Evaluasi Pelestarian Arsip Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara. Medan

(1)

EVALUASI PELESTARIAN ARSIP BADAN PERPUSTAKAAN ARSIP DAN DOKUMENTASI (BPAD)

PROVINSI SUMATERA UTARA

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

dalam bidang Studi Perpustakaan dan Informasi

Oleh : ARIEF SUGIMAN

100709033

DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Arief Sugiman. 2014. Evaluasi Pelestarian Arsip Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara. Medan : Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelestarian arsip BPAD Provinsi Sumatera Utara menggunakan ISO 11799 : 2003. Kategori evaluasi pelestarian arsip yang diukur sesuai standar tersebut adalah letak gedung, bentuk gedung, pemasangan dan peralatan, penggunaan, rencana pengendalian bencana, pameran arsip.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dilaksanakan pada BPAD Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jln. William Iskandar No.9 Medan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan Observasi, Wawancara Mendalam dan Studi Dokumentasi.

Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa kategori letak gedung pada BPAD Provinsi Sumatera Utara belum sesuai dengan ISO 11799, kategori bentuk gedung pada BPAD Provinsi Sumatera Utara belum sesuai dengan ISO 11799, kategori pemasangan dan peralatan pada BPAD Provinsi Sumatera Utara belum sesuai dengan ISO 11799, kategori penggunaan pada BPAD Provinsi Sumatera Utara sudah sesuai dengan ISO 11799, kategori rencana pengendalian bencana pada BPAD Provinsi Sumatera Utara belum sesuai dengan ISO 11799,kategori pameran arsip pada BPAD Provinsi Sumatera Utara sudah sesuai dengan ISO 11799.

Kata Kunci : Evaluasi pelestarian, ISO 11799 : 2003, BPAD Provinsi Sumatera Utara.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Pelestarian Arsip Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara”. Skripsi ini diselesaikan sebagai salah satu persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi pada Fakultas Ilmu Budaya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang teristimewa dan sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta yakni, Ibunda Salimah Sinaga, yang telah mendidik dan membesarkan serta senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

Penulisan skripsi ini dapat selesai karena adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu baik saran, doa dan bimbingan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya dan Doen Pembimbing II, dimana beliau telah banyak memberikan bimbingan.

3. Ibu Himma Dewiyanna, S.T.,M.Hum. Selaku Sekretaris Jurusan Program Studi S-1 Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya dan Dosen Pembimbing Akademik.

4. Bapak Ishak, S.Sos., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I, dimana beliau telah banyak memberikan bimbingan. Rasa penghormatan dan terima kasih yang sangat luar biasa atas waktu, dukungan, petunjuk dan nasehatnya kepada penulis.

5. Seluruh staf pengajar pada Departemen Studi Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama perkuliahan.


(4)

6. Bapak Pimpinan dan staf Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Provinsi Sumatera Utara, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. 7. Untuk teman-temanku seluruh angkatan 2010 terima kasih atas

kebersamaannya.

Akhir kata, penulis juga menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan ini. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya, terima kasih.

Medan, Agustus 2014 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 5

2.1 Arsip Statis ... 5

2.1.1 Pengertian Arsip Statis ... 6

2.1.2 Daur Hidup Arsip ... 6

2.1.3 Jenis dan Penyebab Kerusakan Arsip ... 7

2.1.4 Jadwal Retensi Arsip ... 9

2.2 Akuisisi dan Penilaian Arsip ... 10

2.3 Pemeliharaan dan Perawatan Arsip ... 11

2.3.1 Perbaikan Sederhana Arsip Rusak ... 12

2.3.2 Penjagaan ... 13

2.4 Layanan Informasi ... 15

2.5 Standarisasi Pelestarian Arsip ... 15

2.5.1 ISO 11799 ... 16

2.5.2 Indikator Pelestarian Arsip Menurut ISO 11799 ... 18

2.6 Evaluasi ... 23

2.6.1 Pengertian Evaluasi ... 23

2.6.2 Tujuan dan Fungsi Evaluasi ... 25

2.6.3 Alat penilaian Evaluasi ... 26

2.6.4 Standar Evaluasi ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Metode Penelitian ... 28

3.2 Lokasi Penelitian ... 28

3.3 Latar Penelitian (Setting) ... 28

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 29

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 29


(6)

3.5.2 Wawancara ... 30

3.5.3 Studi Dokumentasi, ... 31

3.6 Menganalisa Data ... 32

3.6.1 Reduksi Data ... 32

3.6.2 Penyajian Data ... 33

3.6.3 Penarikan Kesimpulan ... 33

3.3 Keabsahan Data ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Karakteristik Responden ... 34

4.2 Kategori/Analisis Data ... 35

4.2.1 Letak Gedung ... 36

4.2.2 Bentuk Gedung ... 37

4.2.4 Penggunaan ... 40

4.2.5 Rencana Pengendalian Bencana ... 42

4.2.6 Pameran Arsip ... 43

4.3 Evaluasi Pelestarian Arsip BPAD Provinsi Sumatera Utara ... 44

4.4 Rangkuman Hasil Penelitian ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Karakteristik Informan ... 34

Tabel 4.2 : Kategori Letak Gedung ... 46

Tabel 4.3 : Kategori Bentuk Gedung ... 48

Tabel 4.4 : Kategori Pemasangan dan Peralatan ... 49

Tabel 4.5 : Kategori Penggunaan ... 51

Tabel 4.6 : Kategori Rencana Pengendalian Bencana ... 53


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Salah satu rool o’pack pada ruang penyimpanan

BPAD Provinsi Sumatera Utara ... 38 Gambar 2. Arsip statis pada

BPAD Provinsi Sumatera Utara ... 38 Gambar 3. Ruang pameran (galeri) pada

BPAD Provinsi Sumatera Utara ... 40 Gambar 4. Contoh koleksi repro pada ruang galeri


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Pedoman Wawancara ... 59

LAMPIRAN II Tabel Cek ... 61

LAMPIRAN III Hasil Wawancara... 64


(10)

ABSTRAK

Arief Sugiman. 2014. Evaluasi Pelestarian Arsip Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara. Medan : Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelestarian arsip BPAD Provinsi Sumatera Utara menggunakan ISO 11799 : 2003. Kategori evaluasi pelestarian arsip yang diukur sesuai standar tersebut adalah letak gedung, bentuk gedung, pemasangan dan peralatan, penggunaan, rencana pengendalian bencana, pameran arsip.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dilaksanakan pada BPAD Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jln. William Iskandar No.9 Medan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan Observasi, Wawancara Mendalam dan Studi Dokumentasi.

Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa kategori letak gedung pada BPAD Provinsi Sumatera Utara belum sesuai dengan ISO 11799, kategori bentuk gedung pada BPAD Provinsi Sumatera Utara belum sesuai dengan ISO 11799, kategori pemasangan dan peralatan pada BPAD Provinsi Sumatera Utara belum sesuai dengan ISO 11799, kategori penggunaan pada BPAD Provinsi Sumatera Utara sudah sesuai dengan ISO 11799, kategori rencana pengendalian bencana pada BPAD Provinsi Sumatera Utara belum sesuai dengan ISO 11799,kategori pameran arsip pada BPAD Provinsi Sumatera Utara sudah sesuai dengan ISO 11799.

Kata Kunci : Evaluasi pelestarian, ISO 11799 : 2003, BPAD Provinsi Sumatera Utara.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Informasi berkembang dengan sangat pesat sesuai dengan sifat manusia sebagai makhluk informasi, di satu waktu membutuhkan informasi dan di waktu lain menciptakan informasi. Manusia sadar maupun tidak setiap kegiatan yang ia lakukan selalu didasari dengan informasi terlebih dahulu.

Informasi yang telah diciptakan dapat dikategorikan menjadi informasi terekam dan informasi tidak terekam. Informasi direkam dengan tujuan untuk dilihat kembali pada waktu mendatang, dapat berupa manual, grafis, dan rekaman digital, sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Informasi terekam inilah yang dinamakan dengan arsip. Arsip yang terus berkembang dan menumpuk semakin banyak perlu untuk dikelola lebih lanjut. Didalam pengelolaan arsip salah satu faktor yang perlu dilihat adalah sarana prasana pelestarian arsip, yaitu bagaimana kondisi lingkungan gedung arsip, tempat maupun perlengkapan penyimpanan arsip. Pelestarian dapat terlaksana dengan baik dengan adanya tindakan khusus didalam kinerja peletarian, untuk itu diperlukan suatu standar untuk pelesatian arsip agar arsip dapat dilestarikan dengan selayaknya dan dapat dilayankan bagi pemerintah maupun masyarakat umum dengan kualitas yang baik.

Salah satu organisasi yang mengembangkan standar didalam pengelolaan arsip adalah the International Organization for Standardization (ISO). Standar ISO adalah suatu standar yang berfungsi untuk menjamin mutu. ISO adalah lembaga internasional yang mengembangkan berbagai standar bersifat internasional bertempat di Geneva Switzerland. Suatu organisasi layanan publik dinyatakan telah lulus ISO apabila organisasi tersebut diakui memiliki kesetaraan dengan organisasi lain yang telah berstandar ISO.


(12)

Pada pengelolahan kearsipan standar ISO yang dapat digunakan diantaranya adalah ISO 11799 : 2003, Information and documentation – Document storage requirements for archive and library materials, yang dikembangkan pada tahun 2003. Indikator pelestarian yang diukur dengan standar ISO 11799 adalah letak gedung, bentuk gedung, instalasi peralatan, kegunaan, rencana pengendalian bencana, serta pameran arsip.

Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu Lembaga Teknis Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Badan resmi pengurus arsip di Provinsi Sumatera Utara adalah Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara. BPAD Provinsi Sumatera Utara berdiri pada Tahun 1994, yang berperan sebagai Central Record yang memiliki tugas dan fungsi pokok untuk meningkatkan pengelolaan, penyelamatan dan pelestarian arsip dan untuk meningkatkan SDM kearsipan dengan membuat program kerja berupa pembinaan dan pelatihan bagi tenaga-tenaga pengelola kearsipan diseluruh unit kerja di lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintahan Kabupaten / Kota sampai ke Desa / Kelurahan. Sarana dan Prasarana yang tersedia adalah ruang aula, ruang depot arsip, ruang galeri, ruang kasubid arsip statis, ruang pengelolaan. Didalam pengelolaan arsip BPAD menggunakan tiga ruang untuk menyimpan arsip, dua ruangan penyimpanan arsip inaktif dan satu ruangan penyimpanan arsip statis, arsip disimpan menggunakan rool o’pack dengan kapasitas 9 atau 10 box. Di dalam usaha pelestarian arsip statis sudah mulai dialih mediakan kedalam bentuk CD, namun masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan keseluruhan arsip. Adapun usaha lainnya adalah dengan melakukan fumigasi setiap 3 atau 6 bulan sekali.

