Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan metode membaca al-Qur’an memang banyak, seperti Iqra’, Qirâ’ati, Al-Bayan, An-nur, dan lainnya. Pada tahun 1988 Metode Iqra’ yang disusun oleh As’ad Humam dari Kotagede Yogyakarta dan dikembangkan oleh AMM Angkatan Muda Masjid dan Mushala Yogyakarta, semakin menyebar secara merata di Indonesia, ada pula metode Qirâ’ati ditemukan KH. Dachlan Salim Zarkasy i yang disebarkan sejak awal 1970an, memungkinkan anak-anak mempelajari al-Qur’an secara cepat dan mudah . Pada masa awal Islam di Indonesia, metode pengajaran baca tulis al- Qur’an menggunakan metode bagdadiyah disebut juga dengan metode eja, berasal dari Baghdad masa pemerintahan Khalifah Bani Abbasiyah. Tidak tahu dengan pasti siapa penyusunnya dan telah seabad lebih berkembang secara merata di tanah air. Materi-materinya diurutkan dari yang mudah ke yang sukar, dan dari yang umum sifatnya kepada materi yang terinci khusus. Beberapa kekurangan qoidah bagdadiyah antara lain: Qoidah Bagdadiyah yang asli sulit diketahui, karena sudah mengalami modifikasi kecil, penyajian materi terkesan menjemukan dan memerlukan waktu yang lama untuk mampu membaca al-Qur’an. 1 1 Qashtalhikmah, Macam-Macam Metode Pembelajaran Al-Qur’an, artikel diakses pada 10 Maret 2010 dari http:qashtalhikmah.blogspot.com201001macam-macam-metode - pembelajaran-al-Qur’an.html 1 Munculnya beragam metode pembelajaran diperlukan metode yang efektif dan efesien seperti 8 jam bisa membaca al-Qur’an, 10 jam bisa membaca al-Qur’an. Akan tetapi yang terjadi saat ini adalah kurangnya minat belajar membaca al-Qur’an dengan baik dan bertajwid di kalangan umat Islam Indonesia, dan mereka mencari jalan pintas untuk cepat membaca al-Qur’an tanpa aturan tajwid, oleh karena itu pengetahuan tentang cara-cara membaca al-Qur’an dengan baik dan benar sangat diperlukan yang sesuai dengan petunjuk al-Qur’an. Maka dalam menghadapi tantangan hidup, umat Islam berusaha mengharapkan petunjuk dan pedoman dari apa yang diatur dalam al-Qur’an, selain itu Allah juga membenarkan bahwa al-Qur’an diturunkan ke dalam hati Nabi Muhammad, agar dia menjadi hamba-Nya yang mampu memberikan petunjuk dan peringatan kepada seluruh umatnya. Sebagaimana firman Allah SWT : ☺ ☺ ☺ ☺ Artinya : ”Dan supaya Aku membacakan al-Qur’an kepada manusia. Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk, Maka Sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk kebaikan dirinya, dan barangsiapa yang sesat Maka Katakanlah: Sesungguhnya Aku ini tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan. QS. An-Naml: 92 Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini menerangkan tentang Nabi Muhammad yang diperintahkan oleh Allah, agar membaca untuk dirinya sendiri dan seluruh umatnya, Nabi pula diutus oleh Allah untuk menyampaikan kabar gembira dan hanya memberi peringatan kepada orang- orang yang enggan memperhatikan tuntunan al-Qur’an sehingga mereka sesat. Allah tidaklah rugi dengan kesesatan mereka, mereka sendirilah yang rugi, dan para Rasul itu tidak dapat memberi mereka petunjuk. 2 Ada juga pendapat dari Hasbi Ash-Shidieqi, mengenai ayat ini yaitu Nabi Muhammad diperintahkan untuk membaca al-Qur’an pada sebagian malam dan sebagian siang hari, agar terbukalah rahasia yang terpendam di dalamnya dan kemudian dilimpahi rahmat Ilahi, barang siapa yang mengikuti Rasulallah, mengambil petunjuknya, beriman kepada Allah dan agamaNya, maka mereka berada dijalan yang lurus dan dijauhi dari siksa Allah di dunia dan azab Allah di akhirat nanti. Dan barang siapa menyimpang dari jalan yang lurus karena mendustakan Rasulallah dan agamanya, maka mereka sendiri yang memikul resikonya. 3 Sedangkan menurut Hamka, Nabi Muhammad melaksanakan perintah Tuhan agar menjadi seorang yang berserah diri, lalu membacakan al-Qur’an untuk umatnya. Maka barang siapa yang mencari petunjuk, mereka adalah pencari petujuk untuk dirinya sendiri, hidup di dunia harus ada petunjuk, jika tidak ada maka akan tersesatlah dalam perjalanan itu, petunjuk-petunjuk yang diberikan kepada Allah dengan perantaraan Rasul ialah untuk keselamatan manusia dunia dan akhirat, jika di langgarnya petunjuk itu, yang akan celaka adalah mereka juga. 4 2 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbas: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, Lentera Hati, November 2002, cet ke- 1, h. 292-293 3 Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiedieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An- Nuur, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2000 cet ke- 4, h. 3036-3037 4 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta, Pustaka Panji Mas, 1984, juz 20, cet: agustus 1999, h. 39-40 Dengan memperhatikan penafsiran-penafsiran di atas, telah jelas bahwa siapa yang memperoleh petunjuk maka janganlah dia merasa telah memberi jasa kepada Allah, karena manfaat perolehan petunjuk itu, kembali kepada dirinya sendiri dan siapa yang sesat, maka hendaklah dia mengetahui bahwa rasul tidak mampu memberinya petunjuk, tetapi beliau hanya memberi peringatan, sebagaimana para rasul yang lalu yang memberi peringatan kepada umat-umatnya, mereka tidak dapat memberi petunjuk sehingga Allah membinasakan orang-orang yang sesat. Sebagai kitab pedoman, al-Qur’an harus dibaca dengan benar, harus dengan tartil sebagaimana telah dicontohkan oleh malaikat Jibril yang membawanya kepada Rasul, seperti dalam al-Qur’an di sebutkan Artinya : ⌧ ”Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan- lahan.” QS. Al-Muzzammil, 73:4 Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menjelaskan tentang, selain dari mengerjakan shalat malam, baik dari dua pertiga malam, atau separuh malam ataupun sepertiga malam, dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan yaitu bacalah al-Qur’an itu tidak tergesa-gesa, cara itu akan membantu seseorang dalam memahami al-Qur’an dan mentadaburinya dan cara seperti inilah yang dilakukan Rasul. 5 5 Muhammad Nasib Rifai, Kemudahan Dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Gema Insani Press, 2000, Jilid 4, h 838-839 Sedangkan Menurut Hasbi Ash-Shidieqi, beribadahlah separuh malam atau kurang sedikit dari itu yakni sepertiga malam atau lebih sedikit itu, yakni dua pertiga malam, Bacalah al-Qur’an dengan perlahan-lahan agar dapat lebih memahami maknanya dan memperhatikan isinya. Perintah ini ditujukan kepada Nabi dan ummatnya, perintah Allah kepada Nabi agar melaksanakan tugas ini, karena beliau akan memikul beban yang berat. 6 Maksud ayat ini ialah agar membaca al-Qur’an dengan perlahan-lahan sehingga membantu pemahaman dan perenungan terhadap al-Qur’an. Demikianlah cara Nabi SAW membaca al-Qur’an. Sebagaimana dijelaskan Aisyah R.A bahwa Rasullullah membaca al-Qur’an dengan tartil sehingga bacaan yang seharusnya dibaca panjang memang dibaca panjang. 7 Memperhatikan ayat di atas, telah jelas bahwa Allah menurunkan al- Qur’an agar dibaca oleh lidah-lidah manusia, didengarkan oleh telinga mereka, direnungkan oleh pikiran mereka, dan menjadi ketenangan bagi hati mereka, selain itu dianjurkan pula untuk mengerjakan shalat malam dan membaca al-Qur’an secara perlahan dan hati-hati, dan membaca dengan jelas huruf-huruf dan menjauhkan dari sikap berlebihan dalam melagukannya, sebab al-Qur’an bukan Kitab biasa namun ia adalah kalam Allah SWT, yang harus dihormati dan dimuliakan sesuai dengan kedudukannya. 8 Sebagaimana yang telah diketahui, mempelajari dan mengajarkan al- Qur’an merupakan ibadah, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : 6 Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiedieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An- Nuur, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2000 cet ke- 5, h. 4388-4389 7 Lihat Tafsir Qur’anil Azhim, h. 142 8 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur’an, Jakarta, Gema Insani Press, 1999, cet ke- 1, h. 225 ْﻢآﺮْﻴﺧ ْﻦﻣ ﻢﱠﻌﺗ ناْﺮﻘﻟْا و ﻪ ﱠ ” Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang suka mempelajari al- Qur’an dan mengajarkannya” , HR. Al-Bukhari. 9 Cara terbaik dalam mempelajari al-Qur’an yaitu berhadapan langsung antara guru dan siswa, tidak akan dapat seseorang membenarkan atau menyalahkan bacaan tanpa mendengarnya. Dalam membaca al-Qur’an terdapat kaidah-kaidah dalam pengucapan huruf hijaiyah hukum tajwid yang harus dimengerti dan dipahami oleh pembaca al-Qur’an tetapi pada prakteknya sering tidak diperhatikan, banyak yang hanya sekedar membaca tanpa mengetahui hukumnya. Untuk sebuah hasil yang baik harus ditentukan dengan metode membaca al-Qur’an, dari beragam metode tersebut, penulis hanya meneliti dua metode, yaitu metode Iqra’ dan metode Qirâ’ati, kedua metode ini secara realitas mampu mengontruksi cara baca al-Qur’an yang baik. Sehingga peserta didik dapat dengan mudah terampil membaca al-Qur’an secara fasih, lancar dan benar. Masing-masing metode tersebut memiliki perbedaan dan persaman. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis perlu melakukan perbandingan antara metode Qir’aati dengan metode Iqra’, untuk mengetahui persamaan sisi dari masing-masing metode. Dengan mengetahui persamaan dan perbedaan, seseorang dapat menentukan metode yang lebih tepat untuk diterapkan. Penentuan metode membaca al-Qur’an juga dapat mempengaruhi minat membaca al-Qur’an. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis 9 Shahih Bukhari, Fadhail Qur’an Bab 21, Beirut, Dar Fikr Juz 5. h. 131 memberi judul skripsi ini dengan “Metode Membaca Al-Qur’an, Studi Komparatif Metode Qirâ’ati dengan Metode Iqra’”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah