Analisis Potensi Dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah Di Kota Medan

(1)

SKRIPSI

ANALISIS POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN PEGADAIAN SYARIAH DI KOTA MEDAN

OLEH

RANDI SAPUTRA 100501002

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PERCETAKAN

Nama : Randi Saputra

NIM : 100501002

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Syariah

Judul Skripsi : Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaia Syariah Di Kota Medan

Tanggal, Ketua Program Studi:

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D

NIP. 19710503 200312 1 003

Tanggal, Ketua Departemen:

Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Sebagai dosen pembimbing saya telah memberikan bimbingan dan perbaikan seperlunya atas skripsi:

Nama : Randi Saputra

NIM : 100501002

Program Studi : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Syariah

Judul : Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah Di Kota Medan

Setelah memperhatikan proposal, proses penulisan, substansi dan teknik penulisan saya memberikan nilai ... untuk skripsi tersebut diatas.

Medan, Mei 2014 Dosen Pembimbing,

Kasyful Mahalli, SE, M.Si NIP. 19671111 200212 1 001


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Sebagai dosen pembaca penilai saya telah memberikan koreksi dan perbaikan seperlunya atas skripsi:

Nama : Randi Saputra

NIM : 100501002

Program Studi : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Syariah

Judul : Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah Di Kota Medan

Setelah memperhatikan substansi dan teknik penulisan saya memberikan nilai ... atas skripsi tersebut diatas.

Medan, Mei 2014

Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D Ilyda Sudardjat, S.Si, M.Si NIP. 19710503 200312 1 003 NIP. 19730325 200801 2 007


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN

Nama : Randi Saputra

NIM : 100501002

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Syariah

Judul Skripsi : Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah Di Kota Medan

Tanggal, Dosen Pembimbing:

Kasyful Mahalli, SE, M.Si NIP. 19671111 200212 1 001

Tanggal, Dosen Penguji I:

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D NIP. 19710503 200312 1 003

Tanggal, Dosen Penguji II:

Ilyda Sudardjat, S.Si, M.Si NIP. 19730325 200801 2 007


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN

Nama : Randi Saputra

NIM : 100501002

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Syariah

Judul Skripsi : Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah Di Kota Medan

Ketua Departemen: Ketua Program Studi:

Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19710503 200312 1 003

Dosen Pembimbing: Dosen Penguji:

Kasyful Mahalli, SE, M.Si Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D NIP. 19671111 200212 1 001 NIP. 19710503 200312 1 003


(7)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah Di Kota Medan” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan / atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan / atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2014 Penulis

Randi Saputra 100501002


(8)

ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan apa saja kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dari pegadaian syariah yang ada di Kota Medan. Dengan hasil analisa SWOT terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, maka akan dapat dilihat bahwa startegi apa yang akan diambil untuk meminimalisir kelemahan yang ada dan mengatasi ancaman yang datang untuk meningkatkan kekuatan dan mengambil peluang – peluang yang ada guna menguasai pangsa pasar dan merangkul para nasabahnya.

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari informan yaitu pimpinan pegadaian syariah sebanyak 4 (empat) pegadaian syariah yang tersebar di kota Medan dengan cara wawancara langsung dan terbuka dengan informan dan memberikan kuesioner serta mencatat hal – hal yang penting dalam penelitian ini. Data sekunder didapat dari buku, majalah, internet, skripsi dan media lainnya. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data analsis SWOT.

Hasil perhitungan analisis SWOT yang didapat adalah selisih antara kekuatan dan kelemahan sebesar 19 dan selisih antara peluang dan ancaman adalah sebesar 13. Oleh karena itu hasil dari analisis SWOT pegadaian syariah kota Medan berada pada Kuadran I (positif – positif)/ keunggulan progresif dengan menggunakan strategi SO, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar- besarnya.


(9)

ABSTRACT

This Skripsi aim to to know and explain any kind of strength and weakness and also opportunity and threat from pawnship office of Moslem law of exist in Field Town. With the result analyse the SWOT to strength, weakness, opportunity and threat, hence will be able to be seen by that startegi of what will be taken for the meminimalisir of existing weakness and overcome the incoming threat to increase strength and take the opportunity - existing opportunity utilize to master the market compartment and huddle up all its client.

The data used by is data of primary and sekunder. Primary data got from informan that is head of pawnship office of Moslem law as much 4 (four) of pawnship office of Moslem law which is gone the round of in Field town by direct interview and opened with the informan and give the kuesioner and also note the matter - important matter in this research. The secondery got by of the book, magazine, internet, other skripsi media and. Analysis method used by is descriptive method qualitative by using data of analsis SWOT.

The result of calculation analyse the SWOT got by is difference of between strength and weakness of equal to 19 and difference of between opportunity and threat is equal to 13. Therefore result of from analysis of SWOT of pawnship office of Moslem law of Field town be at the Kuadran I ( positive - positive)/ progressive excellence by using strategy SO, that is by exploiting all strength to grab and exploit the opportunity of equal to- level of


(10)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan cahaya ilmu-Nya, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi inidengan judul “Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah di Kota Medan”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu tanggung jawab penulis untuk melengkapi sebagian persyaratan untuk menyelesaikan perkuliahan di jenjang studi Strata-1 dalam rangka meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil dalam penyusuna skripsi ini, yaitu kepada:

1. Orang tua tercinta penulis, yaitu Ayahanda Muharman dan Ibunda Rosmani yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa, dukungan moril maupun materil, dan juga kepada saudara saya tercinta: Kak Elma, Bang Eka, Bang Eki, Adek, dan Taufik yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis sehingga terselesainya penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ac, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(11)

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang telah membimbing penulis, memberikan saran, pengarahan, petunjuk – petunjuk, dan masukan yang sangat berarti dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

7. Seluruh Staf dan karyawan Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan kelengkapan administrasi penulis.

8. Segenap pimpinan dan staf perpustakaan Universitas Sumatera Utara atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian penulis.

9. Ibu Hj. Ernawati, SE selaku pimpinan KCPS Sei Wampu Syariah, Bapak Santos Sunarso, SE selaku pimpinan KCPS AR. Hakim Syariah, Ibu Hj. Semi, SE selaku pimpinan KCPS Setia Budi Syariah, Bapak Aden T. Syaeful Bahri, ST selaku pimpinan KCPS Asrama Syariah yang telah memberikan izin dan meluangkan waktunya untuk wawancara dan memberikan data – data yang diperlukan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini pada kantor cabang yang mereka pimpin.

10.Sahabat penulis Guruh, Dani, Hendi, Odi, Hafis, Hasmi, Sarah dan masih banyak lagi yang penulis tidak bisa sebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya kepada penulis sehingga terselesainya penulisan skripai ini


(12)

11.Seluruh sahabat – sahabat penulis khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan stambuk 2010 yang telah banyak memberikan motifasi, doa, dan dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat pada semua pembaca.

Sekian dan terima kasih.

“Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan

hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. ( QS. Al-Insyirah 94:5-8) Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Medan, April 2014 Penulis

RANDI SAPUTRA 100501002


(13)

DAFTAR ISI

Abstrak... i

Abstract... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian... 6

1.4Manfaat Penelitian... 6

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pengertian Pegadaian ... 8

2.2 Jenis-Jenis Pegadaian ... 9

2.3 Pengertian Pegadaian Syariah ... 13

2.4 Dasar Hukum Gadai ... 15

2.5 Rukun, Syarat dan Berakhirnya Akad Gadai ... 17

2.5.1 Rukun Gadai ... 17

2.5.2 Syarat Gadai ... 18

2.2.3 Berakhirnya Akad Gadai... 18

2.6 Karakteristik Pegadaian Syariah ... 19

2.7 Tujuan dan Manfaat Pegadaian Syariah ... 20

2.7.1 Tujuan Pegadaian Syariah ... 20

2.7.2 Manfaat Pegadaian Syariah ... 21

2.8 Produk- Produk Pegadaian Syariah ... 22

2.9 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil ... 23

2.10 Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional .. 25

2.11 Potensi ... 28

2.12 Kendala ... 28

2.13 Peluang ... 28

2.14 Ancaman ... 29

2.15 Kerangka Konseptual ... 29

2.16 Penelitian Terdahulu ... 31

BAB III: METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

3.3 Informan Penelitian ... 33

3.4 Batasan Operasional ... 34

3.5 Defenisi Operasional ... 35

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

3.7 Jenis Data ... 36

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 37


(14)

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Gambaran Umum Pegadaian Syariah ... 39

4.1.1 Pegadaian Syariah Di Indonesia ... 43

4.1.2 Visi dan Misi Pegadaian Syariah ... 45

4.1.2.1 Visi Pegadaian Syariah ... 45

4.1.2.2 Misi Pegadaian Syariah ... 45

4.1.3 Prosedur Akad Rahn, Pemberian Pinjaman, dan Pelunasan Pinjaman . 46 4.1.3.1 Akad Rahn ... 46

4.1.3.2 Pemberian Pinjaman ... 48

4.1.3.3 Pelunasan Pinjaman ... 50

4.2 Gambaran Khusus Pegadaian Syariah Kota Medan ... 51

4.2.1 Profil Pegadaian Syariah Kota Medan ... 51

4.2.2 Jenis Produk Dan Usaha Pegadaian Syariah Kota Medan ... 52

4.2.2.1 Kantor Cabang Sei Wampu ... 53

4.2.2.2 Kantor Cabang AR. Hakim ... 53

4.2.2.3 Kantor Cabang Setia Budi ... 54

4.2.2.4 Kantor Cabang Asrama ... 54

4.2.3 Struktur Organiasi Pegadaian Syariah Kota Medan ... 56

4.2.4 Prospek Pegadaian Syariah Kota Medan ... 62

4.3 Penyajian Data Dan Analisis Data (Analisis SWOT) ... 63

4.3.1 Hasil Wawancara Dengan Pimpinan Pegadaian syariah Kota Medan .. 63

4.3.2 Analisis Faktor Internal Dan Eksternal (Analisis SWOT) ... 75

4.3.2.1 Identifikasi Lingkungan Internal (S –W) ... 79

4.3.2.2 Identifikasi Lingkungan Eksternal (O – T) ... 80

4.3.3 Diagram Analisis SWOT ... 81

4.3.4 Matrix SWOT ... 83

BAB V: PENUTUP ... 86

5.1 Kesimpulan ... 86

5.2 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(15)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Hal

2.1 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil 24

2.2 Persamaan Pegadaian Konvensional dengan Pegadaian Syariah 26 2.3 Perbedaan Pegadaian Konvensional dengan Pegadaian Syariah 27 4.1 Faktor Internal Dan Eksternal Pegadaian Syariah Kota Medan 78

4.2 Analisis Internal (IFAS) 79


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Hal

2.1 Kerangka Konseptual Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Strategi 29 Pengembangan

4.1 Skema Akad Rahn 47

4.2 Skema Tata Cara Memperoleh Pinjaman 49

4.3 Skema Tata Cara Pelunasan Pinjaman 51

4.4 Struktur Organisasi Pegadaian Syariah Kota Medan 57

4.5 Kuadran SWOT Pegadaian Syariah Kota Medan 82


(17)

ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan apa saja kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dari pegadaian syariah yang ada di Kota Medan. Dengan hasil analisa SWOT terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, maka akan dapat dilihat bahwa startegi apa yang akan diambil untuk meminimalisir kelemahan yang ada dan mengatasi ancaman yang datang untuk meningkatkan kekuatan dan mengambil peluang – peluang yang ada guna menguasai pangsa pasar dan merangkul para nasabahnya.

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari informan yaitu pimpinan pegadaian syariah sebanyak 4 (empat) pegadaian syariah yang tersebar di kota Medan dengan cara wawancara langsung dan terbuka dengan informan dan memberikan kuesioner serta mencatat hal – hal yang penting dalam penelitian ini. Data sekunder didapat dari buku, majalah, internet, skripsi dan media lainnya. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data analsis SWOT.

Hasil perhitungan analisis SWOT yang didapat adalah selisih antara kekuatan dan kelemahan sebesar 19 dan selisih antara peluang dan ancaman adalah sebesar 13. Oleh karena itu hasil dari analisis SWOT pegadaian syariah kota Medan berada pada Kuadran I (positif – positif)/ keunggulan progresif dengan menggunakan strategi SO, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar- besarnya.


(18)

ABSTRACT

This Skripsi aim to to know and explain any kind of strength and weakness and also opportunity and threat from pawnship office of Moslem law of exist in Field Town. With the result analyse the SWOT to strength, weakness, opportunity and threat, hence will be able to be seen by that startegi of what will be taken for the meminimalisir of existing weakness and overcome the incoming threat to increase strength and take the opportunity - existing opportunity utilize to master the market compartment and huddle up all its client.

The data used by is data of primary and sekunder. Primary data got from informan that is head of pawnship office of Moslem law as much 4 (four) of pawnship office of Moslem law which is gone the round of in Field town by direct interview and opened with the informan and give the kuesioner and also note the matter - important matter in this research. The secondery got by of the book, magazine, internet, other skripsi media and. Analysis method used by is descriptive method qualitative by using data of analsis SWOT.

The result of calculation analyse the SWOT got by is difference of between strength and weakness of equal to 19 and difference of between opportunity and threat is equal to 13. Therefore result of from analysis of SWOT of pawnship office of Moslem law of Field town be at the Kuadran I ( positive - positive)/ progressive excellence by using strategy SO, that is by exploiting all strength to grab and exploit the opportunity of equal to- level of


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Agama Islam adalah risalah (pesan-pesan) yang diturunkan Tuhan kepada Muhammad SAW sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan dalam menyelenggarakan tata cara kehidupan manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan khaliqnya. Islam merupakan agama yang bersifat universal dan berlaku sepanjang zaman. Keabadian dan keaktualan Islam telah terbukti sepanjang sejarahnya, dimana setiap kurun waktu dan perkembangan peradaban manusia senantiasa dapat dijawab dengan tuntas oleh ajaran Islam melalui Al-Qur’an sebagai landasannya (Sholikul Hadi, 2002:1).

Islam datang dengan serangkaian pemahaman tentang kehidupan yang membentuk pandangan hidup tertentu. Islam hadir dalam bentuk garis-garis hukum yang global (khuthuuh ‘ariidhah), yakni makna-makna tekstual yang umum, yang mampu memecahkan seluruh problematika kehidupan manusia baik yang meliputi aspek ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Dengan demikian akan dapat digali berbagai cara pemecahan setiap masalah yang timbul dalam kehidupan manusia. Sehingga sangat wajar bila interaksi antara sesama umat Islam yang berdasarkan syariah perlu mendapat kajian yang serius karena umat perlu panduan keilmuan supaya tidak salah berperilaku. Karena itu perlu pengkajian aturan Islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang berawal dari interaksi sosial dengan sesama manusia, khususnya dalam hal ekonomi.

Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. PT Pegadaian merupakan lembaga perkreditan yang dikelola oleh


(20)

pemerintah yang kegiatan utamanya melaksanakan penyaluran uang pinjaman atau kredit atas dasar hukum gadai. Penyaluran uang pinjaman tersebut dilakukan dengan cara yang mudah, cepat, aman dan hemat sehingga tidak memberatkan bagi masyarakat yang melakukan pinjaman dan tidak menimbulkan masalah yang baru bagi peminjam setelah melakukan pinjaman di pegadaian, sesuai dengan motto nya “Mengatasi masalah tanpa masalah”.

PT Pegadaian (Persero) yang sebelumnya dikenal sebagai Perum Pegadaian sebagai lembaga perkreditan yang memiliki tujuan khusus yaitu penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai yang ditujukan untuk mencegah praktek ijon, pegadaian gelap, riba, serta pinjaman tidak wajar lainnya. PT Pegadaian (Persero) merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan kredit, baik dalam skala kecil maupun skala besar, dengan pelayanan yang mudah, cepat dan aman. Kemudahan dan kesederhanaan dalam prosedur memperoleh kredit merupakan modal dasar dalam mendekati pangsa pasar. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan Pegadaian Syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti: tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa atau bagi hasil.

Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP/10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan


(21)

itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.

Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 memberikan peluang bagi PT Pegadaian (Persero) untuk membuka usaha-usaha lain selain usaha inti yang selama ini dijalankannya. Selanjutnya, Pada pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut PT Pegadaian (Persero) dapat menyelenggarakan usaha penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai, penyaluran uang pinjaman berdasarkan jasa sertifikasi logam mulia dan batu mulia, unit toko emas, dan industri perhiasan emas serta usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dengan persetujuan Menteri Keuangan.

Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah (bagi hasil). Karena nasabah dalam mempergunakan marhun bih mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja. Penggunaan metode Mudharobah belum tepat pemakaiannya, oleh karenanya pegadaian menggunakan metode Fee Based Income (FBI). Sebagai penerima gadai atau disebut Mutahim, penggadaian akan mendapatkan Surat Bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam-meminjam yang disebut Akad Gadai Syariah dan Akad Sewa Tempat (Ijarah).

Dalam akad gadai syariah disebutkan bila jangka waktu akad tidak diperpanjang maka penggadai menyetujui agunan (marhun) miliknya dijual oleh murtahin guna melunasi pinjaman. Sedangkan Akad Sewa Tempat (ijarah) merupakan kesepakatan antara penggadai


(22)

dengan penerima gadai untuk menyewa tempat untuk penyimpanan dan penerima gadai akan mengenakan jasa simpan.

Selama ini banyak orang yang merasa malu dan canggung untuk datang ke kantor pegadaian terdekat. Hal ini tidak terlepas dari sejarah PT pegadaian yang awalnya merupaka sarana alternatif bagi masyarakat ekonomi lemah untuk memperoleh pinjaman uang secara aman dan praktis dengan hanya menggadaikan barang berharganya. Sejarah pegadaian syariah di Indoneisa tidak dapat dipisahkan dari kemauan warga masyarakat Islam untuk melaksanakan transaksi akad gadai berdasarkan prinsip hukum Islam. Hal ini dilatarbelakangi oleh maraknya aspirasi dari warga masyarakat Islam di berbagai daerah yang menginginkan pelaksanaan hukum Islam dalam berbagai aspeknya termasuk pegadaian syariah. Selain itu, semakin populernya praktis bisnis ekonomi syariah dan mempunyai peluang yang cerah untuk dikembangkan.

Melihat semakin berkembangnya permintaan masyarakat dan semakin diterimanya pola bisnis berbasis syariah dalam praktek perekonomian di Indonesia, maka banyak Bank dan Lembaga Keuangan lainnya tertarik untuk menerapkan pola serupa. Apalagi, pola pegadaian syariah memungkinkan perusahaan dapat lebih proaktif dan lebih produktif dalam menghasilkan berbagai produk jasa keuangan modern, seperti jasa piutang dan jasa sewa beli.

