cahaya, pertumbuhan akan terhenti dan tanaman akan mati dalam periode waktu yang pendek (Briggs and Calvin, 1987) dalam (Rinaldi, 2006).

2. Suhu Udara

Menurut Handoko (1995), panas merupakan suatu bentuk energi yang dikandung oleh suatu benda. Sedangkan suhu mencerminkan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul.

Suhu merupakan ukuran panas dan dingin dari suatu benda. Suhu udara sangat berpengaruh bagi proses-proses yang terjadi pada tanaman seperti proses fotosintesis, transpirasi dan respirasi. Suhu udara yang optimum sangat diperlukan bagi tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Tanaman memerlukan suhu udara optimum yang berbeda-beda (Tiwari dan Goyal, 1998) dalam (Rinaldi, 2006).

Menurut Hanan et al. (1978), garis lintang merupakan faktor utama yang mempengaruhi suhu greenhouse. Faktor lain adalah ketinggian matahari, kondisi topografi yang mempengaruhi pergerakan angin dan panjang hari. Suhu lingkungan berpengaruh terhadap proses fisik dan kimiawi tanaman dan selanjutnya mengendalikan proses biologi dalam tanaman.


(12)

Setiap tanaman memiliki kebutuhan suhu optimum yang berbeda-beda. Tabel 1 dibawah memperlihatkan kisaran suhu yang sesuai bagi beberapa macam tanaman.

Tabel 1. Kisaran Suhu yang Sesuai Bagi Tanaman

Jenis Kisaran Suhu

Biji benih Setek tanaman Tanaman sukulen Jenis paku-pakuan Kaktus liar

Berbagai jenis palm

18 – 32 18 – 24 15 – 21 15 – 21 15 – 21 15 – 21

Sumber : Rinaldi (2006)

3. Kelembaban Udara

Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif), maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volum. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dengan tekanan uap aktual (Handoko, 1995).

Jumlah uap air dalam udara diukur pada skala kelembaban relatif (Relative Humidity) dengan satuan % (persen). Nilai kelembaban relatif sebesar 0 % menunjukkan bahwa udara benar-benar kering, sedangkan apabila kelembaban relatif mencapai 100 % berarti udara memilki uap air jenuh.


(13)

rendah. Apabila kelembaban udara terlalu rendah daun-daun akan layu dan terlihat tanda-tanda mengering pada ujung daun tanaman, tunas-tunas berguguran dan bunga cepat layu. Sedangkan kelembaban udara yang terlalu tinggi akan menyebabkan pembusukan pada bagian-bagian tertentu yang akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, kondisi kelembaban yang optimal sangat dibutuhkan tanaman agar dapat tumbuh dengan baik.

4. Kecepatan Angin

Menurut Handoko (1995), dalam bentuk yang sederhana, angin dapat dibatasi sebagai gerakan horizontal udara relatif terhadap permukaan bumi. Batasan ini berasumsi bahwa seluruh gerakan udara secara vertikal kecepatannya dapat diabaikan karena relatif rendah (kurang dari 1 m/s) akibat diredam oleh gaya grafitasi bumi. Sedangkan arah angin dibatasi sebagai arah asal angin tersebut berhembus atau lawan arah dari gerakan udara. Jika ditinjau secara mikro, angin penting artinya dalam proses pertukaran udara khususnya oksigen dan karbondioksida dari dan ke lingkungan.

Angin terjadi karena adanya gaya-gaya yang timbul akibat dari perbedaan tekanan udara. Perbedaan tekanan udara ini disebabkan oleh perbedaan suhu. Udara dengan suhu tinggi akan mengembang dan bergerak ke atas sehingga tekanannya menjadi lebih rendah dari sekitarnya. Perbedaan tekanan ini menimbulkan gradien tekanan yang memicu terjadinya angin. Semakin tinggi perbedaan tekanan, maka pergerakan udara pun semakin cepat.

Angin merupakan pengantar yang sangat efektif dalam proses pemindahan energi dan massa secara konveksi. Laju pemindahan gas-gas di udara khususnya di sekitar tajuk tanaman sangat ditentukan oleh kecapatan angin. Menurut Esmay dan Dixon (1986), kecepatan angin sebesar 0.1 – 0.25 m/s yang mengenai permukaan daun akan memudahkan daun menangkap CO2. Pada kecepatan angin 0.5 m/s, CO2 yang ditangkap akan berkurang. Pada kecepatan angin sebesar 1.0 m/s akan


(14)

menghambat pertumbuhan dan pada kecepatan angin diatas 4.5 m/s akan terjadi kerusakan proses fisik tanaman.

5. Air dan Media Tanam

Media tanam merupakan tempat akar tumbuh menyangga tubuh tanaman dan sebagai tempat untuk memperoleh air dan nutrisi. Media tanam harus memenuhi persyaratan, antara lain dapat menyerap dan menghantarkan air dengan mudah, tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna dan tidak mudah lapuk atau busuk. Media tanam ini terbagi menjadi dua, yaitu media tanam anorganik dan media tanam organik.

Media tanam anorganik adalah media tanam yang sebagian besar komponennya berasal dari benda mati, tidak menyediakan nutrisi bagi tanaman, mempunyai pori-pori makro dan mikro yang seimbang sehingga aerasi cukup baik dan tidak mengalami pelapukan dalam jangka pendek. Media tanam anorganik diantaranya adalah pasir, kerikil alam, kerikil sintetik, batu kali, batu apung, pecahan bata/genting, perlit, zeolit, spons dan rockwool.

Media tanam organik adalah media tanam yang sebagian besar komponennya terdiri dari organisme hidup, seperti bagian-bagian tanaman (daun, batang, kulit kayu). Media tanam organik umumnya memiliki pori-pori makro dan mikro yang seimbang, sehingga sirkulasi udaranya cukup baik dan daya serap airnya cukup tinggi. Bahan organik ini akan mengalami pelapukan, sehingga terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang akan menghasilkan CO2, H2O, dan mineral (Astuti,

2003).

Media tanam organik yang sering digunakan adalah arang sekam. Arang sekam adalah arang sekam bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari pembakaran sekam yang tidak sempurna.

Media tanam yang baik adalah media yang dapat membuat zat hara tetap tersedia, kelembaban terjamin dan drainase baik. Menurut Villareal (1980), perkembangan akar dan penyerapan hara dipengaruhi oleh


(15)

bahan-bahan yang mudah terurai juga tidak dianjurkan penggunaannya karena bahan tersebut akan mudah rusak strukturnya dan ukuran pertikelnya akan mengecil dan kemudian memadat. Kondisi ini menyebabkan aerasi yang sulit bagi akar tanaman.

E. EVAPOTRANSPIRASI

Menurut Hansen et.al. (1992), evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua istilah, yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan peristiwa penguapan air dari tanah, permukaan air, atau dari permukaan daun-daun tanaman. Sedangkan transpirasi adalah air yang memasuki daerah perakaran tanaman dan digunakan tanaman untuk membentuk jaringan-jaringan tubuh tanaman, kemudian menguap dan dilepaskan oleh daun-daun tanaman ke atmosfer.

Evapotranspirasi tanaman merupakan kebutuhan air tanaman yang dibatasi sebagai kedalaman air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang optimal dalam keadaan bebas penyakit, tumbuh tanpa stagnasi dari kadar air tanah dan kesuburan serta lingkungan sekitarnya. Besarnya evapotranspirasi tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Kondisi areal pertanaman seperti jenis dan sifat tanah, keadaan topografi dan luas areal penanaman, juga mempengaruhi besar kebutuhan air tanaman (Doorenbos dan Pruitt, 1977) dalam (Astuti, 2003).

Evapotranspirasi dipengaruhi oleh temperatur, pelaksanaan pemberian air, panjangnya musim tanam, presipitasi dan faktor lainnya. Volume air yang ditranspirasikan oleh tanam-tanaman tergantung kepada dimana air dibuang, dan juga temperatur dan kelembaban udara, gerakan angin, intensitas dan lamanya sinar matahari, tahapan perkembangan tanaman, jenis dan keadaan alami daun-daunan (Hansen et.al., 1992).

Dalam penentuan nilai evapotranspirasi, terdapat dua istilah yaitu evapotranspirasi potensial (ETp) dan evapotranspirasi aktual (ETa). Evapotranspirasi aktual adalah jumlah total air yang menguap secara aktual dari suatu permukaan baik berasal dari proses evaporasi ataupun transpirasi. Sedangkan evapotranspirasi potensial merupakan kemampuan atmosfer untuk


(16)

menguapkan air dari suatu permukaan baik berasal dari proses evaporasi maupun transpirasi.

Adapun hubungan dari evapotranspirasi aktual dan evapotranspirasi potensial dapat dirumuskan sebagai berikut.

ETa = Kc * ETp ... (1)

Dimana ETa : evapotranspirasi aktual (mm/hari), Kc : koefisien tanaman, dan ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari).

Koefisien tanaman ditentukan berdasarkan evapotranspirasi potensial (ETp) yang terjadi pada setiap jenis tanaman. Besarnya Kc bervariasi tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman, panjang masing-masing tingkat pertumbuhan dan kondisi iklim.

Dalam menentukan nilai evapotranspirasi potensial (ETp), terdapat banyak metode yang dapat digunakan, salah satunya yaitu dengan menggunakan model Hargreaves. Model Hargreaves merupakan model yang paling sederhana untuk diaplikasikan dalam penentuan nilai evapotranspirasi standar. Model ini hanya memerlukan dua buah parameter lingkungan yaitu temperatur udara dan radiasi matahari. Adapun model Hargreaves tersebut sebagai berikut.

ETp = 0.0135 ( Tmean + 17.78 ) Rs ... (2)

Dimana ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari), Tmean : suhu

udara rata-rata (ºC) dan Rs : radiasi surya (Langleys/hari).

