LAMPIRAN
1. Naskah penjelasan untuk mendapatkan persetujuan kesediaan sebagai subjek penelitian
2. Persetujuan kesediaan sebagai subjek penelitian
3. Panduan observasi pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit
Kusta Pulau Sicanang Belawan 4. Dokume ntasi foto lokasi ulkus plantaris
DAFTAR TABEL
Universitas Sumatera Utara
Halaman Tabel 2.1
Perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO………………………………………………………
12
Tabel 2.2 Gambaran reaksi kusta tipe 1………………………….
16 Tabel 2.3
Gambaran reaksi kusta tipe 2…………………………. 19
Tabel 4.1.1 Karakteristik subyek penelitian pasien kusta dengan ulkus
plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan tahun 2012………………………......................................
49
Tabel 4.2.1 Distribusi pasien kusta dengan ulkus plantaris berdasarkan riwayat penyakit kusta di Rumah Sakit Kusta
Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012……………………….................................................
52
Tabel 4.2.2 Distribusi pasien kusta dengan ulkus plantaris
berdasarkan tipe kusta di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan
pada bulan Juli tahun
2012……………………………………………………. 53
Tabel 4.2.3 Distribusi pasien kusta dengan ulkus plantaris berdasarkan riwayat pengobatan kusta di Rumah Sakit
Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012………………………………………………………
54
Tabel 4.2.4 Distribusi pasien kusta dengan ulkus plantaris berdasarkan riwayat reaksi kusta di Rumah Sakit Kusta
Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012…………………………………………………….
54
Tabel 4.3.1 Distribusi ulkus plantaris pada pasien kusta berdasarkan
penyebab ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan
pada bulan Juli tahun
2012……………………………………………………. 57
Tabel 4.3.2 Distribusi lamanya menderita ulkus pada pasien kusta di
Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan 58
Universitas Sumatera Utara
Juli tahun2012…………………………………………. Tabel 4.3.3
Distribusi ulkus plantaris pada pasien kusta berdasarkan penyembuhan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau
Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012………… 49
Tabel 4.3.4 Distribusi ulkus plantaris pada pasien kusta berdasarkan
lokasi ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan
pada bulan Juli tahun
2012………………………………………………………. 60
Tabel 4.3.5 Distribusi ulkus plantaris berdasarkan sisi kaki yang dijumpai ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau
Sicanang Belawan pada bulan Juli
tahun 2012…………………………………………………….
62
Tabel 4.3.6 Distribusi pasien kusta dengan ulkus plantaris berdasarkan pengobatan ulkus plantaris di Rumah Sakit
Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012………………………………………………………
63
Tabel 4.3.7 Distribusi
pasien kusta dengan ulkus plantaris berdasarkan keteraturan pengobatan ulkus plantaris di
Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012…………………………………………
64
DAFTAR GAMBAR
Universitas Sumatera Utara
Halaman Gambar 2.1
Karakteristik klinis dan spektrum imunologi kusta 14
Gambar 2.2 Spektrum reaksi kusta RR dan ENL
18 Gambar 2.3
Tipe kusta dan reaksi kusta 20
Gambar 2.4 Syaraf tepi
21 Gambar 2.5
Patogenesis cacat pada kusta 27
Gambar 2.6 Jenis ulkus pada penyakit kusta
29 Gambar 2.7
Neuropathic Ulcers pada pasien kusta 30
Gambar 2.8 Gangguan persyarafan pada kaki
34 Gambar 2.9
Penyebab ulkus plantaris 35
Gambar 2.10 Lokasi ulkus plantaris
36 Gambar 2.11
Pembagian tiga lokasi ulkus plantaris 37
DAFTAR SINGKATAN
Universitas Sumatera Utara
M. Leprae Mycobacterium leprae
Menkes Menteri Kesehatan
WHO World Health Organization
I Indeterminate
T Tuberkuloid
B Borderline - Dimorphous
L Lepromatosa
TT Tuberkuloid
BT Boderline tuberculoid
BB Mid-borderline
BL Borderline lepromatous
LL Lepromatosa
PB Pausibasilar
MB Multibasilar
BTA Basil Tahan Asam
ENL Eritema Nodosum Leprosum
NFI Nerve function impairment
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Penyakit kusta merupakan infeksi kronis granulomatous yang mengenai kulit, syaraf tepi dan jaringan tubuh lainnya disebabkan oleh organisme obligat intraselluler Mycobacterium
leprae M.leprae.