Dengan asumsi bahwa pemerintah mengizinkan berdirinya perusahaan gadai syariah, maka untuk mendirikan perusahaan seperti ini perlu pengkajian kelayakan usaha yang hati-hati dan aman. Prospek suatu perusahaan termasuk pegadaian syariah guna melihat kemampuan perusahaan dalam mengembangkan perekonomian dan asset perusahaan khususnya, maka secara relatif dapat dilihat dari suatu analisa yang disebut SWOT atau dengan meneliti kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (Oportunity), dan ancamannya (Threat).


(23)

Dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dan untuk menganalisa potensi dan kendala serta strategi pengembangan usaha pada pegadaian syariah, maka penulis tertarik mengangkat permasalahan ini dalam penulisan skripsi yang berjudul: “Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah Di Kota Medan”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Pegadaian Syariah di kota Medan ?

2. Apa saja peluang dan ancaman yang ada pada Pegadaian Syariah di kota Medan ? 3. Strategi apa yang harus diterapkan oleh Pegadaian Syariah untuk mengatasi

kelemahan dan ancaman yang dimiliki serta meningkatkan potensi dan peluang yang ada agar tetap bisa bersaing dengan kompetitor lainnya?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Pegadaian Syariah yang ada di kota Medan

2. Untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada pada Pegadaian Syariah guna untuk mengembangkan usaha ke depannya

3. Untuk mengetahui strategi – strategi apa saja yang diterapkan Pegadaian Syariah di kota Medan untuk mengatasi kelemahan dan ancaman yang ada serta bagaimana meningkatkan potensi dan peluang yang ada agar bisa bersaing dengan kompetitornya.


(24)

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Dari hasil penelitian berupa kesimpulan dan saran yang diajukan, dapat membantu meningkatkan strategi yang lebih baik dan terarah dalam mengembangkan perusahaan 2. Bagi Mahasiswa

Dapat menjadi referensi tambahan bagi peneliti – peneliti yang akan datang dan dapat memberikan manfaat serta menambah wawasan bagi yang membacanya

3. Bagi Penulis

Penelitian ini merupakan kesempatan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang pegadaian syariah serta membawa manfaat sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan perencanaan pembangunan bangsa dan negara.

4. Bagi Pemerintah

Sebagai regulator diharapkan menfasilitasi keberadaan pegadaian syariah yaitu membuat perundang – undangan yang khusus menangani masalah- masalah pegadaian syariah agar tetap berjalan dengan lancar dan baik.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pegadaian

Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al-habsu (Pasaribu, 1996. 139). Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut (Syafe’i, 2000:159). Pengertian ini didasarkan pada praktek bahwa apabila seseorang ingin berhutang kepada orang lain, ia menjadikan barang miliknya baik berupa barang begerak ataupun barang tak bergerak berada dibawah penguasaan pemberi pinjaman sampai penerima pinjaman melunasi hutangnya.

Sedangkan Gadai menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgenlijk Wetboek) Buku II Bab XX Pasal 1150, adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergera, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari pada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mana yang harus didahulukan (Usman, 1995:357).

Selain berbeda dengan KUH Perdata, pengertian gadai menurut syariat Islam juga berbeda dengan pengertian gadai menurut hukum adat yang mana dalam ketentuan hukum adat pengertian gadai yaitu menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang


(26)

secara tinai, dengan ketentuan si penjual (penggadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali (Pasaribu, 1996:140).

Menurut Subagyo, (1999 : 88) menyatakan bahwa pegadaian adalah suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit kepada masyarakat dengan corak khusus yaitu secara hukum gadai. Sigit Triandaru (2000 : 179) menyatakan bahwa pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembayaran dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.

2.2Jenis – Jenis Pegadaian 1. Pegadaian konvensional

Pada kesempatan ini penulis tidak menfokuskan penulisan kepegadaian konvesional, disini penulis hanya memberikan sedikit gambaran mengenai pegadain konvensional. Pegadaian menurut Susilo (1999) adalah suatu hak yang diperoleh oleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. PT Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas dasar hukum gadai.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang orang yang berpiutang atas suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang berpiutang sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh yang berpiutang bila yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.

Gadai menurut Undang – undang Hukum Perdata (Burgenlijk Wetbiek) Buku II Bab XX pasal 1150, adalah : suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya dan


(27)

yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang – orang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk mennyelamatkannya setelah barang tersebut digadaikan, biaya – biaya mana harus didahulukan.

Untuk memenuhi kebutuhan dananya, pengadaian konvensional memiliki sumber-sumber dana sebagai berikut (Susilo, 1999:181):

1. Modal sendiri

Modal sendiri yang dimiliki Pegadaian terdiri dari: i) Modal awal, yaitu kekayaan negara diluar APBN ii) Penyertaan modal pemerintah

iii) Laba ditahan, merupakan akumulasi laba sejak perusahaan Pegadaian berdiri 2. Pinjaman jangka pendek dari perbankan

Dana jangka pendek sebagian besar adalah dalam bentuk pinjaman jangka pendek dari perbankan (80% dari total dana jangka pendek yang dihimpun)

3. Pinjaman jangka pendek dari pihak lain

Biasanya diperoleh dari utang kepda rekanan, utang kepada nasabah, utang pajak, dan lain-lain.

4. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi. 2. Pegadaian Syariah

Transaksi hukum gadai dalam ilmu fikih Islam diartikan sebagai Rahn yang merupakan suatu jenis perjanjian untuk menahan suatru barang sebagai tanggungan utang (Zainudin Ali, 2008:1) . Rahn dalam bahasa Arab adalah al-habsu yang berarti tetap dan kekal (Syafe’i, 2000:159). Kata ini merupakan makna yang bersifat materiil. Karena itu, secara


(28)

bahasa kata ar-rahn berarti menjadikan sesuatu barang yang bersifat materi sebagai pengikat utang.

Pengertian gadai (rahn) secara bahasa seperti diungkapkan di atas adalah tetap. Kekal, dan jaminan. Sedang dalam istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus (Zainudin Ali, 2008:1).

Dalam fiqh muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn secara bahasa berarti “menahan” (Syafe’i, 2000:139). Maksudnya adalah menahan sesuatu untuk dijadikan jaminan hutang. Sedangkan pengertian gadai menurut hukum syara’ adalah (Zainudin Ali, 2008:2):

“Menjadikan sesuatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara sebagai jaminan hutang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari orang tersebut”.

Istilah rahn memiliki akar yang kuat dalam al-Quran sebagaimana firman Allah dalam Q.S Mudatsir : 38

Artinya:

“Tiap diri terikat (tergadai) dengan apa yang telah diperbuatnya (Q.S Mudatsir : 38)”. Berdasarkan pengertian gadai diatas yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam diatas, penulis berpendapat bahwa gadai (rahn) adalah menahan barang jaminan yang bersifat materi milik si peminjam (rahin) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan barang yang diterima tersebut bernilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang gadai dimaksud, bila pihak yang menggadaikan tidak dapat membayar utang pada waktu yang telah ditetukan.


(29)

Karena itu, tampak bahwa Gadai Syariah merupakan perjanjian antara seseorang untuk menyerahkan harta benda berupa emas/perhiasan/kendaraan dan/atau harta benda lainnya sebagai jaminan dan/atau agunan kepada seseorang dan/atau lembaga pegadaian syariah berdasarkan hukum gadai prinsip syariah Islam; sedangkan pihak lembaga pegadaian syariah menyerahkan uang sebagai tanda terima dengan jumlah maksimal 90% dari nilai taksir terhadap barang yang diserahkan oleh penggadai. Gadai dimaksud, ditandai dengan mengisi dan menandatangani Surat Bukti Gadai (rahn).

Pendanaan pegadaian syariah memiliki sumber-sumber dana sebagai berikut (Zainudin Ali, 2008:52) :

1. Modal sendiri

2. Penerbitan obligasi syariah

3. Mengadakan kerja sama atau syirkah dengan lembaga keuangan lainnya

4. Pendanaan kegiatan operasional gadai syariah meliputi gaji pegawai, honor, perawatan gedung, peralatan dan sebagainya.

5. Penyaluran dana yang ada, sebagian besar digunakan untuk kegiatan pembiayaan. Bahkan lebih dari 50% dan dimaksud disalurkan pada aktifitas pembiayaan, yaitu pemberian pinjaman kepada warga masyarakat yang membutuhkan.

6. Investasi lain, yaitu dan-dan yang belum digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pegadaian syariah, atau belum disalurkan kepada masyarakat, maka dapat diinvestasikan dalam bentuk lain, baik investasi jangka pendek maupun jangka menengah.

2.3 Pengertian Pegadaian Syariah

Transaksi hukum gadai dalam ilmu fikih Islam diartikan sebagai Rahn yang merupakan suatu jenis perjanjian untuk menahan suatru barang sebagai tanggungan utang


(30)

(Zainudin Ali, 2008:1) . Rahn dalam bahasa Arab adalah al-habsu yang berarti tetap dan kekal (Syafe’i, 2000:159). Kata ini merupakan makna yang bersifat materiil. Karena itu, secara bahasa kata ar-rahn berarti menjadikan sesuatu barang yang bersifat materi sebagai pengikat utang.

