Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA

manusia baik dibidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi ataupun kehidupan spritual. Pada hakekatnya konteks kesejahteraan sosial juga meliputi kesejahteraan karyawan, meskipun dalam hal ini pengertian kesejahteraan karyawan berbeda dari pengertian kesejahteraan sosial. Kesejahteraan karyawan adalah balas jasa pelengkap material dan nonmaterial yang berisikan berdasarkan kebijaksanaan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar produktivitas kerjanya meningkat Hasibuan. M, 2003:185.

2.2 Landasan Teori

Manulang menyatakan dalam Evarina Manurung. 1993: 5 bahwa material insentive adalah segala sesuatu yang diberikan perusahaan kepada pegawai yang dapat dinilai dengan uang, antara lain: gaji yang menarik, pemberian bonus, pemberian premi, pemberian upah lembur dan lain-lain. Non material insentive adalah segala sesuatu yang diberikan perusahaan kepada pegawai dan karyawan yang tidak dapat dinilai dengan uang, misalnya: penghargaan, pujian, putusan dan lain-lain, sedangkan semi material insentive adalah penggabungan antara Material insentive dan Non material insentive. Pemberian insentif hampir sama halnya dengan premi, yang dimaksud dengan insentif itu sendiri merupakan rangsangan yang diberikan kepada karyawan dalam bertindak dan berbuat sesuatu untuk tujuan perusahaan. Hal ini berarti insentif merupakan suatu bentuk motivasi bagi karyawan dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan. Pelaksanaan pemberian insentif Universitas Sumatera Utara dimaksudkan perusahaan terutama untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan dan mempertahankan karyawan yang mempunyai produktivitas tinggi untuk tetap berada didalam perusahaan Sujatmoko, 2007. Premi adalah pendapatan yang diperoleh pekerja apabila telah melampaui batas ketentuan yang ditetapkan perusahaan. Seseorang yang bekerja melebihi kewajibannya berhak memperoleh premi Ghani, 2003. Istilah premi ini digunakan sebagai penghargaan yang diberikan perusahaan bagi pemanen sama dengan insentif yaitu penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pegawai, yang membedakan keduanya adalah premi diberikan kepada karyawan yang tugas dan pekerjaannya dilaksanakan berdasarkan basis borongolah sedangkan insentif diberikan tidak terukur, tergantung dengan kemampuan perusahaan. Premi panen dan brondolan diberikan terpisah dengan nilai premi per-Kg yang berbeda. Pemberian premi panen bertujuan untuk meningkatkan pendapatan karyawan dan lebih memotivasi pemanenpetugas yang terkait dengan panen agar seluruh buah matang di lapangan terpanen. Sedangkan premi brondolan diberikan bertujuan untuk lebih memotivasi pengutipan brondolan dan meminimalisasi kehilangan brodolan di lapangan. Premi panen diberikan secara perorangan dan ditentukan berdasarkan kapasistas, tahun tanam yang berkaitan dengan produktivitas dan topografi. Semakin rendah produktivitas, semakin rendah basis borong dan semakin berbukitcuram topografinya semakin mahal premi panennya. Premi brondolan diberikan premi tersendiri dengan tarif ± 2,5 kali lipat premi TBS sesuai dengan berat brondolan yang Universitas Sumatera Utara dikumpulkan oleh masing-masing pemanen. Brondolan harus dalam keadaan bersih dari segala macam kotoran sampah, tangakai tandan, batu dll. Dan berat brondolan tidak termasuk dalam berat TBS dalam pemberian premi panen. Premi dan denda panen perorang dihitung dan dibukukan setiap hari oleh krani produksi di afdeling. Kepada karyawan pelaksana yang sudah mendapatkan premi, tidak dibenarkan mendapat lembur Anonimus, B. 2011. Rumus Premi Panen TBS : Keterangan: P = Premi K = Kapasitas BB = Basis Borong Prestasi Normal NP = Nilai Premi D = Denda PTPN IV, 2008 Untuk karyawan panen, dimana hasil produksinya mudah diukur, maka sebagai sistem pengupahan yang biasa digunakan adalah berdasarkan “Price rate” premi berdasarkan unit yang dihasilkan atau “Time Bonusses” premi berdasarkan waktu Ranupandojo dan Suad H 1983: 153 dalam Manurung, 1993. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 88 Ayat 1 bahwa : “Setiap pekerjaburuh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Oleh sebab itu upah yang diberikan haruslah layak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik kebutuhan jasmani maupun rohani Hasibuan, B. 2007: 16. P = { K- BB NP} - D Universitas Sumatera Utara Hasibuan, M. 2002:95, Faktor-faktor penting untuk menjamin keberhasilan usaha dan meningkatkan produktivitas yaitu terdiri dari : 1. Kesadaran fisik kesehatan, gizi Salah satu tugas pimpinan perusahaan adalah berusaha untuk mempertahankan kesehatan para karyawannya. Kesehatan fisik maupun mental karyawan yang buruk akan menyebabkan kecenderungan adanya tingkat absensi yang tinggi dan rendah tingkat produktivitasnya, dan sebaliknya karyawan yang memiliki kondisi yang prima dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat baik. Untuk itu gizi setiap karyawan perlu diperhatikan karena hal ini besar pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas. 2. Pendidikan dan Keterampilan Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas. Semakin tinggi pendidikan karyawan, semakin besar ia dapat bekerja dengan efektif dan efesien sehingga mampu meningkatkan prestasinya ke jenjang yang lebih baik dan lebih tinggi. 3. Faktor manajerial motivasi dan kepemimpinan Perilaku pemimipin sering disebut gaya kepemimpinan style of leadership yaitu pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegerasikan tujuan tertentu. Seorang pemimpin yang efektif ádalah pimpinan yang dapat memotivasi dan bergairah dalam melaksanakan tugasnya. 4. Etos kerja Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, dimana ia memerlukan persahabatan dan berhubungan dengan sesamanya. Kebutuhan-kebutuhan sosial Universitas Sumatera Utara lainnya bisa diperoleh dari hubungan antara atasan dengan bawahan dimana akhirnya karyawan menginginkan adanya perhatian dalam pekerjaannya. Oleh karena itu faktor sosial merupakan elemen yang penting dalam meningkatkan produktivitas karyawan. Produktivitas secara umum dapat diartikan yaitu produktivitas sebagai perbandingan antara apa yang dihasilkan dengan apa yang dimasukkan. Konsep produktivitas mengandung unsur-unsur yang komplek, menyangkut banyak faktor baik dilihat dengan konsep dan pendekatannya maupun cara pengukurannya dari kompleksitas ini dapat disadari kalau timbul berbagai macam penafsiran dan pengertian tentang konsep produktivitas dan bagaimana mengukurnya. Bahkan kata produktivitas sendiri merupakan bagian dari suatu persoalan. Tetapi apabila diperhatikan lebih mendalam terdapat titik temu dalam pandangan mereka tentang konsep produktivitas yang mengartikan produktivitas adalah rasio antara keluaran dengan masukan. Hinrichs and john R, 1995 dalam Sumarsono, 2003: 62. Dalam konsep produktivitas, kegiatan pengukuran merupakan kegiatan yang sangat penting karena mempunyai sifat evaluatif dan pengembangan. Meskipun demikian, pengukuran produktivitas merupakan sebagian saja dari keseluruhan perbaikan dari produktivitas. Dengan hanya mengandalkan pengukuran produktivitas saja, masalah-masalah yang dihadapi tidak dapat dipecahkan secara tuntas. Masih banyak kegiatan-kegiatan lain yang perlu dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan- kegiatan pengukuran, misalnya perbaikan metode kerja, kegiatan pendidikan dan pelatihan, sistem dan praktik manajemen yang mampu mengelola setiap perubahan eksternal. Terdapat dua cara pengukuran produktivitas yang sering digunakan yaitu: Universitas Sumatera Utara “Engineering Model” yang mengacu pada lingkungan fisik dan pendekatan ekonomi yang sering disebut “Accounting Model” yang mengacu pada lingkungan pasar. Baik engineering maupun accounting model, dapat dipergunakan untuk mengukur berbagai tingkat skala kegiatan ekonomi dengan berbagai dimensi, yaitu dimensi nasional yang sering disebut juga produktivitas makro, dimensi sektoral disebut juga produktivitas organisasiperusahaan dan dimensi parsial disebut juga produktivitas faktor parsial Sumarsono, 2003: 62. Kesejahteraan adalah suatu keadaan dimana seseorang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan jasmani dan rohani yang merupakan harapan dari setiap orang. Tingkat kesejahteraan diukur bukan dari tingkat pendapatan saja, tetapi juga faktor- faktor non ekonomi seperti pengaruh adat istiadat dalam kehidupan masyarakat, keadaan iklim dari alam sekitar dan terdapat tidaknya kebebasan dalam bertindak serta mengeluarkan pendapat. Sehingga kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif. Artinya tiap orang mempunyai pandangan hidup, nilai-nilai yang berbeda terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan mereka hal ini dinyatakan oleh Sadono Sukirno 1985:68 dalam Marpaung, 1996. Jika kesejahteraan karyawan tersebut tidak terpenuhi maka akan berpengaruh juga terhadap produktivitas perusahaan. Produktivitas perusahaan akan cenderung menurun. Karyawan adalah makhluk sosial yang butuh akan adanya perlindungan semasa hidupnya. Oleh sebab itu dibutuhkannya sebuah jaminan sosial untuk melindungi hidupnya Hasibuan. M, 2003:185. Terkait dengan indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan sosial Spicker 1995:3 dalam Adi 2004 menggambarkan usaha Universitas Sumatera Utara kesejahteraan sosial, dalam kaitan dengan kebijakan sosial itu sekurang-kurangnya mencakup lima bidang utama yang disebut dengan “big five” yaitu: - Bidang kesehatan - Bidang pendidikan - Bidang perumahan - Bidang jaminan sosial; dan - Bidang pekerjaan sosial Kelima bidang diataslah yang sering dijadikan standar minimum untuk mengukur kesejahteraan masyarakat. Menurut penelitian Aryc .Y. Gunawan 2009, dalam ringkasan penelitiannya menyatakan digunakan analisis korelasi untuk menyidik hubungan antara premi sebagai variabel bebas dan produktivitas kerja sebagai variabel terikat. Dari analisis yang dilakukan diperoleh bahwa premi sebagai variabel bebas memiliki hubungan yang substansial terhadap produktivitas kerja. Menurut penelitian Siti Rahma Br Siregar 2008, dalam ringkasan penelitiannya terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pemberian insentif dengan peningkatan produktifitas kerja Berdasarkan pada penelitian Manurung, 1993: 45 di dalam pembahasannya peningkatan produktivitas karyawan panen dilihat dari rata-rata mutu hasil seorang karyawan berdasarkan premi lebih tinggi dari mutu hasil seorang karyawan berdasarkan basis borong. Hal itu disebabkan oleh harga premi per Kg berbeda untuk mutu yang berbeda. Harga premi per Kg lebih tinggi untuk hasil dengan mutu baik dibanding dengan mutu sedang dan mutu buruk. Sehingga disamping karyawan Universitas Sumatera Utara dirangsang untuk berproduksi dengan mutu baik, karyawan juga mendapatkan premi yang berguna untuk meningkatkan produktivitas dan memperbaiki kualitas dari hasil produksi. Menurut penelitian Bintang Sahala Marpaung 1996 dalam kesimpulan penelitiannya, salah satu parameter tingkat kesejahteraan yaitu peningkatan jumlah tabungan saving karyawan panen bahwa “Semakin tinggi pendapatan karyawan dari premi maka tingkat kesejahteraan keluarga karyawan semakin tinggi” ditolak. Karena tinggi atau rendahnya tingkat kesejahteraan adalah dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya sisa pendapatan keluarga yang tidak dibelanjakan. Padahal premi yang diterima oleh karyawan panen adalah sebagian dari pendapatan yang diterima oleh karyawan panen. Akibatnya jumlah premi yang diterima tidaklah berpengaruh nyata terhadap tingkat kesejahteraan keluarga.

2.3 Kerangka Pemikiran