Arsip-arsip yang telah diolah dilakukan penilaian dengan menggunakan Jadwal Retensi Arsip (JRA) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100 Tahun 1991. Arsip statis yang dimiliki BPAD terdiri dari : arsip biro umum, arsip


(13)

pemerintahan, arsip perkebunan, arsip pengawasan, arsip kepegawaian, arsip pendidikan, arsip kependudukan dan lain-lain.

Dari pengamatan awal kondisi pelestarian arsip pada BPAD Provinsi Sumatera Utara saat ini belum maksimal, hal ini terlihat dari belum tersedianya alat pendeteksi asap maupun alat pemadam api otomatis. Untuk pelestarian dengan menggunakan cara alih media juga masih kurang baik, karena masih terlalu sedikit arsip yang dialih mediakan dibandingkan jumlah keseluruhan arsip.

Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan perlu adanya evaluasi pada pelestarian arsip Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara, karena arsip bersifat legal, hanya satu, pada saat dibutuhkan arsip harus tersedia, mengetahui kondisi pelestarian arsip bersifat Nasional didalam hal ini arsip Provinsi Sumatera Utara sangat penting, apakah pelestarian arsip sudah baik dan memenuhi standar pelestarian arsip. Oleh karena itu peneliti menetapkan judul penelitian sebagai berikut : “Evaluasi Pelestarian Arsip Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelestarian arsip Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil evaluasi pelestarian arsip Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara.


(14)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi 1. BPAD Provinsi Sumatera Utara

Sebagai bahan masukan atau pertimbangan yang berguna dalam pengembangan layanan kearsipan, sehingga kualitas layanan pengguna arsip dapat meningkat.

2. Peneliti

Menambah pemahaman wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai Standar pada Kearsipan.

3. Peneliti Lanjutan

Sebagai bahan rujukan untuk penelitian berikutnya yang berkaitan dengan standar pada perpustakaan dan kearsipan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup yang ingin diteliti adalah pelestarian arsip di BPAD Provinsi Sumatera Utara yang berkaitan dengan letak gedung, bentuk gedung, pemasangan dan peralatan, penggunaan, rencana pengendalian bencana, serta pameran arsip.


(15)

BAB II

KAJIAN TEORITIS 2.1 Arsip Statis

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan, pasal 1 ayat a dan ayat b, menetapkan bahwa yang dimaksud dengan arsip adalah :

a. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-Lembaga Negara dan Bdan-Badan Pemerintahan dalam bentuk corak apa pun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelksanaan kegiatan pemerintahan.

b. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-Badan Swasta dan atau perorangan, dalam bentuk corak apa pun, bauk dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.

Barthos (2007, 1) mengartikan arsip sebagai: setiap catatan tertulis baik dalam bentuk gambar ataupun bagan yang memuat keterangan-keterangan mengenai sesuatu subyek (pokok persoalan) ataupun peristiwa yang dibuat orang untuk membantu daya ingatan orang (itu) pula.

Menurut Walne (1988, 128) “Arsip sebagai informasi terekam (recorded information) merupakan endapan informasi kegiatan administrasi/bukti transaksi pelaksanaan fungsi unit-unit kerja yang terekam dalam berbagai media”. Arsip dapat dilihat sebagai informasi terekam tentang pelaksanaan kegiatan sesuai fungsi-fungsi dan tugas unit kerja suatu instansi, Walne mengatakan sebenarnya membuktikan bahwa arsip merupakan bagian dari memori kolektif bangsa yang berawal dari memori organisasi (corporate memory) tentang bagaimana organisasi itu dibangun, dijalankan, dan dikembangkan.


(16)

2.1.1 Pengertian Arsip Statis

Menurut Martono (1994, 28) “Arsip statis adalah arsip yang tidak berlaku lagi bagi suatu organisasi atau lembaga yang dipelihara karena nilai yang berkelanjutan”.

Selanjutnya menurut Rusidi (2014, 1) “Arsip statis merupakan arsip yang sudah tidak dipergunakan secara langsung dalam kegiatan perencanaan kehidupan bangsa pada umumnya maupun untuk penyelenggaraan sehari-hari administrasi negara, namun tetap harus dikelola/disimpan berdasarkan pada pertimbangan nilai guna yang terkandung di dalamnya.”

Sedangkan berdasarkan Undang – Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, Arsip Statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia dan/atau lembaga kearsipan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat diartikan bahwa arsip statis merupakan arsip yang tidak digunakan secara langsung namun masih memiliki nilai guna informasi yang dipermanenkan oleh lembaga kearsipan.

2.1.2 Daur Hidup Arsip

Daur hidup arsip merupakan konsep yang penting untuk dipahami. Banyak bagian yang saling berhubungan yang harus bekerja sama untuk membentuk suatu program manajemen kearsipan yang efektif (Sedarmayanti 2003, 100). Untuk dapat mengelola arsip dengan baik dibutuhkan pengetahuan tentang daur hidup arsip statis agar dapat dipelajari pada setiap tahapan.

Menurut Ricks (1992, 14) daur hidup arsip meliputi:

creation and receipt (correspondence, forms, reports, drawings, copies, microform, computer input/output), distribution (internal dan external), use (decision making, documentation, response, reference, legal requirements), maintenance (file, retrieve, transfer), disposition (inactive storage, archive, discard, destroy)”.


(17)

Daur hidup arsip mencakup proses penciptaan, pendistribusian, penggunaan, penyimpanan arsip aktif, pemindahan arsip, penyimpanan arsip inaktif, pemusnahan, dan penyimpanan arsip permanen.

2.1.3 Jenis dan Penyebab Kerusakan Arsip

Menurut Rusidi (2014, 1) penyebab kerusakan arsip sebelum mempersiapkan rencana preservasi, seorang arsiparis harus dapat mengetahui dan memahami mengenai penyebab kerusakan arsip. Adapun unsur penyebab kerusakan arsip secara eksternal antara lain :

1. Faktor Biologis

Kategori penyebab kerusakan arsip menurut faktor biologis adalah: mikroba, lumut, jamur dan serangga. Unsur-unsur biologis tersebut umumnya dapat hidup subur dengan menumpang pada arsip dan peralatan lain yang digunakan.

2. Faktor Fisika

Kategori penyebab kerusakan arsip terjadi karena adanya cahaya, panas matahari dan air yang dapat menyebabkan perubahan photochemical, hydrolytic/oxidatic pada kertas. Di dalam ruang penyimpanan energi menyebabkan arsip menjadi rapuh. Sinar ultraviolet dari cahaya lampu ataupun matahari dan energi radiasi yang mengenai arsip akan menyebabkan kerusakan arsip.

3. Faktor Kimia

Zat kimia yang masuk di ruang penyimpanan dan mengenai arsip menyebabkan kerusakan kertas, seperti gas asidik, pencemaran atmosfer, debu dan tinta. Gas asidik menyebabkan kertas luntur dan getah.

4. Faktor Lingkungan

Seperti banjir, kabakaran dan kerusakan lain akibat perbuatan manusia. Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan tersebut, arsiparis menjadi tahu rencana atau langkah-langkah apa yang seharusnya dilakukan untuk kegiatan preservasi.


(18)

Sedangkan menurut Susetyo (1993, 3) yang dimaksud dengan kerusakan arsip oleh faktor Internal adalah sebagai berikut:

1. Kertas

Arsip yang disimpan dalam kertas sangat mudah sekali mengalami kerusakan, beberapa penyebab kerusakan arsip dari kertas yaitu:

a. Sifat keasaman dari beberapa jenis kertas dan sifat dari lapisan penghasil gambar halida perak dari suatu foto yang sensitif dengan cahaya.

b. Kekuatan panas, kelembaban, cahaya, senyawa (substansi biologi (jasad renik/ mikroorganisme seperti jamur, serangga dan binatang pengerat)

c. Manusia dan polutan atmosfir d. Bencana

2. Optical Discs

Jenis dari Optical Disc adalah: videodisc, compact disc, disket, kelangsungan optical disc belum dapat ditentukan. Pada tahun 1989 kelangsungan arsip dari disk optik diperkirakan oleh pembuatnya setidak-tidak selama 10 tahun, walaupun beberapa diantaranya disiapkan untuk menjamin disc mereka lebih lama dari ini.

3. Sound Discs

Soun Discs atau sering kita katakan dengan perekam suara juga mudah mengalami kerusakan diantaranya disebabkan oleh:

4. Tekanan fisik

a. Temperatur yang terlalu rendah dan terlalu tinggi b. Jamur

c. Debu

5. Magnetic Media

Jenis Magnetic Media adalah: disket, reel-to-reel tape, kaset. Penyebab dari kerusakan Magnetic Media antara lain adalah :

a. Fluktuasi pada temperatur dan kelembaban relatif b. Debu


(19)

d. Goresan

e. Pengaruh magnet

Dari penjelasan mengenai faktor penyebab kerusakan arsip diatas dapat dilihat bahwa faktor-faktor penyebab kerusakan arsip berasal dari faktor eksternal maupun faktor internal, faktor-faktor penyebab kerusakan ini dapat mengurangi kualitas dari arsip tersebut, sehingga arsiparis harus mampu melakukan kegiatan perawatan untuk mengurangi kerusakan arsip.

2.1.4 Jadwal Retensi Arsip

Jadwal retensi arsip (JRA) merupakan bagian penting dari kegiatan penyusutan ataupun pemusnahan arsip yang merupakan kegiatan yang dilakukan dalam manajemen arsip agar dapat mengetahui fungsi atau nilai informasi yang terdapat dalam arsip tersebut. Ada beberapa kegunaan Jadwal Retensi Arsip (JRA) yaitu:

a. Untuk memisahkan antara arsip aktif dengan arsip in-aktif. b. Memudahkan penyimpanan dan penemuan kembali arsip aktif. c. Menghemat ruangan, perlengkapan dan biaya.

d. Menjamin pemeliharaan arsip in-aktif yang bersifat permanen. e. Memudahkan pemindahan arsip ke Arsip Nasional.

Menurut Sedarmayanti (2003, 103) jadwal retensi arsip adalah suatu daftar yang memuat kebijaksanaan seberapa jauh sekelompok arsip dapat disimpan atau dimusnahkan. Dengan demikian, jadwal retensi arsip merupakan suatu daftar yang menunjukan:

a. Lamanya masing-masing arsip disimpan pada file aktif (satuan kerja), sebelum dipindahkan ke pusat penyimpanan arsip (file in aktif).

b. Angka waktu penyimpanan masing-masing/sekelompok arsip sebelum dimusnahkan ataupun dipindahkan ke arsip Nasional.

