16 Obat dapat menembus kulit melalui dua cara yaitu:
a. Jalur transepidermal dibagi lagi menjadi jalur transselular dan jalur
interselular. Pada jalur transelular, obat melewati kulit dengan menembus secara langsung lapisan lipid stratum korneum dan sitoplasma dari keratinosit
yang mati. Jalur ini merupakan jalur terpendek, tetapi obat mengalami resistansi yang signifikan karena harus menembus struktur lipofilik dan
hidrofilik. Jalur yang lebih umum bagi obat untuk berpenetrasi melalui kulit adalah jalur interselularHadgraft, 2004.Jalur ini memegang peranan penting
dalam permeasi obat karena sebagian besar obat menembus stratum korneum melalui jalur ini, bagian interseluler atau celah antar sel stratum korneum
tersusun atas lipid bilayer Walters, et al., 2002. b.
Melalui pori, pada jalur iniobat berpenetrasi melalui ruang antar korneosit. Jalur melalui pori dapat dibagi menjadi jalur transfolikular dan
transglandular. Karena kelenjar dan folikel rambut hanya menempati sekitar 0,1 dari total luas kulit manusia, oleh karena itu kontribusi rute ini terhadap
penetrasi dianggap kecilMoser, et al., 2001. Tetapi, jalur transfolikular dapat menjadi jalur yang penting bagi penetrasi obat yang diberikan secara
topicalLademann, et al., 2003.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Obat Secara Transdermal 2.5.1 Faktor fisikokimia obat
Faktor-faktor fisikokimia obat yang dapat mempengaruhi pelepasan melalui kulit yaitu Prakash dan Thiagarajan, 2012:
Universitas Sumatera Utara
17 a.
Ukuran molekul dan berat molekul obat Ukuran molekul obat berbanding terbalik dengan penetrasi melalui kulit.
Molekul obat yang lebih besar dari 500 dalton memberikan masalah dalam pemberian perkutan. Berat molekul yang lebih kecil memberikan penyerapan
yang lebih baik. Jadi ukuran molekul obat tidak boleh terlalu besar supaya tidak menimbulkan masalah dalam penyerapan obat.
b. Koefisien partisi dan kelarutan
Koefisien partisi menentukan kelarutan atau difusi obat dalam sistem minyak dan air. Obat yang memiliki kelarutan yang baik dalam minyak dan air sangat
cocok untuk penyerapan perkutan, sebab kulit tersusun dari lipid bilayer sehingga obat larut dan bisa diserap, tetapi pada saat yang sama harus
memiliki sifat hidrofil untuk berdifusi kedalam kulit dalam lingkungan berair. Jadi obat harus memiliki koefisien partisi yang optimal. Koefisien partisi obat
dapat mengubah kelarutan obat dengan memodifikasi struktur kimia obat tanpa mempengaruhi aktivitas farmakologi obat.
c. Konsentrasi obat
Penyerapan obat melalui kulit merupakan difusi pasif. Obat bergerak dengan konsentrasi gradien yaitu dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan efek permeasi. d.
Kondisi pH pH molekul obat menentukan ionisasi obat pada permukaan kulit. Obat yang
tidak terionosasi memiliki penyerapan yang lebih baik daripada obat yang terionisasi , shingga pH memainkan peranan penting dalam menentukan
tingkat penetrasi obat.
Universitas Sumatera Utara
18
2.5.2 Karakteristik formulasi
Karakteristik formulasi juga dapat mempengaruhi permeasi molekul obat ke
dalam kulit, yaitu Lombry, et al., 2000:
a. Laju pelepasan obat
Laju pelepasan obat dipengaruhi oleh afinitas pembawa obat dan sifat fisikokimia obat seperti kelarutan obat, partisi antar muka obat dari formulasi
menentukan tingkat laju pelepasan obat. b.
Bahan tambahan Berbagai bahan polimer dalam formulasi dapat mempengaruhi pelepasan obat
atau permeasi obat melalui kulit dengan mengubah sifat fisikokimia obat atau fisiologi kulit.
c. Adanya peningkat penetrasi
Peningkat penetrasi digunakan untuk meningkatkan penyampaian obat melalui kulit. Dengan mengubah struktur kulit modifikasi fisikokimia dan
fisiologis dapat membuka pori-pori kulit untuk penyerapan. Peningkat penetrasi bisa berupa bahan kimia yang secara fisik dapat berinteraksi dengan
struktur kulit.
2.5.3 Kondisi fisiologis dan patologis kulit
Kondisi fisiologis dan patologis dari kulit dapat mempengaruhi pelepasan obat melalui kulit, antara lain adalah Ramteke, et al., 2012:
a. Hidrasi kulit
Hidrasi kulit menyebabkan pembengkakan stratum korneum kulit dan memberikan sifat fluiditas ke dalam kulit. Hidrasi juga dapat meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
19 kelarutan dan partisi obat ke dalam membran, sehingga perembesan molekul
obat menjadi lebih mudah melalui kulit yang terhidrasi. b.
Suhu kulit Peningkatan suhu kulit dapat meningkatkan penyerapan obat secara perkutan,
yaitu dengan cara fluidisasi lipid dan adanya vasodilatasi pembuluh darah pada kulit sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke kulit yang dapat
meningkatkan penyerapan melalui kulit. c.
Usia kulit Hal ini diasumsikan bahwa kulit muda dan kulit tua lebih permeabel
dibandingkan dengan kulit orang dengan usia pertengahan. d.
Aliran darah Perubahan sirkulasi perifer tidak mempengaruhi kenaikan penyerapan
transdermal. Aliran darah dapt meningkatkan gradien konsentrasi di kulit dan mengurangi waktu tinggal molekul obat dalam dermis.
e. Patologi kulit
Penyakit kulit dan cedera pada kulit menyebabkan pecahnya lapisan lipid dari stratum korneum yang mengubah penetrasi obat ke dalam kulit. Bahan
patogen dapat menyebabkan terganggunya lapisan kulit dan dapat membuat pori-pori pada kulit.
f. Tempat pemakaian
Kulit berbeda secara anatomi seperti ketebalan stratum korneum, jumlah folikel rambut dan luas permukaan kelenjar keringat. Perbedaan ini
tergantung pada tempat pemakaian pada kulit, orang ke orang dan spesies ke spesies, sehingga penyerapan juga berbeda.
Universitas Sumatera Utara
20 g.
Flora kulit dan enzim Berbagai enzim metabolisme dan mikroba yang terdapat pada kulit dapat
memetabolisme obat yang melewati kulit. Hanya sedikit obat dalam bentuk aktif yang mencapai sirkulasi di kulit, misalnya pemberian testosteron hanya
diserap 95 karena adanya metabolisme di kulit.
2.5.4 Karakteristik molekul obat yang cocok untuk diformulasi menjadisediaan transdermal
Obat-obatmolekul obat yang ideal sebagai sediaan transdermal harus memiliki syarat antara lain Mishra, 1998:
a. Koefisien partisi molekul obat harus tinggi
b. Memiliki kelarutan yang cukup, baik dalam minyak maupun ke dalam air
c. Obat harus bersifat non-ionik
d. Memiliki massa molekul yang rendah, yaitu lebih kecil dari 600 Da
e. Titik lebur partikel obat harus rendah 200
C f.
pH antara 5-9 g.
Dosis obat yang diberikan berkisar antara 10-15 mghari.
2.6 Peningkat Penetrasi Enhancer