Pengertian gadai (rahn) secara bahasa seperti diungkapkan di atas adalah tetap. Kekal, dan jaminan. Sedang dalam istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus (Zainudin Ali, 2008:1).

Pengertian gadai dalam hukum Islam (syara’) adalah (Zainudin Ali, 2008:2):

“Menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’ sebagai jaminan utang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut”.

Selain pengertian gadai yang dikemukakan di atas, penulis mengungkapkan pengertian gadai yang diberikan oleh para ahli hukum Islam sebagai berikut (Zainudin Ali, 2008:2):

1. Ulama Syafi’iyah mendefinisikan Rahn sebagai berikut:

Menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya.

2. Ulama Hanabilah mengungkapkan sebagai berikut:

Suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang, untuk dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya

3. Ulama Malikiyah mendefinisikan sebagai berikut:

Sesuatu yang bernilai harta (mutamawwal) yang diambil dari pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap (mengikat)


(31)

Rahn adalah perjanjian menahan sesuatu barang dengan tanggungan utang, akan menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.

5. Muhammad Syafi’i Antonio

Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas utang / pinjaman (marhun bih) yang diterimanya.

Berdasarkan pengertian gadai diatas yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam diatas, penulis berpendapat bahwa gadai (rahn) adalah menahan barang jaminan yang bersifat materi milik si peminjam (rahin) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan barang yang diterima tersebut bernilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang gadai dimaksud, bila pihak yang menggadaikan tidak dapat membayar utang pada waktu yang telah ditetukan.

Jika memperhatikan pengertian gadai (rahn) di atas, maka tampak bahwa fungsi dari akad perjanjian antara pihak peminjam dengan pihak yang meminjam uang adalah untuk memberikan ketenangan bagi pemilik uang dan/atau jaminan keamanan uang yang dipinjamkan. Karena itu, rahn pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan utang piutang yang murni berfungsi sosial, sehingga dalam buku fiqh mu’amalah akad ini merupakan akad tabarru’ atau akad derma yang tidak mewajibkan imbalan.

2.4 Dasar Hukum Gadai

Dasar hukum yang menjadi landasan gaadi syariah adalah ayat-ayat Alqur’an, hadist nabi Muhammad SAW, ijma’ ulama, dan Fatwa MUI. Hal dimaksud diungkapkan sebagai berikut (Zainudin Ali, 2008:5):


(32)

1. Al-Quran

Dasar hukum yang membangun konsep rahn dalam QS Al Baqarah (2) ayat 283, Artinya:

”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Syaikh Muhammad ‘Ali As-Sayis berpendapat, bahwa ayat Alqur’an di atas adalah petunjuk untuk menerapkan primsip kehati-hatian bila seseorang hendak melakukan transaksi utang piutang yang memakai jangka waktu dengan orang lain, dengan cara menjaminkan sebuah barang kepada orang yang berpiutang.

2. Hadits Nabi

Sedangkan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW, diriwayatkan oleh Imam Muslim:

“Telah meriwayatkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali dan Ali bin Khasyram; kedunya mengabarkan kepada kami Isa bin Yunus bin ‘Amasy dari Ibrahim dari Aswad dari Aisyah ra berkata, “bahwasanya Rasulullah saw membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya” (HR. Muslim).

3. Ijma ‘Ulama

Jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai (rahn). Hal dimaksud berdasarkan pada kisah Nabi saw yang menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan dari seorang Yahudi.


(33)

4. Fatwa Dewan Syariah Nasional

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI) yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan berbagai ketentuan, diantaranya sebagai berikut:

1) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 25/DSN-MUI/III/2002, tentang rahn

2) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 26/DSN-MUI/III/2002, tentang rahn Emas

3) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 09/DSN-MUI/IV/2000, tentang pembiayaan ijarah

4) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 10/DSN-MUI/IV/2000, tentang wakalah

5) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 43/DSN-MUI/VIII/2004, tentang Ganti Rugi

2.5 Rukun, Syarat Gadai dan Berakhirnya Akad Gadai

Pada dasarnya aspek hukum keperdataan Islam dalam hal transaksi baik dalam benutki jual beli, sewa menyewa, gadai maupun yang semacamnya mempersyaratkan rukun dan syarat sah termasuk dalam transaksi gadai. Demikian juga hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi gadai. Hal dimaksud di ungkapkan sebagai berikut (Zainudin Ali, 2008:20):

2.5.1 Rukun Gadai

Menurut jumhur ulama rukun gadai ada 4 (empat): a. Shigat (lafal ijab dan qabul)


(34)

1). Rahin (orang yang memiliki barang) 2). Murtahin (orang yang mengambil gadai) c. Marhun (harta yang dijadikan jaminan) d. Marhun bih (utang)

2.5.2 Syarat Gadai

Berikut syarat dalam melakukan transaksi gadai (Zainuddin Ali, 2008:21) : 1. Orang yang berakad cakap hukum

2. Isi akad tidak mengandung akad bathil

3. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.

4. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.

5. Jumlah utang tidak melebihi dari nilai jaminan

6. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.

2.5.3 Berakhirnya Akad Gadai

Akad gadai akan berakhir apabila (Abdul Ghofur, 2005:96) : a. Barang gadai telah diserahkan kembali pada pemiliknya b. Rahin telah membayar hutangnya

c. Pembebasan utang dengan cara apapun, walaupun dengan pemindahan oleh murtahin d. Pembatalan oleh murtahin walaupun tidak ada persetujuan dari pihak lain


(35)

e. Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin

f. Pemanfaatan barang rahn dengan penyewaan, hibah atau shadaqah baik dari pihak rahin maupun murtahin.

2.6 Karakteristik Pegadaian Syariah

Pegadaian syariah bukan hanya sekedar lembaga keuangan yang bebas bunga, tetapi juga memiliki orientasi pencapaian kesejahteraan. Secara fundamental terdapat beberapa karakteristik pegadaian syariah (Andri Soemitra:2009;67) sebagai berikut:

1. Penghapusan riba

2. Pelayanan kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio- ekonomi islam

3. Pegadaian syariah bersifat universal yang merupakan gabungan dari lembaga keuangan komersil dan lembaga keuangan investasi

4. Pegadaian syariah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati- hati terhadap permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada penyertaan modal, karena pegadaian syariah menerapkan profit and loss sharing dalam konsinyasi, ventura, bisnis atau industri

5. Bagi hasil cenderung mempererat hubungan antara pegadaian syariah dan nasabah 6. Kerangka yang dibangun dalam membantu perusahaan mengatasi kesulitan

liquiditasnya dengan memanfaatkan instrumen bank pasar uang antar pegadaian syariah dan instrumen pegadaian syariah berbasis syariah.

2.7 Tujuan Dan Manfaat Pegadaian Syariah 2.7.1 Tujuan Pegadaian Syariah

Dalam perspektif ekonomi, pegadaian merupakan salah satu alternatif pendanaan yang sangat efektif karena tidak memerlukan proses dan persyaratan yang rumit. Pegadaian


(36)

melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai. Tugas pokok dari lembaga ini adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Lembaga Keuangan Gadai Syariah mempunyai fungsi sosial yang sangat besar. Karena pada umumnya, orang –orang yang datang ke tempat ini adalah mereka yang secara ekonomi sangat kekurangan. Dan biasanya pinjaman yang dibutuhkan adalah pinjaman yang bersifat komsumtif dan sifatnya mendesak.

Dalam implementasinya, pegadaian syariah merupakan kombinasi komersil-produktif, meskipun jika kita mengkaji latar belakang gadai syariah, baik secara implisit maupun eksplisit lebih berpihak dan tertujuan untuk kepentingan sosial. Sebagai lembaga keuangan syari’ah non bank milik pemerintah bertujuan untuk menyediakan tempat badan usaha bagi orang-orang yang menginginkan prinsip-prinsip syari’ah bagi masyarakat muslim khususnya dan pada semua lapisan masyarakat non muslim pada umumnya. Disamping itu untuk memenuhi kebutuhan umat akan jasa gadai yang sesuai syari’ah Islam. Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu Pegadaian Syariah pada dasarnya mempunyai tujuan-tujuan pokok seperti dicantumkan dalam PP No. 103 tahun 2000 sebagai berikut:

a. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hokum gadai

b. Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya

c. Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jarring pengaman social karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga


(37)

d. Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.

2.7.2 Manfaat Pegadaian Syariah

Banyak manfaat lain yang bisa diperoleh dari pegadaian syariah. Pertama, prosesnya cepat. Dalam pegadaian syariah, nasabah dapat memperoleh pinjaman yang diperlukan dalam waktu yang relatif cepat, baik proses administrasi, maupun penaksiran barang gadai. Kedua, caranya cukup mudah. Yakni hanya dengan membawa barang gadai (marhun) beserta bukti kepemilikan. Ketiga, jaminan keamanan atas barang diserahkan dengan standar keamanan yang telah diuji dan diasuransikan dan sebagainya.

Adapun manfaat pegadaian antara lain (Abdul Ghofur, 2005:93)

a. Bagi nasabah : tersedianya dana dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit perbankan. Di samping itu, nasabah juga mendapat manfaat penaksiran nilai suatu barang bergerak secara professional. Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya.

b. Bagi perusahaan pegadaian :

1. Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana

2. Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu

3. Pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relative sederhana

4. Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1990, Laba yang diperoleh digunakan untuk : i. Dana pembangunan (55%)


(38)

iii. Cadangan tujuan (5%) iv. Dana sosial (20%). 2.8 Produk – Produk Pegadaian Syariah

Produk dan layanan jasa yang ditawarkan oleh pegadaian syariah kepada masyarakat berupa (Zainudin Ali, 2008:53):

a) Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai syariah

Produk ini mensyaratkan pemberian pinjaman dengan penyerahan barang sebagai jaminan. Barang gadai harus berbentuk barang bergerak, oleh karena itu pemberian pinjaman sangat ditentukan oleh nilai dan jumlah dari barang yang digadaikan

b) Penaksiran nilai barang

Di samping memberikan pinjaman kepada masyarakat, pegadaian syariah juga memberikan pelayanan berupa jasa penaksiran atas nilai suatu barang. Jasa yang ditaksir biasanya meliputi semua barang bergerak dan tidak bergerak. Jasa ini diberikan kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas barang seperti emas, perak, dan berlian. Biaya yang dikenakan pada nasabah adalah berupa ongkos penaksiran barang

c) Penitipan barang berupa sewa (ijarah).

Pegadaian syariah juga menerima titipan barang dari masyarakat berupa surat-surat berharga seperti sertifikat tanah, ijazah, kendaraan. Fasilitas ini diberikan bagi mereka yang ingin melakukan perjalanan jauh dalam waktu yang relatif lama atau karena penyimpanan di rumah dirasakan kurang aman. Atas jasa penitipan tersebut, gadai syariah memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penitipan


(39)

Yaitu jasa penyediaan fasilitas berupa tempat penjualan emas eksekutif yang terjamin kualitas dan keasliannnya. Gold counter ini semacam toko dengan emas galeri 24, di mana setiap pembelian emas di toko milik pegadaian syariah akan dilampiri sertifikat jaminan.

e) Dan lain - lain

2.9 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Bunga bank adalah tambahan biaya yang harus dibayarkan oleh nasabah bank atas modal yang telah dipinjamkan oleh bank kepada nasabah. Menurut pandangan Islam, bunga bank sama dengan riba. Jadi islam mengharamkan bunga bank (Heri Sudarsono, 2003:96). Bunga bank dikatan riba’ ialah bunga yang berlipat ganda. Bila bunga hanya dua persen dari modal pinjaman itu, itu tidak berlipat ganda sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan oleh agama Islam. Riba’ disini ialah ketika adanya pelipatan ganda terhadap bunga itu sendiri, namun ada juga yang mengatakan bahwa bunga itu riba’ karena apapun yang bertambah dari asalnya dikatakan sebagai riba’ (M. Syafi'I Antonio, 1999:133).

Bagi hasil menurut istilah adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana, (Hendi Suhendi, 2002: 153). Sedang menurut terminologi asing (Inggris) bagi hasil dikenal dengan profit sharring. Profit sharring dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit sharring diartikan: "Distribusi beberapa bagian dari laba (profit) pada para pegawai dari suatu perusahaan".


(40)

Tabel 2.1

Perbedaan Bunga Dengan Bagi Hasil

Bagi Hasil Bunga

Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada untung rugi

Penentuan bunga pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung

Besarnya bagi hasil adalah berdasarkan nisbah terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh

Besarnya bunga adalah suatu persentase tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan

Besarnya bagi hasil tergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Untung rugi ditanggung bersama

Besarnya bunga tetap seperti yang telah dijanjikan tanpa mempertimbangkan apakah proyek mudharib untung atau rugi

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama termasuk islam

Sumber: Muhamad Syafii Antonio (2001)

Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudlarabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul maal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti shahibul maal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan di muka.

Inti mekanisme investasi bagi hasil pada dasarnya adalah terletak pada kerjasama yang baik antara shahibul maal dengan mudharib. Kerjasama atau partnership merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi Islam. Kerjasama ekonomi harus dilakukan dalam semua lini kegiatan ekonomi, yaitu: produksi, distribusi barang maupun jasa. Salah satu bentuk


(41)

kerjasama dalam bisnis atau ekonomi Islam adalah qirad atau mudlarabah. Qirad atau mudlarabah adalah kerjasama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau ketrampilan atau tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Melalui qirad atau mudlarabah kedua belah pihak yang bermitra tidak akan mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau profit dan loss sharing dari proyek ekonomi yang disepakati bersama (M. Syafi'I Antonio, 1999:135)

2.10 Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Konvensional dengan Syariah

Pegadaian konvensional dan pegadaian syariah adalah sama-sama lembaga keuangan yang memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar gadai. Dalam menjalankan usahanya pegadaian tersebut memberikan pinjaman dengan adanya agunan atau jaminan dari masyarakat yang berguna apabila suatu saat nasabah tidak mampu membayar utangnya, maka pihak pegadaian boleh melakukan pelelangan atas barang tersebut dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada nasabah peminjam biasanya 3 hari sebelum diadakan pelelangan.

Pada prinsipnya barang jaminan yang diberikan nasabah tersebut tidak boleh diambil manfaatnya, karena disini pegadaian hanya berkewajiban menjaga dan memelihara barang tersebut agar tetap utuh sperti sedia kala, namun boleh juga diambil manfaatnya apabila ada kesepakatan antara nasabah dengan pihak pegadaian.


(42)

Tabel 2.2

Persamaan Pegadaian Konvensional dengan Pegadaian Syariah

No. Persamaan

1. Hak gadai atas pinjaman uang

2. Adanya agunan sebagai jaminan utang

3. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan

4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai

5. Apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.

Sumber: Ali, Zainuddin (2008)

Biaya barang yang telah digadaikan tersebut menjadi tanggungan nasabah dalam hal biaya pemeliharaan dan penjagaan oleh pegadaian, dan besarnya biaya telah ditentukan sebelumnya sesuai dengan jenis barang dan besarnya pinjaman. Dan apabila pinjaman telah jatuh tempo, pihak pegadaian memberitahukan kepada peminjam/nasabah apakah dilakukan perpanjangan waktu peminjaman atau tidak? Dan setelah dilakukan perpanjangan waktu dan nasabah juga tidak mampu membayar utangnya maka akan dilakukan penjualan atau pelelangan, semua biaya pokok pinjaman dan biaya administrasi dan biaya diadakannya lelang tersebut ditanggung dari hasil penjualan lelang tersebut, dan apabila ada kelebihan uang maka akan diberikan kembali kepada nasabah yang bersangkutan.


(43)

Tabel 2.3

Perbedaan Pegadaian Konvensional dengan Pegadaian Syariah

No. Pegadaian Konvensional Pegadaian Syariah

1. Gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal

Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan/ mencari keuntungan yang sewajarnya 2. Dalam hukum perdata hak gadai

hanya berlaku pada benda yang bergerak

Rahn berlaku pada seluruh benda baik harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak

3. Adanya istilah bunga (memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda)

Dalam rahn tidak ada istilah bunga (biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan dan penaksiran). Singkatnya biaya gadai syariah lebih kecil dan hanya sekali dikenakan

4. Dalam hukum perdata gadai dilaksanakan melalui suatu lembaga yang ada di Indonesia disebut PT Pegadaian

Rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga

5. Menarik bunga 10%-14% untuk jangka waktu 4 bulan, plus asuransi sebesar 0,5% dari jumlah pinjaman. Jangka waktu 4 bulan itu bisa terus diperpanjang, selama nasabah mampu membayar bunga

Hanya memungut biaya (termasuk asuransi barang) sebesar 4% untuk jangka waktu 2 bulan. Bila lewat 2 bulan nasabah tak mampu menebus barangnya, masa gadai bisa diperpanjang dua periode. Tidak ada tambahan pungutan biaya untuk perpanjangan waktu.

6. Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan akan dijual kepada masyarakat

Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan dilelang kepada masyarakat 7. Kelebihan uang hasil lelang tidak

diambil oleh nasabah, tetapi menjadi milik pegadaian

Kelebihan uang hasil dari penjualan barang tidak diambil oleh nasabah, tetapi diserahkan kepada lembaga BAZIS Sumber: Ali, Zainuddin (2008)

Perbedaan yang mendasar antara pegadaian syariah dengan konvensional adalah dalam memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda. Lain halnya biaya dipegadaian syariah tidak berbentuk bunga, tetapi berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran. Singkatnya biaya di pegadaian syariah lebih kecil dan hanya sekali dikenakan.


(44)

Kata potensi berasal dari bahasa Inggris yaitu to potent, yang berarti keras atau kuat. Dalam pemahaman lain kata potensial mengandung arti kekuatan, kemampuan dan daya. Potensi adalah sesuatu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan atau sumber yang akan dikelola baik melalui usaha yang dilakukan manusia maupun yang dilakukan melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya potensi dapat juga diartikan sebagai sumber daya yang ada disekitar kita. Sementara itu, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang dimaksud potensi adalah kemampuan-kemampuan dan kualitas-kualitas yang dimiliki oleh seseorang, namun belum digunakan secara maksimal. Potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh manusia, tetapi daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.

2.12 Pengertian Kendala

Kendala adalah halangan dan rintangan dalam pencapaian sasaran. yaitu adanya hambatan yang menghalangi jalannya usaha yang dilakukan pegadaian syariah dalam mengembangkan usahanya.

2.13 Pengertian Peluang

Peluang adalah kondisi eksternal yang menunjang perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan suatu perusahaan. Peluang sangat penting dalam dunia bisnis karena dengan adanya peluang maka suatu perusahaan akan lebih bisa dalam menguasai pangsa pasar yang ada karena peluang adalah kesempatan bagi perusahaan.

2.14 Pengertian Ancaman

Ancaman adalah kondisi eksternal dari perusahaan, yaitu adanya hal – hal yang menghambat kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan yang berasal dari luar perusahaan dan ini akan sangat menganggu apabila suatu perusahaan tidak bisa mengendalikannya karena ancaman bisa lebih berat dari pada kelemahan disebabkan ancaman datangnya dari luar perusahaan yang tak terduga dan bisa mengancam sewaktu – waktu.


(45)

2.15 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Strategi Pengembangan Strategi dalam pencapian tujuan organisasi dapat dirumuskan sebelumnya dengan melakukan suatu analisis terhadap keseluruan indikasi dalam organisasi tersebut. Dengan mengadakan analisis maka pemimpin mampu menemukan formula (strategi) yang baik untuk mengarahkan seluruh potensi organisasi, guna pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin seperti inilah yang cerdas dalam memimpin serta mengarahkan organisasi maju kedepan, dan bukan pada hanya rutinitas organisasi. Selain itu, kegiatan analisis organisasi juga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan suatu masalah. Dengan menggunakan analisis yang menyeluruh dan tepat, maka pemimpin akan tepat dalam mengambil keputusan serta lebih memberdayakan pelaku-pelaku organisasi.

Analisis sangat penting dalam kehidupan organisasi. Salah satu contoh analisis yang sangat mudah dan sangat efesien untuk digunakan adalah analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threats). Analisis SWOT adalah cara menganalisis faktor internal dan faktor eksternal menjadi langkah strategi dalam pengoptimalan usaha yang lebih

Lingkungan Internal: Kekuatan/ Potensi Kelemahan/ Kendala

Lingkunagn Eksternal: Peluang

Ancaman


(46)

menguntungkan (Rangkuti, 2005). Dengan menggunakan SWOT, organisasi akan lebih mudah memetakan berbagai potensi internal dan eksternal, serta menemukan strategi yang tepat untuk pengembangan selanjutnya atau pencapaian tujuan tertentu. Dengan SWOT organisasi akan mengembangkan kekuatan potensial dengan memanfaatkan peluang, serta menekan pengaruh dari kelemahan yang dapat menjadi ancaman bagi organisasi.

Kekuatan (Strengths) adalah segala hal yang dibutuhkan pada kondisi yang sifatnya internal organisasi agar supaya kegiatan-kegiatan organisasi berjalan maksimal. Misalnya : kekuatan keuangan, motivasi anggota yang kuat. Kelemahan (Weaknesses)adalah terdapatnya kekurangan pada kondisi internal organisasi, akibatnya kegiatan-kegiatan organisasi belum maksimal terlaksana. Misalnya ; kekurangan dana, memiliki orang-orang baru yang belum terampil. Peluang (Opportunities) adalah faktor-faktor lingkungan luar yang positif,yang dapat dan mampu mengarahkan kegiatan organisasi kearahnya. Misalnya ; Kebutuhan lingkungan sesuai dengan tujuan organisasi, masyarakat lagi membutuhkan perubahan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap organisasi yang bagus. Ancaman (Threats) adalah faktor-faktor lingkungan luar yang mampu menghambat pergerakan organisasi. Misalnya : masyarakat sedang dalam kondisi apatis dan pesimis terhadap organisasi tersebut.

Strategi yang diambil saat ini bagi organisasi merupakan titik tumpu bagi pergerakan organisasi selanjutnya. Lewat analisis tersebut akan memahami apa dan bagaimana organisasi yang dirintis, serta bagaimana cara menggerakannya. Dengan memahami analisis SWOT, organisasi akan menjadi terbuka serta merta menciptakan budaya kerja yang efektif bagi keseluruan aktivitas organisasi. Organisasi yang sukses adalah organisasi yang mengenal dirinya dan mengetahui kemana ia akan melangkah.


(47)

Siti Yunitarini, (2003) didalam penelitiannya yang berjudul “Prospek Dan Kendala Bank Syariah Di Era Globalisasi” menyimpulkan bahwa berdirinya bank syariah merupakan salah satu solusi umat muslim keluar dari transaksi dan bisnis riba seperti bank konvensional pada umumnya yang dasar operasionalnya menggunakan konsep dasar bunga. Dasar transaksi bunga yang hukumnya sudah jelas dinyatakan oleh MUI adalah haram. Peluang bank syariah untuk maju dan berkembang masih besar, mengingat mayoritas masyarakat indonesia adalah muslim. Masih ada kesempatan besar untuk menggali potensi pangsa pasar indonesia. Pada kenyataannya bank syariah akan lebih rentan terhadap krisis yang terjadi. Dengan dasar operaional bagi hasil, bank syariah tidak akan menghadapi masalah Negative Spread seperti yang dihadapi bank konvensional kebanyakan yang menggunakan dasar operasional bunga. Sistem bagi hasil yang dimiliki bank syariah akan mendorong sistem perekonomian yang berkeadilan. Dengan sistem bagi hasil akan mendorong pemanfaatan sumber daya secara maksimal, pada akhirnya menggairahkan sektor riil yang banyak diharapkan memberi peluang kesempatan kerja.

Diyana, (2011) didalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sistem Rahn (Gadai Syariah) Pada Perum Pegadaian Syariah (Studi pada Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang)” menyimpulkan bahwa Perum Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang, menawarkan beberapa keuntungan bagi masyarakat yaitu menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai syariah, untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan menentramkan. Pelaksanaan rahn pada proses pemberian pinjaman, pengelolaan hingga penebusan barang pada Perum Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang sudah sesuai dengan teori gadai syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, namun masih terdapat beberapa kekurangan diantaranya adalah nasabah hanya diberikan kitir pada Formulir Permintaan Kredit (FPK), kasir merangkap tugas sebagai penyimpan, jumlah karyawan yang


(48)

kurang dan ukuran bangunan yang kecil sehingga hanya menerima barang gadai berupa emas dan barang elektronik .


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan metode kualitatif. Menurut (Zuriah, 2006:47) penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala- gejala, fakta- fakta atau kejadian secara akurat dan sistematis mengenai sifat- sifat populasi dan daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dan menguji hipotesis.

Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan fakta- fakta dan masalah yang kemudian diinterpretasikan dengan rasional dan akurat sehingga dapat ditarik kesimpulan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan dikota Medan dan subjek penelitian adalah PT Pegadaian Syariah yang ada dikota Medan. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu lebih kurang 2 bulan yaitu dimulai dari tanggal 6 Oktober 2013 – 24 Februari 2014.

3.3 Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Informan adalah seseorang yang benar - benar mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan atau data- data yang dapat membantu dalam memenuhi persoalan atau permasalahan.


(50)

Dalam penelitian ini, maka penulis mendapatkan informasi dari pimpinan pegadaian syariah yang ada di Kota Medan yang tersebar di empat kantor cabang pegadaian syariah, yaitu KCPS Jl. Raya Setia Budi No. 84 Tanjung Rejo, Kec. Medan Sunggal, KCPS Jl. KH. Wahid Hasyim/ Sei Wampu No. 73-M Sei Sikambing, KCPS Jl. AR. Hakim No. 115 (Pasar Sukorame) Medan Arya Selatan dan KCPS Jl. Asrama No. 185A Kel. Helvetia Kec. Medan Helvetia.

Disini penulis mendapatkan informasi langsung dari Pimpinan/ Kepala kantor Pegadaian Syariah yang berada di Kota Medan yaitu dengan cara melakukan wawancara langsung dan terbuka mengenai penelitian ini. Sebelumnya penulis sudah mempersiapkan daftar pertanyaan yang sudah diketik dikertas sebagai panduan dalam wawancara dengan Pimpinan Pegadaian Syariah tersebut. Penulis tidak terpaku dalam wawancara tersebut hanya pada daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan tersebut, akan tetapi daftar pertanyaan tersebut hanya sebagai panduan dan dari panduan wawancara tersebut penulis bisa mengembangkan beberapa pertanyaan lain mengenai penelitian ini.

3.4 Batasan Operasional

Penelitian ini dilakukan berdasarkan batasan yang akan diteliti yaitu mencakup permasalahan dan pengembangan Pegadaian Syariah dikota Medan, dalam hal ini faktor – faktornya adalah potensi, kendala, ancaman, peluang dan strategi pegadaian syariah dikota Medan.

3.5 Defenisi Operasional

1. Potensi adalah kondisi internal yang ada didalam perusahaan, yaitu kelebihan atau kemampuan yang dimiliki pegadaian syariah yang ada dikota Medan untuk mencapai tujuan yang telah disusun


(51)

2. Kendala adalah kondisi internal yang menghambat perusahaan dalam mencapai tujuannya, atau kelemahan dan kekurangan yang ada didalam pegadaian syariah dikota Medan

3. Ancaman adalah kondisi eksternal dari perusahaan, yaitu adanya hal – hal yang menghambat kegiatan usaha yang dilakukan pegadaian Syariah yang berasal dari luar perusahaan

4. Peluang adalah kondisi eksternal yang menunjang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pegadaian syariah dikota Medan

5. Strategi adalah kebijakan yang dibuat pegadaian syariah dalam mengembangkan usahanya untuk meminimalisir kelemahan dan ancaman yang ada guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pengembangan perusahaan.

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:133). Populasi dalam penelitian ini adalah kantor pegadaian syariah yang ada dikota Medan dimana jumlahnya adalah 4 kantor pegadaian syariah. Disini penulis mengambil dan melakukan penelitian pada semua atau 4 (ke empat) kantor pegadaian syariah tersebut yang ada di kota Medan untuk mendapatkan informasi mengenai penelitian ini.

Kantor pegadaian syariah yang ada di kota Medan terletak di jalan sebagai berikut: 1. Jl. Raya Setia Budi No. 84 Tanjung Rejo, Kec. Medan Sunggal

2. Jl. KH. Wahid Hasyim / Sei Wampu No. 73-M Sei Sikambing 3. Jl. AR. Hakim No. 115 (Pasar Sukorame) Medan Arya Selatan 4. Jl. Asrama No. 185A Kel. Helvetia Kec. Medan Helvetia


(52)

Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui simple random sampling yang artinya cara penarikan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada. Metode pengumpulan data menggunakan teknik wawancara langsung dan terbuka kepada responden dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai penelitian ini.

3.7 Jenis Data 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh penulis dari responden terpilih pada lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan observasi, dalam wawancara penulis menggunakan alat bantu tulis dan tape recorder.

a. Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevasi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

b. Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung dan mencatat hal- hal yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang ditemukan dilapangan serta menjaring data yang tidak terjangkau, dalam hal ini adalah kegiatan – kegiatan yang dilakukan pada pegadaian syariah.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah yang bersumber dari laporan yang telah dibuat pihak lain (Kountur, 2008:60). Pengumpulan data yang dilakukan adalah:


(53)

Studi dokumentasi yang dilakukan dengan menggunakan catatan- catatan atau dokumen- dokumen yang ada dilokasi penelitian atau sunber- sunber lain yang terkait denga objek penelitian.

b. Studi kepustakaan

Menurut Nawawi (1999:80), studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang mempelajari dan memberikan referensi serta sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku- buku, internet, dan sumber- sumber lain yang berkompetisi dan memiliki keterkaitan dengan masalah penelitian.

3.8 Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara (Interview) merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab langsung dengan pimpinan kantor cabang pegadaian syariah yang ada dikota Medan.

b. Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek/subjek yang diteliti, dalam hal ini adalah kinerja yang ditemukan dikantor cabang pegadaian syariah kota Medan

3.9 Teknik Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif kualitatif yaitu salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan prilaku orang orang yang diamati (Burhan, 2003). Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik Analisis SWOT yaitu identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Proses keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan, misi, tujuan, strategi dan kebijakan


(54)

(Rangkuti, 2000). Perangkat analisis data yang digunakan adalah Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal, Diagram SWOT dan Matriks SWOT. Data yang diperoleh dianalisis sehigga diperoleh berbagai gambaran yang menunjukkan potensi dan kendala pengembangan pegadaian syariah dikota Medan serta menunjukkan analisa startegi ayang akan diambil.


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Pegadaian Syariah

1. Sejarah Pegadaian Secara Umum

Pegadaian merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai. Lembaga semacam ini pada awalnya dikenal mulai dari Eropa, yaitu negara Italia, Inggris, dan Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda (VOC) yaitu sekitar abad ke – 19, dengan Gubernur Jenderal VOC Van Imhoff mendirikan Bank Van Lening, yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia melalui surat keputusan tertanggal 28 Agustus 1746. Namun ketika VOC bubar di Indonesia pada tahun 1800 maka usaha pegadaian diambil alih oleh Pemerintahan Hindia Belanda. Dimasa pemerintahan Deandels, dikeluarkan peraturan tentang barang yang dapat diterima sebagai jaminan gadai seperti perhiasan, kain dan lain-lain.

Pada tahun 1811, kekuasaan di Indonesia diambil alih oleh Inggris, yaitu Raffles selaku penguasa yang mengeluarkan peraturan bahwa setiap orang Bank Van Lening selama ia mendapat izin dari pemerintah setempat. Selanjutnya pada tahun 186 Hindia Belanda kembali menguasai Indonesia dan membuat Pachstelsel yang semakin berkembang. Pada tahun 1900, pihak pemerintah Hindia Belanda melakukan penelitian mengenai kemungkinan penguasaan pemerintah terhadap lembaga tersebut. Hasil penelitin itu berkesimpulan bahwa badan usaha dimaksud cukup menguntungkan pihak pemerintah, sehingga didirikan Pilot Project di Sukabumi. Setelah berhasil maka dikeluarkan Staatsblad No. 131 pada tanggal 1 April 1901, sebagai dasar hukum bagi pendirian Pegadaian Negeri pertama di Indonesia. Tanggal 1 April 1901 yang kemudian dijadikan sebagai hari lahirnya Pegadaian di Indonesia.


(56)

Seiring dengan perjalanan waktu, pegadaian negeri tersebut semakin berkembang dengan baik sehingga pemerintahan Hindia Belanda mnegeluarkan peraturan monopoli, yaitu Staatsblad No. 749 Tahun 1914, dan Staatsblad No. 28 Tahun 1921. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan monopoli pun diatur oleh pihak pemerintah Hindia Belanda dalam KUHP yang tercantum dalam pasal 509 dan Staatsblad No. 266 Tahun 1930. Sesudah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945, yaotu pada tangga 1 Januari 1967 penguasaan terhadap Pegadaian Negara mengalami peralihan sehingga Pegadaian Negara dijadikan Perusahaan Negara (PN) dan berada dalam lingkup Departemen Keuangan Pemerintahan RI berdasarkan PP No. 176 Tahun 1961.

Selanjutnya, status badan hukum pegadaian sebagai Perusahaan Pegadaian Negara kembali mengalami perubahan untuk kesekian kalinya menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) berdasarkan Instruksi Presiden No. 17 Tahun 1969; Undang-Undang No. 9 tahun 1969, dan PP No. 17 Tahun 1969; serta Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No.Kep.664/MK/9/1969, yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Mei 1969, penyebab perubahan status hukum pegadaian dimaksud lebih banyak sebagai suatu perusahaan yang seringkali mengalami kerugian. Setelah itu, PP No. 10 Tahun 1990 mengubah dasar hukum Perusahaan Jawatan (Perjan) menjadi Perusahaan Umum (Perum) pegadaian. Berdasarkan perubahan status hukum sebagai perusahaan umum, pegadaian diharapkan mampu mengelola usahanya secara profesional, berwawasan bisnis oriental tanpa meninggalkan misinya (Zainudin Ali, 2008:11) yaitu:

a. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai

b. Mencegah timbulnya praktik ijon, pegadaian gelap, riba, dan pinjaman tidak wajar lainnya


(57)

Berdasarkan hal diatas, lembaga pegadaian dimaksudkan sebagai suatu lembaga yang memberikan fasilitas bagi warga masyarakat untuk dapat memperoleh pinjaman uang secara praktis. Pinjamn uang dimaksud lebih mudah diperoleh calon nasabah karena menjaminkan barang-barnga yang mudah didapat pula. Hal ini membuat lembaga pegadaian diminati oleh banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat. Karena itu, lembaga pegadaian secara relatif mempunyai kelebihan bila dibandingkan lembaga keuangan lainnya.

2. Sejarah Pegadaian Secara Khusus (Pegadaian Syariah)

Sejarah pegadaian syariah di Indonesia tidak dapat dicera pisahkan dari kemauan warga masyarakat Islam untuk melaksanakan transaksi akad gadai berdasarkan prinsip syariah dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan praktik ekonomi dan lembaga keuangan yang sesuai dengan nilai dan prinsip hukum Islam. Hal dimaksud dilatarbelakangi oleh maraknya aspirasi dari warga masyarakat islam diberbagai daerah yang menginginkan pelaksanaan hukum islam dalam berbagai aspeknya termasuk pegadaian syariah. Selain itu, semakin populernya praktik bisnis ekonomi syariah dan mempunyai peluang yang cerah untuk dikembangkan.

Berdasarkan hal diatas, pihak pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan untuk melegitimasi secara hukum positif pelaksanaan praktik bisnis sesuai dengan syariah yang termasuk gadai syariah. Karena itu, pihak pemerintah bersama DPR merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan padan bulan Mei menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Undang-undang dimaksud memberi peluang untuk diterapkan praktik perekonomian sesuai syariah dibaeah perlindungan hukum positif. Berdasarkan undang-undang tersebut maka terwujud Lembaga Keuanagn Syariah (LKS). Pada awalnya, muncul lembaga perbankan syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia


(58)

yang menjadi pionirnya, dan seterusnya bermunculan lembaga keuangan syariah lainnya, seperti lembaga asuransi syariah, pegadauan syariah dan lainnya.

Besarnya permintaan masyarakat terhadap jasa pegadaian membuat lembaga keuangan syariah juga melirik kepada sektor pegadaian, sektor yang dapat dikatakan agak tertinggal dari sekian banyak lembaga keuangan syariah lainnya.padahal dalam diskursu ekonomi islam, pegadaian juga merupakan salah satu praktik transaksi sosial dan keuangan yang pernah dipraktikkan dimasa Nabi Muhammad SAW yag amat menjanjikan mengayomi perekonomian rakyat untuk dikembangkan. Melihat semakin berkembang permintaan msayarakat dan pola bisnis berbasis syariah di Indonesia, PT Pegadaian tertarik untuk menerapkan pola ini. Apalgi pola pegadaian syariah memungkinkan perusahaan untuk dapat proaktif dan lebih produktif utnuk menghasilkan berbagai produk jasa keuangan modern, seperti jasa piutang dan jasa sewa beli. Pada lembaga gadai model dimaksud, nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah dalam hal gadai dapat diimplementasikan. Selain itu, mempertimbangkan fungsinya sebagai lembaga intermediasi bagi warga masyarakat terhadap sektor keuangan.

Melihat adanya peluang dalam mengimplementasikan praktik gadai berdasarkan syariah, PT Pegadaian yang telah bergelut dengan bisnis pegadaian konvensional selama beratus-ratus tahun lebih, berinisiatif untuk mengadakan kerja sama dengan dengan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) dalam mengusahakan praktik gadai syariah sebagai diversifikasi usaha gadai yang sudah dilakukannya sehingga pada bulan Mei tahun 2002, ditandatangani sebuah kerjasama antara keduanya untuk meluncurkan gadai syariah yaitu BMI sebagai penyandang dana.


(1)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kekuatan/ potensi yang dimiliki pegadaian syariah kota Medan terdiri dari yang pertama adanya dukungan umat Islam itu sendiri terutama umat Islam kota medan. Kedua, persyaratan yang mudah dan murah yaitu hanya membawa barang jaminan yang akan digadaikan dan membawa KTP bagi yang menggadaikan. Ketiga, prosedur yang cepat dan sederhana hanya 15 menit saja. Keempat, cukup dipungut biaya adm dan biaya ijarah (sewa tempat). Kelima, barang jaminan yang diasuransikan sehingga nasabah merasa nayaman akan barangnya apabila kehilangan. Keenam, tempat yang strategis yang dekat dengan perumahan penduduk dan memubdahakan akses bagi masyarakat untuk melakukan transasksi. Ketujuh, produk – produk yang variatif dan terjangkau dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kedelapan, waktu pinjaman dapat diperpanjang tanpa harus membayar biaya administrasi lagi tapi cukup membayar biaya sewa tempat atau ijarah. Kelemahannya yaitu pertama cabang pegadaian syariah yang terbatas dan masih sedikit bila dibandingkan dengan pegadaian konvensional. Kedua, karyawan yang merangkap tugas sehingga menebabkan tidak efektifnya kinerja dari karyawan tersebut. Ketiga, tidak semua SDM nya memahami betul tentang perbedaan konvensional dengan syariah. Keempat, kurang adanya tenaga profesional yang handal karena dalam perhitungan syariah membutuhkan ketelitian dalam memperhitungkan keuntungan. Kelima, harus adanya barang jaminan untuk memperoleh pinjaman. Keenam, masih banyak nasabah yang merasa malu untuk datang ke pegadaian syariah. Ketujuh, belum memiliki visi dan misi sendiri sehingga pegadaian syraiah masih ikut dengan pegadaian


(2)

induknya yaitu pegadaian konvensional. Kedelapan, kurangnya tempat penyimpanan barang jaminan atau tempat yang masih terbatas dan kecil sehingga hanya diperuntukkan bagi barnag jaminan yang kecil – kecil saja.

2. Peluang yang dimiliki pegadaian syariah kota Medan terdiri dari yang pertama anggapan dari masyarkat khusunya umat Islam bahwa bunga adalah haram baik bagi penerima maupun pemberi. Kedua, lokasi kantor yang cukup strategis dan dekat keramaian penduduk. Ketiga, banyak nasabah yang cenderung memilih produk syariah karena sesuia dengan syariat Islam. Keempat, nasabah pegadaian syariah bukan hanya dari umat Islam saja. Kelima, adanya peluang ekonomi dari berkembangnya pegadaian syariah baik bagi pegadaian syariah sendiri maupun bagi nasabah. Keenam, pegadaian umum yang saat ini tidak sejalan dengan syariat Islam. Selanjutnya ancaman yang ada seperti yang pertama usaha gadai syariah sudah mulai dilirik oleh pihak lain. Kedua, adanya tindak kriminal seperti perampokan. Ketiga, citra lembaga keuangan syariah belum mapan dimata masyarakat. Keempat, anggapan bahwa lembaga pegadaian syariah berkaitan dengan fanatisme agama. Kelima, ancaman dari orang yang merasa terusik kenikmatannya mengeruk kekayaan rakyat seperti rentenir. Keenam, susah untuk menghilangkan mekanisme bunga yang sudah mengakar pada masyarakat.

3. Setelah mempertimbangkan prosedur analisis SWOT sehingga menghasilkan sebuah analisis SWOT dalam membuat strategi, maka strategi perusahaan dengan mempertimbangkan analisa sebagai berikut: Mengoptimalkan pelayanan yang ada untuk merangkul nasabah, peningkatan sosialisasi pada masyarakat dan memperluas strategi pemasaran, menjaga hubungan baik dengan nasabah lama dan baru, meningkatkan sarana dan prasarana serta kemudahan prosedur dan persyaratan dalam transaksi, menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan lain untuk melakukan promosi produk – produk baru,


(3)

menempatkan kantor pegadaian syariah berada dilokasi yang ramai penduduk (lokasi strategis).

5.2 Saran

Dalam seluruh segmen dan dimensi kehidupan pengetahuan merupakan pondasi yang paling mendasar untuk mengerjakan segala sesuatu dan manajemen merupakan strategi yang paling jitu untuk mendukung kearah keberhasilan. Dalam sebuah pepatah klasik ulama mengatakan “Kebenaran yang tak terorganisir dengan baik dapat dikalahkan dengan kejahatan yang terorganisir dengan baik”. Dalam berbangsa, bermasyarakat, bermuamalah dan berbisnis yang merupakan aktifitas mengelola keuangan dibutuhkan sebuah pengorganisasian yang kondisional. Dengan melihat analisis dan kesimpulan diatas maka penulis dapat memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi perusahaan, haruslah menjaga kekuatan yang dimilikinya, yaitu harus menjaga nama baik perusahaan yang sudah melekat pada masyarakat apalagi pegadaian syariah berdasarkan hukum syariah Islam serta terus – menerus menjaring tenaga kerja yang profesional dan kompeten yang memiliki gairah islami agar dapat menjaring nasabah sebanyak – banyaknya untuk meningkatkan penjualan dan terus – menerus membaca peluang yang ada dipasaran agar dapat mengembangkan produk – produknya serta dengan segera menyempurnakan atau mengantisipasi dan mengurangi kelemahan dan ancaman yang ada agar para nasabah lebih tertarik lagi dengan produk – produk yang dikeluarkan pegadaian syariah kota medan.

2. Bagi masyarakat, harus lebih selektif lagi dalam memilih produk investasi yang tepat sesuai syariah Islam, jangan hanya melihat pada return yang sebenarnya telah ditempatkan instrumen – instrumen yang diharamkan Allah


(4)

3. Bagi pemerintah sebagai regulator diharapkan menfasilitasi keberadaan pegadaian syariah yaitu membuat perundang – undangan yang khusus menangani masalah- masalah pegadaian syariah agar tetap berjalan dengan lancar dan baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Ali, Zainuddin, 2008. Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Grafika.

Andri Soemitra, 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Medan: Kencana. Antonio, Muhammad Syafe’i, 2001. Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani.

Bungin, Burhan, 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hadi, Muhammad Sholikul, 2002. Pegadaian Syariah, Yogyakarta: Salemba Diniyah.

Jurnal Ekonomi Syariah, Prospek Pegadaian Syariah di Indonesia, (Yogyakarta:Pusat Studi Perbankan Syariah STIE “SBI”, 1997).

Kasmir, 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Lubis, Irsyad, 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Medan: USU Press.

Rais , Sasli, dan Wahkyudin, 2009. Pengembangan Pegadaian Syariah di Indonesia dengan

analisis SWOT . Jurnal Pengembangan Bisnis dan Manajemen STIE PBM, vol.IX no.

14 April 2009.

Rangkuti, 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Subagyo, P. Joko, 2004. Metode Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.

Sudarsono, Heri, 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yokyakarta: Ekonosia. Suhendi, Hendi, 2002. Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Press.

Susilo, Y. Sri, dkk, 1999. Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat. Skripsi:

Diyana, 2011. “Analisis Sistem Rahn (Gadai Syariah) Pada Perum Pegadaian Syariah (Studi pada Pegadaian Syariah Cabang Landungsari Malang”.

Yunitarini, Siti, 2009. “Prospek dan Kendala Bank Syariah Di Era Globalisasi”. Sumber Internet:

Analisa SWOT, http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT, didownloaad pada 22 Januari 2013


(6)

Analisa SWOT, Visi dan Misi, http://www.geocities.com/bukukmhdi/bpo21.html, didownload pada 22 Januari 2013.

Anonimus. 2010. Bunga dan Riba dalam Perspektif Sejarah dan Agama. Diakses pada 30 September 2013 dari

Anonimus. 2010. Produk dan Sejarah Pegadaian. Diakses pada tanggal 30 September 2013 da

Thomo. 2010. Pegadaian Syariah. Diakses pada tanggal 30 September 2013 dari

pukul 20.31.

(http:/

(http://www.scribd.com/doc/82508324/Penelitian-Deskriptif) di akses pada tanggal 01/10/2013 pukul 20.40.