Jadi dapat dikatakan bahwa jadwal retensi arsip adalah kegiatan yang dilakukan untuk membedakan arsip yang masih aktif dengan arsip yang sudah tidak aktif lagi, dan untuk memberi nilai pada fungsi arsip yang berkurang untuk disimpan atau dimusnakan.


(20)

2.2 Akuisisi dan Penilaian Arsip

Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan Akuisisi sebagai perolehan atau pemerolehan, artinya proses pengembangan khasanah arsip yang bernilai guna pada lembaga kearsipan, pelaksanaannya bisa berupa penerimaan dari penyerahan arsip instansi/lembaga/perorangan ataupun penarikan arsip dari lembaga/instansi/perorangan.

Pada prosesnya, secara umum, “akuisisi dapat dilakukan melalui donasi (sumbangan), tranfer (pemindahan), atau pembelian (purchases)" (Reed 1993, 137). Ketiga cara ini masing- masing berada dalam konteks hubungan kerja yang berbeda.

Dalam proses akuisisi. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah masalah penilaian arsip (records appraisal). Menurut The Society of Americant Archivist Committee on Terminology, penilaian arsip adalah “proses penentuan nilai sekaligus penyusutan arsip yang didasarkan pada fungsi administratif, hukum, dan keuangan; nilai evidensial dan informasional atau penelitian; penataannya; dan kaitan arsip dengan arsip lainnya” (Brichford 1977, 1).

Di dalam penilaian sendiri ada kegiatan yang harus dilalui, yaitu : a. Seleksi Arsip

Adalah kegiatan pengidentifikasian tentang arsip apa yang akan disimpan dan dipelihara, siapa pengguna arsip itu kelak, apa jenis arsipnya, apakah seluruh bentuk dan corak arsip yang ada pada instansi perlu disimpan, unit kerja mana yang paling banyak menghasilkan arsip yang penting dipelihara organisasi, dan sebagainya, kemudian kegiatan penentuan tipe arsip (records type). Umumnya tipe arsip yang disimpan adalah kertas. Tetapi ada juga yang menyimpan arsip dengan media film, negatif foto, kaset, mikrofilm, mikrofis, atau cetak biru (blue print).

b. Penentuan Nilai Arsip

Adalah kegiatan untuk menentukan nilai yang terdapat dalam arsip, apakah arsip itu mempunyai nilai referensi atau nilai penelitian.


(21)

2.3 Pemeliharaan dan Perawatan Arsip

Kegiatan konservasi mencakup kegiatan pemeliharaan arsip. Pemeliharaan arsip merupakan suatu kegiatan dalam rangka menyelamatkan dan mengamankan arsip baik dari segi fisik maupun informasinya. Dalam kegiatan pemeliharaan termasuk juga perawatan arsip dengan menggunakan teknik tertentu (Daryan 1998, 130). Tujuan pemeliharaan mengarah pada usaha untuk melestarikan bahan arsip dari kerusakan.

Secara umum pada tahap ini mencakup semua aktivitas untuk memperpanjang usia guna arsip statis. Kegiatan ini dilakukan dalam upaya untuk mengurangi deteriorasi fisik dan kimia yang terjadi dan untuk mencegah hilangnya isi informasi yang terdapat pada arsip statis tersebut.

Menurut Daryan (1998, 130) pemeliharaan dan perawatan dilakukan terhadap lingkungan dan fisik arsip. Untuk lingkungan, terutama berkaitan dengan gedung arsip, perlu penggunaan sistem pendingin selama 24 jam, fentilasi udara dan cahaya yang cukup, serta peralatan pengamanan gedung/alarm, smoke detector dan sebagainya. Untuk fisik arsip dilakukan usaha penghilangan asam (deacidification) pada kertas, boks arsip, pembungkus arsip, dan fumigasi. Merestorasi arsip dengan cara laminasi dan enkapsulasi, serta pelestarian arsip kertas utamanya dengan cara alih media ke mikrofilm. Dengan cara demikian akan terlaksana usaha perawatan dan pemeliharaan arsip yang mendukung terlestarinya arsip dari kepunahan.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan perawatan merupakan kegiatan penting dalam arsip yang bertujuan untuk melindungi arsip dari kerusakan, kehancuran yang dapat menyebabkan kepunahan arsip yang dilakukan pada lingkungan maupun fisik arsip agar mudah ditemukan kembali.


(22)

2.3.1 Perbaikan Sederhana Arsip Rusak

Martono (1994, 101) menjelaskan beberapa cara memperbaiki arsip kertas yang rusak secara sederhana :

1. Arsip sobek

Lebih tepat menggunakan perekat kanji dan kertas tipis dan dipilihkan yang kuat. Apabila arsip yang sobek melibat ke bagian yang ada tulisannya, digunakan kertas tissue.

2. Arsip terbakar

Arsip dibungkus dengan kertas tissue dan ditempatkan pada kotak secara hati-hati. Selanjutnya diserahkan kepada yang lebih ahli untuk diperbaiki dan awetkan. Arsip yang hangus sangat rapuh karenanya akan diperbaiki dengan metode khusus.

Almari besi yang digunakan untuk menyimpan arsip vital jika terbakar untuk sementara tidak dibuka. Almari dibiarkan dingin lebih dahulu, jika dalam keadaan panas dibuka kemungkinan akan dapat meledak.

3. Arsip basah

a. Jika map, ordner atau folder basah dan berlumpur arsip yang ada didalamnya tidak perlu dikeluarkan, sebelum permukaan map, atau

folder tersebut dibersihkan. Untuk membersihkan digunakan kapas basah (menggunakan air hangat).

b. Air yang terkandung pada folder dikeluarkan dengan cara menekannya dengan hati-hati, kertas yang ada di dalamnya dibuka dan diambil secara hati-hati.

c. Untuk mengeringkan arsip-arsip tersebut dilakukan dengan menganginkan, tidak dijemur pada terik matahari. Jika perlu dapat dibantu dengan kipas angin, dengan putaran rendah.

Seringkali setelah kering cendawan tumbuh pada kertas. Untuk menghilangkannya dapat dilakukan dengan menyapu dengan thymol dan spiritus atau acetone. Formalin yang dicampur dengan air dapat pula menghilangkan cendawan. Formulanya air 60 % dan formalin 40 %. Sedangkan foxing (bintik-bintik hitam) dapat dihilangkan dengan fungicidial (racun cendawan).


(23)

2.3.2 Penjagaan

Barthos (2007, 58) menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan penjagaan terhadap arsip, yaitu :

1. Membersihkan ruangan

Sekurang-kurangnya seminggu sekali dibersihkan dengan vacuum cleaner

(alat penyedot debu). Membersihkan dengan sapu atau bulu ayam tidak ada gunanya sama sekali, sebab hanya akan memindahkan debu-debu dari satu tempat ke tempat lain.

2. Pemeriksaan ruangan dan sekitarnya

Sedikinya setiap enam bulan tempat penyimpanan arsip dan daerah sekililingnya hendaknya diperiksa untuk mengawasi kalau-kalau ada serangga, rayap, dan sejenisnya.

3. Penggunaan racun serangga

Setiap enam bulan ruangan hendaknya disemprot dengan racun serangga seperti D.D.T., Dieldin, Pryethrum, Gaama Benzema Hexachloride.

4. Mengawasi Serangga anai-anai

Untuk menghindari serangga anai-anai dapat dipergunakan sodium arsenite.

5. Larangan makan dan merokok

Makanan dalam bentuk apapun tidak boleh dibawa ke tempat penyimpanan arsip, sebab sisa-sisa makanan merupakan daya tarik bagi serangga dan juga tikus-tikus

6. Rak penyimpanan arsip

Arsip-arsip hendaknya disimpan di rak yang dibuat dari logam, dimana jarak antara papan rak yang terbawah dengan lantai sekitar 6 inci. Hal ini untuk memudahkan bergeraknya udara dan memudahkan untuk membersihkan lantai di bawah rak.

7. Meletakkan arsip

Arsip-arsip, barang-barang cetakan, peta, bagan dan lain-lain hendaknya diatur sebaik mungkin dengan diberi tanda masing-masing. Barang-barang tersebut jangan diletakkan secara berdesakkan, dan jangan diletakkan di


(24)

tempat yang lebih kecil ukurannya daripada kertasnya sendiri. Jangan sampai sudut-sudut kertas terlipat. Lembaran kertas yang terlepas dari bundelnya hendaknya dikembalikan pada asalnya.

8. Membersihkan arsip

Arsip-arsip hendaknya dibersihkan dengan menggunakan vacuum cleaner. Apabila arsip-arsip dihinggapi anai-anai/rayap dan sejenis lainnya hendaknya dipisahkan dengan lainnya. Demikian pula bila kita menemukan arsip-arsip yang rusak, segera dipisahkan untuk segera diserahkan kepada yang berwenang untuk diperbaiki.

9. Mengeringkan arsip yang basah

Arsip-arsip yang basah tidak boleh dikeringkan dengan jalan menjemur dibawah teriknya sinar matahari. Bukalah arsip-arsip dari ikatannya, kemudian keringkan dengan jalan menganginkan. Untuk membantu mempercepat pengeringan ini, gunakanlah kipas angin, kalau tidak ada bukalah jendela-jendela dan pintu lebar-lebar. Dapat pula dipergunakan kertas penyerap (blotting); taruhlah arsip yang basah diantara kertas penyerap tersebut.

10.Arsip-arsip yang tidak terpakai

Untuk arsip-arsip yang tidak terpakai lagi, hendaknya dijaga dengan cara yang sama, tetapi simpanlah tersendiri. Aturlah sebaik mungkin agar tidak bertaburan disana-sini. Susunannya sama seperti ketika arsip itu dipergunakan.

11.Arsip-arsip yang rusak atau sobek

Apabila kita temukan arsip-arsip yang rusak/sobek janganlah ditambal dengan menggunakan cellulosa tape, sebab alat perekat ini malahan akan merusak kertas dan tulisannya. Untuk memperbaikinya gunakanlah kertas yang sama dengan menggunakan perekat kanji.


(25)

2.4 Layanan Informasi

Layanan informasi merupakan kegiatan untuk memberikan pelayanan informasi dan pelayanan dokumen kepada pengguna serta sebagai sarana uji keberhasilan dalam kegiatan manajemen arsip statis. Selain itu, kegiatan ini juga dijadikan sebagai bagian dari layanan yang bermanfaat dalam berbagai keperluan akan informasi yang dibutuhkan, dan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk mengambil keputusan, perencanaan, pengendalian, pengawasan, dan penetapan kebijakan dan kegiatan lainnya (Ismiatun 2001, 17).

Untuk menjaga kondisi arsip tetap baik ketika akan digunakan, perlu diadakan kegiatan pengamanan, yaitu diantaranya dengan menerapkan sistem tertutup sehingga arsip tidak akan bebas untuk diakses dan hanya orang-orang tertentu yang memiliki wewenang untuk mengakses arsip, seperti arsiparis dan kewenangan melalui kepala lembaga kearsipan.

2.5 Standarisasi Pelestarian Arsip

Standardisasi saat ini lebih dikenal dengan istilah gabungan dari Standar dan penilaian kesesuaian (standard and conformity assessment) yang merupakan salah satu faktor penting dalam memasuki era globalisasi, sebagaimana yang dicanangkan dan disepakati dalam perjanjian GATT, APEC 2010/2020 dan AFTA 2003.

Standar adalah kriteria atau tolok ukur suatu tingkatan mutu minimal yang perlu dicapai dan atau dipenuhi agar produk (barang dan atau jasa) yang dihasilkan selalu memberikan kenyamanan, keamanan dan keselamatan bagi konsumen/pengguna dan lingkungannya (Perpusnas RI 2001, 4).

Penilaian kesesuaian adalah berkaitan dengan pengujian dan evaluasi terhadap penerapan Standar dalam suatu sistem apakah mekanisme/prosedur kerja atau proses yang dilaksanakan dan keluaran yang dihasilkan untuk suatu kegiatan sesuai dengan Standar atau pedoman yang dipilih atau yang diberlakukan (metode ini banyak dikenal orang dengan istilah sistm akreditasi dan sertifikasi yang ditujukan untuk membangun keberterimanaan dan kepercayaan pasar (Perpusnas RI 2001, 4).


(26)

Standar dapat diberlakukan wajib oleh instansi teknis yang berwenang apabila Standar tersebut terkait dan atau mempunyai dampak terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan, kenyamanan dan lingkungan.

Standar berdasarkan fungsi dan penerbitnya dibedakan atas (Perpusnas RI 2001, 4) yaitu :

1. Standar Perpustakaan 2. Standar Asosiasi

3. Standar Produk (Barang dan Jasa) 4. Standar Proses (Jaminan Mutu) 5. Standar Nasional

6. Standar International

7. Standar Ukur dan pengukuran 2.5.1 ISO 11799

ISO (International Organization for Standardization) adalah badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standar nasional setiap negara. Pada awalnya, singkatan dari nama lembaga tersebut adalah IOS, bukan ISO. Tetapi sekarang lebih sering memakai singkatan ISO, karena dalam bahasa Yunani ISOS berarti sama (equal). (Wikipedia 2014, 1)

ISO Didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional untuk apa saja. Standar yang sudah kita kenal antara lain standar jenis film fotografi, ukuran kartu telepon, kartu ATM Bank, ukuran dan ketebalan kertas dan lainnya. Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil anggotanya dari 130 negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub Komite (SC) dan Kelompok Kerja (WG).

Meski ISO adalah organisasi nonpemerintah, kemampuannya untuk menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh daripada kebanyakan organisasi non-pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan


(27)

hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu badan standar nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar.

ISO bekerja sama dengan Komisi Elektroteknik Internasional (IEC) yang bertanggung jawab terhadap standardisasi peralatan elektronik. Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk (Wikipedia 2014, 1) :

1. Meningkatkan citra perusahaan

2. Meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan 3. Meningkatkan efisiensi kegiatan

4. Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act)

5. Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal pengelolaan lingkungan

6. Mengurangi resiko usaha 7. Meningkatkan daya saing

8. Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak yang berkepentingan

9. Mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal

Adapun standar ISO yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ISO 11799 : 2003, Information and documentation — Document storage requirements for archive and library materials, disusun oleh Technical Committee ISO/TC 46, Informasi dan dokumentasi. Standar internasional ini menghususkan pada karakteristik dari repositori bersifat umum yang digunakan untuk penyimpanan jangka panjang dari materi arsip dan perpustakaan. Ini mencakup pondasi dan konstruksi dari gedung-gedung dan pemasangan alat-alat serta perlengkapan yang akan digunakan. Standar ini dipergunakan pada semua materi atau bahan arsip dan perpustakaan yang termasuk dalam tujuan repositori, dimana berbagai media mungkin disimpan bersama-sama. Pengukuran evaluasi pelestarian arsip dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan pelestarian arsip telah terlaksana dengan baik.


(28)

2.5.2 Indikator Pelestarian Arsip Menurut ISO 11799

Standar ini memuat indikator tentang hal – hal yang harus diperhatikan dalam upaya pelestarian arsip, yaitu :

a. Letak gedung

Letak untuk sebuah gedung penyimpanan arsip dan/atau perpustakaan tidak boleh :

1. Dapat terkena banjir.

2. Dekat dengan resiko gempa bumi, gelompang pasang atau longsor. 3. Didalam lokasi-lokasi yang berdekatan dengan resiko kebakaran atau

ledakan.

4. Dekat dengan sebuah tempat atau bangunan yang ditinggali hewan pengerat, serangga dan hama-hama lainnya,

5. Dekat dengan tanaman atau pancaran gas berbahaya, asap, debu dan sebagainya

6. Dalam sebuah area tercemar

7. Dekat dengan tempat yang dapat menjadi sasaran dalam konflik bersenjata.

b. Bentuk gedung

1. Pencegahan dan keamanan

Tempat penyimpanan harus aman dari pencuri, pembobolan, perusakan, dan terorisme. Tindak pencegahan diperlukan untuk mencegah pembakaran gedung dengan sengaja. Hanya ada satu pintu masuk untuk pengunjung. Pintu keluar darurat dapat didesain dengan cara kerja yaitu dapat dibuka dan dari dalam namun tidak dapat dibuka dari luar. Lokasi penyimpanan tidak boleh memiliki jendela, jika terdapat jendela maka jendela akan mengeluarkan cahaya matahari langsung dari cela-celanya.

2. Iklim tropis

Tempat penyimpanan harus didesain untuk memberi ruang sekitar bagian dalam yang tepat dan stabil, dengan sedikit ketergantungan pada sistem-sistem mekanik. Tempat penyimpanan bisa didesain


(29)

dengan bagian luar, atap dan lantai bangunan dari bahan-bahan yang sebisa mungkin mengisolasi ruang bagian dalam dari perubahan cuaca di bagian luar.

3. Struktur dan muatan bagian dalam

Sebagai alasan keamanan dan pengendalian cuaca, area yang digunakan sebagai sebuah tempat penyimpanan harus dipisah menjadi ruang-ruang yang terpisah. Bahan-bahan yang digunakan untuk semua permukaan bagian dalam tidak boleh mudah terbakar dan memancarkan cahaya, menarik atau menahan debu.

c. Pemasangan dan Peralatan 1. Layanan-layanan

Sistem penyedia listrik, gas, dan terutama air tidak boleh ditempatkan didalam atau didekat ruangan, kecuali memang diperlukan dalam ruangan tersebut fungsi khusus yang ada hubungan dengan koleksi. 2. Sistem pendeteksi kebakaran

Semua bagian bangunan harus tersedia dengan sistem pendeteksi kebakaran yang terhubung kepada panel pengamatan pusat. Sistem ini akan bereaksi otomatis terhadap api dengan mendeteksi asap atau ciri-ciri lain dari kebakaran. Semua bagian bangunan harus disediakan tambahan alarm kebakaran yang dapat dioperasikan secara manual yang memperingati kebakaran yang dapat digunakan oleh pekerja untuk menandakan jika ada tanda-tanda kebakaran.

3. Sistem pemadam kebakaran

Sistem-sistem pemadam kebakaran yang berbahan gas dan air dapat digunakan di tempat penyimpanan. Ditempat dimana sistem pemadam kebakaran otomatis digunakan, sistem-sistem tersebut harus diperiksa dan dirawat secara rutin.

Ditempat sistem pemadam kebakaran otomatis tidak terpasang, pasanglah selang karet yang dapat digulung, sistem penyambungan pipa air kebakaran atau aliran pipa besar. Pipa penyambungan atau aliran pipa besar harus ditempatkan dimana petugas kebakaran dapat


(30)

menggunakan dari luar bangunan. Sistem pengeluaran asap juga direkomendasikan.

Pemadam-pemadam kebakaran yang mudah dibawa-dibawa harus selalu tersedia, meskipun sistem pemadam kebakaran otomatis sudah ada. Para staf harus dilatih cara menggunakan pemadam api serta selang karet dengan benar.

4. Alarm Penyusup

Sistem alarm penyusup yang terus diawasi harus tersedia. 5. Penerangan

Kerusakan yang diakibatkan cahaya bersifat kumulatif. Intensitas dan durasi paparan cahaya didalam sebuah tempat penyimpanan harus di kontrol untuk mengurangi kerusakan. Ruang penyimpanan tidak boleh diberikan sistem pencahayaan lebih dari yang dibutuhkan. Cahaya siang harus dihindari, mengunci jendela dengan tepat, menutupi jendela dengan kerai, dan memasang penyaring sinar UV di kaca jendela.

6. Ventilasi dan kualitas udara

Sirkulasi udara pada ruang penyimpanan harus dijaga dengan ventilasi, jika tidak bisa secara alami, sistem ventilasi harus disediakan. Harus ada asupan udara segar dengan jumlah sesuai dengan kondisi ruang.

Untuk memastikan kualitas sirkulasi udara jarak minimal antara lantai dan rak terandah serta rak paling atas dan laingit-langit adalah 150 mm, 50 mm untuk jarak setiap rak.

Udara pada ruang penyimpanan harus dijaga dari polusi udara, gas asam dan oksidasi, dan debu.

7. Iklik ruang

Ruang penyimpanan arsip dan bahan pustaka harus disimpan pada suhu dingin, idealnya suhu dikontrol secara rutin. Suhu harus stabil dengan memantau perangkat untuk suhu dan kelembaban pada kondisi


(31)

waktu yang berbeda dan dalam musim yang berbeda. Sensor suhu harus diletakkan juga.

8. Perabotan dan peralatan

Tidak ada perabotan atau peralatan lain kecuali yang digunakan untuk penyimpanan dan penanganan dokumen di dalam ruang penyimpanan. Jangan gunakan perabotan dan peralatan dengan sudut yang tajam, atau tonjolan tidak berdekatan dengan koleksi yang disimpan dan tidak akan merusak koleksi ketika bersentuhan.

Bahan yang digunakan untuk perabotan atau peralatan tidak akan mudah terbakar, menarik atau mempertahankan debu, tidak akan mengeluarkan zat berbahaya seperti gas asam.