1
Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat oleh karena pemahaman tentang penyakit kusta masih kurang sehingga banyak pasien kusta yang datang
untuk mendapat pengobatan sudah dalam keadaan cacat. Cacat kusta dapat berdampak kepada pasien kusta sendiri maupun keluarganya, diakibatkan adanya keterbatasan fisik untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pasien cacat kusta sering mendapat diskriminasi sosial di masyarakat sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkat kualitas hidup.
2
Kecacatan yang terjadi pada pasien kusta dapat dihindari dengan mendiagnosis penyakit kusta lebih dini
secara tepat serta memberikan pengobatanpenanganan yang juga tepat, adekuat dan teratur sesuai dengan ketentuan yang telah ada.
3
Cacat kusta terdiri dari dua kelompok yaitu cacat primer yang disebabkan langsung oleh aktifitas penyakit terutama kerusakan akibat respon jaringan terhadap M.leprae dan cacat
sekunder yang disebabkan oleh cacat primer, terutama akibat adanya kerusakan saraf sensorik, motorik dan otonom.
4
World Health Organization WHO membagi tingkatan keparahan cacat pada tangan dan kaki pasien kusta yaitu cacat yang paling berat adalah cacat tingkat 2 ditandai
dengan ditemukannya kelainan anatomis seperti lukaulkus, deformitas akibat kelemahan otot seperti foot drop, claw hand, kehilangan jaringan dan resorption dari jari tangankaki sebagian
atau seluruhnya.
5
Pada tahun 2010, WHO secara global melaporkan proporsi kasus baru
Universitas Sumatera Utara
kecacatan tingkat 2100.000 populasi adalah 0,23 dan 13.000 kasus baru kecacatan tingkat 2 telah dideteksi di seluruh dunia sedangkan di Indonesia penemuan kasus baru kecacatan tingkat 2
adalah sebanyak 1822 kasus.
6
Ulkus pada kaki merupakan cacat tingkat 2 yang sering dijumpai pada pasien kusta. Keterlibatan syaraf memegang peranan penting untuk timbulnya ulkus yang dikenal dengan
sebutan neurophaty sehingga ulkus tersebut termasuk dalam kategori neuropathic ulcers. Neuropathic ulcers dapat dijumpai pada telapak kaki, sering dinamakan ulkus plantaris atau
plantar trophic ulcers dan istilah tersebut diperkenalkan oleh Price tahun 1959.
7
Ulkus plantaris dijumpai lebih dari 10 pada pasien kusta.
8
RSU. Dr.Soetomo Surabaya melaporkan distribusi ulkus plantaris periode tahun 2003 – 2005 dimana dijumpai peningkatan
jumlah pasien kusta dengan ulkus plantaris yaitu tahun 2003 sebanyak 14,2; tahun 2004 sebanyak 14,8 dan tahun 2005 sebanyak 20.
9
Sukasihati tahun 2006 juga melaporkan jumlah kasus pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan yaitu
sebanyak 31,8.
10
Kerusakan syaraf pada daerah kaki menimbulkan gangguan sensibilitas pada fungsi sensorik anestesi, motorik kelumpuhan otot dan otonom hilangnya fungsi kelenjar keringat
dan kelenjar lemak kulit dari syaraf tepi. Kerusakan syaraf sensorik, motorik serta otonom
tersebut dapat menyebabkan anestesi, jari kaki kiting claw toes, kaki lunglai foot drop, kulit kering, pecah-pecah, elastisitas berkurang sehingga mudah terjadi luka.
12
Anestesi pada telapak kaki disertai perubahan bentuk kaki, tekanan yang berlebihan dan adanya trauma akan
menyebabkan terbentuknya callus, bula dan ulkus plantaris.
