Analisis Potensi Dan Preferensi Masyarakat Terhadap Bank Syariah Di Wilayah Kota Medan
ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT
TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH
KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
ALWI REZA NASUTION
047017003/Akt
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2006
(2)
ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT
TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH
KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ALWI REZA NASUTION
047017003/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2006
(3)
Judul Tesis : ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Alwi Reza Nasution
Nomor Pokok : 047017003
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Muslich Lufti, MBA) Ketua
(Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak) Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B, M.Sc)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal: 19 September 2006
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Muslich Lufti, MBA
Anggota : 1. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS. MBA. Ak
3. Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak 4. Drs. Idhar Yahya, MBA. Ak
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
ANALISIS POTENSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT
TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH
KOTA MEDAN
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, September 2006 Yang membuat pernyataan,
(6)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji serta memberikan bukti empiris mengenai potensi dan preferensi masyarakat terhadap bank syariah di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode sampel dengan jumlah sampel sebanyak 340 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua golongan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan oleh enumerator yang berjumlah 5 orang kepada para responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari pihak-pihak terkait. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Butir-butir pertanyaan yang terdapat dalan kuesioner tersebut sebelumnya telah dilakukan uji validitas untuk mengukur tingkat ketehandalan atau kesahihan dari setiap pertanyaan. Dengan menggunakan metode pearson product moment didapat nilai correlated item correlation dari masing-masing variabel > dari nilai r sebesar 0,098 (dF=300-2;0,05). Selain dilakukan uji validitas, butir-butir pertanyaan tersebut juga dilakukan uji reabilitas. Untuk melakukan uji realibilitas maka digunakan uji alpha cronbach. Dengan menggunakan program SPSS versi 11.0, didapat nilai alpha cronbach dari masing-masing variabel > dari nilai r sebesar 0,098 (dF=300-2;0,05).
Hasil penelitian untuk pengujian seluruh sampel didapat bahwa potensi masyarakat kota medan dari segi demografi diketahui bahwa sampel terbanyak memiliki tingkat pendidikan maksimal Strata-1 dengan jumlah sebanyak 187 orang responden atau sebesar 55% dari seluruh responden, beragama Islam sebanyak 268 orang responden (78%), selain itu sebanyak 200 orang responden berjenis kelamin laki-laki, dan juga sampel terbanyak memiliki umur 27 tahun (8,2%). Dari segi ekonomi sebanyak 159 responden atau 46% yang dijadikan sampel mengaku bekerja pada sektor pemerintahan dengan tingkat penghasilan berkisar antara 1,5 hingga 5 juta rupiah. Sebanyak 141 orang responden yang dijadikan sampel mengaku telah menikah namun belum memiliki anak sebanyak 141 orang atau sebanyak 41% dari keseluruhan responden, dan menjalani kehidupan sehari-hari berdasarkan pada norma-norma agama yang diyakini. Sementara itu preferensi masyarakat kota medan terhadap bank syariah dari seluruh responden yang dijadikan sampel sebanyak 17 orang atau 5% mengaku berhubungan dengan bank syariah karena keuntungan yang tidak didapatkan di bank konvensional. Selain itu sebanyak 58 orang responden atau 17,1% mengaku mendapatkan informasi yang lebih dari bank syariah dibanding dengan bank konvensional. Sementara itu dari segi kompatibilitas, kompleksitas dan triabilitas sebanyak 155 orang atau 45,6% responden mengaku bank syariah cocok diterapkan di wilayah Kota Medan, karena bank syariah juga terlibat dalam hal-hal yang bersifat sosial. Dengan menggunakan analisis regresi logistik didapat faktor yang paling dominan mempengaruhi responden dalam menabung dibank syariah adalah faktor pekerjaan, hal ini ditunjukkan dengan derajat signifikansi sebesar 0,552. Sementara itu dalam hal memperoleh pembiayaan faktor yang paling dominan
(7)
berpengaruh adalah faktor kompleksitas dari perbankan syariah, dengan derajat signifikansi sebesar 0,961.
(8)
ABSTRACT
This Research aim to analyse, test and also give the empirical evidence hit the potency and preferency society to islamic bank in Kota Medan. This Research use the method sampel with the amount sampel as much 340 people. Data used in this research is divided to become two faction that is data of primary and data sekunder. Primary data obtained by using kuesioner alloted by enumerator amounting to 5 people to all responder, while data sekunder obtained from party - related parties. This research use kuesioner as research instrument. Item questions which is there are in kuesioner previously have been conducted by a validity test to measure the validity dan reability from each question. By using method of pearson product moment got value of correlated of item correlation from each variables > from value r of tables of equal to 0,098 (dF=300-2;0,05). Besides conducted by validity test, the question items is also conducted by realibility test. To conduct the reability test is used by test of alpha cronbach. By using program of SPSS version 11.0, got value of alpha cronbach from each variable > from value of r tables wich is equal to 0,098 (dF=300-2;0,05).
Result of research for the examination of all sampel got that potency of medan community from demography facet known that most of the sampel has maximal education level of Strata-1 with the amount as much 187 responder people or equal to 55% from all responder, believe in the Islam as much 268 responder people (78%), others as much 200 people of responder are men, most of responder is 27 year old (8,2%). From economic facet as much 159 responder or 46% taken as sampel confess to put hand to the governance sector with the production level range from 1,5 till 5 million rupiah. As much 141 responder people of taken as sampel confess have married but not yet owned the child as much 141 people or as much 41% from overall of responder, and experience the life every day pursuant to religion norm believed. Meanwhile preference of Medan community to islamic bank, from all responder which is being sample as much 17 people or 5% confessing relate to the islamic bank because of the advantage which is not got in conventional bank. Others as much 58 responder people or 17,1% confessing get more information from islamic bank than conventional bank. Meanwhile from facet kompatibilitas, complexity and triabilitas as much 155 people or 45,6% responder confess the applied of islamic bank compatible in Kota Medan, because islamic bank is also involved in public and social matter. By using analysis of regresi logistics got a most of dominant factor influence the responder in saving in islamic bank work factor, this matter is shown with the degree of significant equal to 0,552. Meanwhile in the case of obtaining, most dominant factor defrayal have an effect on is complexity factor from islamic banking, with the degree of significant equal to 0,961
(9)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, karena hanya atas karunia-Nya tesis yang berjudul “Analisis Potensi dan Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Kota Medan” ini dapat terselesaikan, dan juga kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dengan kata “Iqra” Beliau telah membawa semua ummatnya ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak menerima bantuan serta dorongan dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Ayahanda H. Sutan Nasution dan Ibunda Hj. Arwati Lubis yang telah memberikan semua kasih sayang dan doanya dengan tulus. Adinda Fany Andaruri Nasution dan Nurul Wardani Lubis yang telah terlibat dalam proses pembuatan tesis ini.
2. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Ilmu Akuntansi.
3. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak dan Dra. Sri Mulyani MBA, Ak selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan arahan dan tuntunannya selama ini.
5. Bapak Dr. Muslich Lufti, MBA dan Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah berusaha mencurahkan seluruh pengetahuan dan pengalamannya selama proses bimbingan.
(10)
6. Rekan-rekan angkatan VII Program Studi Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu selama proses perkuliahan, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, kritik maupun saran penulis harapkan dari pembaca. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Medan, September 2006 Penulis
(11)
RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : Alwi Reza Nasution
Tempat/Tgl Lahir : Jambi/31 Januari 1981
Alamat : Komp. Puri Tanjung Sari II No. 6 Medan
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Belum Menikah
Tinggi Badan : 176 Cm Berat Badan : 66 Kg
Kewarganegaraan : Indonesia
Telepon/Hp : (061) 8221812/ 0819-857891 II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
1987 – 1993 : Lulus SD Xaverius 1 Jambi 1993 – 1996 : Lulus SMP Xaverius 1 Jambi 1996 – 1999 : Lulus SMU Xaverius 1 Jambi
1999 – 2003 : Lulus Program Sarjana Akuntansi (S1) Universitas Sumatera Utara
2004 – 2006 : Lulus Sekolah Pascasarjana Ilmu Akuntansi (S2)
Universitas Sumatera Utara
III. LATAR BELAKANG PEKERJAAN
2003 – 2005 : Staff Akuntansi PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk, Cabang Medan
2005 – September 05 : Account Officer PT. Bank Syariah Mandiri, KCU Medan
2005 – Sekarang : Customer Service PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk, Cabang Medan Balaikota
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.. ... ... i
ABSTRACT... ...iii
KATA PENGANTAR... iv
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ...x
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang...1
1.2. Rumusan Masalah ...11
1.3. Tujuan Penelitian ...11
1.4. Manfaat Penelitian ...11
BAB II LANDASAN TEORITIS ...13
2.1. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam ...13
2.2. Bank Syariah...17
2.3. Prinsip Bank Syariah ...19
2.3.1. Prinsip Utama ...19
(13)
2.4. Keterbukaan Informasi ...35
2.5. Kompleksitas, Kompabilitas dan Triabilitas Perbankan Syariah ...41
2.6. Medan Sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara ...48
2.7. Review Penelitian Sebelumnya ...57
2.8. Kerangka Konseptual Penelitian...59
BAB III METODE PENELITIAN ...62
3.1. Jenis Penelitian ...62
3.2. Data Penelitian...63
3.2.1. Jenis dan Sumber Data...63
3.2.2. Pengumpulan Data...64
3.2.3. Tempat Penelitian ...65
3.3. Populasi dan Sampel ...66
3.3.1. Populasi...66
3.2.2. Sampel ...66
3.4. Instrumen Penelitian ...68
3.4.1. Uji Validitas...68
3.4.2. Uji Realibilitas ...71
3.5. Variabel Penelitian...72
(14)
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...76
4.1. Potensi Masyarakat Kota Medan ...76
4.1.1. Karakteristik Responden...76
4.2. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah ...80
4.2.1. Preferensi terhadap Keuntungan Relatif ...80
4.2.2. Preferensi terhadap Keterbukaan Informasi ...91
4.2.3. Preferensi terhadap Kompatibilitas, Kompleksitas, dan Triabilitas ...95
4.3. Analisis Logistik Regressi ...103
4.3.1. Keinginan Masyarakat Menabung ...103
4.3.2. Keinginan Masyarakat Memperoleh Pembiayaan ...105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...109
5.1. Kesimpulan ...109
5.2. Keterbatasan Penelitian ...113
5.3. Saran ... 114
(15)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1. Bank Syariah di Kota Medan ... ... 9
1.2. Perkembangan Perbankan Syariah di Kota Medan (Trilliun Rp) .... 10
2.1. Penelitian Terdahulu ... .... 57
2.2. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya... .... 58
3.1. Jenis dan Sumber Data ... .... 63
3.2. Proses Pengumpulan Data... .... 64
3.3. Lokasi Penelitian (Kecamatan Objek Penelitian) ... .... 65
3.4. Uji Validitas ... .... 69
3.5. Uji Reliabilitas ... .... 71
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... .... 76
4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... .... 77
4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama... .... 77
4.4. Kelompok Pendapatan Responden di Kota Medan... .... 78
4.5. Kelompok Pekerjaan Responden di Kota Medan ... .... 79
4.6. Preferensi Masyarakat terhadap Kepedulian terhadap Bagi Hasil.... 80
4.7. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil dengan Bunga .... 81
4.8. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil Kredit dengan Suku Bunga Kredit ... .... 81
4.9. Preferensi Masyarakat terhadap Jaringan yang Masih Sedikit .... .... 82
4.10. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil Produk Dana Bank Syariah dan Bank Konvensional ... .... 82
4.11. Preferensi Masyarakat terhadap Beda Bagi Hasil Produk Pembiayaan Bank Syariah dan Bank Konvensional ... .... 83
4.12. Preferensi Masyarakat terhadap Proses Pembukaan Produk Dana Bank Syariah... .... 83
4.13. Preferensi Masyarakat terhadap Proses Pemberian Pembiayaan Bank Syariah... .... 84
(16)
4.14. Preferensi Masyarakat terhadap Pencairan Dana Lebih Cepat
Lebih Diminati Dibandingkan Suku Bunga yang Rendah ... .... 84
4.15. Preferensi Masyarakat terhadap Performance Kedepan Bank Syariah Dibandingkan Bank Konvensional... .... 85
4.16. Preferensi Masyarakat terhadap Operasionalisasi Berdasarkan Prinsip Syariah ... .... 86
4.17. Preferensi Masyarakat terhadap Pasar Bank Syariah Tidak Hanya Umat Muslim... .... 86
4.18. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Syariah Merupakan Hal yang Tidak Asing ... .... 87
4.19. Preferensi Masyarakat terhadap Kepedulian Penggunaan Prinsip Syariah ... .... 87
4.20. Preferensi Masyarakat terhadap Kebutuhan Sosialisasi Prinsip Syariah ... .... 88
4.21. Preferensi Masyarakat terhadap Penggunaan Prinsip Syariah yang Kurang Tepat... .... 88
4.22. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Wadiah ... .... 89
4.23. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Mudharabah... .... 89
4.24. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Murabahah... .... 90
4.25. Preferensi Masyarakat terhadap Prinsip Ijarah ... .... 90
4.26. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi ... .... 91
4.27. Preferensi Masyarakat terhadap Informasi Laporan Keuangan Merupakan Indikator Sehatnya Sebuah Bank... .... 92
4.28. Preferensi Masyarakat terhadap Pemahaman Laporan Keuangan Sebagai Alasan Mengikuti Laporan Keuangan... .... 92
4.29. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi Jumlah Dana yang Terhimpun dari Pihak Ketiga ... .... 93
4.30. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi Jumlah Dana yang Disalurkan Kepada Pihak Ketiga ... .... 93
4.31. Preferensi Masyarakat terhadap Informasi Perkembangan Aset . ... 94
4.32. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Informasi tentang Zakat yang Disalurkan oleh Bank Syariah ... .... 94
(17)
4.34. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah Identik dengan
Bagi Hasil... .... 96 4.35. Preferensi Masyarakat terhadap Bagi Hasil Hanya cocok
untuk Bank Syariah ... .... 96 4.36. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah yang Sangat
Cocok dengan Masyarakat Indonesia... .... 97 4.37. Preferensi Masyarakat terhadap Bank Syariah Tidak Hanya
Cocok untuk Ummat Islam Saja ... .... 97 4.38. Preferensi Masyarakat terhadap Kesesuaian Janji akan Janji
Bagi Hasil dengan Kenyataan yang ada... .... 98 4.39. Preferensi Masyarakat terhadap Menabung di Bank Syariah
Sekaligus Bersedekah ... .... 98 4.40. Preferensi Masyarakat terhadap Menabung di Bank Syariah
Sekaligus Mengatasi Masalah Sosial ... .... 99 4.41. Preferensi Masyarakat terhadap Investasi yang Diberikan
Bank Syariah Hanya Kepada yang Bersifat Halal Saja ... .... 99 4.42. Preferensi Masyarakat terhadap Semua Transaksi di Bank
Konvensional Tidak Dapat Semua Dilakukan di Bank Syariah .. .. 100 4.43. Preferensi Masyarakat terhadap Kemudahan Memperoleh
Informasi tentang Prinsip Syariah... .. 101 4.44. Preferensi Masyarakat terhadap Sosialisasi yang Masih
Jarang Dilakukan oleh Bank Syariah ... .. 101 4.45. Preferensi Masyarakat terhadap Jumlah Bank Syariah yang
Masih Sedikit ... .. 102 4.46. Preferensi Masyarakat terhadap Sulitnya Informasi tentang
(18)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Peta Kota Medan ...6 2.1 Alur Operasional Bank Syariah ...25 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian ...59
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai negara dengan kuantitas penduduk muslim terbesar di dunia, institusi perbankan di Indonesia dituntut untuk dapat mengoperasionalkan sistem perbankan yang berbasiskan kepada syariah Islam. Meskipun agak terlambat, setelah beberapa dekade diambangkan oleh kaum ulama dan pemerintah tentang persoalan halal dan haramnya bunga dalam perbankan, tahun 1992 dikeluarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang merupakan tonggak legalitas diadopsinya perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia. Peraturan ini kemudian diperbaiki dengan UU No. 10 Tahun 1998, lalu UU No. 23 Tahun 1999 dan terakhir dengan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Sampai saat ini, perkembangan perbankan syariah sangat pesat baik dari segi jumlah usaha, kantor, penghimpunan dan pembiayaan, maupun ragam produknya.
Meskipun pertumbuhan jaringan kantor bank syariah di Indonesia relatif cepat, namun kontribusi perbankan syariah terhadap perbankan nasional masih relatif kecil, sampai dengan akhir tahun 2005 total aset perbankan syariah baru mencapai 1,46 % dari total aset perbankan nasional (Bank Indonesia, 2005). Berbagai langkah dilakukan oleh berbagai pihak untuk terus meningkatkan kualitas operasional
(21)
perbankan syariah yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kepercayaan para pengguna jasa perbankan syariah (Bank Indonesia, 2005).
Sejak tahun 1992, mulai beroperasi apa yang dimaksud dengan dual banking system di Indonesia. Perbankan konvensional yang menerapkan bunga berjalan berdampingan dengan perbankan syariah yang mendasarkan kepada sistem bagi hasil. Struktur kebijakan seperti ini merupakan opsi yang realistis, karena saat ini struktur berpikir di tengah masyarakat juga demikian. Struktur pengetahuan dan preferensi masyarakat yang sudah terbangun sejak lama tentu saja tidak mudah untuk diarahkan kepada hanya perbankan yang berasaskan syariah Islam. Dengan alasan itu, penelitian ini dirasa penting untuk mengungkapakan bagaimana sikap masyarakat saat ini, serta bagaimana strateginya untuk diubah agar lebih menerima perbankan syariah. Meskipun perbankan syariah dikenal belum lama, adalah hal yang menarik untuk dipelajari bagaimana karakteristik masyarakat yang selama ini telah mengadopsi perbankan syariah. Apakah karakteristik tersebut bersifat khas, dan apakah mereka merupakan pasar yang potensial.
Penelitian tentang perilaku, karakteristik, dan preferensi masyarakat terhadap bank syariah khususnya di Indonesia masih sangat terbatas. Namun penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Wibisana dkk, (1999) di Jawa Timur secara sederhana dapat memberikan gambaran tentatif tentang perilaku dan preferensi masyarakat terhadap bank syariah. Penelitian lain tentang masalah yang sama juga
(22)
pernah dilakukan di negara Jordan oleh Erol dan El-Bdour (1989) dan El-Bdour (1984) (Bank Indonesia, 2000).
Studi pendahuluan preferensi masyarakat tentang BPR syariah di Jawa Timur menunjukkan adanya keberagaman preferensi masyarakat terhadap bank syariah. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa ada indikasi bahwa masyarakat belum memahami keberadaan bank syariah. Temuan penelitian tersebut sebetulnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Erol dan El-Bdour (1989). Hasil penelitian yang dilakukan di Jordan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sebetulnya lebih berorientasi kepada profit daripada agama. Dengan kata lain, motivasi pada profit merupakan faktor dominan yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk memilih bank syariah, bukan berdasarkan pada motivasi agama (Bank Indonesia, 2000).
Apa yang diungkapkan di atas merupakan sebuah gambaran tentang preferensi masyarakat terhadap bank syariah. Penelitian yang lebih mendalam dan lengkap masih sangat diperlukan untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap bank syariah. Penelitian tentang Potensi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah tahun 2000 lalu, mengungkapkan banyak hal, penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan beberapa Lembaga Penelitian Universitas Negeri di Pulau Jawa, seperti Pusat Pengkajian Bisnis dan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya dan Pusat Penelitian Kajian Pembangunan Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro, menunjukkan, bahwa kualitas pelayanan dan kedekatan lokasi bank dari pusat kegiatan merupakan faktor dominan yang
(23)
mempengaruhi pereferensi masyarakat Jawa Timur untuk menggunakan jasa bank syariah. Sementara, masyarakat Jawa Tengah lebih didominasi oleh pertimbangan keagamaan dalam menggunakan jasa bank syariah (Bank Indonesia, 2000). Temuan tersebut diperkuat dengan informasi bahwa masyarakat non-nasabah bank syariah yang diberi penjelasan sistem, produk dan jasa, serta kehalalan bank syariah memiliki kecenderungan kuat untuk memilih bank syariah. Namun sebaliknya, nasabah yang telah menggunakan jasa bank syariah, sebagian cenderung untuk berhenti menjadi nasabah karena kualitas pelayanan yang kurang baik dan atau ragu akan konsistensi penerapan prinsip syariah. Hasil penelitian itu memantapkan hasil penelitian Haron, yang menunjukkan, untuk kasus Malaysia, terdapat 40 persen dari muslim yang mempercayai bahwa agama merupakan faktor utama dari masyarakat untuk mempertahankan rekeningnya di bank syariah. Selebihnya, sekitar 60 persen muslim, masih mempertimbangkan faktor-faktor seperti kecepatan transaksi, kualitas jasa, keramahan staf, dan lokasi sebagai kriteria penting pada saat mereka menyeleksi suatu bank (Bank Indonesia, 2005). Lebih lanjut penelitian Muryani (1998) menunjukkan, alasan utama nasabah menabung di bank syariah adalah karena untuk menjalankan syariah, dan alasan kedua adalah bagi hasil. Nasabah memutuskan memilih bank syariah sebagai tempat menitipkan uangnya, lebih didorong oleh pertimbangan yang bersifat emosional (emotional motives) dibandingkan rational motives (Ramadania, 2002). Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah terdapat dua faktor utama yang digunakan sebagai dasar pertimbangan nasabah pada saat memilih bank syariah, yaitu kualitas penerapan prinsip syariah dan kualitas pelayanan.
(24)
Bertitik tolak dari penelitian terdahulu tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian yang sejenis dengan wilayah penelitian Kota Medan. Kota Medan sebagai ibukota dari Provinsi Sumatera Utara, dengan luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari luas keseluruhan Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah penduduk 2.036.185 jiwa (data BPS, 2005), bagian terbesar dari penduduk kota medan menganut agama Islam (66,83%) kemudian agama Kristen (21,02%), Buddha (10,40%), Hindu (0,68%) dan kepercayaan lainnya (0,07%), hal tersebut merupakan potensi yang sangat besar bagi perkembangan perbankan syariah.
Secara administratif Kota Medan di sebelah Barat, Timur dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, di sebelah Utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu lintas laut paling sibuk (padat) di dunia. Secara relatif Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografisnya Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain.
(25)
1 2 3 4 12
9 10 11 8 7 13
5
15 17 6
14 16 18 20 19 21 M A LA K A S TR A IT D E L I S E R D A N G R E G E N C Y DELI SERDANG REGENCY DELI SERDANG REGENCY N
1. Medan Tuntungan 2. Medan Johor 3. Medan Amplas 4. Medan Denai 5. Medan Area 6. Medan Kota 7. Medan Maimun
8. Medan Polonia 9. Medan Baru 10. Medan Selayang 11. Medan Sunggal 12. Medan Helvetia 13. Medan Petisah 14. Medan Barat
15. Medan Timur 16. Medan Perjuangan 17. Medan Tembung 18. Medan Deli 19. Medan Labuhan 20. Medan Marelan 21. Medan Belawan DISTRICT SUMATERA ISLAND MEDAN NORTH SUMATERA PROVINCE Sumber: www.deprindag.go.id
Gambar 1.1. Peta Kota Medan
Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri.
(26)
Sebagai aktivitas yang diorientasikan untuk memperoleh keuntungan secara ekonomi, kegiatan bisnis merupakan bidang yang sangat luas dan terkait dengan bidang-bidang lainnya. Perubahan kondisi atau kebijakan dalam bidang lain akan selalu mempengaruhi kondisi bisnis yang ada. Kegiatan bisnis, terlebih yang berskala besar, akan sangat dipengaruhi lingkungan nasional, budaya, hukum, politik, teknologi, hankam, dan lain-lain khususnya lingkungan makroekonomi.
Kondisi saling ketergantungan tersebut merupakan alasan kuat bagi Pemerintah Kota Medan bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat, untuk selalu berusaha menciptakan iklim atau lingkungan yang kondusif bagi kegiatan bisnis di kota ini, baik bagi bisnis lokal, domestik, maupun asing. Dengan dukungan dari 21 kecamatan yang dimilikinya, Kota Medan berusaha mewujudkan lingkungan bisnis yang kondusif, pengaruh mempengaruhi antar berbagai faktor sehingga sangat multi dimensi. Untuk itulah Pemko Medan secara intens dan terus menerus selalu melakukan dialog, berinteraksi dengan seluruh kalangan dan lapisan masyarakat untuk membangun dan menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif bagi semua pelaku bisnis tanpa diskriminatif.
Sebagai salah satu kegiatan ekonomi, keberadaan lembaga keuangan, khususnya perbankan di Kota Medan dirasakan sangat strategis khususnya untuk mendukung ketersediaan modal, baik yang bersifat modal investasi, modal kerja, maupun konsumsi. Rusaknya sistem perbankan sebagai akibat krisis ekonomi ternyata tidak sampai menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. Salah satu indikasinya adalah terus meningkatnya simpanan dana
(27)
masyarakat pada perbankan, baik yang berbentuk giro, tabungan, deposito, maupun dana pihak ketiga.
Indikator utama keuangan perbankan di Sumatera Utara hingga triwulan I tahun 2006 pada umumnya menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Hal ini tercermin dari laju pertumbuhan aset sebesar 18,13%. Peningkatan aset ini disebabkan karena peningkatan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh pihak perbankan selama triwulan pertama sebesar 13,68%. Sejalan dengan hal tersebut, penyaluran kredit di Sumatera Utara juga mengalami peningkatan yang cukup berarti sebesar 25,20% (Bank Indonesia, 2006).
Saat ini paling tidak ada 40 bank yang beroperasi di Kota Medan, baik jenis bank umum devisa, bukan devisa, termasuk bank perkreditan rakyat (BPR). Walaupun fungsi intermidiasi perbankan sejak krisis ekonomi belum pulih sepenuhnya, namun data hingga posisi bulan Maret 2006 menunjukkan meningkatnya penggunaan fasilitas kredit perbankan secara nominal maupun pertumbuhan kreditnya oleh para pengusaha (debitur). Total kredit yang tersalur di Kota Medan per 31 Maret 2006 telah mencapai Rp 22,8 trilyun (Sumatera Utara Rp 35,86 trilyun). Kredit yang paling banyak digunakan adalah kredit modal kerja, diikuti kredit investasi dan konsumsi (Bank Indonesia, 2006).
Perkembangan perbankan syariah di wilayah Sumatera Utara khususnya Kota Medan menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari penyebaran jumlah kantor baik sebagai kantor cabang utama, kantor cabang pembantu, maupun kantor kas yang hanya melayani transaksi penarikan dan
(28)
penyetoran uang nasabah. Sampai dengan Maret 2006 jumlah bank syariah yang beroperasi di wilayah Kota Medan mencapai 8 bank syariah yang digolongkan menjadi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Nama, Jenis dan Alamat Kantor Cabang Utama dari perbankan syariah yang beroperasional di wilayah Kota Medan dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1. Bank Syariah di Kota Medan
Nama Bank Jenis Alamat
Bank Syariah Mandiri Bank Umum Syariah Jl. Ahmad Yani No. 100 Medan Bank Muamalat Bank Umum Syariah Jl. Gajah Mada No. 21 Medan
Bank Negara Indonesia Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Gatot Subroto No. 199 - 201 Medan Bank Rakyat Indonesia Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Gatot Subroto No. 196 Medan Bank Bukopin Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Letjen. S. Parman
Bank Sumut Syariah Unit Usaha Syariah Jl. Imam Bonjol No.18 Medan BPRS Gebu Prima BPRS Jl. Utama No.2 A Medan
BPRS Al-Wasliyah BPRS Jl. Sisingamangaraja No. 51 D Medan Sumber: Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah (LPPD) Sumatera Utara, diterbitkan oleh Kantor
Bank Indonesia (BI) Medan, 2006
Sampai dengan Triwulan I tahun 2006, indikator keuangan bank umum syariah yang tercermin dari pertumbuhan Assets, Kredit/Pembiayaan, Dana Pihak Ketiga, dan Laba/rugi apabila dibandingkan dengan triwulan I tahun sebelumnya menunjukkan kecenderungan menurun. Perkembangan indikator perbankan syariah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
(29)
Tabel 1.2. Perkembangan Perbankan Syariah di Kota Medan (Trilliun Rp)
Indikator 2005 2006 Growth
I II III IV I I/2006
Assets 1.05 1.09 1.23 1.22 0.95 -10,23%
Credit 1.07 1.14 1.22 1.24 0.97 -8,66%
DPK 0.67 0.71 0.69 0.63 0.5 -24,89%
Laba 0.02 0.03 0.05 0.05 0.01 -48,56%
Sumber: Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah (LPPD) Sumatera Utara, Diterbitkan oleh Kantor Bank Indonesia (BI) Medan, 2006
Dilihat dari segi pertumbuhan ekonominya, pertumbuhan ekonomi Kota Medan menunjukkan tingkat elastisitas yang tinggi terhadap pertumbuhan propinsinya, artinya jika pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara positif, maka pertumbuhan ekonomi Kota Medan menunjukkan angka positif yang lebih besar dari pertumbuhan ekonomi propinsinya (www.pemkomedan.go.id). Ini menunjukkan Kota Medan masih merupakan mesin pembangunan bagi daerah kota dan kabupaten lainnya di Sumatera Utara. Namun demikian untuk memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat minimal sama dengan masa sebelum krisis (6 s/d 7%), Kota Medan masih membutuhkan dana investasi paling tidak mencapai 12 trilyun rupiah, untuk lima tahun ke depan (www.pemkomedan.go.id).
Berdasarkan uraian singkat tersebut, maka pada penulisan tesis ini peneliti akan meneliti bagaimana potensi dan preferensi masyarakat Kota Medan terhadap bank syariah. Nantinya diharapkan hasil dari penelitian/penulisan tesis ini akan dapat memberikan masukan bagi pengembangan perbankan syariah di Sumatera Utara khususnya di wilayah Kota Medan.
(30)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan yang penulis temukan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian?
2. Bagaimana preferensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian terhadap perbankan syariah?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai: 1. Potensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian.
2. Preferensi masyarakat yang ada di wilayah penelitian terhadap perbankan syariah.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan perbankan syariah masih relatif sedikit dilakukan di Indonesia, dan di Kota Medan penelitian sejenis sangat jarang dilakukan, oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak antara lain:
1. Peneliti dalam hal ini juga sebagai penulis, semoga dengan adanya penelitian ini akan dapat menambah wawasan bagi peneliti baik mengenai perbankan secara umum maupun perbankan syariah secara khususnya.
(31)
2. Pihak akademisi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan/ informasi yang berguna bagi penelitian-penelitian berikutnya.
3. Masyarakat umum, penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu tambahan wawasan ataupun pengetahuan kepada masyarakat umum, baik mengenai perbankan secara umum maupun perbankan syariah khususnya. 4. Bagi pengelola bank syariah, khususnya yang beroperasional di wilayah Kota
Medan, sehingga dapat memberikan masukan/informasi yang berguna bagi perluasan jaringan perbankan syariah di wilayah Kota Medan.
5. Bagi pihak Bank Indonesia (BI), dengan adanya penelitian ini semoga dapat membantu pihak Bank Indonesia untuk mengetahui seberapa besar minat masyarakat Kota Medan terhadap produk perbankan syariah, dan potensi apa saja yang terdapat di wilayah Kota Medan khususnya bagi pengembangan perbankan syariah.
(32)
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Sistim keuangan dan perbankan syariah adalah merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalah memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan syariah bagi kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam.
Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat diterjemahkan ke dalam teori dan juga diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Ajaran Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan tersebut, setiap individu diikat oleh tali persaudaraan dan kasih sayang bagai suatu keluarga, sebuah persaudaraan yang tidak diikat oleh batas-batas geografis.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan,
(33)
janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah kamu, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”(Al-Maa’idah: 8).
Perilaku individu dan masyarakat dalam islam diarahkan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada.
“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Al-Baqarah: 168).
“Dan janganlah kalian merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kalian merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (Asy-Syu’araa’: 183).
Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam ekonomi Islam sehingga implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan ekonomi umum. Oleh sebab itu, dalam ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam.
M. Abdul Mun’im Afar (Ahmad Rizal Purnama, 2000) Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkannya di akhirat nanti. Dalam islam pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka
(34)
bumi ini, termasuk harta benda adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuannya. Firman Allah SWT
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagaian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya mendapatkan pahala yang besar” (Al-Hadiid: 7).
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
“Belanjakanlah (hartamu) pada jalan Allah dan janganlah kamu jatuhkan dirimu kedalam kebinasaan dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berbuat baik” (Al-Baqarah: 195).
3. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur'an:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara kamu…' (An-Nissa: 29).