Tidak ada penempatan barang lain pada dinding luar, dan jarak antara dinding dengan benda adalam 200 mm.

d. Penggunaan 1. Umum

Dalam ruang penyimpanan dilarang keras merokok, makan, dan minum. Aktivitas yang tidak berhubungan dengan penyimpanan tidak diperbolehkan. Hanya bahan arsip dan perpustakaan yang boleh disimpan di sana (dengan pengecualian peralatan dan bahan pemulihan bencana).

Untuk alasan keamanan, telepon atau sistem komunikasi lainnya harus ada disetiap ruangan.

2. Pembersihan dan disinfeksi

Sistem penanganan udara dan barang-barang yang disimpan harus dibersihkan secara teratur. Bahan pembersih harus tidak berbahaya bagi barang yang disimpan. Koleksi harus bebas dari hama. Dokumen yang diterima untuk pertama kali harus diperiksa sebelum disimpan. Setiap koleksi yang dicurigai terinfeksi hama harus menerima perawatan desinfektan, serta tempat dimana koleksi tersebut telah terdetekdi penyakit (hama). Sebuah ruang isolasi harus digunakan


(32)

untuk inspeksi, pembersihan dan penyimpanan sementara dokumen yang mungkin terinfeksi.

3. Perlindungan

Semua dokumen harus dilindungi. Box dokumen, folder akan efektif dalam melindungi dokumen. Setiap pelindung harus menyertakan dan mendukung koleksi tanpa mengerahkan tekanan yang tidak semestinya. Perangkat pelindung tidak boleh menyertakan informasi yang tidak seperti dokumen aslinya. Bahan pelindung tidak mengeluarkan gas asam atau berbahaya.

4. Posisi penyimpanan

Buku atau dokumen harus disimpan tegak. Lembaran tunggal (peta, poster, seni grafis, gambar) harus disimpan ditempat berbeda seperti kotak, laci, atau galeri. Koleksi lembaran tunggal yang besar atau rentan harus ditempatkan individu, dapat digulung jika bahan dokumen cukup kuat.

e. Rencana pengendalian bencana

Perlu ditetapkan sistem yang tepat dalam menilai dan mengatasi resiko bencana pada bangunan dan koleksi, dan semua staf harus terbiasa dengan itu. Rencana berkesinambungan untuk mengatasi ancaman bencana harus mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Penghubung dengan layanan darurat kebakaran sehingga mereka memahami koleksi arsip dan perpustakaan memiliki kerentanan terhadap kerusakan terhadap air.

2. Map garis besar bentuk bangunan.

3. Rincian lokasi koleksi langka dan penting, dan dimana setiap koleksi mungkin berada.

4. Kontak nomor telepon petugas koordinasi bencana.

5. Kontak nomor telepon ahli konservasi, pekerja konservasi, atau lembaganya.

6. Kontak nomor telepon seseorang yang memenuhi syarat untuk memberikan saran tentang penyelamatan arsip rusak.


(33)

7. Nama dan nomor telepon dari staf yang bisa dihubungi di luar jam kerja normal.

8. Nomor telepon lembaga yang mungkin simpatik dan mampu menyediakan tenaga kerja tambahan dalam keadaan darurat, misal institusi tetangga. 9. Dan hal lain yang masih dianggap perlu

f. Pameran arsip

Arsip yang dipamerkan menjadikan dokumen lebih beresiko rusak, oleh karena itu harus dibatasi seminimal mungkin. Koleksi yang bersifat permanen (penting dan langka) jangan dipamerkan.

Dipamerkan berarti dokumen akan terkena cahaya secara berlebihan, selain itu kerusakan yang diakibatkan cahaya bersifat kumulatif, sehingga baik intensitas dan durasi paparan cahaya pada dokumen harus dikurangi seminimal mungkin. Tidak ada lampu pijar atau maupun sumber cahaya panas lainnya yang ditempatkan didekat koleksi. Dokumen penting yang diperlukan dalam pameran, harus disediakan dalam bentuk pengganti.

2.6 Evaluasi

2.6.1 Pengertian Evaluasi

Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris

evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily 2000, 220). Sedangkan menurut Crawford (2000, 13) mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.

Dari pendapat diatas dapat diartikan evaluasi adalah suatu proses pengukuran untuk mengetahui apakah suatu pekerjaan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.


(34)

Beberapa pendapat para ahli mengenai evaluasi dapat diuraikan sebagai berikut :

Menurut Arikunto (2002, 1) menyatakan bahwa “evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan”.

Umar (2002, 36) “evaluasi adalah suatu proses umtuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegitan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh”.

Matthews (2007, 1) “evaluasi adalah : process of delineating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. Dalam evaluasi ada beberapa unsur yang terdapat dalam evaluasi yaitu : adanya sebuah proses (process) perolehan (obtaining), penggambaran (delineating), penyediaan (providing) informasi yang berguna (useful information) dan alternatif keputusan (decision alternatives)”.

Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan tidak berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang lain. Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas yakni mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Jadi, pengukuran itu merupakan proses mengukur yang berfungsi sebagai alat evaluasi. Dari kegiatan pengukuran ini proses evaluasi dimulai (Kasim 1993, 18).


(35)

Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat di dalamnya yaitu efektivitas dan efisiensi. Efektivitas merupakan perbandingan antara output dan inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output lewat suatu proses (Kasim 1993, 18).

Kriteria untuk memilih efektifitas standar (Sulistyo-Basuki 1992, 198) adalah :

a. Tingkat yang sesuai dengan kebutuhan yang telah dirancang sebelumnya.

b. Kemudian penerapannya

c. Informasi standar yang tepat serta terpilih padanya d. Pemakai menerimanya

e. Apabila diterapkan pada masyarakat yang berbeda/ sesuai terkenal akan mempunyai hasil yang sesuai

Hal yang sama juga dikemukakan Crawford (2000, 1) evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu.

Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat diambil pengertian bahwa evaluasi yaitu, sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat tingkat keberhasilan sebuah program kerja atau pekerjaan itu sendiri yang dapat diukur melalui dampak atau hasil yang dicapai oleh program kerja tersebut.

2.6.2 Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Beberapa tujuan dan atau fungsi evaluasi menurut Crawford (2000, 30) yaitu:

1. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan.

2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap perilaku hasil. 3. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.


(36)

Sedangkan menurut Weiss (1972b) dalam Euske (1984, 69) tujuan evaluasi atau evaluation adalah:

1. Continuing or discontinuing a program;

2. Imroving practices and procedures of a program;

3. Adding or dropping specific strategies and tecnigues within a program or operation.

4. Instituting similar operations or programs elsewhere;

5. Allocating resources among competing operation and programs;

6. Accepting or rejecting a program approach or theory.

Yang artinya:

1. Kelanjutan atau pemutusan sebuah program;

2. Peningkatan pelaksanaan dan prosedur sebuah program;

3. Penambahan atau penurunan strategi khusus tanpa sebuah program atau operasional;

4. Persamaan lembaga operasional atau program ditempat lain;

5. Pengalokasian sumber daya atau persaingan opeasional dan program; 6. Penerimaan atau penolakan sebuah pendekatan program atau teori.

Menurut Arikunto (2002, 13) ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.

Dari beberapa tujuan evaluasi diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui apakah implemetasi program sudah berjalan sesuai dengan penetapan sebelumnya yang menentukan apakah progaram tersebut akan dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan oleh pengambil keputusan (decision maker).

2.6.3 Alat penilaian Evaluasi

Secara garis besar alat penilaian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes dan non tes. Alat yang berupa non–tes dapat berupa skala bertingkat untuk mengukur sikap, pendapat, keyakinan dan nilai, wawancara, dan pengamatan. Penggunaan alat – alat evaluasi tergantung pada apa yang akan di evaluasi (Umar 2002, 45).


(37)

2.6.4 Standar Evaluasi

Standar yang dipakai untuk mengevaluasi suatu kegiatan tertentu dapat dilihat dari tiga aspek utama (Umar 2002, 40) yaitu:

a. Utility (manfaat)

Hasil evaluasi hendaknya bermanfaat bagi manajemen untuk pengambilan keputusan atas program yang sedang berjalan.

b. Accuracy (akurat)

Informasi atas hasil evaluasi hendaklah memiliki tingkat ketepatan tinggi. c. Feasibility (layak)

Hendaknya proses evaluasi yang dirancang dapat dilaksanakan secara layak.

Melihat dari aspek utama dari standar evaluasi diatas, Standar ISO menjadi pilihan didalam penelitian ini, standar ISO yang akan digunakan dalam melakukan evaluasi pada penelitian ini adalah ISO 11799.


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan prosedur atau cara ilmiah yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data obyektif, valid dan reliabel dengan langkah-langkah sistematis yang menentukan bobot atau kualitas hasil penelitian. Dalam penelitian diperlukan metode yang sesuai untuk memecahkan suatu permasalahan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono 2010, 9)

Berkenaan dengan permasalahan dalam penelitian ini metode kualitatif dipilih untuk mengetahui secara mendalam bagaimana pelestarian arsip pada BPAD Provinsi Sumatera Utara yang berkaitan dengan letak gedung, bentuk gedung, pemasangan dan peralatan, penggunaan, rencana pengendalian bencana, dan pameran arsip.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah BPAD Provinsi Sumatera Utara yang berada di Jln. William Iskandar No.9 Medan. Sedangkan waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Maret - Agustus 2014. Alasan pemilihan lokasi didasarkan kepada permasalahan tentang kurangnya penanganan terhadap pelestarian arsip, sehingga dalam pelestarian arsip yang baik dan benar menjadi terkendala.

3.3 Latar Penelitian (Setting)

Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara berdiri pada Tahun 1994, yang berperan sebagai Central Record memiliki


(39)

tugas pokok dan fungsi yaitu untuk meningkatkan pengelolaan, penyelamatan dan pelestarian arsip juga untuk peningkatan SDM kearsipan.

Arsip statis yang dimiliki BPAD terdiri dari : arsip biro umum, arsip pemerintahan, arsip perkebunan, arsip pengawasan, arsip kepegawaian, arsip pendidikan, arsip kependudukan dan lain-lain. Didalam pengelolaan arsip BPAD menggunakan tiga ruang untuk menyimpan arsip, dua ruangan penyimpanan arsip inaktif dan satu ruangan penyimpanan arsip statis, arsip disimpan menggunakan rool o’pack dengan kapasitas 9 atau 10 box. Di dalam usaha pelestarian arsip statis sudah mulai dialih mediakan kedalam bentuk CD, namun masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan keseluruhan arsip. Adapun usaha lainnya adalah dengan melakukan fumigasi setiap 3 atau 6 bulan sekali.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer, adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, yaitu hasil dari observasi dan wawancara, pengamatan peneliti seperti sikap dan pemahaman dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi data.

2. Data sekunder, adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul melainkan diperoleh melalui studi kepustakaan seperti, buku, jurnal, dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pada pengumpulan dan pelaksanaan penelitian ini akan digunakan teknik pengumpulan data, diantaranya: observasi, wawancara, dan dokumentasi.

3.5.1 Observasi

Arikunto (2002, 146) mendefenisikan bahwa observasi adalah ”kegiatan yang meliputi pemusatan terhadap objek yang menggunakan seluruh aspek indera”. Dari pengertian ini dapat di ambil suatu pengertian bahwa, observasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara peniliti terjun langsung ke lapangan atau ke lokasi penelitian.


(40)

Observasi dilakukan dengan menggunakan tabel pedoman sesuai indikator pelestarian arsip ISO 11799 : 2003, Information and documentation — Document storage requirements for archive and library materials.

Aspek yang akan dilihat adalah : 1. Letak gedung

2. Bentuk gedung

3. Pemasangan dan peralatan 4. Penggunaan

5. Rencana pengendalian bencana 6. Pameran arsip

Tabel akan berfungsi sebagai pedoman cek apakah indikator-indikator pelestarian menurut ISO 11799 sudah terpenuhi oleh BPAD Sumatera Utara.

Observasi yang dilakukan selama penelitian ini berlangsung meliputi pengecekan tabel indikator, gambaran umum, suasana kehidupan sosial, kondisi fisik, dan kondisi sosial yang terjadi.

3.5.2 Wawancara

Menurut Esterberg yang dikutip oleh Sugiyono (2010, 231) mendefinisikan wawancara (interview) sebagai berikut. “a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah arsiparis yang bekerja pada Badan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara. Informan merupakan orang yang dapat memberikan keterangan mengenai permasalahan dalam penelitian ini. Teknik pengambilan informan dilakukan secara purposif. Purposive sampling adalah “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu” (Sugiyono 2010, 216). Pertimbangan tertentu artinya informan akan dipilih karena dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan.


(41)

Kode Informan Bagian I1 Bapak Drs. Jackson Saragih Kabid Arsip Daerah

I2 Ibu Herli Selbi Simanjuntak, S.E., M.Si Kasubid Pengelolaan Arsip

I3 Ibu Yetti Hamzah Batubara Arsiparis

I4 Ibu Erniati Simatupang Arsiparis

Ket.:

I = Informan

Penelitian ini dilakukan dengan menentukan jumlah informan sebanyak empat orang untuk diwawancarai, yang kemudian bisa saja bertambah, pemilihan informan lebih menekankan pada kualitas pemahaman pada permasalahan yang diteliti. Pemilihan informan dilakukan dengan melihat karakteristik tertentu sesuai dengan pengetahuan informan didalam informasi yang dibutuhkan.

Di dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (depth interview). Teknik ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada informan untuk mendapat data mengenai permasalahan yang sedang diteliti. Wawancara yang dilakukan bersifat semi terstruktur, tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.

3.5.3 Studi Dokumentasi,

Studi dokumentasi merupakan data yang diperlukan dalam penelitian yaitu mengumpulkan buku, jurnal, majalah, laporan tahunan dan kepustakaan lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Data yang diperoleh melalui observasi dengan tabel cek dan wawancara akan diperkuat dengan studi dokumentasi. Data observasi maupun data wawancara akan memiliki kekuatan data yang sama besar, karena kebutuhan data yang akan diperoleh dengan observasi akan berbeda dengan kebutuhan data melalui wawancara. Selanjutnya analisis akan dilakukan dengan menggabungkan ketiga sumber data.


(42)

3.6 Menganalisa Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiono (2009, 337) terdiri dari beberapa alur kegiatan yaitu: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Data-data yang diperoleh dari aneka macam cara (observasi, wawancara, dokumentasi, pita rekaman dan lain-lain) dikumpulkan kemudian direduksi atau dipilah-pilah. Data penelitian tentang pelestarian arsip akan dikumpulkan sesuai dengan kategori pada ISO 11799 dengan cara observasi, wawancara, studi dokumentasi. Kategori data yang dikumpulkan yaitu: letak gedung, bentuk gedung, pemasangan dan peralatan, penggunaan, rencana pengendalian bencana, pameran arsip.

3.6.1 Reduksi Data

Diartikan sebagai proses pemilihan, perumusan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan informasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisa menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi.

Data collection

Data display

Conclusions: drawing/ verifying

Data reduction


(43)

Pada penelitian ini data wawancara, dan dokumentasi akan dipilah-pilah dan digolongkan sesuai dengan kategori pelestarian arsip ISO 11799, kemudian digabungkan dengan data observasi.

3.6.2 Penyajian Data

Sekumpulan informasi yang telah tersusun secara terpadu dan sudah dipahami yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Data penelitian yang sudah digolongkan akan disajikan sesuai dengan urutan kategori pada ISO 11799 agar memudahkan dalam pengambilan kesimpulan.

3.6.3 Penarikan Kesimpulan

Menarik kesimpulan verifikasi dari berbagai temuan data yang diperoleh selama proses penelitian berlangsung. Data akan diferifikasi setelah reduksi data dan penyajian data yang kemudian akan dilakukan penarikan kesimpulan.

Pada tahap ini peneliti akan melakukan proses menginterpretasikan data-data yang telah dikumpulkan melalui metode observasi, wawancara, dan studi dokumentasi sambil terus melakukan pencocokan terhadap kesimpulan yang akan dibuat.

3.3 Keabsahan Data

Dalam menguji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi data, yaitu teknik yang dilakukan dengan mencari keterangan lebih lanjut. Wiersma yang dikutip oleh Sugiyono (2010, 273) mendefinisikan trianggulasi “Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of mulitiple data sources or mulitiple data collection procedures”.

Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik pengumpulan data. Adapun langkah-langkah dalam melakukan triangulasi pada penelitian ini adalah dengan saling mengaitkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Ketiga hasil penelitian akan saling mendukung untuk menghindari kesalahan dalam mengambil hasil penelitian.


(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden

Informan pada penelitian ini adalah beberapa arsiparis Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi (BPAD) Provinsi Sumatera Utara yang berkaitan dengan pelestarian arsip. Berikut daftar karakteristik informan:

Tabel 4.1: Karakteristik Informan

Kode Informan Bagian

I1 Bapak Drs. Jackson Saragih Kabid Arsip Daerah

I2 Ibu Herli Selbi Simanjuntak, S.E., M.Si Kasubid Pengelolaan Arsip

I3 Ibu Yetti Hamzah Batubara Arsiparis

I4 Ibu Erniati Simatupang Arsiparis

Ket.:

I = Informan

Informan keempat (I4) adalah informan pertama yang berhasil

diwawancarai berdasar pada penunjukan oleh Kabid Arsip Daerah yang kemudian bertambah ke informan ketiga (I3) dan berlanjut pada I1 dan I2. Kemudian diminta

waktu dan kesediaanya untuk diwawancarai, dengan menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan pada penelitian serta yang dilakukan selama observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan setelah perkenalan, wawancara berlangsung secara informal, yaitu wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang kemudian dapat berkembang lebih dalam. Suasana dan kondisi selama wawancara berifat alamiah, tidak dibuat-buat atau tidak diatur sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Begitu juga dengan bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tidak formal (informal). Wawancara dilakukan secara berulang apabila peneliti merasa kurang mengerti atau ada yang perlu ditambahi dari wawancara sebelumnya.


(45)

Wawancara dengan informan lain dilakukan dengan pertanyaan berbeda namun tetap saling berkaitan. Pertanyaan dapat bersifat lebih dalam atau pertanyaan baru yang dapat menguatkan jawaban pertanyaan pada informan sebelumnya. Pertanyaan yang sama dapat diajukan pada informan berbeda untuk mendapat jawaban yang kemungkinan informan lain dapat menjawab dengan lebih lengkap.

4.2 Kategori/Analisis Data

Penelitian dilakukan berdasar pada indikator-indikator pelestarian arsip menurut ISO 11799 yang dilakukan dengan menggunakan tabel cek observasi, yaitu pengecekan langsung ke lapangan dan diperkuat dengan wawancara. Kemudian observasi dan jawaban dari informan akan dilakukan pencocokan dengan keterangan lebih lanjut dari ISO 11799. Adapun indikator-indikator tersebut adalah:

1. Letak gedung

a. Perencanaan pada dampak banjir b. Perencanaan pada dampak gempa bumi c. Perencanaan pada dampak longsong d. Perencanaan pada dampak kebakaran e. Perlindungan dari hama perusak kertas f. Perlindungan dari gas berbahaya g. Perlindungan dari pencemaran

h. Perlindungan dari kemungkinan konflik bersenjata 2. Bentuk gedung

a. Pencegahan dan pengamanan gedung b. Perlindungan pada iklim tropis c. Struktur dan muatan bagian dalam 3. Pemasangan dan peralatan

a. Layanan-layanan

b. Sistem pendeteksi kebakaran c. Sistem pemadam kebakaran d. Alarm penyusup

e. Penerangan

f. Ventilasi dan kualitas udara g. Iklim ruang


(46)

4. Penggunaan a. Umum

b. Pembersihan dan Disinfeksi c. Perlindungan

d. Posisi penyimpanan

5. Rencana pengendalian bencana

a. Penghubung dengan layanan darurat kebakaran b. Peta garis besar bentuk bangunan

c. Rincian lokasi koleksi langka dan penting d. Nomor telepon petugas koordinasi bencana e. Nomor telepon ahli konservasi

f. Nomor telepon ahli penyelamatan arsip g. Daftar nomor telepon staf

h. Nomor telepon lembaga lain 6. Pameran arsip

a. Pembatasan arsip yang dipamerkan b. Pengaturan paparan cahaya

c. Pengganti arsip penting 4.2.1 Letak Gedung

Letak dari gedung penyimpanan arsip harus memperhatikan dampak sekitar terhadap arsip dan bagaimana menanggulanginya. BPAD Provinsi Sumatera Utara belum memiliki rencana terperinci untuk menghadapi bencana tak terduga, namun sudah melakukan perlindungan yang berdampak langsung. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan (I1, I2, I4) berikut:

I1 : “kalau untuk sejauh itu gak kita harapkan untuk diarsip ini, karna disini kan untuk penyimpanan, jadi untuk sejauh itu, banjir, bencana, kalau udah sejauh itu belum ada...”.

I2 : “... pemadam kebakaran ada, tapi gak ada pendeteksinya”. “Ada, satpam jaga 24 jam”.”makanya arsipnya disimpan dalam rool o’pack yang tahan api, kemudian kita lakukan perawatan arsipnya dengan jalan fumigasi”.

I4 : “Itu kan rool o’pack nya udah anti api, jadi ya biarpun kebakaran gak terbakar arsip didalamnya, kalau keamanan lain ya kita ada satpam untuk mantau ruangan”. “selain itu kita juga ada kegiatan fumigasi itu


(47)

setiap tiga atau enam bulan sekali, tapi rutinya enam bulan sekali, sama kita kasih kapur barus ditempat penyimpanan itu dek”.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan kategori letak gedung pada BPAD Provinsi Sumatera Utara belum bisa dikatakan baik, masih ada empat indikator yang kurang baik dari delapan indikator. Meskipun penyimpanan arsip dengan menggunakan ruangan tersendiri, disimpan kedalam rool o’pack, namun belum ada pendeteksi api, pemadam api otomatis, ataupun perencanaan khusus mengenai bencana, sehingga indikator untuk perencanaan dari dampak banjir, gempa bumi, longsor, dan kebakaran masih kurang baik.

Sedangkan pada perlindungan langsung yaitu dari hama perusak kertas, gas berbahaya, pencemaran, dan kemungkinan konflik bersenjata sudah baik, yaitu sudah adanya usaha perlindungan seperti usaha fumigasi, pencegahan dengan kapur barus, dan penjaga gedung 24 jam.

4.2.2 Bentuk Gedung

Gedung penyimpanan arsip harus diperhatikan kondisinya agar arsip yang disimpan terjamin kondisinya. Pada BPAD Provinsi Sumatera Utara ruangan penyimpanan arsip dipisahkan dengan ruangan lain, dengan jumlah 4 ruang penyimpanan masih kekurangan ruangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I2 berikut:

I2 : “kalau ruangan ada di lantai tiga gedung ini, terus gedung sebelah tiga lantai, jadi empat ruangan”. “...ini sebenernya bukan ruang arsip, ini ruang kerja, cuman karna kita kekurangan gedung untuk penyimpanan arsip kita manfaatin jadinya, ini arsip statis, yang diruangan itu yang in-aktif”. “...malah arsip-arsip kita udah ada dilantai-lantai, karna rool o’pack kita gak muat lagi”.


(48)

Gambar 1. Salah satu rool o’pack pada ruang penyimpanan BPAD Provinsi Sumatera Utara

Gambar 2. Arsip statis pada BPAD Provinsi Sumatera Utara


(49)

Ketiga indikator pada kategori bentuk gedung yaitu pencegahan dan pengamanan gedung, perlindungan pada iklim tropis, struktur dan muatan bagian dalam tidak bisa dikatakan baik. Desain gedung tidak dibangun dengan syarat-syarat sebagai tempat penyimpanan arsip, hal ini dapat terlihat dari salah satu ruang penyimpanan yang terletak pada lantai 3 bangunan kantor. Begitu juga dengan kondisi gedung yang kekurangan ruang penyimpanan.

Ruang penyimpanan juga seharusnya tidak memiliki jendela agar cahaya matahari langsung tidak masuk, namun ruang penyimpanan pada BPAD memiliki jendela. Begitu juga dengan ruang yang digunakan untuk arsip statis, tidak adanya ruang khusus, bahkan hanya disimpan pada lemari kaca di ruang kerja BPAD. Kemudian tidak tersedianya pintu darurat untuk penyelamatan arsip.

4.2.3 Pemasangan dan Peralatan

Indikator pelayanan sudah baik, tidak ada akses layanan air ke ruang penyimpanan ataupun listrik secara berlebihan, begitu juga dengan layanan gas. Namun pada indikator lainnya masih kurang baik. Seperti disinggung pada kategori letak gedung indikator pencegahan pada dampak kebakaran yang kurang baik BPAD Provinsi Sumatera Utara tidak memiliki sistem pendeteksi kebakaran, tidak ada sistem pemadam kebakaran otomatis, tidak tersedia alarm penyusup. Pemilihan dan pengaturan penerangan pada galeri sudah baik, namun pada ruang penyimpanan arsip in-aktif tidak ada pengaturan khusus tentang kapan penerangan dihidupkan atau dimatikan, cahaya matahari yang masih terlalu mudah untuk masuk ruangan melalui jendela. Kualitas udara sudah baik, dengan asupan udara segar secara alami, dan pada ruang galeri yang tertutup dengan menggunakan pendingin ruangan. Arsip BPAD Provinsi Sumatera Utara disimpan pada suhu dingin, namun tidak dikontrol secara rutin, tidak ada pemantauan suhu dan kelembaban pada waktu berbeda dan musim berbeda. Ruang penyimpanan hanya dikhususkan untuk menyimpan arsip dan perlengkapan penyimpanan, lemari yang digunakan juga adalah lemari khusus untuk menyimpan arsip yaitu rool o’pack tahan api.


(50)

Gambar 3. Ruang pameran (galeri) pada BPAD Provinsi Sumatera Utara

Dapat disimpulkan pada kategori pemasangan dan peralatan ada tiga indikator yang sudah baik yaitu indikator layanan, ventilasi dan kualitas udara, serta perabotan dan peralatan. Tiga indikator yang kurang baik yaitu indikator sistem pemadam kebakaran, penerangan, dan iklim ruang. Dua indikator yang tidak baik yaitu indikator sistem pendeteksi kebakaran dan alarm penyusup.

4.2.4 Penggunaan

Empat indikator dalam kategori penggunaan telah diterapkan di BPAD Provisi Sumatera Utara. Fungsi secara umum sudah baik, dengan adanya peraturan tidak langsung yang melarang merokok, makan, minum di ruang penyimpanan arsip. Aktifitas yang tidak berhubungan dengan penyimpanan juga tidak diperbolehkan. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan informan I2

berikut:

I2 : “Kalo peraturanya belum ada, tapi secara umum yang seharusnya kan kalo didalam itu orang tidak boleh makan, tidak boleh sembarangan masuk, suhu udara harus diatur, cahaya yang masuk harus diatur, tapi belum bener-bener ada peraturanya”. “Kalau terlaksana iya, itu kan sebenernya ada modul2nya, tapi itu belum jadi baku dikita, karna


(51)

memang belum menjadi misalnya peraturan kepala badan, atau keputusan gubernur, dan lain sebagainya belum. Dia masih jadi persyaratan gitu loh tapi belum menjadi peraturan, tapi ya udah dilaksanakan, orang tidak boleh masuk sembarangan ke ruang penyimpanan itu gitu dia”.

Indikator pembersihan dan desinfeksi sudah dijalankan secara rutin, seperti yang dijelaskan dalam indikator perlindungan dari hama perusak kertas, BPAD Provinsi Sumatera Utara sudah melakukan kegiatan fumigasi dalam usaha mencegah hama, rutin setiap tiga atau enam bulan sekali. Kegiatan pembersihan juga dilakukan rutin, seperti yang dilakukan pada tanggal 8 agustus 2014, BPAD melakukan kegiatan pembersihan sekaligus penilaian ulang untuk pemusnahan arsip. Hal ini juga didukung oleh pernyataan informan I2 berikut:

I2 : “...nantikan kita simpan, kemudian liat jadwal retensi arsip. Udah habis masa simpanya kita lakukan penilaian apa ini musnah, apakah ini statis”.

Indikator perlindungan juga baik. Arsip dilindungi dengan kertas casing, kemudian box arsip, lalu disimpan pada rool o’pack tahan api. Bahan yang digunakan juga diusahakan tidak berbahaya bagi kertas, seperti tidak menggunakan klip berbahan mudah karat. Penomoran dan label pada data arsip juga rapi dan sesuai dengan data aslinya, yang kemudian masuk ke buku pertelaan arsip. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan I2 berikut:

I2 : “Arsipnya kan udah diolah, dideskripsi, sudah dicatat, dibungkus dengan kertas casing, dinomori arsipnya, kemudian dimasukan ke box arsip, kemudian dibuat label box nya, baru ke rool o’pack...”.

Indikator keempat dari kategori penggunaan yaitu posisi penyimpanan juga sudah baik. Arsip disimpan tegak didalam box dan tersusun rapi. Arsip juga dipisahkan menurut jenisnya, in-aktif atau statis, foto atau kertas, koleksi-koleksi lembaran tunggal pada galeri juga terpisah.


(52)

Dapat disimpulkan pada kategori penggunaan keempat indikator yaitu indikator penggunaan secara umum, pembersihan dan desinfeksi, perlindungan, dan posisi penyimpanan semua sudah baik.

4.2.5 Rencana Pengendalian Bencana

Didalam usaha pelestarian arsip perlu adanya perencanaan apabila terjadi bencana, hal ini juga termasuk didalam indikator ISO 11799. BPAD Provinsi Sumatera Utara sudah berkomunikasi dengan layanan darurat kebakaran dan petugas koordinasi bencana, memiliki daftar koleksi dan tempat penyimpanan yang terperinci, sudah adanya kerjasama tidak langsung dengan instansi pengurus arsip lain, hal ini dapat mempermudah apabila terjadi bencana. Seperti yang dinyatakan informan (I1, I2) berikut:

I1 : “...tapi kita kan udah ada nomor-nomor itu di buku telepon umum, misalnya ada kebakaran nomor sekian, rumah sakit nomor sekian, kantor polisi hubungi nomor sekian, tapi kita gak ada pegang tersendiri nomor-nomor itu”. “...karna kita sama-sama dipemerintahan ini tetap ada komunikasi, ya kalo misalnya ada yang membutuhkan informasi arsip lalu tidak ada disini, ya kita arahkan kesana (kantor gubernur), jadi kalau memang ada saling kendala kita saling menghubungi”. I2 : “...itu nanti ada daftar arsip namanya daftar pertelaan arsip”.

Namun tidak ada peta garis besar bentuk bangunan sehingga akan sulit untuk pihak luar mengakses gedung apabila terjadi bencana, tidak ada daftar nomor telepon pegawai apabila dibutuhkan untuk dihubungi mendadak, dan tidak adanya penghubung ke ahli konservasi maupun ahli penyelamatan arsip diluar BPAD. Hal ini seperti dinyatakan informan I1 berikut:

I1 : “kalau itu (peta garis besar bentuk bangunan) mungkin ada di perpustakaan dek”. “kita tidak ada dek mengumpulkan nomor-nomor pegawai, kadang2 ada juga pegawai yg tidak punya hp. Ya kalau


(53)

memang ada perlu sama si pegawai, kalau kita hubungi ya mudah-mudahanan mereka mau mengangkatnya”.

Dapat disimpulkan pada kategori rencana pengendalian bencana, BPAD Provinsi Sumatera Utara masih kurang baik. Meskipun memiliki daftar koleksi dan tempat penyimpanan yang terperinci yang dinamakan daftar pertelaan arsip, namun apabila terjadi bencana BPAD Provinsi Sumatera Utara tidak memiliki peta garis besar bentuk bangunan sehingga akan sulit bagi pihak luar mengakses gedung untuk penyelamatan arsip, hal ini juga diperburuk dengan tidak adanya daftar nomor telepon staf sehingga akan sulit apabila para staf dibutuhkan mendadak ketika terjadi bencana.

Pada indikator yang berhubungan dengan pihak luar, BPAD Provinsi Sumatera Utara sudah memiliki penghubung dengan layanan darurat kebakaran dan petugas koordinasi bencana, sudah menjalin komunikasi dengan lembaga pengurus arsip lain yaitu kantor kesekretariatan gubernur, namun komunikasi ini hanya sebatas komunikasi biasa, tidak ada komunikasi dan kerjasama khusus penanganan arsip bila terjadi bencana. Tidak ada komunikasi dengan ahli konservasi dan ahli penyelamatan arsip juga menjadi kendala bila terjadi bencana. 4.2.6 Pameran Arsip

Arsip ada yang bersifat rahasia dan ada juga arsip yang dapat dipamerkan. Memamerkan arsip berarti menempatkan arsip pada kondisi yang lebih terbuka, untuk itu perlu adanya hal-hal khusus yang diperhatikan agar arsip tetap terpelihara, yaitu pembatasan arsip yang dipamerkan, pengaturan paparan cahaya, dan arsip pengganti untuk arsip penting. Pada BPAD Provinsi Sumatera Utara tempat pameran arsip atau galeri sudah membatasi arsip yang mereka pamerkan, mengatur paparan cahaya dengan mematikan cahaya apabila tidak sedang akan diadakan pameran, dan koleksi-koleksi yang dipamerkan adalah koleksi repro atau duplikat dari koleksi asli Arsip Nasional RI.


(54)

Gambar 4. Contoh koleksi repro pada ruang galeri BPAD Provinsi Sumatera Utara

Dapat disimpulkan pada kategori pameran arsip tiga indikator yaitu indikator pembatasan arsip yang dipamerkan, pengaturan paparan cahaya, dan pengganti arsip penting sudah baik.

4.3 Evaluasi Pelestarian Arsip BPAD Provinsi Sumatera Utara

Setiap kegiatan yang dilakukan tentu harus ada laporan kegiatan untuk menilai keberhasilan kegiatan tersebut. Didalam melakukan pekerjaannya, arsiparis BPAD Provinsi Sumatera Utara juga membuat laporan kepada kepala perpustakaan, melaporkan target pencapaian yang sudah tercapai dan apa yang belum tercapai. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan (I2, I3) berikut :

I2 : Ada lah dek. Kalau kegiatan itu kan pasti ada dinilai gimana itu hasilnya, dievaluasi dia apa yang sudah tercapai, apa aja yang belum tercapai. I3 : Ada. Itu nanti kan laporan kita ke atas udah apa aja yang dikerjain kan.


(1)

P : Keterangan apa aja disitu bu ? I3 : Tahun arsip, nomor arsip, instansi.

P : Jumlah arsiparis yang memiliki pendidikan arsip berapa bu ? I3 : Disini yang khusus memiliki pendidikan arsip gak ada P : Jadi pendidikannya apa aja bu ?

I3 : Rata-rata SMA dan SMEA.

P : Jadi kalau berdasarkan jenisnya arsip disini tu apa aja bu ?

I3 : Sebenernya kami disini arsip dinamis, dinamis tu kan sama statis, jadi semuanya itu dinamis in-aktif dan statis, tapi yang statis sedikit sekali itu yang didepan. Ini yang lagi dilakukan penilaian kan in-aktif semua, bakal musnah.

P : Terus kalau pencegahan asam itu gimana bu ?

I3 : Usahanya satu melalui fumigasi, kedua AC, sama kapur barus. P : Berarti kertas pembungkusnya itu sendiri kertas khsusus bu ? I3 : Nggak, itu kertas casing aja.

P : Itu kalau akhir tahun ada laporan kerja tahunan gitu gak bu ?

I3 : Ada. Itu nanti kan laporan kita ke atas udah apa aja yang dikerjain kan.

P : Emm. Makasih bu ya, itu aja untuk sementara, nanti kalau ada pertanyaan lagi boleh kesini lagi ya bu ?

I3 : Iya, datang aja kalau memang saya lagi gak sibuk kan. P : Oh iya bu, makasih bu ya, saya permisi dulu


(2)

4. Wawancara dengan informan I4

Hari/Tanggal : Senin, 12 Mei 2014

Waktu : 09.30 WIB

Lokasi : Ruang Arsiparis Badan Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi Provinsi Sumatera Utara

P : Selamat pagi bu, saya Arief yang kemarin mau penelitian awal wawancara sama ibu. I4 : Oh iya, tunggu sebentar ya, ibu lagi ada kerjaan sedikit.

P : Oh, iya bu.

I4 : Silahkan masuk Arif, kenapa kemarin gak jadi kesini ?

P : Oh, kemarin saya sakit bu, jadi baru bisa sekarang, hari ini bisa kan bu ? I4 : Bisa, jadi apa yang mau kamu tanyakan ?

P : Ini saya masih wawancara untuk penelitian awal bu, ruang yang digunain untuk penyimpanan arsip ada berapa bu ?

I4 : Kami menggunakan ruang untuk penyimpanan itu ada dua, tiga, satu di depot arsip terus lantai tiga untuk arsip dinamis dan yang didepan untuk arsip statis.

P : Itu yang diluar untuk arsip statis bu ?

I4 : Iya, jadi dua ruang untuk in-aktif satu untuk statis, tapi yang statisnya ini yang diluar, terus ?

P : Terus kasubid arsip itu ruangan apa bu ?

I4 : Kami kasubid pengelolaan arsip, itu ruang pejabat ekselon, terus ada lagi ?

P : Terus kalau dari segi penyimpanan, setiap ruang arsip itu ada pendingin ruangan gak bu ?

I4 : Iya semua ruangan pakai AC.

P : Kalau jumlah arsip di masing-masing ruang bu itu berapa ya ?

I4 : Oh itu gak bisa kita pastikan, soalnya itu disimpannya di rool o’pack. P : Kalau jumlah dalam rool o’pack nya itu bu ?

I4 : Kalau didalam rool o’pack itu ada sembilan atau sepuluh rak lagi, tapi kalau jumlah pasti arsipnya itu tergantung dari arsip itu sendiri, berapa banyak satu arsip itu kan. P : Itu fungsi rool o’pack itu untuk rak gitu bu ?

I4 : Iya dia itu rak anti api, bukan rak juga dia kaya lemari ada laci-lacinya, terus anti api, isinya itu bisa sembilan atau sepuluh box untuk nyimpan arsip.


(3)

P : Jadi per box itu gak ada perkiraan bu berapa arsipnya ?

I4 : Oh gak bisa dek, soalnya arsip itu ketebalannya beda-beda, jadi dia dibungkus dulu, baru dimasukan ke box, jadi ya tergantung ketebalan arsipnya lah, tipis banyaklah jumlah arsipnya itu, kalau tebal sedikit lah isinya.

P : Terus kalau dari kondisi keamanan gimana bu ?, kan rool o’pack nya itu anti api, nah kalau ruanganya itu ada pendeteksi apinya bu ?

I4 : Oh gak ada, itu kan rool o’pack nya udah anti api, jadi ya biarpun kebakaran gak terbakar arsip didalamnya, kalau keamanan lain ya kita ada satpam untuk mantau ruangan.

P : Terus bu selain usaha penyimpanan gitu ada usaha apa lagi bu ?

I4 : Selain itu kita juga ada kegiatan fumigasi itu setiap tiga atau enam bulan sekali, tapi rutinya enam bulan sekali, sama kita kasih kapur barus ditempat penyimpanan itu dek P : Dalam pengelolaan arsip itu pakai pedoman apa bu ?

I4 : Pengelolaan arsip kita itu berdasarkan JRA P : Sudah pernah dilakukan pemusnahan bu ?

I4 : Kalau pemusnahan ini kita akan melakukan pemusnahan arsip, tapi baru arsip keuangan saja, kalau arsip yang lain belum.

P : Arsipnya itu asalnya dari mana aja bu ?

I4 : Arsip kita itu asalnya dari instansi pemerintah, perorangan seperti pejabat-pejabat pemerintah, ada juga yang asalnya itu dari belanda, itu arsipnya udah ada dari sekitar tahun 60-an.

P : Apa bu perencanaan program pemeliharaan arsip kedepan ?

I4 : Ini kita udah mulai mengalih mediakan arsip itu ke bentuk digital, tapi masih sedikit sekali belum semuanya.

P : Untuk sementara itu aja bu data yang saya butuhin, nanti kalau saya butuh tanya-tanya lagi boleh kan bu ?

I4 : Oh iya boleh, langsung aja masuk keruang ibu sini ya, kalau memang ibu sempet ya ibu bantu, kalau nggak nanti bisa ibu minta temen ibu yang lain, datang aja lagi gak apa-apa

P : Makasih ya bu, kalau gitu saya permisi dulu, makasih lagi bu. I4 : Iya dek, sama-sama.


(4)

LAMPIRAN IV

Hasil Tabel Cek Tabel Observasi

INDIKATOR

HASIL OBSERVASI

KETERANGAN

BAIK KURANG

BAIK

TIDAK BAIK LETAK GEDUNG

Perencanaan pada dampak banjir

Perencanaan pada dampak gempa bumi

Perencanaan pada dampak longsong

Perencanaan pada dampak kebakaran

Perlindungan dari hama perusak kertas 

Perlindungan dari gas berbahaya 

Perlindungan dari pencemaran 

Perlindungan dari kemungkinan konflik

bersenjata 

BENTUK GEDUNG

Pencegahan dan pengamanan gedung

Perlindungan pada iklim tropis


(5)

PEMASANGAN DAN PERALATAN

Layanan-layanan 

Sistem pendeteksi kebakaran 

Sistem pemadam kebakaran 

Alarm penyusup 

Penerangan 

Ventilasi dan kualitas udara 

Iklim ruang 

Perabotan dan peralatan 

PENGGUNAAN

Umum 

Pembersihan dan Disinfeksi 

Perlindungan 

Posisi penyimpanan 

RENCANA PENGENDALIAN BENCANA Penghubung dengan layanan darurat

kebakaran 

Peta garis besar bentuk bangunan 

Rincian lokasi koleksi langka dan penting 

Nomor telepon petugas koordinasi bencana 


(6)

Nomor telepon ahli penyelamatan arsip 

Daftar nomor telepon staf 

Nomor telepon lembaga lain 

PAMERAN ARSIP

Pembatasan arsip yang dipamerkan 

Pengaturan paparan cahaya 