7
Distribusi lokasi ulkus plantaris pada pasien kusta dapat dijumpai pada tips of toes
sebanyak 5 , big toe region sebanyak 30-50, daerah central toe region 2
nd
-5
th
metatarsal
Universitas Sumatera Utara
head sebanyak 20-30, metatarsal head region sebanyak 15-20, mid lateral border of the foot
base of 5
th
metatarsal sebanyak 15-20, heel sebanyak 5-10 dan instep sebanyak 1.
7
Namun ada juga yang yang membagi lokasi ulkus plantaris menjadi tiga bagian yang lebih sederhana yaitu forefoot sebanyak 79 termasuk daerah big toe 13,7; midfoot sebanyak 7
dan hindfoot sebanyak 14.
8
Prinsip penanganan ulkus plantaris yang paling utama adalah mengajarkan kepada pasien kusta untuk mengetahuimenyadari lebih dini adanya ulkus plantaris, selanjutnya melakukan
imobilisasi untuk mengistirahatkan kaki yang luka; melakukan perawatan luka dengan membersihkan, membuang jaringan yang mati serta menipiskan penebalan kulit dan melindungi
lingkungan luka agar bersih serta lembab.
12,13
Ulkus plantaris apabila tidak mendapat penanganan yang tepat atau terus menerus mendapat tekanan yang berulang, trauma dan infeksi, akan menyebabkan ulkus plantaris
berkembang menjadi kronik atau mengalami komplikasi. Jika jaringan di sekitar tulang periosteum mengalami infeksi akan menyebabkan terjadinya inflamasi pada tulang
osteomyelitis.
14
Pada beberapa kasus ulkus plantaris dapat berkembang menjadi premalignant atau malignant yang pertumbuhannya menyerupai gambaran bunga kol, kemungkinannya adalah
skuamous sel karsinoma atau pseudo-epitheliomatous hyperplasia.
15,16
Kaki merupakan bagian tubuh yang mempunyai struktur dinamik. Kaki ketika berjalan, terjadi kontak fisikdengan tanah dan kaki secara konstan mengatur beban yang diperolehnya dari
awal ampai berakhirnya proses berjalan. Perubahan struktur dan atau sifat lentur kaki akan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi kaki ketika berjalan yang ditandai dengan perubahan
cara berjalan. Faktor yang paling penting agar didapat fungsi kaki yang baik adalah bentuk kaki, distribusi tekanan pada seluruh permukaan telapak kaki dan adekuatnya kemampuan telapak kaki
Universitas Sumatera Utara
untuk merasa. Pada pasien kusta sering dijumpai ulkus pada telapak kaki yang dapat mempengaruhi fungsi kaki kearah yang lebih buruk.
17
Dari uraian diatas, diketahui betapa pentingnya fungsi kaki telapak kaki dan kompleksnya penyebab serta akibat yang ditimbulkan oleh ulkus plantaris pada pasien kusta
sehingga perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut. Informasi dan data yang terakhir tentang kecacatan kaki pada pasien kusta yang di dalamnya tercakup penelitian tentang ulkus
plantaris telah dilakukan di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada tahun 2006
10
sehingga pada saat sekarang ini sudah perlu dilakukan evaluasi ulang untuk melihat perkembangannya. Keadaan diatas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian khusus
tentang profil pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan yang dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2012.
1.2 Rumusan masalah
Dari uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang dinyatakan sebagai pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah profil pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah
Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012?
1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui profil pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik subyek penelitian pasien kusta dengan ulkus plantaris di
Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012. 2.
Untuk mengetahui riwayat penyakit kusta dalam keluarga pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012.
3. Untuk mengetahui tipe kusta pada pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit
Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012. 4.
Untuk mengetahui riwayat pengobatan kusta dan timbulnya ulkus plantaris pada pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan
Juli tahun 2012. 5.
Untuk mengetahui riwayat reaksi kusta pada pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012.
6. Untuk mengetahui penyebab ulkus plantaris pada pasien kusta dengan ulkus plantaris di
Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012. 7.
Untuk mengetahui lamanya menderita ulkus plantaris pada pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012.
8. Untuk mengetahui penyembuhan ulkus plantaris pada pasien kusta dengan ulkus plantaris
di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012. 9.