4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur'an mengungkapkan bahwa, 'Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…' (QS 57: 7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis, di mana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api" (Al Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada
(35)
hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu.
6. Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur'an sebagai berikut:
“Dan takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak teraniaya…” (Al-Baqarah: 281).
7. Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.
8. Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab)
diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi.
9. Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur'an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur'an sebagai berikut
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba yang berlipat-lipat ganda dan takutlah kepada Allah,….” (Al-Imran: 130). “Jual beli itu hanya seperti riba, Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba……” (Al-Baqarah: 275).
Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga. Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga adalah tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman Yunani kuno. Aristoteles adalah orang yang amat menentang dan melarang bunga, sedang Plato juga mengutuk dipraktekkannya bunga (Al-Mushlih, 2005: 10-11).
(36)
2.2. Bank Syariah
Dalam Booklet Perbankan Bank Indonesia (2005), yang dimaksud dengan bank adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berdasarkan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama dari perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan taraf hidup orang banyak.
Perbankan memiliki posisi yang strategis, yaitu sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 butir 13, yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah
Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (Musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan
(37)
atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa itiqna).
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 59 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bank syariah adalah:
Bank yang berasaskan, antara lain, pada asas kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi islam dengan karakteristik, antara lain, sebagai berikut:
a. pelarangan riba dalam berbagai bentuknya;
b. tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money);
c. konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai alat komoditas; d. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat
spekulatif;
e. tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang; dan
f. tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.
Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil, bukan menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan. Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah tidak membedakan secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil sehingga dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual beli dan sewa menyewa. Bank syariah juga dapat menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa perbankan lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Bank syariah memiliki fungsi yang berbeda dengan bank konvensional, fungsi bank syariah juga merupakan karakteristik dari bank syariah. Dengan diketahuinya
(38)
fungsi bank syariah, maka hal ini akan membawa dampak dalam pelaksanaan kegiatan usaha bank syariah. Banyak para pengelola dan pelaksana bank syariah tidak memahami dan menyadari fungsi dari bank syariah ini dan menyamakan fungsi bank syariah sama seperti fungsi dari bank konvensional, sehingga membawa dampak dalam pelaksanaan di lapangan.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 59 disebutkan bahwa fungsi bank syariah itu ada empat antara lain:
a. Sebagai manajer investasi yang mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi; b. Sebagai investor yang menginvestasikan dana yang dimilikinya
maupun dan nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi hasil yang diperoleh sesuai dengan nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana;
c. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran seperi bank non syaria (bank konvensional) sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan
d. Pengemban fungsi sosial berupa pengelola dana zakat, infak, shadaqah, serta pinjaman kebajikan (qarhul hasan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.3. Prinsip Bank Syariah
2.3.1. Prinsip Utama
Islam adalah suatu Din (Way of Life) yang praktis, yang mengajarkan segala sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan mengabaikan waktu, tempat atau tahap-tahap perkembangannya (Wiyono, 2005: 15). Manusia adalah khalifah dimuka bumi. “Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan
(39)
amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan dengan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama” (Antonio, 2001: 5-7).
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang….” (Al-Maa’idah: 48).
Tan Sri Datuk Ahmed bin Mohd. Ibrahim (Ahmad Rizal Purnama, 2000: 6) menyatakan:
Banking and financial activities have emerged to meet genuine human needs. Therefore, unless these activities belong to the category expressly forbidden by Islam, there is nothing in the nature of these activities which is contrary to the Syariah. Examples of forbidden activities include gambling and manufacturing and trading in forbidden goods such as liquor.
Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan dua ajaran Qur'an, yaitu:
(1) Prinsip Al Ta'awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an:
"Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran" (Al-Maaidah: 2).
(2) Prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (Idle) dan tidak berputar dalam transaksi yang
(40)
bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana dinyatakan di dalam Al Qur'an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…" (An-Nissa: 29).
Sejak dekade tahun 70-an, umat Islam di berbagai negara telah berusaha untuk mendirikan bank-bank syariah. “Tujuan dari pendirian bank-bank syariah ini pada umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan dan bisnis lain yang terkait” (Antonio, 2001: 13).
Muhammad Syafii Antonio, (2001: 14-16) menyebutkan prinsip utama yang dianut oleh Bank Syariah adalah:
a. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi;
b. Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah;
c. Memberikan zakat.
Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (Bai' al Muqayyadah), di mana barang saling dipertukarkan. Menurut Afzalur Rahman (Marthon, 2004: 79)
(41)
"Rasulullah SAW menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan- kelemahan akan sistem pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka " (Al-Mushlih, 2003: 36-38).
Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri.
"Ternyata Rasulullah tidak menyetujui transaksi-transaksi dengan sistem barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Nampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur riba di dalamnya."
Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation, karena spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dari sistem konvensional yang memberikan bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta sebagai obyek zakat. Uang adalah milik masyarakat sehingga membiarkan uang tidak produktif adalah merupakan hal yang dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, oleh karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin baik perekonomian (Marthon, 2004: 35).
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau Mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi hasil. Bila ia tidak ingin mengambil resiko
(42)
karena musyarakah atau mudharabah, maka Islam sangat menganjurkan untuk melakukan Qard yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.
Zainul Arifin, menyebutkan secara mikro, Qard tidak memberikan manfaat langsung bagi orang yang meminjamkan. Namun secara makro, Qard akan memberikan manfaat tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena pemberian Qard membuat perputaran uang (velocity of money)
akan bertambah cepat, yang berarti bertambahnya darah baru bagi perekonomian, sehingga pendapatan nasional (National Income) meningkat. Dengan peningkatan pendapatan nasional, maka si pemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya. Demikian pula pengeluaran Shadaqah juga akan memberikan manfaat yang lebih kurang sama dengan pemberian Qard.
Islam juga tidak mengenal konsep Time Value of Money, namun Islam mengenal konsep Economic Value of Time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada harga tunai. Ahmad Rizal Purnama menyebutkan Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husin bin Ali bin Abi Thalib, cicit Rasulullah saw, adalah orang yang pertama kali menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tangguh bayar
(Deferred Payment) lebih tinggi daripada harga tunai (Cash).
Yang lebih menarik adalah bahwa dibolehkannya penetapan harga tangguh yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan Time Value of Money, namun karena semata-mata ditahannya hak si penjual barang. Dapat dijelaskan di sini bahwa
(43)
bila barang dijual tunai dengan laba Rp 500 maka si penjual dapat membeli lagi dan menjual lagi sehingga dalam satu hari itu keuntungannya adalah Rp 1000. Sedangkan bila dijual tangguh bayar maka hak si penjual menjadi tertahan, sehingga dia tidak dapat membeli lagi dan menjual lagi. Akibat lebih jauh dari itu, hak dari keluarga dan anak si penjual untuk makan malam pada hari itu tertahan oleh pembeli. Untuk alasan inilah, yaitu tertahannya hak penjual yang telah memenuhi kewajibannya (menyerahkan barang), maka Islam membolehkan penetapan harga tangguh lebih tinggi dari harga tunai.
2.3.2. Sistim Operasional Bank Syariah
Sistim keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun dalam bentuk pinjaman (debt financing).
Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui akad-akad bagi hasil (Profit and Loss Sharing), sebagai metoda pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing), dan akad-akad jual-beli (al bai') untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan (debt financing).
(44)
Bagi Hasil Mudharib
P O O L I N G D A N A
Penghimpun Dana Penyalur Dana Pendapatan
Wadiah Yad Dhamanah
Prinsip Bagi Hasil Bagi Hasil/laba
Mudharabah Muthalaqah
Lainnya ( Modal ) Prinsip Jual Beli
Prinsip Ijarah
Jasa Keuangan : Wakalaf, Kafalah, Sharf Agen : Mudharabah Muqayaddah Pendapataan Berbasis
Imbalan (Fee Base
Income)
Pendapatan Mudharabah Muthalaqah
Sewa Netto
Margin
Bagi Hasil
Laporan Laba rugi
Sumber: Wiroso; 2005
(45)
a. Produk Pembiayaan 1) Equity Financing
Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu:
a) Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)
Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk sebuah perusahaan (Syirkah al Inan) sebagai sebuah Badan Hukum
(legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi (Voting Right) perusahaan sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan secara proporsional dengan kontribusi modal masing-masing atau sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan mengalami kerugian, maka kerugian itu juga dibebankan secara proporsional kepada masing-masing pemberi modal. Aplikasinya dalam perbankan terlihat pada akad yang diterapkan pada usaha atau proyek di mana bank membiayai sebagian saja dari jumlah kebutuhan investasi atau modal kerjanya, selebihnya dibiayai sendiri oleh nasabah. Akad ini juga diterapkan pada sindikasi antar bank atau lembaga keuangan.