Untuk mempermudah dalam perhitungan, Rs perlu dikonversi dalam satuan radiasi surya yaitu MJ/m2/hari. Sehingga persamaan tersebut menjadi sebagai berikut. ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + = mean s mean p T 55 . 0 5 . 595 8 . 238 R ) 78 . 17 T ( 0135 . 0

ET ... (3)

Dimana ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari), Tmean : suhu

udara rata-rata (ºC) dan Rs : radiasi surya (MJ/m2/hari).


(17)

pengamatan dan pengawasan dalam suatu kegiatan dalam hubungan dengan hasil dan pengaruhnya (Rinaldi, 2006). Beberapa tujuan dari monitoring yaitu untuk meyakinkan bahwa masukan dan keluaran telah berjalan sesuai dengan perencanaan, membuat dokumen tentang kegiatan masukan, aktivitas dan hasil, serta menjaga deviasi dari tujuan awal dan hasil yang diharapkan.

Monitoring dapat diartikan sebagai kegiatan mengamati dan mengawasi yang dilakukan secara terus menerus untuk memastikan bahwa pengadaan atau penggunaan input, hasil yang ditargetkan dan tindakan-tindakan lainnya yang diperlukan dilaksanakan sesuai dengan rencana. Monitoring juga merupakan kegiatan yang teratur dan berkesinambungan dan dilakukan pada waktu suatu kegiatan sedang berlangsung sehingga sebenarnya monitoring adalah evaluasi di saat kegiatan sedang berlangsung.

Sistem monitoring adalah sebuah sistem yang melakukan kegiatan monitoring atau pemantauan. Secara umum, sistem ini juga dapat digunakan untuk mengendalikan objek lain. Sistem monitoring merupakan bagian dari sistem pengendalian objek dari jarak jauh yang dinamakan sistem teleoperasi. Teknologi teleoperasi, atau sering disebut teleotomasi, merupakan teknologi yang berhubungan dengan interaksi antar manusia dengan sistem secara otomatis jarak jauh. Sistem yang dikendaliakan pada teknologi tersebut dapat bermacam-macam, antara lain robot, kamera, kendaraan, sensor-sensor, atau perangkat lain (Rinaldi, 2006).

G. INTERNET

Internet adalah sekumpulan jaringan komputer yang menggunakan protokol TCP (Transmission Control Protocol) atau IP (Internet Protocol) yang saling terhubung, sehingga pengguna pada suatu jaringan dapat mengunakan layanan jaringan yang disediakan oleh TCP/IP untuk mencapai jaringan lain (Malkin et. al., 1981) dalam (Rinaldi, 2006).

Pada awalnya, Internet digunakan sebagai jaringan komunikasi Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Jaringan komunikasi ini dibentuk pada tahun 1968 dengan nama ARPANET (Advance Research Project Agency). Pada saat itu ARPANET dapat menghubungkan empat komputer di


(18)

kota yang berbeda. Proyek APARNET ini merancang bentuk jaringan, kehandalan, dan volume informasi yang dapat dipindahkan.

ARPANET dibentuk di empat universitas besar di Amerika, yaitu Stanford Research Institute, University of California di Santa Barbara, University of California di Los Angeles, dan University of Utah. ARPANET terakhir diperkenalkan secara umum pada akhir tahun 1972.

Dengan berakhirnya perang dingin antara Amerika dan sekutunya dengan Uni Soviet, seluruh jaringan yang tercakup di ARPANET diubah menjadi TCP/IP dan selanjutnya menjadi cikal bakal dari internet.

H. FIELD SERVER

Field sever (FS) merupakan alat untuk memonitor parameter lingkungan secara otomatis yang terdiri dari komponen utama antara lain

Web-Server, ADC (Analog to Digital Converter), DAC (Digital to Analog Converter), wireless LAN module dan multi-sensor yang terdiri dari sensor suhu udara, Relative Humidity (RH), radiasi surya dan CCD camera. Field server biasa digunakan dalam observasi lahan, monitoring parameter lingkungan, tanaman ataupun hewan.

Bagian bagian utama dan fungsi masing-masing komponen dari Field Sever yaitu sebagai berikut :

1. Web-Server

Web-Server merupakan CPU (Central Processing Unit) bagi Field Server. CPU berfungsi untuk menerima data-data yang terbaca oleh sensor dan mengolahnya. Bentuk data yang dapat diolah oleh CPU ini harus berupa data digital. Data digital tersebut selanjutnya dapat di transfer melalui

Wireless LAN module. Web-Server memiliki IP address sebagai akses pengalamatan. IP address inilah yang digunakan untuk mengakses data digital yang tersimpan dalam Web-Server. Sedangkan Wireless LAN module berperan sebagai jalur akses bagi data tersebut


(19)

sensor masih merupakan data analog. Data analog yang dihasilkan oleh sensor tersebut terlebih dahulu diubah menjadi data digital agar data tersebut dapat diolah oleh CPU. Untuk mengkonversi data analog tersebut maka digunakanlah ADC.

3. DAC (Digital to Analog Converter)

DAC adalah komponen elektronik yang berfungsi untuk mengkonversi data digital menjadi data analog. DAC biasanya digunakan untuk mengaktifkan aktuator dalam melakukan aksi pada suatu sisterm kontrol. 4. Wireless LAN module

Wireless LAN module merupakan alat untuk menghubungkan field server dengan jaringan nirkabel LAN (Local Area Network). Jaringan ini yang selanjutnya digunakan dalam pertukaran data.

5. Multi-sensor

Sensor adalah alat untuk mendeteksi parameter lingkungan. Parameter lingkungan yang terukur akan mempengaruhi tegangan keluaran sensor dengan pola tertentu. Tengangan keluaran sensor ini merupakan data analog yang selanjutnya dikonversi oleh ADC menjadi data digital.

6. CCD Camera

CCD Camera digunakan untuk memantau objek yang diamati oleh field server secara visual. Kamera ini akan menangkap secara aktual apa yang sedang diamati dan menampilkannya dalam bentuk image maupun video.

Field server yang telah siap dipasang di dalam greenhouse, dengan arah kameranya ditujukan kepada tanaman. Data yang diperoleh dari sensor yang ada kemudian melalui wireless LAN dan router dikirim dari jaringan lokal ke internet. Kemudian data diakses melalui web page maupun data viewer. Selain itu data yang tersimpan dari web server dapat di download melalui HTTP post maupun FTP.

Dengan Field server ini parameter lingkungan mikro tanaman di dalam

greenhouse akan dapat termonitor secara on-line dan dapat diakses kapanpun dan dimanapun sehingga kondisi tanaman akan selalu terpantau.


(20)

I. BUDIDAYA TOMAT

Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan tanaman sayur-mayur yang terkenal di dunia dan mengandung nilai gizi dan vitamin-vitamin yaitu vitamin A dan C yang dapat membantu penyakit kekurangan vitamin di negara yang sedang berkembang. Tomat dapat memberikan pendapatan yang tinggi bagi petani untuk setiap hektarnya, terutama jika hasil panennya terjual secara efisien (Villareal, 1980).

Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) berasal dari dataran Amerika Latin yaitu daerah sekitar Peru dan Equador kemudian menyebar ke seluruh bagian daerah tropis Amerika. Penyebaran tanaman tomat ke benua Asia dimulai dari Philipina melewati jalur Amerika Selatan. Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut (Trisnawati dan Setiawan, 2002):

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas (Class) : Dicotyledoneae Bangsa (Ordo) : Tubiflorae Suku (Famili) : Solanaceae

Marga (Genus) : Lycopersicon atau Lycopersicum

Jenis (Spesies) : Lycopersicum esculentum Mill.

Gambar 4. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)


(21)

cukup kuat walaupun tidak sekeras tanaman setahun. Warna batang hijau dan berbentuk persegi empat sampai bulat. Pada permukaan batangnya ditumbuhi banyak rambut halus (Trisnawati dan Setiawan, 2002).

Tanaman tomat memiliki daya penyesuaian yang cukup luas terhadap lingkungan tumbuhnya. Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0-1250 m dpl (diatas permukaan laut), dan tumbuh optimal di dataran tinggi (>750 m dpl), sesuai dengan jenis atau varietas yang diusahakan dengan suhu siang hari sekitar 24 °C dan malam hari antara 15 °C – 20 °C. Pada temperatur tinggi (diatas 32°C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur yang tidak tetap (tidak stabil) warna buah tidak merata. Temperatur ideal dan berpengaruh baik terhadap warna buah antara 24 °C – 28 °C. Kelembaban relatif ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%. Curah hujan antara 750-125 mm/tahun, dengan irigasi yang baik. Hal yang penting pada pembudidayaan tomat ini adalah media tanam yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik. Sirkulasi udara dan tata air dalam tanah yang baik serta memiliki pH antara 5 sampai 6.

. .


(22)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di single span greenhouse laboratorium Teknik Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei – Agustus 2009.

B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah sarana tanam hidroponik substrat, antara lain bibit tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), arang sekam sebagai media tanam, polybag hitam ukuran 20 x 20 cm, benang kasur sebagai tali ajir yang menyangga tanaman, kawat untuk mengaitkan benang kasur, stok larutan nutrisi A&B mix.

2. Alat

Peralatan yang digunakan adalah Field Server, Davis Weather Station, sistem jaringan listrik, sistem jaringan komputer, seperangkat komputer, modem internet Linksys, jaringan internet Telkom Speedy, kabel LAN (Local Area Network) sepanjang 20 m, seperangkat rangkaian kontrol pompa irigasi, sensor kelembaban media tanam dengan merk ThetaProbe ML2x, kerangka besi pengaman Field Server, kotak panel listrik, kain merah berukuran 200 x 120 cm, mistar berskala 100 cm, seperangkat sarana tanam hidroponik substrat dengan sistem irigasi tetes yang terdiri dari tangki larutan nutrisi berkapasitas 30 L, pompa air listrik berdaya 125 watt, pipa utama, katup, pipa sekunder, selang penetes, emitter, cakram penyaring, EC-meter, meja tanaman berukuran 170 x 60 cm dan greenhouse berukuran 2 x 2 m.


(23)

C. TAHAPAN PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti diagram alir prosedur kerja yang terlihat pada Gambar 5. Desain sistem monitoring dan penempatan FS (Field Server) dipersiapkan, bersamaan dengan mempersiapkan sistem hidroponik dan persiapan tanam. Persiapan tanam meliputi persemaian benih tomat pada tray-tray persemaian, perancangan sistem irigasi tetes dan sistem penyaluran nutrisi serta persiapan greenhouse. Instalasi irigasi tetes yang diterapkan terdiri dari tangki nutrisi sebagai tempat pencampuran larutan nutrisi pekat (stok A&B) dengan air. Pompa listrik untuk mendorong larutan nutrisi dari tangki ke media tanam berdaya 125 watt, dilengkapi dengan cakram penyaring, saluran distribusi, serta tujuh buah

polybag berisi media tanam sebagai tempat penanaman. Persiapan sistem monitoring meliputi persiapan field server, desain penempatan field server, persiapan jaringan, setting IP address serta penghubungan dengan jaringan internet.

Selanjutnya pindah tanam dan instalasi sistem monitoring dilakukan setelah persiapan field server selesai dan tanaman siap pindah tanam. Kemudian dilanjutkan dengan pengkaliberasian sensor dengan bantuan

weather station. Pengkaliberasian sensor dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excell untuk memperoleh persamaan hubungan antara parameter yang diukur (suhu, RH, radiasi surya) dengan tegangan keluaran dari sensor pada field server.

Setelah pengkaliberasian sensor selesai dilanjutkan dengan pengujian secara teknis dan pengambilan data dengan bantuan software Perl dan System Scheduler Professional v3.82 atau Windows Scheduled Task. Pengambilan data dilakukan setiap hari setiap 10 menit sekali. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data untuk memperoleh grafik perubahan parameter mikro setiap jam, grafik perubahan parameter mikro rata-rata harian dan grafik pertumbuhan tanaman.


(24)

Gambar 5. Diagram Alir Prosedur Kerja

Persiapan Budidaya Tanaman Tomat

Siap?

Pindah Tanam dan Instalasi Sistem Monitoring

Kalibrasi Sensor

Pengujian Teknis dan Pengambilan Data

Cukup?

Pengolahan Data

Cukup?

Selesai

Ya Tidak

Ya

Ya Tidak

Tidak

Persiapan Sistem Monitoring

dengan Field Server

Siap?

Tidak

Ya

Ya

Siap?

Tidak


(25)

1. PERSIAPAN BUDIDAYA TANAMAN TOMAT

Persiapan budidaya tanaman tomat meliputi persiapan greenhouse, persiapan media tanam, persemaian benih dan instalasi sistem irigasi tetes.

Greenhouse digunakan dalam pembudidayaan tanaman untuk melindungi tanaman dari sinar matahari secara langsung, terpaan angin kencang, air hujan yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman serta melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit yang berasal dari luar

greenhouse.

a. Persiapan Greenhouse

Greenhouse yang digunakan yaitu single span greenhouse dengan luas 4 m2 dengan ukuran 2 x 2 m. Konstruksi greenhouse menggunakan besi sebagai tiang utama, atap terbuat dari polyetilen dengan ketebalan 0.2 mm, serta dinding ditutupi kasa (screen). Sebagai tempat menyimpan tanaman digunakan meja tanaman berukuran 170 x 60 cm dengan tinggi 60 cm. Meja tanam terbuat dari besi sebagai rangka dan triplek sebagai alas tempat tanaman. Triplek ditutupi dengan plastik hitam untuk melindungi dari kerusakan yang disebabkan oleh air dan jamur.

Gambar 6. Greenhouse Tempat Budidaya Tanaman

Sebagai penyangga tanaman digunakan tali ajir agar tanaman dapat tumbuh tegak. Tali ajir diikatkan pada kawat yang dipasang melintang di bagian atas greenhouse.


(26)

b. Persiapan Media Tanam dan Persemaian

Persiapan tanaman dimulai dengan persemaian benih pada tray-tray persemaian. Sebelum disemai, benih terlebih dahulu direndam dengan air hangat selama 30 menit untuk memisahkan benih yang baik dan benih yang kurang baik, benih yang kurang baik akan mengambang di permukaan air. Perendaman juga berfungsi untuk merangsang pertumbuhan kecambah. Tray tempat persemaian disiapkan dan diisi dengan arang sekam sebagai media semai. Arang sekam terlebih dahulu dijenuhkan dengan cara dibasahi atau direndam dengan air. Setelah tray persemaian siap maka benih ditabur pada tray yang telah diisi arang sekam kemudian tray ditutup dengan kertas koran dan didiamkan di tempat sejuk dan tidak terkena sinar matahari langsung antara satu sampai dua hari hingga benih berkecambah. Setelah benih berkecambah kertas koran dibuka dan tray disiram dengan air dua kali sehari hingga berumur dua sampai tiga minggu atau tanaman telah siap pindah tanam.

Setelah tanaman siap untuk pindah tanam, media tanam disiapkan. Media tanam berupa arang sekam dalam polybag ukuran 20 x 20 cm. Kemudian tanaman yang baik dipilih dan dipindah tanam ke dalam

polybag tersebut.

c. Instalasi Sistem Irigasi Tetes

Instalasi sistem irigasi tetes dan penyaluran nutrisi dimulai dengan persiapan komponen-komponen, pemasangan jaringan irigasi, instalasi sistem kontrol pemberian air dan nutrisi serta pengujian sistem irigasi. Komponen-komponen irigasi terdiri dari bak penampungan nutrisi berkapasitas 30 L, pipa utama, filter, pompa air listrik berdaya 125 W, katup, pipa sekunder dan emitter. Setelah seluruh komponen dipersiapkan, jaringan irigasi siap untuk dipasang dalam greenhouse.


(27)

Gambar 7. Instalasi Sistem Irigasi Tetes

Sebagai pengatur pemberian air dan nutrisi digunakan sistem kontrol on-off yang mengatur nyala-mati pompa. Sistem kontrol terdiri dari tiga bagian, yaitu sensor, rangkaian kontrol dan aktuator. Sensor yang digunakan adalah sensor kelembaban media tanam dengan merk ThetaProbe ML2x. Keluaran dari sensor berupa tegangan analog yang bervariasi sesuai dengan jumlah air yang terkandung dalam media tanam. Keluaran ini selanjutnya dihubungkan pada rangkaian kontrol. Rangkaian kontrol terdiri dari rangkaian catu daya, rangkaian penguat dan rangkaian komparator.

Gambar 8. Sensor dan Rangkaian Kontrol Sensor

Kelembaban Media Tanam

Kotak Rangkaian Kontrol


(28)

Rangkaian catu daya berfungsi sebagai sumber daya listrik bagi keseluruhan sistem kontrol. Rangkaian ini memberikan tegangan keluaran 5 dan 12 volt DC yang berasal dari tegangan AC 220 volt. Adapun skema rangkaian catu daya sebagai berikut.

Gambar 9. Skema Rangkaian Catu Daya

Rangkaian penguat berfungsi menguatkan signal tegangan yang berasal dari sensor. Tegangan keluaran sensor sebesar 0 – 1 volt akan dikuatkan menjadi 0 – 5 volt yang selanjutnya masuk ke rangkaian komparator. Rangkaian komparator merupakan rangkaian utama dalam sistem kontrol ini. Komparator berfungsi sebagai pembatas tegangan yang akan mempengaruhi dan mengendalikan tegangan keluaran dari rangkaian kontrol. Rangkaian aktuator adalah rangkaian relay yang akan mengatur nyala mati pompa melalui on-off relay. Rangkaian relay ini sebagai saklar bagi pompa yang nyala-matinya diatur oleh rangkaian kontrol. Adapun rangkaian kontrol yang terdiri dari rangkaian penguat, komparator dan rangkaian relay dapat terlihat pada skema berikut.


(29)

Gambar 10. Skema Rangkaian Kontrol (Penguat, Komparator dan Relay)

Pengujian sistem irigasi dilakukan dengan mengisi bak nutrisi dengan air kemudian menyalakan pompa. Debit keluaran dari emiter diatur dengan mengatur bukaan katup pada pipa utama. Pengujian sistem kontrol dilakukan dengan menancapkan sensor pada media tanam dengan kapasitas lapang kemudian memutar potensiometer hingga pompa mati. Kedudukan potensiometer tersebut menjadi set point bagi nyala-matinya pompa. Jika pada saat jumlah air pada media tanam berkurang pompa menyala dan pada kapasitas lapang pompa mati maka sistem kontrol dapat dinyatakan bekerja dengan baik.


(30)

2. PERSIAPAN SISTEM MONITORING

Pesiapan sistem monitoring terdiri dari persiapan Field Server (FS) dan uji koneksi FS dengan jaringan internet. Persiapan FS dilakukan dengan pengecekan kondisi FS dan kelengkapannya serta pengujian koneksi FS. Sedangkan untuk melakukan pemantauan dengan FS, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian dengan menghubungkan FS pada jaringan internet.

a. Persiapan Field server

Kelengkapan dari sistem monitoring di lapangan yaitu FS itu sendiri, adaptor sebagai sumber catu daya bagi FS, serta jaringan komputer kabel (LAN) ataupun nirkabel (wireless). Pengujian FS dilakukan dengan mengecek kondisi FS dan sistem penghubungnya dengan jaringan komputer.

Untuk sistem jaringan komputer, pada FS terdapat dua sistem jaringan yang dapat digunakan, yaitu dengan menggunakan kabel LAN (Local Area Network) dan menggunakan Wi-fi melalui access point yang terdapat pada FS tersebut. Dengan menggunakan kabel LAN, kabel data dengan head jenis RJ-45 jack dipasang pada LAN port yang terdapat pada FS dan dihubungkan pada modem internet speedy. Jika menggunakan jaringan nirkabel, koneksi antara FS dan modem dilakukan dengan menggunakan Wi-fi.

Uji koneksi dapat dilakukan dengan dua cara. Apabila menggunakan jaringan wireless, FS dinyalakan dan dilakukan pendeteksian access point menggunakan laptop atau komputer yang memiliki Wi-fi. Jika access point FS terdeteksi, maka jaringan wireless

dapat digunakan. Apabila jaringan yang digunakan adalah LAN, pengujian dilakukan dengan menghubungkan FS pada komputer dengan kabel LAN, jika perangkat FS terdeteksi maka FS siap untuk digunakan. Untuk menghindari gangguan akibat koneksi wireless, maka pada penelitian ini digunakanlah koneksi melalui kabel LAN.


(31)

b. Koneksi Field Server Dengan Jaringan Internet

Pada FS terdapat Web-Server yang merupakan CPU (Central Processing Unit) bagi Field Server. Web server ini berfungsi untuk menerima data-data yang terbaca oleh sensor dan mengolahnya dalam bentuk data digital. Data digital tersebut selanjutnya dapat di transfer melalui Wireless LAN module ataupun melalui kabel LAN. Wireless LAN module dan kabel LAN merupakan alat untuk menghubungkan field server dengan jaringan komputer LAN (Local Area Network). Jaringan ini yang selanjutnya digunakan dalam proses pertukaran data. Web-Server memiliki

IP address sebagai akses pengalamatan. IP address inilah yang digunakan untuk mengakses data digital yang tersimpan dalam Web-Server. Sedangkan Wireless LAN module ataupun kabel LAN berperan sebagai jalur akses bagi data tersebut.

Terdapat dua jenis IP address yang digunakan dalam pengaksesan FS, yaitu IP lokal dan IP publik. IP lokal merupakan IP dasar bagi FS, yaitu IP address Web-Server yang terdapat di dalam FS. Sedangkan IP publik yaitu IP address pengaksesan FS setelah FS terhubung pada jaringan internet.

Agar data FS dapat diakses secara real time, maka FS harus terhubung dengan jaringan internet dan memiliki IP Publik. Sehingga sebelum melakukan instalasi FS di greenhouse, dilakukan pengujian FS terlebih dahulu. Uji coba FS meliputi koneksi dengan jaringan internet kemudian dilakukan kalibrasi sensor pada FS dengan menggunakan alat ukur standar yaitu weather station untuk memperoleh data dari parameter yang terukur dalam satuan yang sebenarnya. Koneksi internet yang digunakan yaitu Telkom Speedy Unlimited. Adapun skema jaringan FS ini dapat dilihat pada Gambar 11.


(32)

Sumber : Arif dkk (2009)

Gambar 11. Skema Jaringan Field Server

Pengesetan modem dilakukan dengan cara mengakses IP modem menggunakan internet explorer dan memasukkan username dan password. Jaringan internet Telkom Speedy akan memberikan satu IP Publik kepada pengguna, dalam hal ini yaitu 125.166.42.26. IP inilah yang merupakan IP modem yang mengkoneksikan seluruh jaringan yang terhubung pada modem dengan jaringan internet. Setelah terkoneksi dengan internet, modem diset untuk bisa mem-forward port IP pada FS. Pengesetan dilakukan pada menu port forwarding pada modem.

FS memiliki 2 buah IP, yaitu IP untuk CPU atau web-server

dimana terhubung dengan data suhu, RH dan radiasi, serta IP kamera untuk mengakses kamera dalam melakukan pemantauan tanaman. IP CPU dari FS yang digunakan adalah 192.168.62.100:85 sedangkan IP kamera

Server Modem

Switch

Kom 2

Kom 1 Client


(33)

Angka 85 dan 86 di akhir IP tersebut menunjukkan port dimana CPU dan kamera terhubung. Tampilan dari menu port forwarding tersebut terlihat pada gambar berikut.

Gambar 12. Tampilan Menu Port Forwarding

Pengujian terkoneksinya FS dengan jaringan internet dilakukan dengan cara mengakses FS dari komputer client dengan menggunakan IP publik FS yang telah diset. Jika FS dapat terakses maka FS telah terhubung dengan jaringan internet.

Data FS dapat disimpan secara otomatis pada komputer yang mengaksesnya dengan cara menjalankan batch file pada program perl yang tersedia.


(34)

3. PINDAH TANAM DAN INSTALASI SISTEM MONITORING

Setelah tanaman yang disemai pada tray-tray penyemaian mencapai umur 2 minggu dan field server siap dipasang, maka tahap selanjutnya yaitu pindah tanam dan instalasi sistem monitoring.

a. Pindah Tanam

Pindah tanam dilakukan setelah tanaman siap atau sudah terlihat daun sejati yang muncul pada bibit-bibit tanaman yang telah disemai. Tanaman yang telah siap kemudian ditanam pada polybag yang telah diisi arang sekam sebagai media tanam, kemudian ditempatkan pada meja tanaman dan sistem penyaluran nutrisi (emitter) di pasangkan pada setiap

polybag. Sebagai penyangga tanaman maka digunakanlah tali ajir yang dipasang pada bagian atas greenhouse.

Gambar 13. Penyusunan Tanaman di atas Meja Tanaman

b. Instalasi Sistem Monitoring

Sistem monitoring terdiri dari Field Server beserta perlengkapan penunjangnya yaitu sistem penyaluran daya listrik, jaringan komputer, jaringan internet Telkom Speedy, dan seperangkat komputer. Sistem


(35)

(korsleting) serta menghindari bahaya sengatan listrik yang diakibatkan oleh perkabelan yang kurang baik.

Untuk menghindari gangguan koneksi jika menggunakan jaringan

wireless, maka koneksi antara modem dan FS dilakukan dengan menggunakan jaringan kabel LAN. Kabel LAN dipasang pada FS yang terdapat di dalam greenhouse dan dihubungkan pada modem internet yang ditempatkan di tempat lain, dalam hal ini yaitu di dalam kantor di sebelah

greenhouse.

FS ditempatkan pada posisi yang tepat di dalam greenhouse agar kamera memungkinkan untuk menangkap gambar tanaman dengan sempurna. Agar kedudukan FS mantap maka FS dipasang pada penyangga yang terbuat dari pipa PVC berdiameter 1.5 inchi dengan ketinggian 125 cm. Sebagai pengaman maka dipasang kerangka besi untuk melindungi FS. Kedudukan FS perlu disesuaikan agar rangka besi tidak menghalangi sensor radiasi surya yang terdapat diatas FS.

Gambar 14. Kerangka Besi Pengaman

Penyesuaian pandangan kamera dilakukan dengan memutar FS hingga sudut pandang kamera dapat menangkap objek tanaman dengan


(36)

baik. Agar objek tanaman yang tertangkap kamera dapat terlihat jelas maka ditempatkan kain merah di belakang meja tanam sebagai latar.

Sebagai sumber daya bagi FS, jaringan listrik dipasang ke dalam

greenhouse dengan menggunakan kabel listrik dan untuk pengaman serta menghindari bahaya akibat arus listrik maka stop kontak beserta adaptor FS ditempatkan pada kotak panel yang dipasang pada kerangka besi bagian sisi seperti pada gambar berikut.


(37)

4. KALIBRASI SENSOR

Data keluaran dari FS merupakan data digital. Data ini berasal dari ADC di dalam FS yang menunjukkan tegangan keluaran dari sensor. Oleh karena itu diperlukan kalibrasi untuk memperoleh nilai sebenarnya dari parameter-parameter yang diukur dalam satuan yang sesuai. Kalibrasi dilakukan dengan bantuan Davis Weather Station untuk mengkalibrasi data suhu udara, RH dan radiasi matahari. Weather Station ini merupakan alat ukur standar yang mengukur parameter-parameter lingkungan dalam satuan yang sebenarnya, yaitu suhu dalam ºC, RH dalam % dan radiasi surya dalam W/m2.

Dalam proses kalibrasi, FS dan Davis Weather Station dipasang berdampingan dan pengukuran dilakukan pada waktu yang tepat bersamaan. Pengambilan data kedua alat dilakukan setiap 10 menit sekali.

Gambar 16. Penempatan Field Server dan Davis Weather Station

Setelah data dari kedua alat diperoleh, maka dilakukan kalibrasi terhadap masing-masing parameter yang diukur menggunakan metode regresi linear dengan bantuan program Microsoft Excell sehingga diperoleh persamaan kalibrasi dari tap-tiap sensor. Selanjutnya persamaan tersebut digunakan dalam mengkonversi data yang diperoleh FS selama pemantauan.

Davis weather station Field


(38)

5. PENGUJIAN TEKNIS DAN PENGAMBILAN DATA

Setelah semua unsur dalam sistem monitoring dipersiapkan, maka dilakukan pemantauan terhadap parameter-parameter lingkungan mikro tanaman menggunakan field server (FS). Adapun beberapa parameter yang dapat dipantau menggunakan FS yaitu suhu udara, kelembaban relatif (RH) dan radiasi matahari yang diterima. Pemantauan parameter-parameter tersebut dilakukan dengan mengakses FS dengan alamat web http://125.166.42.26:85/. Data yang ditampilkan merupakan data nilai dari setiap parameter yang terukur pada saat FS diakses, sehingga untuk memperoleh data dalam bentuk grafik diperlukan pengambilan data secara kontinyu dan dilakukan pengolahan data dengan bantuan program Microsoft Excell.

Disamping itu, CCD Camera yang terdapat pada FS dapat digunakan untuk memonitor tanaman secara visual. Dengan kamera ini

image ataupun video dari tanaman selama masa budidaya dapat diperoleh. Kamera ini juga dapat memantau secara langsung pertumbuhan tanaman dari hari ke hari. Pemantauan visual tanaman tersebut dilakukan dengan mengakses CCD Camera pada FS dengan alamat web http://125.166.42.26:86/.

Dalam proses pengambilan data selama masa budidaya, digunakan beberapa program, yaitu System Scheduler Professional v3.82, Windows Scheduled Task atau program penjadwalan lainnya, serta program Perl yang tersedia untuk mengakses data-data FS secara otomatis.

Pengambilan data dapat dilakukan secara manual dengan menjalankan batch file pada program Perl. Program ini berfungsi untuk mengambil data-data pada FS dan menyimpannya ke dalam file “.csv” yang dapat dibuka menggunakan Microsoft Excell.

Untuk melakukan pengambilan data secara otomatis, program ini dapat dibantu dengan program Scheduler Professional, Windows Scheduled Task ataupun program penjadwalan lainnya. Program


(39)

data yang dilakukan yaitu setiap 10 menit sekali sepanjang hari selama masa budidaya tanaman.

6. PENGOLAHAN DATA

Untuk memperoleh informasi mengenai parameter-parameter lingkungan mikro tanaman, keterkaitannya antara satu sama lain, serta perubahannya dari waktu ke waktu, maka dari data-data lingkungan mikro yang telah diperoleh dapat diolah menjadi beberapa grafik, antara lain grafik perubahan parameter mikro setiap jamnya, grafik perubahan parameter mikro rata-rata harian dan grafik pertumbuhan tanaman.

Selain itu, dengan memperoleh data-data parameter lingkungan mikro tersebut, maka besarnya evapotranspirasi potensial dapat dihitung menggunakan metode model Hargreaves. Dimana nilai evapotranspirasi potensial ini menunjukkan kemampuan lingkungan tanaman untuk menguapkan air yang berasal dari proses evaporasi maupun proses transpirasi tanaman.

Adapun perhitungan besarnya evapotranspirasi potensial ini menggunakan rumus pada persamaan 3 (halaman 16). Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan yaitu suhu udara rata-rata dan radiasi total dalam satu hari. Besarnya radiasi total dalam satu hari dihitung menggunakan metode trapesium. Luasan area dibawah kurva radiasi menunjukkan total radiasi yang diterima dalam satu hari. Untuk menghitung luasan area tersebut, maka area pada kurva dibagi-bagi secara vertikal sehingga terbentuk beberapa luasan trapesium. Selanjutnya luas area dari tiap trapesium dihitung dan dijumlahkan secara keseluruhan sehingga diperoleh nilai total radiasi dalam satuan MJ/m2/hari. Untuk mempermudah, perhitungan luas area tersebut dibantu dengan program Microsoft Excell.

Setelah diperoleh nilai radiasi total harian, dengan menggunakan data radiasi rata-rata harian yang telah tersedia, maka kedua parameter tersebut dimasukkan dalam rumus perhitungan evapotranspirasi potensial


(40)

model Hargreaves, sehingga besarnya nilai evapotranspirasi potensial harian dapat diperoleh.

Selain dapat memantau parameter lingkungan mikro, FS juga memiliki CCD Camera yang dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman. Melalui pemantauan ini maka data-data pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, banyak daun, dan tampilan visual tanaman dapat diperoleh dari hari ke hari.

Tingkat pertumbuhan tanaman dapat terlihat dari grafik pertumbuhan tanaman. Grafik ini dapat diperoleh dari beberapa data tinggi tanaman dengan menggunakan metode model pertumbuhan Verhulst. Adapum model pertumbuhan Verhults terlihat pada persamaan berikut.

N = Ni / {1 + [(Ni / No) – 1] e-γt} ... (4)

Dimana N : prediksi tinggi tanaman, Ni : tinggi maksimum tanaman, No : tinggi tanaman di awal pemantauan. γ : koefisien Verhulst, t : jumlah hari dari awal pemantauan.

Parameter Ni, No dan γ pertama-tama ditetapkan berdasarkan perkiraan. Kemudian dengan metode Root Mean Square Error (RMSE) pada Microsoft Excell, dihitung nilai error terkecil antara data tinggi tanaman berdasarkan pengukuran dengan nilai N yang diperoleh dari perhitungan. Nilai N, Ni, No dan γ pada saat nilai error terkecil inilah yang merupakan nilai hasil prediksi.

Data tinggi tanaman dapat diperoleh dengan mengambil image

tanaman setiap harinya. Mistar berskala 100 cm ditempatkan di sisi tanaman agar memudahkan dalam pengukuran melalui image tanaman tersebut. Namun apabila pengukuran sulit dilakukan dikarenakan penangkapan image tanaman yang kurang baik, maka pengukuran tinggi tanaman dilakukan secara manual.


(41)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KALIBRASI SENSOR

Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat. Data ditampilkan dengan cara mengakses FS dengan alamat http://125.166.42.26:85/. Tampilan dari alamat tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Dari tampilan tersebut terlihat nilai FS value dari port RA0 in sampai port RA5 in. FS value ini menunjukkan nilai-nilai digital dari ADC (Analog to Digital Converter) dalam satuan mV (kecuali RA5 in), dimana masing-masing port terhubung dengan beberapa sensor di dalam FS. Port RA0 terhubung dengan sensor suhu udara, RA2 terhubung dengan sensor kelembaban relatif (RH) dan RA3 terhubung dengan sensor radiasi surya. Ketiga nilai dari port tersebut belum menunjukkan nilai sesungguhnya dari parameter-parameter tersebut dalam satuan yang sesuai sehingga diperlukan kalibrasi.


(42)

Kalibrasi sensor-sensor pada FS yang terdiri dari sensor suhu udara, RH (Relative Humidity) dan radiasi surya dilakukan pada tanggal 1 Juli 2009. Pengambilan data pada kedua alat yaitu FS dan Davis Weather Station

dilakukan pada waktu yang tepat bersamaan setiap 10 menit sekali. Dalam satu kali pengambilan data diperoleh ketiga nilai parameter yang diukur (suhu udara, RH dan radiasi surya). Pengambilan data ini dilakukan selama 24 jam dimulai dari pukul 00.10 sampai dengan pukul 23.50, sehingga dalam tenggang waktu tersebut diperoleh set data sebanyak 143 data.

y = 0.5381x - 13.006 R2 = 0.9668

20 22 24 26 28 30 32 34

60 65 70 75 80 85 90

FS Value RA0 (mV)

S

uhu (

ºC

)

Gambar 18. Grafik Kalibrasi Suhu

Grafik pada Gambar 18 diatas merupakan grafik hasil pengkalibrasian sensor suhu pada FS. Sumbu absis menunjukkan nilai yang tertera pada FS (FS Value). Nilai ini merupakan nilai keluaran dari ADC (Analog to Digital Converter) yang mengkonversi data analog dari sensor pada FS, dalam hal ini yaitu FS Value RA0 yang menunjukkan nilai dari sensor suhu pada FS. Sedangkan sumbu ordinat menunjukkan data yang tersimpan dari alat ukur standar dalam hal ini Davis Weather Station yang menunjukkan nilai sesungguhnya dari parameter suhu dalam satuan ºC.


(43)

persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung nilai suhu sebenarnya dimana y adalah suhu dalam satuan ºC dan x adalah nilai FS value RA0 yang diperoleh. Adapun nilai koefisien determinasi dari persamaan ini sebesar 0.9668. Hal ini menunjukkan hasil kalibrasi dapat digunakan dengan tingkat akurasi yang tinggi.

Dengan metode yang sama, nilai sebenarnya dari RH dan radiasi surya dapat diperoleh persamaan relasinya.

y = 0.5185x + 16.352 R2 = 0.8673

50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

60 80 100 120 140 160

FS Value RA2 (mV)

RH

(%

)

Gambar 19. Grafik Kalibrasi RH

Gambar 19 diatas menunjukkan grafik hasil kalibrasi antara nilai RH yang tertera pada weather station dan nilai RA2 dari FS value. Nilai RA2 merupakan nilai digital berasal dari ADC yang mengkonversi tegangan analog sensor kelembaban (RH) pada FS. Dari grafik tersebut diperoleh persamaan y = 0.5185x + 16.352 dimana y menunjukkan RH dalam satuan % dan x adalah

FS value RA2. Adapun koefisien determinasi dari persamaan yang diperoleh tidak setinggi pada kalibrasi sebelumnya yaitu hanya sebesar 0.8673. Hal ini mungkin disebabkan karena letak kedua alat yang relatif berbeda sehingga kelembaban pada titik pengukuran yang diterima oleh masing-masing sensor di kedua alat relatif berbeda pula. Meskipun demikian, nilai koefisien


(44)

determinasi ini masih cukup tinggi sehingga persamaan yang diperoleh masih dapat digunakan.

y = 3.8648x R2 = 0.9105

0 50 100 150 200 250 300 350

0 10 20 30 40 50 60 70 80

FS Value RA3 (mV)

R

a

d

ia

s

i (

W

/m²

)

Gambar 20. Grafik Kalibrasi Radiasi Surya

Gambar diatas menunjukkan hasil kalibrasi antara nilai radiasi surya yang terbaca oleh weather station dengan nilai FS value RA3 yang menunjukkan nilai digital dari sensor radiasi surya pada FS. Persamaan yang diperoleh memiliki koefisien determinasi sebesar 0.9105. Nilai ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan koefisien determinasi pada persamaan suhu. Hal ini mungkin disebabkan karena pengaruh dari terjadinya absorbsi dan refleksi radiasi matahari yang jatuh pada atap greenhouse, juga kondisi atap greenhouse yang kotor sehingga besarnya radiasi yang masuk ke dalam greenhouse tidak tersebar secara merata. Disamping itu, adanya rangka atap greenhouse yang bisa menghalangi cahaya matahari dapat pula mempengaruhi intensitas radiasi yang diterima oleh sensor pada kedua alat. Meskipun demikian, nilai koefisien determinasi tersebut masih memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi sehingga persamaan tersebut masih dapat digunakan. Persamaan untuk menghitung radiasi surya dalam satuan W/m2 yaitu y =


(45)

B. MONITORING PARAMETER LINGKUNGAN MIKRO

Monitoring parameter lingkungan mikro tanaman dalam greenhouse

dilakukan dengan mengakses FS secara kontinyu dan dilakukan pengambilan data setiap 10 menit sekali selama masa budidaya. Untuk mempermudah pengambilan data maka digunakan software Perl dan program penjadwalan seperti Windows Scheduled Task atau System Scheduler Professional v3.82. Dengan menggunakan program penjadwalan ini, pengambilan data dilakukan dengan menjadwalkan pengeksekusian file MS Dos Batch file pada sofware Perl setiap 10 menit sekali. Batch file inilah yang berfungsi untuk mengakses FS dan menyimpan nilai-nilai FS value dalam bentuk file Microsoft Excell sehingga data tersebut tersimpan setiap 10 menit.

Data FS yang diperoleh masih merupakan data tegangan dalam satuan milivolt (mV), sehingga perlu dilakukan konversi data untuk memperoleh data dalam satuan yang sebenarnya. Konversi data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excell dengan memasukkan data FS tersebut pada persamaan kalibrasi, sehingga data yang ditampilkan menunjukkan nilai dari masing-masing parameter dalam satuan yang sebenarnya.

Pengambilan data yang dilakukan selama 24 jam pada tanggal 1 Juli 2009 menggunakan dua instrumen pengukuran, yaitu FS dan weather station

terlihat pada grafik berikut.

1 Juli (Field Server)

Suhu RH Radiasi 0 20 40 60 80 100 00: 00 02: 00 04: 00 06: 00 08: 00 10: 00 12: 00 14: 00 16: 00 18: 00 20: 00 22: 00 Jam S u h u C ), R H (% ) 0 50 100 150 200 250 300 350 400 R a d ia s i(W /m ²)


(46)

1 Juli (Weather Station) Suhu RH Radiasi 0 20 40 60 80 100 00: 0 0 02: 0 0 04: 0 0 06: 0 0 08: 0 0 10: 0 0 12: 0 0 14: 0 0 16: 0 0 18: 0 0 20: 0 0 22: 0 0 Jam S u h u C ), R H (% ) 0 50 100 150 200 250 300 350 400 Ra d ia s i( W /m ²)

Gambar 22. Grafik Hasil Pemantauan Weather Station (1 Juli 2009)

Kedua grafik diatas menunjukkan hasil pemantauan pada FS dan

weather station selama 24 jam pada tanggal 1 Juli 2009. Pada kedua grafik tersebut terlihat pola pergerakan yang sama dari tiap parameter yang terukur dari setiap jamnya. Sebagai contoh, pada Grafik RH terlihat nilai RH yang tinggi dari awal pengukuran hingga sekitar pukul 07.30, kemudian nilai RH menurun hingga titik terendahnya sekitar pukul 15.00, setelah itu kembali naik hingga akhir pengukuran. Begitupun pada parameter suhu, pergerakan nilai suhu yang terukur oleh kedua alat dari waktu ke waktu relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa data yang ditampilkan FS telah menunjukkan data yang benar layaknya pengukuran dengan menggunakan alat ukur standar, dalam hal ini yaitu weather station.

Pada parameter radiasi surya terlihat perbedaan antara nilai yang terukur oleh FS dengan nilai pada weather station. Perbedaan terlihat pada saat radiasi surya menuju nilai maksimum. Pada grafik FS terbaca nilai maksimum radiasi sekitar 250 W/m2 sedangkan pada grafik weather station


(47)

dapat terjadi karena kondisi atap greenhouse yang kotor sehingga sinar matahari yang dapat melewati atap greenhouse tidak merata. Selain itu dapat pula disebabkan oleh pergerakan relatif bayang-bayang rangka atap greenhouse yang melewati permukaan sensor radiasi matahari pada FS dan

weather station sehingga jumlah intensitas radiasi yang diterima oleh kedua sensor terpengaruh oleh bayang-bayang tersebut. Meskipun demikian, titik maksimum radiasi matahari yang terbaca pada kedua alat terjadi pada waktu yang sama yaitu pada sekitar pukul 12.00.

Berikut merupakan hasil monitoring FS selama tiga hari (36 jam) pemantauan. Suhu RH Radiasi 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 02-07-09 00:00 02-07-09 08:00 02-07-09 16:00 03-07-09 00:00 03-07-09 08:00 03-07-09 16:00 04-07-09 00:00 04-07-09 08:00 04-07-09 16:00 Tanggal, Jam S uhu( ºC ), R H (% ) 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 300.0 350.0 Ra d ia s i( W /m ²)

Gambar 23. Parameter Lingkungan Hasil Pemantauan Field Server

Grafik diatas menunjukkan hasil pemantauan FS terhadap parameter lingkungan selama tiga hari pada tanggal 2 Juli – 4 Juli 2009 atau ketika tanaman berumur 33 HST – 35 HST (Hari Setelah Tanam). Pada ketiga grafik parameter tersebut terlihat pola pergerakan yang sama setiap harinya. Semakin tinggi radiasi matahari maka suhu udara akan semakin tinggi pula, namun pada saat yang sama nilai RH akan semakin rendah. Pada grafik tersebut


(48)

terlihat bahwa suhu maksimum setiap harinya terjadi setelah intensitas radiasi matahari melewati nilai maksimumnya atau ketika nilai intensitas radiasi mulai menurun. Hal ini terjadi karena dibutuhkannya waktu untuk menaikkan suhu suatu volum udara akibat dari energi yang diterimanya dari radiasi surya. Kenaikan suhu udara tersebut secara bersamaan akan menurunkan nilai kelembaban relatif sehingga titik maksimum suhu udara dan titik minimum RH akan terjadi pada waktu yang relatif bersamaan.

Dari grafik diatas terlihat pada hari ketiga pemantauan (tanggal 4 Juli 2009), terjadi perubahan naik turun secara signifikan pada grafik radiasi surya sekitar pukul 12.00 hingga pukul 16.00. Penurunan intensitas radiasi terjadi secara drastis pada sekitar pukul 15.00 dan disertai dengan turunnya suhu udara pada saat itu. Hal ini membuktikan bahwa parameter-parameter tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Ketika radiasi yang diterima mengalami penurunan, maka akan terjadi penurunan suhu udara dan pada saat yang sama RH akan meningkat. Adapun yang menyebabkan penurunan intensitas radiasi ini yaitu kondisi cuaca atau lingkungan makro dari tanaman, seperti kondisi langit yang mendung atau turunnya hujan.

Melalui pemantauan selama masa budidaya tanaman tomat, parameter lingkungan mikro tanaman dapat termonitor setiap saat sehingga perubahan dari masing-masing parameter tersebut dari waktu ke waktu dapat termonitor dengan baik. Berikut merupakan hasil pemantauan terhadap parameter suhu, RH dan radiasi surya selama masa budidaya berlangsung hingga tanaman siap panen (pengambilan data pada tanggal 1 Juli sampai 31 Agustus 2009, umur tanaman 32 HST sampai 93 HST).


(49)

0.60 0.29 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

32 35 38 41 44 47 50 53 56 62 65 68 71 74 77 80 83 86 91

HST R a d ias i R a ta-r ata (M J /m ²/ ja m )

Gambar 24. Grafik Radiasi Rata-rata Harian

Gambar diatas merupakan hasil pemantauan FS terhadap parameter radiasi surya. Grafik tersebut memperlihatkan radiasi surya rata-rata harian selama masa pembudidayaan tanaman. Selama masa tersebut terjadi fluktuasi perubahan intensitas radiasi surya yang diterima oleh tanaman. Perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan lingkungan makro yang terjadi. Kondisi cuaca dan kecerahan langit menjadi faktor penting yang mempengaruhi besarnya intensitas radiasi matahari yang diterima oleh

greenhouse. Radiasi yang diterima inilah yang berpengaruh kuat terhadap pertumbuhan tanaman karena proses fotosintesis yang terjadi pada tanaman sangat bergantung pada intensitas radiasi surya yang diterima oleh tanaman tersebut. Selain itu, radiasi surya juga menjadi faktor terpenting dalam proses evapotranspirasi yang terjadi pada tanaman sehingga radiasi surya ini merupakan sumber energi utama bagi keseluruhan proses yang terjadi pada tanaman.

Dari grafik diatas tersebut terlihat bahwa intensitas rata-rata yang diterima dari hari ke hari cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca dimana pada masa tersebut (bulan Juli–Agustus) merupakan musim kemarau. Namun kondisi dari cuaca Kota Bogor yang


(50)

memiliki curah hujan yang cukup tinggi mengakibatkan intensitas radiasi yang diterima tidak konstan karena tingkat kecerahan langit diatas Kota Bogor dari hari ke hari sangat bervariasi. Hal inilah yang menyebabkan grafik radiasi surya rata-rata yang diperoleh berfluktuasi naik turun dari hari ke hari. Tingkat radiasi surya tertinggi terjadi pada akhir masa budidaya, saat tanaman berumur 93 HST dengan radiasi rata-rata harian sebesar 0.60 MJ/m2/jam. Sedangkan radiasi terendah terjadi pada saat tanaman berumur 56 HST dengan radiasi rata-rata harian sebesar 0.29 MJ/m2/jam.

Berikut adalah grafik hasil pemantauan FS terhadap parameter suhu udara.

Rata-rata

24.8

28.6

Min

18.2 Maks

36.0

15 20 25 30 35 40

32 35 38 41 44 47 50 53 56 62 65 68 71 74 77 80 83 86 91

HST

Su

h

u

(

ºC

)

Gambar 25. Grafik Suhu Udara Harian

Grafik diatas merupakan grafik perubahan suhu udara harian yang diambil sejak tanaman berumur 32 HST sampai 93 HST. Pada grafik tersebut terlihat suhu udara harian yang mengalami perubahan secara fluktuatif selama masa budidaya. Suhu udara tertinggi selama pemantauan terjadi pada saat


(51)

Sedangkan suhu rata-rata harian terendah terjadi pada saat tanaman berumur 45 HST dengan suhu 24.8 ºC. Fluktuasi perubahan dari parameter suhu ini merupakan pengaruh dari adanya perubahan intensitas radiasi yang diterima dari hari ke hari. Pada grafik diatas terlihat tingkat suhu rata-rata harian dari hari ke hari semakin meningkat seperti halnya yang terjadi pada grafik radiasi rata-rata harian. Hal ini membuktikan keterkaitan antara radiasi surya yang berpengaruh terhadap suhu udara dimana memiliki hubungan yang berbanding lurus. Keterkaitan ini diperkuat pula dengan perubahan nilai RH rata-rata harian yang semakin hari cenderung semakin menurun, sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini.

70.9 94.2

60 65 70 75 80 85 90 95 100

32 35 38 41 44 47 50 53 56 62 65 68 71 74 77 80 83 86 91

HST

R

H

R

a

ta-r

a

ta (%

)

Gambar 26. Grafik RH Rata-rata Harian

Grafik diatas adalah grafik hasil pemantauan FS terhadap parameter RH rata-rata harian yang diukur bersamaan dengan kedua parameter lainnya (radiasi dan suhu udara). Terlihat RH rata-rata harian tertinggi terjadi pada saat tanaman berumur 56 HST dengan nilai sebesar 94.2 % dan RH rata-rata harian terendah pada saat tanaman berumur 65 HST dengan nilai sebesar 70.9 %. Pada grafik terlihat RH rata-rata harian yang cenderung semakin menurun dari hari ke hari. Penurunan ini disebabkan oleh suhu rata-rata harian yang


(52)

semakin hari semakin meningkat sebagaimana hubungan antara suhu dan RH yang saling berbanding terbalik. Hal ini memperkuat bahwa hubungan ketiga parameter tersebut saling terkait satu sama lain.

Berikut merupakan tabel hasil analisis statistik dari data tiap parameter yang telah terukur.

Tabel 2. Analisis Statistik Data Rata-rata Harian Setiap Parameter

Nilai Suhu

(°C)

RH (%)

Radiasi (MJ/m2/jam)

Maksimum 28.6 94.2 0.60

Minimum 24.8 70.9 0.29

Rata-rata 26.8 80.0 0.47

Standar Deviasi 0.791997 4.696632 0.04223388

Variasi 0.627259 22.05835 0.001783701

Menurut Wiryanta (2003) dalam Murniati (2008), suhu lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman dan berpengaruh baik terhadap warna buah antara 24 °C – 28 °C. Kelembaban relatif ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%.

Dari Tabel 2 diatas terlihat fluktuasi perubahan suhu rata-rata harian berkisar antara 24.8 – 28.6 °C dan suhu rata-rata selama pemantauan sebesar 26.8 °C. Kisaran suhu ini masih termasuk dalam kisaran suhu yang ideal bagi pertumbuhan tanaman tomat. Meskipun demikian, masih terdapat nilai suhu yang melampaui batas suhu ideal, seperti yang terjadi pada saat tanaman berumur 75 HST dengan suhu rata-rata 28.6 ºC.

Perubahan nilai RH rata-rata harian berkisar antara 70.9 – 94.2 % dengan RH rata-rata selama masa pemantauan sebesar 80 %. Nilai dari RH rata-rata ini sesuai dengan kebutuhan RH ideal bagi tanaman tomat yaitu sebesar 80 %. Namun jika ditinjau dari Tabel 2 diatas, data RH memiliki variasi yang cukup berarti, yaitu sebesar 22.05835. Hal ini terlihat dari grafik RH rata-rata harian yang mengalami fluktuasi naik-turun secara beragam. Kondisi ini memungkinkan tanaman menerima RH yang tidak sesuai bagi kebutuhan tanaman. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian RH lingkungan


(1)

85 Lampiran 4. Data Harian Selama Masa Pemantauan Tanaman.

Tanggal HST

Suhu Rata-rata

(ºC)

RH Rata-rata

(%)

Radiasi Rata-rata

(W/m2)

Radiasi Total Rs (MJ/m²/hari)

ETp (mm/hari)

01-07-2009 32 26.7 81.7 123.7 4.67718096 1.16

02-07-2009 33 26.9 82.1 121.5 4.88356128 1.21

03-07-2009 34 26.7 83.9 123.2 4.87892352 1.20

04-07-2009 35 26.0 86.2 111.4 4.47775728 1.09

05-07-2009 36 26.6 86.6 122.7 4.8580536 1.20

06-07-2009 37 26.6 84.0 111.9 5.16646464 1.27

07-07-2009 38 26.8 80.2 125.3 5.03892624 1.25

08-07-2009 39 26.6 82.3 113.9 4.57746912 1.13

09-07-2009 40 26.9 85.6 134.4 5.08066608 1.26

10-07-2009 41 26.5 85.3 128.3 5.12124648 1.26

11-07-2009 42 26.4 79.0 124.2 4.91834448 1.21

12-07-2009 43 25.5 77.4 127.8 5.06211504 1.21

13-07-2009 44 25.2 78.6 125.5 4.97167872 1.18

14-07-2009 45 24.8 74.9 125.2 5.03428848 1.19

15-07-2009 46 25.8 76.6 127.2 5.11544928 1.24

16-07-2009 47 26.8 78.0 126.6 5.08762272 1.26

17-07-2009 48 26.8 76.3 129.6 5.13400032 1.27

18-07-2009 49 26.5 80.7 136.2 5.2290744 1.29

19-07-2009 50 26.9 79.9 130.9 5.18501568 1.29

20-07-2009 51 27.7 80.1 126.5 5.08530384 1.29

21-07-2009 52 27.2 80.3 131.5 5.44241136 1.36

22-07-2009 53 27.0 83.8 131.4 5.36125056 1.33

23-07-2009 54 27.0 84.7 133.8 5.45864352 1.36

24-07-2009 55 26.5 86.5 134.6 5.40994704 1.33

25-07-2009 56 24.9 94.2 80.0 3.16759008 0.75

26-07-2009 57 25.9 88.5 111.4 4.5450048 1.10

30-07-2009 61 25.9 73.5 134.3 5.47951344 1.33

31-07-2009 62 25.9 73.1 134.7 5.4145848 1.31

01-08-2009 63 26.9 71.1 132.3 5.39603376 1.34

02-08-2009 64 26.5 72.8 135.4 5.36125056 1.32

03-08-2009 65 26.0 70.9 133.1 5.34965616 1.30

04-08-2009 66 26.0 77.8 135.0 5.2638576 1.28

05-08-2009 67 27.0 79.0 139.5 5.60937072 1.40

06-08-2009 68 26.8 78.2 117.6 5.34733728 1.32

07-08-2009 69 27.1 76.9 127.8 5.1363192 1.28

08-08-2009 70 27.8 78.0 134.2 5.47023792 1.38

09-08-2009 71 27.5 75.9 134.7 5.41690368 1.36

10-08-2009 72 27.6 77.0 136.3 5.39835264 1.36

11-08-2009 73 28.0 76.7 125.0 5.02501296 1.28

12-08-2009 74 28.0 79.4 121.7 4.82095152 1.23

13-08-2009 75 28.6 78.5 121.4 5.02733184 1.30

14-08-2009 76 27.6 83.5 121.3 4.58442576 1.16

15-08-2009 77 27.0 85.8 120.6 4.84877808 1.20

16-08-2009 78 27.8 79.2 137.7 5.2870464 1.34


(2)

86

18-08-2009 80 26.6 86.5 126.9 5.17574016 1.28

19-08-2009 81 27.2 77.6 137.1 5.51197776 1.38

20-08-2009 82 26.8 79.3 128.6 5.09226048 1.26

21-08-2009 83 26.9 79.8 121.5 4.95776544 1.23

22-08-2009 84 27.2 74.7 141.7 5.69748816 1.42

23-08-2009 85 27.4 76.3 135.9 5.52241272 1.39

24-08-2009 86 27.0 77.6 146.4 5.7972 1.44

27-08-2009 89 25.5 87.7 118.1 4.88819904 1.17

28-08-2009 90 26.6 77.7 157.3 6.41865984 1.58

29-08-2009 91 27.4 78.5 144.1 5.7044448 1.43

30-08-2009 92 28.0 76.6 137.1 5.51197776 1.40

31-08-2009 93 28.3 76.7 167.8 6.9450456 1.78

Model Hargreaves : ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

− +

=

mean s

mean p

T 55 . 0 5 . 595

8 . 238 R

) 78 . 17 T

( 0135 . 0 ET

Keterangan :

ETp : Evapotranspirasi potensial (mm/hari) Tmean : Suhu rata-rata (ºC)


(3)

87 Lampiran 5. Prediksi Pertumbuhan Tanaman dengan Model Verhulst.

Tinggi Tanaman (cm) Tanggal HST

I II III IV V VI VII

Rata-rata (cm)

Tinggi Prediksi

(cm)

22-06-09 24 10.5

23-06-09 25 11.8

24-06-09 26 13.3

25-06-09 27 15.0

26-06-09 28 16.8

27-06-09 29 18.9

28-06-09 30 21.2

29-06-09 31 23.7

30-06-09 32 26.4

01-07-09 33 29.4

02-07-09 34 32.6

03-07-09 35 36.1

04-07-09 36 39.9

05-07-09 37 43.9

06-07-09 38 49 53 47 61 52 44 38 49.1 48.1

07-07-09 39 53 56 52 64 55 45 42 52.4 52.5

08-07-09 40 56 59 55 67 60 52 45 56.3 57.2

09-07-09 41 62 64 61 71 65 57 50 61.4 62.0

10-07-09 42 67 69 64 78 70 60 54 66.0 66.9

11-07-09 43 72 76 68 83 78 66 59 71.7 71.9

12-07-09 44 77.0

13-07-09 45 85 87 78 97 89 76 68 82.9 82.1

14-07-09 46 90 92 84 102 92 81 76 88.1 87.1

15-07-09 47 97 96 88 106 100 87 80 93.4 92.1

16-07-09 48 100 101 93 107 102 92 82 96.7 96.9 17-07-09 49 104 105 99 112 105 99 91 102.1 101.7

18-07-09 50 106.2

19-07-09 51 108 110 105 120 110 105 100 108.3 110.5 20-07-09 52 112 113 110 125 116 110 105 113.0 114.6 21-07-09 53 117 120 117 131 121 115 110 118.7 118.5 22-07-09 54 122 126 121 139 126 118 114 123.7 122.1

23-07-09 55 125.4

24-07-09 56 128.5

25-07-09 57 131.3

26-07-09 58 133.9

27-07-09 59 136.3

28-07-09 60 138.5

29-07-09 61 140.4

30-07-09 62 142.2

31-07-09 63 143.7

01-08-09 64 145.2

02-08-09 65 146.4

03-08-09 66 147.5


(4)

88

05-08-09 68 149.4

06-08-09 69 150.2

07-08-09 70 150.9

08-08-09 71 151.6

09-08-09 72 152.1

10-08-09 73 152.6

11-08-09 74 153.0

12-08-09 75 153.4

13-08-09 76 153.7

14-08-09 77 154.0

15-08-09 78 154.3

16-08-09 79 154.5

17-08-09 80 154.7

18-08-09 81 154.9

19-08-09 82 155.1

20-08-09 83 155.2

21-08-09 84 155.3

22-08-09 85 155.4

23-08-09 86 155.5

24-08-09 87 155.6

25-08-09 88 155.7

26-08-09 89 155.7

27-08-09 90 155.8

28-08-09 91 155.8

29-08-09 92 155.9

30-08-09 93 155.9

Error : 4.1

Parameter Verhulst

γ 0.130262

No 10.46434 Ni 156.1875

Model Verhulst : N = Ni / {1 + [(Ni / No) – 1] e -γt}

Keterangan :

N : Tinggi prediksi (cm)

Ni : Tinggi maksimum tanaman (cm)

No : Tinggi tanaman di awal pemantauan (cm)

γ : Koefisien Verhulst


(5)

Ahmad Rifqi. F14050266. Analisa Unjuk Kerja Sistem Monitoring Parameter

Lingkungan Mikro Menggunakan Field Server pada Budidaya Tomat

(Lycopersicum esculentum Mill) Secara Hidroponik di Daerah Tropis. Di

bawah bimbingan: Dr. Ir. I Dewa Made Subrata M.Agr. dan Dr. Satyanto Krido Saptomo, STP., M.Si. 2009.

RINGKASAN

Greenhouse merupakan suatu bangunan yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari pengaruh keadaan lingkungan yang kurang baik, seperti tiupan angin kencang, radiasi matahari yang terlalu panas bagi tanaman, terpaan hujan, serta melindungi tanaman dari serangga dan penyakit. Dengan menggunakan greenhouse sebagai tempat pembudidayaan tanaman, maka lingkungan tanaman dapat dikondisikan agar sesuai dengan kebutuhan tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik. Dalam mengkondisikan lingkungan tersebut maka diperlukan pemantauan terhadap parameter-parameter lingkungan yang berinteraksi langsung pada tanaman.

Permasalahan yang dihadapi dalam pemantauan lingkungan tersebut adalah monitoring perlu dilakukan secara berkelanjutan selama masa budidaya tanaman. Hal ini tentu sulit dilakukan oleh operator ataupun orang yang berkepentingan dengan greenhouse untuk terus menerus memantau keadaan lingkungan di dalam greenhouse selama 24 jam. Dengan demikian, diperlukan sistem monitoring parameter lingkungan mikro yang menunjang sehingga mempermudah dalam pemantauan tersebut serta memungkinkan untuk diterapkannya sistem kontrol lingkungan yang dapat memberikan kondisi lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman.

Perkembangan yang sangat cepat dalam bidang teknologi mikro elektronik memberi kemudahan bagi berbagai aktivitas dalam kehidupan manusia termasuk dalam bidang pertanian. Salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam pemantauan parameter lingkungan mikro tanaman yaitu field server (FS). Field sever merupakan alat untuk memonitor parameter lingkungan secara otomatis yang terdiri dari komponen utama antara lain Web-Server, ADC (Analog to Digital Converter), DAC (Digital to Analog Converter), wireless LAN module dan multi-sensor yang terdiri dari sensor suhu udara, Relative Humidity (RH), radiasi surya dan CCD camera. Dengan penggunaan field server ini, parameter lingkungan mikro tanaman di dalam greenhouse akan dapat termonitor secara on-line dan dapat diakses kapanpun dan dimanapun melalui jaringan internet sehingga kondisi tanaman akan selalu terpantau.

Tujuan dari penelitian ini yaitu merancang sistem monitoring parameter lingkungan mikro pada budidaya tanaman tomat secara hidroponik di dalam greenhouse dengan menggunakan field server serta menguji, mengimplementasikan, dan menganalisa unjuk kerja sistem monitoring pada pemantauan tanaman tomat selama masa budidaya.

Penelitian ini dilaksanakan di single span greenhouse laboratorium Teknik Tanah dan Air, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei – Agustus 2009.

Kegiatan penelitian meliputi persiapan budidaya tanaman tomat dan persiapan sistem monitoring dengan field server, pindah tanam dan instalasi


(6)

sistem monitoring dalam greenhouse, kalibrasi sensor, pengujian teknis sistem monitoring serta pengambilan data lingkungan mikro tanaman. Pengambilan data dilakukan setiap 10 menit sekali sepanjang hari selama masa budidaya tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa field server dapat terkoneksi dengan baik pada jaringan internet sehingga pemantauan parameter lingkungan mikro tanaman dan pemantauan visual tanaman dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja secara online menggunakan internet. Pemantauan terhadap tiga parameter lingkungan mikro tanaman (suhu udara, RH dan radiasi surya) dapat dilakukan dengan mengakses alamat web http://125.166.42.26:85/, dan untuk mengamati pertumbuhan tanaman secara visual serta pengambilan image tanaman dapat dilakukan dengan mengakses alamet web http://125.166.42.26:86/.

Kemampuan field server dalam memantau parameter-parameter lingkungan mikro tanaman memiliki tingkat akurasi yang tinggi, terbukti pada tingginya nilai koefisien determinasi setiap persamaan kalibrasi dari masing-masing sensor. Persamaan kalibrasi untuk sensor suhu udara yaitu y = 0.5381x – 13.006 dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.9668. Persamaan kalibrasi untuk sensor RH yaitu y = 0.5185x + 16.352 dengan koefisien determinasi sebesar 0.8673. Serta persamaan kalibrasi untuk sensor radiasi surya yaitu y = 3.8648x dengan koefisien determinasi sebesar 0.9105.

Dari data-data lingkungan mikro yang diambil dengan menggunakan field server, dapat diperoleh grafik perubahan parameter lingkungan mikro tanaman dalam satu hari, grafik perubahan parameter lingkungan mikro harian, serta tingkat evapotranspirasi potensial harian selama masa budidaya.

Melalui pemantauan yang dilakukan terhadap perubahan parameter lingkungan mikro tanaman, terlihat hubungan dari ketiga parameter yang terukur saling terkait satu sama lain. Tingkat radiasi surya akan mempengaruhi suhu udara, sedangkan perubahan suhu udara akan menyebabkan kenaikan atau penurunan RH yang hubungannya berbanding terbalik dengan perubahan suhu udara tersebut. Ketika terjadi peningkatan intensitas radiasi surya, suhu udara di lingkungan tanaman akan meningkat. Peningkatan suhu udara ini akan menyebabkan penurunan nilai RH. Begitu pula sebaliknya, ketika intensitas radiasi surya menurun, suhu udara akan menurun pula sedangkan RH akan meningkat.

Selama pemantauan, diperoleh nilai kisaran suhu rata-rata harian sebesar 24.8 – 28.6 °C dengan suhu rata selama pemantauan 26.8 °C, nilai RH rata-rata harian berkisar antara 70.9 – 94.2 % dengan RH rata-rata-rata-rata selama pemantauan sebesar 80 %, dan besarnya intensitas radiasi surya rata-rata harian berkisar antara 0.29 – 0.60 MJ/m2/jam, dengan nilai rata-rata selama pemantauan sebesar 0.47 MJ/m2/jam. Dengan menggunakan data yang telah diperoleh, tingkat evapotranspirasi potensial dapat dihitung. Tingkat evapotranspirasi tanaman selama pemantauan berkisar antara 0.75 – 1.78 mm/hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil validasi field server terhadap parameter-parameter lingkungan mikro tanaman sesuai seperti pengukuran dengan menggunakan alat ukur standar, sehingga field server layak dipergunakan dalam kegiatan monitoring tanaman.