Untuk mengetahui lokasi ulkus plantaris pada pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012.
10. Untuk mengetahui sisi kaki yang dijumpai ulkus plantaris pada pasien kusta dengan ulkus
plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
11. Untuk mengetahui pengobatan ulkus plantaris pada pasien kusta dengan ulkus plantaris di
Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012. 12.
Untuk mengetahui keteraturan pengobatan ulkus plantaris pada pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan pada bulan Juli tahun 2012.
1.4 Manfaat penelitian
1. Mendidik pasien kusta dengan ulkus plantaris agar mengetahui langkah-langkah yang
harus diambil untuk melakukan pencegahan agar tidak timbul ulkus plantaris atau dapat melakukan perawatan ulkus plantaris dengan benar sehingga ulkus plantaris tidak akan
berulang dan tidak berkembang menjadi ulkus plantaris yang kronik atau mengalami komplikasi.
2. Informasi dan data yang diperoleh dari pasien kusta dengan ulkus plantaris dapat
digunakan oleh Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan untuk mengevaluasi pengobatan yang selama ini telah diberikan dan diharapkan terjadi penurunan jumlah
pasien kusta dengan ulkus plantaris di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Belawan. 3.
Informasi dan data yang diperoleh dari pasien kusta dengan ulkus plantaris dapat menambah keilmuan tentang penyakit kusta khususnya mengenai ulkus plantaris.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit kusta 2.1.1 Defenisi
Penyakit kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan Mycobacterium leprae M.leprae yang pertama menyerang syaraf tepi selanjutnya
menyerang kulit dan jaringan lainnya kecuali susunan syaraf pusat.
18
2.1.2 Etiologi
Penyebab kusta adalah M. leprae, yang ditemukan pada tahun 1873 oleh G.Amauer Hansen di Norwegia. Kuman bersifat tahan asam, berbentuk batang
dengan ukuran 1-8 µm, lebar 0,3 µm dan bersifat obligat intraselluler. Kuman kusta
tumbuh lambat, untuk membelah diri membutuhkan waktu 12-13 hari dan mencapai fase plateau dari pertumbuhan pada hari ke 20-40. Tumbuh pada tempratur 27-30
o
C 81-86
o
F.
8
2.1.3 Klasifikasi
Menurut kepentingannya, penyakit kusta mempunyai beberapa jenis klasifikasi yang telah umum digunakan yaitu:
1. Klasifikasi International: Klasifikasi Madrit 1953
• Indeterminate I
Universitas Sumatera Utara
• Tuberkuloid T • Borderline – Dimorphous B
• Lepromatosa L 2.
Klasifikasi untuk kepentingan riset: Klasifikasi Ridley-Jopling 1962.
• Tuberkuloid TT • Boderline tuberculoid BT
• Mid-borderline BB • Borderline lepromatous BL
• Lepromatosa LL 3. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta:
Klasifikasi WHO 1981 dan modifikasi WHO 1988. • Pausibasilar PB
Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan basil tahan asam BTA negatif menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T
menurut klasifikasi Madrid. • Multibasilar MB
Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta
dengan BTA positif.
19
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Diagnosis
Keakuratan mendiagnosis penyakit kusta merupakan suatu dasar yang sangat penting yang berkaitan dengan epidemiologi kusta, pengobatan dan pencegahan
kecacatan pada pasien kusta. Diagnosis yang tidak adekuat under-diagnosis akan menyebabkan penularan kuman kusta berlanjut serta penyakit kusta pada pasien kusta
bertambah parah sedangkan jika diagnosis yang dilakukan terlalu berlebihan over- diagnosis akan mengakibatkan pemberian pengobatan menjadi tidak tepat contohnya
pemberian antibiotika yang terlalu banyak. Keadaan ini dapat menyebabkaan pengumpulan data statistik dari epidemiologi pasien kusta menjadi tidak akurat.
Diagnosis pasien kusta berdasarkan tiga penemuan tanda kardinal tanda utama yaitu:
1. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau erimatosa, mendatar makula atau meninggi plak. Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa
raba, rasa suhu dan rasa nyeri. 2.