Dalam kontrak tersebut, salah satu pihak dapat mengambil alih modal pihak lain sedang pihak lain tersebut menerima kembali modal mereka secara bertahap. Inilah yang disebut dengan Musyarakah al Mutanakishah. Aplikasinya dalam perbankan adalah pada pembiayaan proyek oleh bank bersama nasabahnya atau bank dengan lembaga keuangan lainnya, di mana bagian dari bank atau lembaga keuangan
(46)
diambil alih oleh pihak lainnya dengan cara mengangsur. Akad ini juga dapat dilaksanakan pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil, sedangkan usahanya berjalan terus dengan modal yang tetap.
b) Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Kontrak mudharabah adalah juga merupakan suatu bentuk equity financing, tetapi mempunyai bentuk yang berbeda dengan musyarakah. Di dalam mudharabah, hubungan kontrak bukan antar pemberi modal melainkan antara penyedia dana
(Shahib al Maal) dengan entrepreneur (Mudharib). Di dalam kontrak mudharabah, seorang mudharib (dapat perorangan, rumah tangga perusahaan atau suatu unit ekonomi) memperoleh modal dari unit ekonomi lainnya untuk tujuan melakukan perdagangan atau perniagaan. Mudharib dalam kontrak ini menjadi trustee atas modal tersebut.
Dalam hal obyek yang didanai ditentukan oleh penyedia dana, maka kontrak tersebut dinamakan Mudharabah al Muqayyadah. Dia menggunakan modal tersebut, dengan tujuan yang dinyatakan secara khusus, untuk menghasilkan keuntungan. Pada saat proyek sudah selesai, Mudharib akan mengembalikan modal tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh Shahib al Maal. Bank dan lembaga keuangan dalam kontrak ini dapat menjadi salah satu pihak. Mereka dapat menjadi penyedia dana (Mudharib) dalam hubungan mereka dengan para penabung, atau dapat menjadi penyedia dana (Shahib al Maal) dalam hubungan mereka dengan pihak yang mereka beri dana.
(47)
2) Debt Financing
Kalimat Al Qur'an "… Allah menghalalkan jual beli (al bai) dan melarang riba…" (Al-Baqarah: 275) menunjukkan bahwa praktek bunga adalah tidak sesuai dengan spirit Islam. Istilah jual-beli (al Bai') memiliki arti yang secara umum meliputi semua tipe kontrak pertukaran, kecuali tipe kontrak yang dilarang oleh syariah. Al Bai' berarti setiap kontrak pertukaran barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang (termasuk uang) dan jasa yang lain. Penyerahan jumlah atau harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan dengan segera (cash) atau dengan tangguh (deferred). Oleh karenanya syarat-syarat Al Bai' dalam Debt Financing
menyangkut berbagai tipe dari kontrak jual beli tangguh (Deferred Contract of Exchange) yang meliputi transaksi-transaksi sebagai berikut:
a) Prinsip Jual-beli
(1) Al Murabahah, yaitu kontrak jual beli di mana barang yang diperjual-belikan
tersebut diserahkan segera, sedang harga (baik pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara sekaligus (Lump Sum Deferred Payment). Dalam prakteknya, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan kewajiban membayar secara tangguh dan sekaligus.
(2) Al Bai' Bitsaman Ajil, yaitu kontrak al murabahah di mana barang yang
diperjual-belikan tersebut diserahkan dengan segera sedang harga atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara angsuran (Installment Deferred
(48)
Payment). Dalam prakteknya pada bank sama dengan murabahah, hanya saja kewajiban nasabah dilakukan secara angsuran.
(3) Bai' as Salam, yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang yang
diperjual-belikan dibayar dengan segera (secara sekaligus), sedangkan penyerahan atas barang tersebut dilakukan kemudian. Bai' as salam ini biasanya dipergunakan untuk produk-produk pertanian yang berjangka pendek. Dalam hal ini, bank bertindak sebagai pembeli produk dan menyerahkan uangnya lebih dulu sedangkan para nasabah menggunakannya sebagai modal untuk mengelola pertaniannya. Karena kewajiban nasabah kepada bank berupa produk pertanian, biasanya bank melakukan paralel salam yaitu mencari pembeli kedua sebelum saat panen tiba.
(4) Bai' al Istishna', hampir sama dengan bai' as salam yaitu kontrak jual beli
dimana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tetapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli akan diproduksi (manufactured) dan diserahkan kemudian. Dalam prakteknya bank bertindak sebagai penjual (mustashni' ke-1) kepada pemilik/pembeli proyek (bohir) dan mensubkannya kepada kontraktor (mustashni' ke-2).
b) Prinsip sewa-beli
Sewa dan sewa-beli (Ijarah dan Ijara wa Iqtina) oleh para ulama, secara bulat dianggap sebagai model pembiayaan yang dibenarkan oleh syariah Islam. Model ini secara konvensional dikenal sebagai lease dan financing lease. Al
(49)
Ijarah atau sewa, adalah kontrak yang melibatkan suatu barang (sebagai harga) dengan jasa atau manfaat atas barang lainnya. Penyewa dapat juga diberikan options untuk membeli barang yang disewakan tersebut pada saat sewa selesai, dan kontrak ini disebut Al Ijarah wa Iqtina', di mana akad sewa yang terjadi antara bank (sebagai pemilik barang) dengan nasabah (sebagai penyewa) dengan cicilan sewanya sudah termasuk cicilan pokok harga barang.
c) Al Qard al Hasan
Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank dapat memberikan fasilitas yang disebut Al Qard al Hasan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah membolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya tetapi bank sama sekali dilarang untuk menerima imbalan apapun.
b. Produk Penghimpunan Dana
Bank syariah menjalankan fungsi-fungsi financing tersebut dalam kapasitasnya sebagai mudharib dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh dari para nasabah sebagai Shahib al Maal, yang menyimpan dan menanamkan dananya pada bank melalui rekening-rekening sebagai berikut:
(50)
1) Rekening Koran
Jasa simpanan dana dalam bentuk rekening koran diberikan oleh bank Islam dengan prinsip Al Wadi'ah yad Dhamanah, di mana penerima simpanan bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan tersebut. Dengan prinsip ini, bank menerima simpanan dana dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dengan kebebasan mutlak untuk menariknya kembali sewaktu-waktu. Jadi, Bank memperoleh ijin dari nasabah untuk menggunakannya selama dana tersebut mengendap di bank. Nasabah sewaktu-waktu dapat menarik sebagian atau seluruh saldo yang mereka miliki. Dengan demikian mereka memerlukan jaminan pembayaran kembali dari bank atas simpanan mereka. Semua keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan dana tersebut selama mengendap di bank adalah menjadi hak bank. Bank diperbolehkan memberikan bonus kepada nasabah atas kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian. Bank menyediakan cek dan jasa-jasa lain yang berkaitan dengan rekening koran tersebut.
Berdasarkan prinsip wadiah ini penerima simpanan juga dapat bertindak sebagai Yad al Amanah (tangan penerima amanah), artinya ia tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama hal itu bukan akibat kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan (terjadi karena faktor di luar kemampuan penerima simpanan). Penerapannya dalam perbankan dapat kita saksikan, misalnya dalam pelayanan safe deposit box.
(51)
2) Rekening Tabungan
Bank menerima simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali berikut kemungkinan memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip Wadi'ah. Bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, namun berbeda dengan rekening koran, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang berasal dari sebagian keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-jasa yang berkaitan dengan rekening tersebut.
3) Rekening Investasi Umum
Bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi dari dana mereka dalam bentuk rekening investasi umum berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank dapat menerima simpanan tersebut untuk jangka waktu 1, 3, 6, 12, 24 bulan dan seterusnya. Dalam hal ini bank bertindak sebagai Mudharib dan nasabah bertindak sebagai Shahib al Maal, sedang keduanya menyepakati pembagian laba (bila ada) yang dihasilkan dari penanaman dana tersebut dengan Nisbah tertentu. Dalam hal terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan keuntungan.
(52)
4) Rekening Investasi Khusus
Bank dapat juga menerima simpanan dari pemerintah atau nasabah korporasi dalam bentuk rekening simpanan khusus. Rekening ini juga dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah, tetapi bentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungannya biasanya dinegosiasikan secara kasus per kasus (mudharabah muqayyadah).
c. Produk Jasa-jasa 1) Rahn
Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain, dengan uang sebagai gantinya. Akad ini dapat digunakan sebagai tambahan pada pembiayaan yang beresiko dan memerlukan jaminan tambahan. Akad ini juga dapat menjadi produk tersendiri untuk melayani kebutuhan nasabah untuk keperluan yang bersifat jasa dan konsumtif, seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Lembaga keuangan tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang yang digadaikan tersebut.
2) Wakalah
Wakalah adalah akad perwakilan antara dua pihak. Dalam aplikasinya pada Perbankan Syariah, Wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan Letter of Credit
(L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di luar negeri (L/C ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.
(53)
3) Kafalah
Kafalah adalah akad jaminan satu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, akad ini terlihat dalam penerbitan garansi bank (Bank Guarantee), baik dalam rangka mengikuti tender (Bid bond), pelaksanaan proyek (Performance bond),
ataupun jaminan atas pembayaran lebih dulu (Advance Payment bond).
4) Hawalah
Hawalah adalah akad pemindahan hutang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Prakteknya dapat dilihat pada transaksi anjak piutang (Factoring). Namun kebanyakan ulama tidak memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas pemindahan hutang/piutang tersebut.
5) Jo'alah
Jo'alah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah.
6) Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran antara emas dengan perak atau pertukaran valuta asing, di mana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau dengan mata uang asing lainnya.
Muhammad Syafii Antonio, 2001: 175 Bank syariah sebagai lembaga keuangan dapat menerapkan prinsip ini, dengan catatan harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam beberapa hadits antara lain:
(54)
a. Harus tunai;
b. Serah terima harus dilaksanakan dalam majelis kontak;
c. Bila dipertukarkan mata uang yang sama harus dalam jumlah/kuantitas yang sama.
2.4. Keterbukaan Informasi
Masyarakat sebagai salah satu bagian dari pelaku ekonomi, dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat sebagai akibat perkembangan dari teknologi informasi, telah mempengaruhi perilakunya sebagai pelaku ekonomi. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Soemitro Djojohadikusumo dalam Sulaiman Effendy (2005) bahwa:
...dalam proses pengambilan keputusan para pelaku ekonomi mengandalkan
pengalaman dan pengetahuannya dari masa lalu dan masa kini, perkiraan-perkiraan yang akan terjadi di masa mendatang ditambah dengan segenap informasi data yang sekarang tersedia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa informasi yang tersedia tentang kondisi sektor perbankan, dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil yang berkaitan dengan dengan kepercayaannya kepada bank.
Peranan bank yang sangat strategis dalam perkembangan ekonomi, sehingga perlu diperhatikan dan dijaga kontinuitas usahanya, dengan meningkatkan kemampuan menggali sumber dana masyarakat. Untuk itu perlu didukung oleh instrumen yang efektif yang dapat memotivasi masyarakat menyimpan uangnya
(55)
di bank. Instrumen tersebut diantaranya adalah (a) adanya jaminan keamanan atas simpanan masyarakat, (b) tingkat pengembalian yang stabil dan kompetitif, (c) pelayanan yang baik dan (d) informasi yang tersedia tentang perkembangan industri perbankan.
Motivasi masyarakat mempercayakan dananya di bank tentunya selain mengharapkan mendapatkan keuntungan, juga mengharapkan adanya jaminan keamanan atas simpanan masyarakat secara hukum. Perilaku seseorang pada saat tertentu biasanya ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat, yaitu rasa aman. Kerangka kekuatan kebutuhan manusia telah dikembangkan oleh Abraham Maslow, yang dikenal dengan Hirarki Kebutuhan Maslow – fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan dan perwujudan diri. Dikatakan bahwa “Kebutuhan rasa aman yang berada pada alam sadar cukup jelas dan sangat umum diantara semua orang pada umumnya”. Sedangkan Paul Hersey mengutip pendapat dari Soul W. Gellerman
dalam Sulaiman Effendy (2005) dikatakan bahwa “Semua orang memiliki keinginan untuk terbebas dari bahaya yang mengancam kehidupannya, yaitu kecelakaan, peperangan dan ketidakpastian ekonomi”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap individu maupun kelompok sangat membutuhkan rasa aman, tanpa kecuali kebutuhan rasa aman yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya.
Instrumen berikutnya yang memberikan pengaruh sangat besar terhadap berbagai kondisi ekonomi yaitu tingkat bunga. Wasis, dalam Nanang Sasongko (1999) mengatakan bahwa “Tingkat bunga yang tinggi akan dapat menarik
(56)
masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank, karena para pemilik dana mengharapkan keuntungan dari dana yang disimpan di bank”. Sedangkan Budiono
dalam Sualiman Effendi (2005) mengatakan bahwa “Tingkat bunga adalah harga dari penggunaan uang yang dapat dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu”. Dengan demikian bahwa tingkat bunga yang tinggi masih efektif dijadikan sebagai instrumen dalam meningkatkan mobilisasi dana masyarakat. Seperti halnya yang diungkapkan Soemitro Djojohadikusumo, dalam
Nanang Sasongko (1999) tentang pelaku ekonomi yang memiliki perilaku rasional, yaitu “Perilaku ekonomi (economic behaviour) pada dasarnya bersifat rasional, artinya para pelaku ekonomi bersikap rasional di dalam mengadakan pilihan ekonomi dan mengambil keputusan ekonomi”. Sikap ini tercermin dari perkembangan simpanan masyarakat bila dibandingkan dengan perkembangan jumlah nasabah. Dimana pada tahun 1997 di mana perekonomian Indonesia sedang dilanda krisis dan langkah berani dari BPPN dengan melikuidasi 16 bank umum swasta nasional, yang dilanjutkan dengan program beku operasi atau pengambil alihan operasional. Namun demikian minat masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank masih tetap tinggi, yaitu memanfaatkan tingkat bunga deposito yang cukup tinggi (67% per bulan tahun 1997/1998), walaupun jika dilihat jumlah orang (nasabah) mengalami penurunan. Kondisi ini membuktikan masih berlakunya teori Keynes bahwa “Bunga uang ditentukan oleh preferensi likuiditas, yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat bunga merupakan imbalan atau kontraprestasi yang diberikan oleh bank kepada
(57)
penyimpanan dana. Suku bunga yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk menghemat pengeluaran konsumsinya dan menyimpan bagian yang lebih dari aktiva totalnya dalam bentuk aktiva yang memberikan penghasilan.
Kepercayaan masyarakat terhadap bank tidak terlepas dari masalah Ketersediaan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan. Tindakan atau pengambilan keputusan secara rasional didasarkan pada pengalaman dan informasi yang diperoleh. Kondisi perilaku masyarakat yang semakin kritis, menuntut peranan Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia dan pihak perbankan syariah sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan informasi, dapat secara aktif mensosialisasikan setiap perubahan kebijakan tentang perbankan khususnya kebijakan mengenai perbankan syariah, sehingga masyarakat dapat mengetahui dan mengikuti perkembangan perbankan, baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah dengan baik, khususnya yang terkait dengan tingkat kesehatan bank. Dengan demikian informasi dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank.
Marshall B. Romney dan Paul John Steinbart (2004: 12) menyebutkan bahwa informasi dianggap berguna jika memiliki antara lain:
a. Relevan: informasi dikatakan relevan jika mengurangi ketidakpastian, memperbaiki kemampuan pengambil keputusan untuk membuat prediksi, mengkonfirmasikan atau memperbaiki ekspektasi mereka sebelumnya.
b. Handal : dikatakan handal jika bebas dari kesalahan atau penyimpangan, dan secara akurat mewakili kejadian atau aktivitas organisasi.
c. Lengkap: lengkap jika tidak menghilangkan asprk-aspek penting dari kejadian yang merupakan dasar masalah.
(58)
d. Tepat waktu: informasi tepat waktu jika diberikan pada saat yang tepat untuk memungkinkan pengambilan keputusan.
e. Dapat dipahami: informasi dapat dipahami jika disajikan dalam bentuk yang dapat dipakai dan jelas.
f. Dapat diverifikasi: informasi dapat diverifikasi, jika dua orang dengan pengetahuan yang baik, bekerja secara independen dan masing-masing akan mengahasilkan informasi yang sama.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (PSAK No. 1 Tahun 2002) disebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah
“untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka”.
Secara umum dalam PSAK No. 1 tersebut dinyatakan bahwa komponen laporan keuangan terdiri dari sebagai berikut:
a. Neraca.
b. Laporan Laba – rugi.
c. Laporan Perubahan Ekuitas. d. Laporan Arus kas.
e. Catatan atas laporan keuangan.
Dalam PSAK No. 59 Tahun 2002 disebutkan bahwa sesuai dengan karakteristik laporan keuangan bank syariah meliputi antara lain:
a. Laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan bank syariah sebagai investor beserta hak dan kewajibannya, yang dilaporkan dalam:
a. Laporan posisi keuangan. b. Laporan laba rugi.
c. Laporan arus kas.
d. Laporan perubahan ekuitas.
b. Laporan Keuangan yang mencerminkan perubahan dalam investasi terikat yang dikelola oleh bank syariah untuk kemanfaatan pihak-pihak lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi yang dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat.
(59)
c. Laporan keuangan yang mencerminkan peran bank syariah sebagai pemegang amanah dana kegiatan sosial yang dikelola secara terpisah, yang dilaporkan dalam:
a. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak dan shadaqah; dan
b. Laporan sumber dan penggunaan dana qurdhul hasan.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) disebutkan pihak- pihak pemakai laporan keuangan antara lain:
a. Investor. b. Karyawan.
c. Pemberi pinjaman.
d. Pemasok dan kreditor usaha lainnya. e. Pelanggan.
f. Pemerintah. g. Masyarakat.
Selain tersebut di atas dalam PSAK No. 59 disebutkan pihak-pihak lain yang menjadi pemakai laporan keuangan Perbankan Syariah antara lain:
a. pemilik dana investasi yang berkepentingan akan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan investasi dengan tingkat keuntungan yang bersaing;
b. pembayar zakat, infak, dan shadaqah yang berkepentingan akan informasi mengenai sumber dan penyaluran dana tersebut; dan
c. dewan pengawas syariah yang berkepentingan dengan informasi tentang kepatuhan pengelola bank akan prinsip syariah.
Dalam kaitannya dengan fungsi bank syariah sebagai fungsi sosial, maka dalam Pasal 37 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 (Wiroso, 2005: 15), disebutkan bahwa:
Bank syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai penerima dana sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, hibah, dan menyalurkannya sesuai dengan syariah atas nama bank atau lembaga amil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah.
(1)
36. Bagaimana menurut anda proses dalam pembukaan produk dana pada bank syariah ?
(1) Sangat Lambat (2) Lambat (3) Biasa ( Rata -Rata ) (4) Cepat (5) Sangat Cepat
37. Bagaimana menurut anda proses pemberian pembiayaan pada bank syariah?
(1) Sangat Lambat (2) Lambat (3) Biasa ( Rata -Rata ) (4) Cepat (5) Sangat Cepat
38. Setujukah anda, bahwa dalam pemberian pembiayaan nasabah lebih tertarik dengan jangka waktu pencairan yang cepat dibandingkan dengan tingkat bunga/bagi hasil yang rendah.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
39. Secara keseluruhan, menurut pendapat anda bagaimana performance/ kinerja perbankan syariah dibandingkan dengan preformance / kinerja perbankan konvensional ?
(1) Lebih Jelek (2) Jelek (3) Sama (4) Baik (5) Lebih Baik
B.2. Keterbukaan Informasi
40. Bagaimana pendapat anda mengenai pernyataan bahwa Informasi umum tentang bank syariah dapat dengan mudah saya temukan melalui media cetak dan elektronik?
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
41. Setujukah anda bahwa Laporan keuangan bank merupakan informasi tentang kesehatan bank?
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
42. Setujukah anda dengan pernyataan “ saya tidak mengikuti laporan keuangan karena tidak mengerti “
(2)
43. Setujukah anda bahwa Informasi mengenai total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank syariah pada suatu periode dapat dengan mudah saya dapatkan di bank syariah.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
44. Apakah anda setuju Informasi mengenai total pembiayaan yang berhasil disalurkan oleh bank syariah selama periode tertentu dapat dengan mudah saya dapatkan di bank syariah.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
45. informasi mengenai perkembangan aset bank syariah selama periode tertentu dapat dengan mudah saya dapatkan di bank syariah.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
46. saya dapat dengan mudah mengetahui / mendapatkan informasi mengenai zakat yang disalurkan oleh perbankan syariah.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
47. Setujukah anda dengan pernyataan bahwa nasabah hanya butuh informasi mengenai porsi bagi hasil?
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
B. 3. Kompatibilitas
48. Bank syariah identik dengan sistem bagi hasil.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
49. Setujukah anda dengan pernyataan bahwa sistem bagi hasil hanya cocok / sesuai untuk bank syariah.
(3)
50. Bank syariah sesuai dengan kondisi masyarakat indonesia.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
51. Bank syariah tidak hanya untuk umat islam.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
52. Bagi hasil yang ditentukan oleh bank syariah tidak sesuai dengan yang dijanjikan
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
B.4. Kompleksitas
53. Dengan menabung di bank syariah maka penabung juga sekaligus bersedekah.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
54. Dengan menabung / menyimpan dana di bank syariah maka penabung secara tidak langsung ikut membantu mengatasi masalah sosial seperti kemiskinan.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
55. Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah hanya ditujukan pada investasi yang bersifat halal.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
56. Tidak semua transaksi yang dapat dilakukan pada bank konvensional dapat dilakukan pada bank syariah.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
(4)
B.5. Triabilitas
57. Informasi mengenai prinsip syariah sulit saya dapatkan
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
58. sosialisasi mengenai prinsip syariah masih jarang dilakukan.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
59. Jumlah bank syariah masih sangat sedikit
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
60. Informasi mengenai produk bank syariah sulit didapatkan.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
C. Produk Bank Syariah
PETUNJUK :
Berilah tanda silang ( X ) pada salah satu angka ( 1 s/d 5 ) yang ada pada masing-masing pernyataan berikut ini. Semakin kecil angka yang anda pilih, maka semakin sesuai pernyataan tersebut dengan sikap ataupun pendapat anda.
C.1. Produk Dana
61. Apakah anda tahu mengenai produk giro bank syariah ?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
62. Apakah anda tahu mengenai tabungan bank syariah ?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
63. Apakah anda tahu mengenai deposito bank syariah ?
(5)
C.2 Produk Pembiayaan
64. Apakah anda mengetahui produk Mudharabah ?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
65. Apakah anda mengetahui produk Musyarakah?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
66. Apakah anda mengetahui produk Murabahah?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
67. Apakah anda mengetahui produk Salam?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
68. Apakah anda mengetahui produk Istishna?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
69. Apakah anda mengetahui produk Ijarah?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
C.3. Produk Jasa
70. Apakah anda tahu mengenai produk Hawalah ?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
71. Apakah anda tahu mengenai produk Wakalah ?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
72. Apakah anda tahu mengenai produk Kafalah ?
(6)
73. Apakah anda tahu mengenai produk Rahn ?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
74. Apakah anda tahu mengenai produk Qardh ?
(1) Sangat Tidak Tahu (2) Tidak Tahu (3) Kurang Tahu (4) Tahu (5) Sangat Tahu
75. Apakah anda ingin menabung pada bank syariah?
(1) Sangat Tidak Ingin (2) Tidak Ingin (3) Kurang Ingin ( Ragu-Ragu )
(4) Ingin (5) Sangat Ingin
76. Apakah anda ingin memperoleh pembiayaan dari bank syariah? (1) Sangat Tidak Ingin (2) Tidak Ingin (3) Kurang Ingin
( Ragu-Ragu )
(4) Ingin (5) Sangat Ingin
77. Apakah anda setuju bahwa promosi mengenai produk-produk perbankan syariah jarang dilakukan.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
78. Bagaimana pendapat anda tentang produk – produk perbankan syariah belum semua mampu memenuhi kebutuhan transaksi perbankan yang nasabah butuhkan.
(1) Sangat Tidak Setuju (2) Tidak Setuju (3) Kurang setuju (4) Setuju (5) Sangat Setuju
79. Bagaimana tanggapan anda dengan pendapat bahwa Istilah yang digunakan pada produk perbankan syariah membingungkan.