Penebalan saraf tepi Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi
saraf yang terkena, yaitu: a.
Gangguan fungsi sensoris: mati rasa b.
Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis c.
Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema dan pertumbuhan rambut yang terganggu
Universitas Sumatera Utara
3. Ditemukan BTA
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telingadan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau
syaraf. Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu
tanda kardinal.
19,20
2.1.5 Gambaran klinis Tabel 2.1 Perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO
PB MB
1. Lesi kulit makula yang datar, papul yang meninggi, infiltrat, plak eritem,
nodus - 1-5 lesi
- hipopigmentasi eritema
- distribusi tidak simetris
- 5 lesi
- distribusi lebih simetris
2. Kerusakan pada saraf menyebabkan hilangnya sensasikelemahan otot yang
dipersyarafi oleh syaraf yang terkena - hilangnya
sensasi yang jelas
- hanya satu cabang syaraf
- hilangnya sensasi kurang
jelas - banyak cabang
syaraf Dikutip dari kepustakaan 19
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Imunologi
Respon imun terhadap kuman M.leprae terjadi pada dua kutub, dimana pada satu sisi akan terlihat aktifitas Th-1 yang menghasilkan imunitas seluler dan sisi yang
lain terlihat aktifitas Th-2 yang menghasilkan imunitas humoral. Pada kusta tipe tuberkuloid, ditandai dengan cell-mediated immunity yang
tinggi dengan tipe respon imunitas seluler yaitu Th-1. Kusta tipe tuberkuloid menghasilkan IFN-
γ, IL-2, lymphotoxin- α pada lesi dan selanjutnya akan
menimbulkan aktivitas fagositik. Makrofag yang mempengaruhi sitokin terutama TNF bersama dengan limfosit akan membentuk granuloma. Sel CD4
+
T helper cell dominan ditemukan terutama di dalam granuloma dan sel CD8
+
cytotoxic T cell dijumpai di daerah sekitarnya. Sel T pada granuloma tuberkuloid menghasilkan
protein antimikroba yaitu granulysin.
21
Pada kusta tipe lepromatous, ditandai dengan cell-mediated immunity yang rendah dengan tipe respon imunitas humoral yaitu Th-2. Kusta tipe lepromatous
mempunyai karakteristik pembentukan granuloma yang sedikit. mRNA memproduksi terutama sitokin IL-4, IL-5 dan IL-10. IL-4 menyebabkan penurunan peranan TLR2
pada monosit sedangkan IL-10 akan menekan produksi dari IL-12. Dijumpai sel CD4
+
berkurang, sel CD8
+
yang banyak dan dijumpai foamy makrofag. Spektrum imunologi kusta tipe tuberkuloid dan lepromatous tetap berada pada
kedua kutub masing-masing, namun pada kusta tipe borderline BT, BB, BL
Universitas Sumatera Utara
spektrum imunologi kusta bersifat dinamik unstable yang bergerak diantara ke dua kutub.
21,22
Gambar 2.1 Karakteristik klinis dan spektrum imunologi kusta
Dikutip dari kepustakaan 23
2.1.7 Reaksi kusta
Reaksi kusta adalah suatu episode akut di dalam perjalanan klinik penyakit kusta yang ditandai dengan terjadinya reaksi radang akut neuritis yang kadang-
kadang disertai dengan gejala sistemik. Reaksi kusta dapat merugikan pasien kusta, oleh karena dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama gangguan fungsi
sensorik anestesi sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada pasien kusta. Reaksi
kusta dapat terjadi sebelum mendapat pengobatan, pada saat pengobatan, maupun
Universitas Sumatera Utara
sesudah pengobatan, namun reakis kusta paling sering terjadi pada 6 bulan sampai satu tahun sesudah dimulainya pengobatan.
Reaksi kusta dapat dibagi atas dua kelompok yaitu: 1. Reaksi kusta tipe 1 Reaksi Reversal= RR
Reaksi imunologik yang sesuai adalah reaksi hipersensitivitas tipe IV dari Coomb Gel Delayed Type Hypersensitivity Reaction. Reaksi kusta tipe 1
terutama terjadi pada kusta tipe borderline BT, BB, BL dan biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang mendapat pengobatan. Pada reaksi ini terjadi
peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman kusta dikulit dan syaraf pada pasien kusta. Hal ini berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan. Antigen yang berasal dari basil yang telah mati akan bereaksi dengan limfosit
T disertai perubahan imunitas selular yang cepat. Dasar reaksi kusta tipe 1 adalah adanya perubahan keseimbangan antara imunitas selular dan basil. Diduga kerusakan
jaringan terjadi akibat langsung reaksi hipersensitivitas seluler terhadap antigen basil.
24
Pada saat terjadi reaksi, beberapa penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan ekspresi sitokin pro-inflamasi seperti TNF-
α, IL-1b, IL-6, IFN-γ dan IL- 12 dan sitokin immunoregulatory seperti TGF-
β dan IL-10 selama terjadi aktivasi dari makrofag. Aktivasi CD4
+
limfosit Th-1 menyebabkan produksi IL-2 dan IFN- γ
meningkat sehingga dapat terjadi lymphocytic infiltration pada kulit dan syaraf. IFN γ
Universitas Sumatera Utara
dan TNF- α bertanggung jawab terhadap terjadinya edema, inflamasi yang
menimbulkan rasa sakit dan kerusakan jaringan yang cepat.
25
Tabel 2.2 Gambaran reaksi kusta tipe 1 Organ yang
diserang Reaksi ringan
Reaksi berat
Kulit Lesi kulit yang telah ada
menjadi lebih eritematosa Lesi yang telah ada menjadi
eritematosa Timbul lesi baru yang kadang-
kadang disertai panas dan malaise Syaraf tepi
Membesar, tidak ada nyeri tekan syaraf dan gangguan
fungsi Berlangsung kurang dari 6
minggu Membesar, nyeri tekan dan
gangguan fungsi. Berlangsung lebih dari 6 minggu
Kulit dan syaraf
Lesi yang telah ada akan menjadi lebih eritematosa, nyeri
pada syaraf Berlangsung kurang dari 6
minggu Lesi kulit yang eritematosa
disertai ulserasi atau edema pada tangankaki
Syaraf membesar, nyeri dan fungsinya terganggu
Berlangsung lebih dari 6 minggu
Dikutip dari kepustakaan 26
Universitas Sumatera Utara
2. Reaksi tipe 2 Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL Reaksi kusta tipe 2 terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous BL, LL.
Diperkirakan 50 pasien kusta tipe LL Dan 25 pasien kusta tipe BL mengalami episode ENL.
Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy MDT.
ENL diduga merupakan manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah. Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III menurut Coomb Gel.
Pada pengobatan, banyak basil kusta yang mati dan hancur, sehingga banyak antigen yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi IgG, IgM dan komplemen C3
membentuk kompleks imun yang terus beredar dalam sirkulasi darah dan akhirnya akan di endapkan dalam berbagai organ sehingga mengaktifkan sistem komplemen
Berbagai macam enzim dan bahan toksik yang menimbulkan destruksi jaringan akan dilepaskan oleh netrofil akibat dari aktivasi komplemen.
Pada ENL, dijumpai peningkatan ekspresi sitokin IL-4, IL-5, IL 13 dan IL-10 respon tipeTh-2 serta peningkatan, IFN-
γ danTNF- α. IL-4, IL-5, IFN-γ,TNF-α
bertanggung jawab terhadap kenaikan suhu dan kerusakan jaringan selama terjadi reaksi ENL.
25,27
Reaksi ENL cenderung berlangsung kronis dan rekuren. Kronisitas dan rekurensi ENL menyebabkan pasien kusta akan tergantung kepada pemberian steroid
jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Spektrum reaksi kusta RR dan ENL
Keterangan gambar: Gambaran tipe reaksi yang terjadi dan hubungannya dengan tipe imunitas dalam
spektrum imunitas pasien kusta menurut Ridkey-Jopling Reaksi tipe 1 diperantarai oleh mekanisme imunitas seluler
Reaksi tipe 2 diperantarai oleh mekanisme imunitas humoral Dikutip dari kepustakaan 28
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Gambaran reaksi kusta tipe 2 Organ yang diserang
Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Nodus sedikit, dapat
ulserasi Demam ringan dan
malaise Nodus banyak, nyeri,
berulserasi Demam tinggi dan malaise
Syaraf tepi Membesar
Tidak ada nyeri tekan syaraf
Fungsi tidak ada gangguan
Sangat membesar Nyeri tekan
Gangguan fungsi
Organ tubuh Tidak ada gangguan
organ-organ dari tubuh Terjadi peradangan pada:
mata: nyeri, penurunan visus, merah sekitar
limbus Testis: lunak, nyeri dan
membesar Dikutip dari kepustakaan 26
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Tipe kusta dan reaksi kusta
Dikutip dari kepustakaan 22
Universitas Sumatera Utara
2.2 Keterlibatan syaraf pada kusta Gambar 2.4 Syaraf tepi
Dikutip dari kepustakaan 1 2.2.1 Kerusakan syaraf tepi
Syaraf tepi yang terserang akan menunjukkan berbagai kelainan yaitu: • N.fasialis: lagoftalmos, mulut mencong
Universitas Sumatera Utara
• N.trigeminus: anestesi kornea • N.aurikularis magnus
• N.radialis: tangan lunglai drop wrist • N.ulnaris: anestesi dan paresisparalisis otot tangan jari V dan sebagian jari IV
• N.medianus: anestesi dan paresisparalisis otot tangan jari I, II, III, dan sebagian jari IV. Kerusakan N.ulnaris dan N.medianus menyebabkan jari
kiting clow toes dan tangan cakar claw hand • N.peroneus komunis: kaki semper drop foot
• N.tibialis posterior: mati rasa telapak kaki dan jari kiting claw toes
19
2.2.2 Tingkat kerusakan syaraf
Sebagian besar masalah kecacatan pada kusta ini terjadi akibat penyakit kusta yang menyerang syaraf perifer. Menurut Srinivasan, syaraf perifer yang terkena akan
mengalami beberapa tingkat kerusakan yaitu:
1. Stage of involvement
Pada tingkat ini syaraf menjadi lebih tebal dari normal penebalan syaraf dan mungkin disertai nyeri tekan dan nyeri spontan pada syaraf perifer tersebut, tetapi
belum disertai gangguan fungsi syaraf, misalnya anestesi atau kelemahan otot.
2. Stage of damage
Pada stadium ini syaraf telah rusak dan fungsi syaraf tersebut telah terganggu. Kerusakan fungsi syaraf, misalnya kehilangan fungsi syaraf otonom, sensoris dan
Universitas Sumatera Utara
kelemahan otot menunjukkan bahwa syaraf telah mengalami kerusakan damage atau telah mengalami paralisis. Diagnosis stage of damage ditegakkan, bila syaraf
telah mengalami paralisis yang tidak lengkap atau syaraf batang tubuh telah mengalami paralisis lengkap tidak lebih dari 6-9 bulan. Penting sekali untuk
mengenali tingkat damage ini karena dengan pengobatan pada tingkat ini kerusakan syaraf yang permanen dapat dihindari.
3. Stage of destruction
Pada tingkat ini syaraf telah rusak secara lengkap. Diagnosis stage of destruction ditegakkan, bila kerusakan atau paralisis syaraf secara lengkap lebih dari
satu tahun. Pada tingkat ini walaupun dengan pengobatan, fungsi syaraf ini tidak dapat diperbaiki.
4
2.3 KECACATAN KUSTA
2.3.1 Batasan istilah dalam cacat kusta
1.
Impairment: segala kehilangan atau abnormalitas struktur atau fungsi yang
bersifat patologik, fisiologik atau anatomic misalnya ulkus, claw hand, absorbs jari.
2.
Disability: segala keterbatasan atau kekurangmampuan akibat impairment
untuk melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal bagi manusia contohnya memakai baju sendiri.
3.
Deformity: kelainan struktur anatomis.
4
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Jenis cacat kusta
Cacat yang timbul pada penyakit kusta dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Kelompok cacat primer Kelompok cacat primer adalah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh