90
Tetapi kalau diperhatikan dari tanda bacaan yang dimaksudkan tidak memberikan batasan tentang tanda bacaan yang bagaimana yang diinginkan oleh
suatu akta, apakah tanda bacaannya itu berupa huruf-huruf latin atau berupa huruf- huruf Arab dan sebagainya, tidak ada dijelaskan sehingga dapat dibuat suatu
gambaran ialah bahwa asal setiap tanda bacaan yang diperbuat oleh yang menginginkannya serta mengandung arti dan tujuan tertentu dapat dikategorikan ke
dalam suatu akta. Kenyataan ini mengingatkan kita kepada kegunaan pengetahuan kepada tulis
baca. Sekarang yang menjadi masalah kalau sekiranya orang yang berkeinginan
untuk membuat akta itu tidak mengerti membaca dan menulis, bagaimana pula bentuk akta yang akan dibuat khusus buat mereka.
Dengan demikian pengkhususan untuk mereka ini tidak diperlukan, cuma lagi dalam membuat sebuah akta, mereka harus menyerahkan kepada instansi yang
berwenang, baik itu Notaris maupun PPAT, dan setelah selesai dibuat Notaris atau PPAT, lalu Notaris atau PPAT tersebut membacakannya dan menerangkannya supaya
dimengerti oleh para pihak. Sebagai konsekwensi hal yang demikian maka dengan sendirinya unsur sepakat dan tidak mengandung paksaan dapat direalisasikan.
B. Membedakan Jumlah Hibah Antara Ahli Waris
Melindungi anak yang dalam keadaan lemah baik dalam bidang kesehatan, perekonomian dan lain sebagainya adalah merupakan kewajiban orang tua. Anak
yang lemah berhak mendapatkan perlindungan bukan saja dari orang tuanya, tetapi juga dari saudara kandungnya serta kaum muslimin pada umumnya. Kedudukan
Universitas Sumatera Utara
91
orang lemah sangat dilindungi dalam Islam. Ia tidak boleh dihina ataupun disengsarakan. Orang lemah dalam Islam berhak mendapatkan bagian dari zakat,
shadaqah, hibah, wasiat dan lain sebagainya. Berkenaan dengan ini Allah berfirman, yang artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapatkan bahagian.
131
Ayat tersebut menjelaskan bahwa harta yang dikeluarkan oleh orang kaya itu adalah milik orang miskin. Jadi harta yang ia keluarkan itu, sesungguhnya bukan
miliknya, melainkan milik orang miskin yang dititipkan Allah kepadanya. Allah SWT hendak menguji hambanya, apakah ia berkenan mengeluarkannya dalam bentuk
zakat, hibah atau tidak. Jika ia mau mengeluarkan zakatnya, Allah akan memberikan ganjaran pahala baginya, jika ia enggan mengeluarkannya, maka ia mengingkari
nikmat yang Allah berikan padanya. Kewajiban membantu orang lemah harus dilakukan secara terus-menerus dan
berkesinambungan, selama kondisi kelemahan itu masih melekat padanya Jika kelemahan tersebut tidak lagi terdapat padanya, maka kewajiban membantunya juga
tidak ada. Hal ini sesuai dengan bunyi kaidah: Hukum itu berputar bersama illatnya
132
dalam mewujudkan dan meniadakan hukum. Sifat lemah di sini bertindak sebagai illat, sedangkan kewajiban membatu
orang lemah adalah bertindak sebagai hukum yang lahir. Jika illat-nya hilang, maka hukumnyapun hilang, begitu sebaliknya.
131
Quran Surat Az Zariyat ayat 19.
132
Pengertian illat adalah alasan-alasan atau yang menjadi penyebab.
Universitas Sumatera Utara
92
Fuqaha telah Sepakat bahwa seseorang itu boleh menghibahkan seluruh hartanya kepada orang lain bukan ahli waris. Selanjutnya mereka berselisih
pendapat tentang orang tua yang mengutamakan pilih kasih terhadap sebagian anaknya atas sebagian yang lain dalam soal penghibahan sebagian atau seluruh
hartanya kepada sebagian anak. Menurut Malik, boleh membedakan pemberian hibah di antara anak-anak.
Jumhur fuqaha amsar negeri-negeri besar berpendapat bahwa hibah seperti itu makruh hukumnya. Tetapi apabila terjadi, maka sah pula.
133
Ahmad Rofiq berpendapat bahwa orang tua boleh melebihkan hibah kepada satu anak, asal dalam pemberian hibah tersebut, dilakukan secara musyawarah dan
atas persetujuan anak-anak yang ada. Ini penting, agar tidak terjadi perpecahan antara keluarga.
134
Sedangkan ulama Jumhur berpendapat, tidak wajib mempersamakan hibah antara anak kandung, melainkan hukumnya sunat saja.
Dalam masalah hibah barang, kalau ada orang tua yang menghibahkan dalam keadaan sakit, hibahnya dibatasi maksimal 13 saja dari keseluruhan harta yang
dimiliki. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Imran ibnu Husain yang menjelaskan tindakan Nabi SAW ketika lmran ibnu Husain memerdekakan enam orang hamba
dalam saat menjelang kematiannya, maka Rasulullah SAW memerintahkan agar dimerdekakan 13nya saja. Maka ia memerdekakan sepertiganya.
135
Dalam KHI Pasal
210 ayat
1 juga
dinyatakan seseorang
dapat menghibahkan
sebanyakbanyaknya 13 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
133
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 1995, hal. 472.
134
Ibid., hal. 473.
135
Ibid., hal. 474.
Universitas Sumatera Utara
93
Dalam masalah hibah barang, sebaiknya orang tua tidak membedakan pemberiannya di antara sesama anak. Tidak dihalalkan bagi seorangpun untuk
melebihkan sebagian anak-anaknya dalam hal pemberian di atas anak-anaknya yang lain, karena hal demikian akan menanamkan permusuhan dan memutuskan hubungan
silaturrahmi yang diperintahkan Allah untuk menyambungnya. Imam Ishak As Tsauri dan sebagian orang-orang Maliki berpendapat bahwa sesungguhnya melebihkan
sebagian anak-anak di atas sebagian yang lain itu perbuatan yang batil dan curang. Maka orang yang melakukan perbuatan itu hendaklah membatalkannya, karena Al
Bukhari pun telah menjelaskan hal ini.
136
Dalam hal ini ada sebuah hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda: Persamakanlah di antara
anak-anakmu di dalam pemberian. Seandainya aku hendak melebihkan seseorang, tentulah aku lebihkan anak-anak perempuan.
Orang-orang Hanafi, Syafi.i, Malik dan Jumhurul Ulama berpendapat bahwa mempersamakan di antara anak-anak itu sunat dan pelebihan di antara mereka itu
makruh walaupun dapat dijalankan. Mereka menjawab hadist An Numan Walaupun demikian, orang tua tetap diperbolehkan menghibahkan hartanya kepada seluruh
anak-anaknya dengan jumlah yang berbeda satu sama lain. Karena di dalam hibah itu sendiri, tidak ada ketentuan ukuran minimal dan maksimalnya. Syariat Islam
memberikan kebebasan penuh kepada pemilik harta untuk menentukan berapa jumlah hibah yang akan diberikannya dan kepada siapa hibah tersebut diserahkan, asalkan
didasarkan pada prinsip keadilan. Hanya saja dalam hibah barang ini, kalau orang tua membedakan jumlah hibah yang akan diberikan kepada anak-anaknya, perlu
diadakan musyawarah dengan seluruh anak kandung, agar tidak terjadi permasalahan
136
Ibid., hal. 474.
Universitas Sumatera Utara
94
yang tidak diinginkan dikemudian hari. Pelaksanaan musyawarah tersebut bukan merupakan perintah nash, tetapi hanya merupakan pertimbangan kemaslahatan
semata di antara keluarga. Selanjutnya, dalam masalah hibah manfaat, orang tua dibolehkan secara
mutlak memberikannya kepada anak tertentu saja dan tanpa memberikannya sama sekali kepada anak yang lain atas dasar pertimbangan keadilan. Dalam pemberian
hibah manfaat ini, tidak mesti jumlahnya sama antara sesama anak. Siapa yang dianggap paling membutuhkan, maka kepadanya diberikan seluruh manfaat yang
terdapat dalam harta milik orang tua tersebut. Dalam hibah manfaat, bendanya tetap milik orang tua, yang dihibahkannya
hanya manfaatnya saja. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi anak yang lain yang sudah mapan merasa dirugikan atau merasa diperlakukan tidak adil, karena zat benda
tersebut masih ada, yang dihibahkan adalah manfaatnya saja. Sebagai contoh, seseorang menghibahkan hasil dari seluruh perkebunannya kepada anak yang paling
kecil untuk kepentingan sekolahnya. Jika, kelak dia sudah berhasil menamatkan sekolahnya, maka manfaat harta tersebut kembali kepada orang tua. Dan jika orang
tuanya telah meninggal terlebih dahulu, maka manfaat harta tersebut, kembali kepada keluarganya.
Dalam masalah hibah manfaat ini, orang tua seharusnya menyediakan sebagian hartanya, baik berupa pertanian, perkebunan dan lain sebagainya sebagai
harta produktif bagi kepentingan anak-anaknya. Artinya, segala hasil yang didapat dari harta produktif tadi dapat dipergunakan oleh anak yang membutuhkan. Dana
Universitas Sumatera Utara
95
tersebut memang khusus disediakan bagi anak-anak yang dalam posisi lemah, baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang kesehatan. Harta produktif tadi sangat
penting keberadaannya bagi kehidupan keluarga. Sebab dengan adanya harta produktif tadi, kepentingan anak yang dalam keadaan membutuhkan dapat terlindungi
dengan tidak mengurangi harta benda milik orang tuanya. Yang dipakainya hanya hasil yang didapat dari harta produktif tadi, bukan dengan menjual sebagian harta
orang tuanya. Cara seperti ini sangat baik dikembangkan demi kemaslahatan kehidupan suatu rumah tangga.
137
Dengan demikian, pada umumnya hibah itu ada dua macam, yakni hibah barang dan hibah manfaat. Dalam hibah barang, orang tua dapat memberikannya
kepada sebagian anaknya dengan pertimbangan keadilan. Adil bukan berarti harus sama, namun disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak. Inilah
di antara ajaran kebijakan syariat Islam, dimana orang mendapatkan bagian dan perlindungan sesuai dengan kebutuhannya.
C. Pembatalan Akta Hibah Yang Diberikan Ketika Pemberi Hibah Dalam Keadaan Sakit Menurut Hukum Perdata
Dilihat dari pengertian hibah dapat dilihat beberapa hal yang dapat menjadikan suatu hibah batal, yaitu jika hibah itu meliputi benda–benda yang baru
akan ada di kemudian hari, jika penghibah memperjanjiakan bahwa ia tetap berusaha untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam
hibah, hika dibuat dengan syarat bahwa penerima hibah akan melunasi utang–utang
137
M. Hasballah Thaib, Op.Cit., hal. 92
Universitas Sumatera Utara
96
atau beban–beban lain dan jika penerima hibah belum dewasa danatau tidak cakap. Menurut ketentuan Pasal 1668 KUH Perdata pada asasnya sesuatu hibah tidak
dapat ditarik kembali maupun dihapuskan, kecuali: 1
Tidak dipenuhi syarat–syarat dengan mana hibah telah dilakukan, misalnya tidak diberikan berdasarkan akta otentik, pemberi hibah dalam keadaan sakit ingatan,
sedang mabuk, atau usia belum dewasa Pasal 913 KUH Perdata 2
Jika penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa penerima penghibah.
3 Apabila penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada
penghibah, setelahnya penghibah jatuh dalam kemiskinan.
138
Dalam hal pertama si penghibah dapat menuntut hibah kembali, bebas dari beban hipotek beserta hasil–hasil dan pendapatan yang diperoleh si penerima hibah
atas benda yang dihibahkan. Dalam hal yang kedua benda yang dihibahkan dapat tetap pada si penerima hibah, apabila sebelumnya benda–benda hibah tersebut telah
didaftarkan lebih dahulu. Apabila penuntutan kembali dilakukan oleh si pemberi hibah dan dikabulkan
maka semua perbuatan si penerima hibah dianggap batal. Tuntutan hukum terhadap si penerima hibah gugur dengan lewatnya waktu setahun terhitung mulai hari terjadinya
peristiwa yang menjadi alasan tuntutan itu, dan dapat diketahuinya hal itu oleh si pemberi hibah.
138
M. Idris Ramulyo. Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat Burgerlijk Wetboek. Jakarta: Sinar Grafika. 1993, hal. 59.
Universitas Sumatera Utara
97
Tuntutan hukum tidak dapat dilakukan oleh ahli waris si penghibah, kecuali apabila oleh si penghibah semula telah diajukan tuntutan ataupun orang ini telah
meninggal dunia di dalam satu tahun setela terjadinya peristiwa yang dituduhkan. Jumhur ulama berpendapat bahwa haram hukumnya menarik kembali hibah
yang telah diberikan, kecuali hibah seorang ayah kepada anaknya. Berdasarkan hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
Orang yang menarik kembali haknya adalah seperti seekor anjing yang muntah-muntah kemudian ia makan muntahannya itu kembali. Tidak halaltidak
boleh salah seorang kamu memberikan suatu pemberian kepada seseorang, kemudian dimintanya kembali, kecuali pemberian seorang ayah kepada anaknya.
139
Menyangkut hadits yang kedua harus dengan dengan suatu syarat. Pengembalian
tersebut adalah
karena kasih
sayang, cinta juga
karena ia
membutuhkannya, dan memang tujuannya untuk mencari pahala akhirat. Selain itu ada juga hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan Imam yang empat yaitu: Tidak halal bagi seorang Muslim memberi sesuatu pemberian kemudian ia menarik kembali pemberiannya itu, kecuali seorang
ayah yang memintanya kembali pemberian yang diberikan kepada anaknya.
140
Pemberian hibah yang diartikan sebagai umry dan atau ruquby dimana si penghibah yang memberikan hartanya dengan syarat, maka hukumnya batal, karena
memberikan jangka waktu akan sesuatu yang majhul tidak jelas, siapa yang lebih dahulu menghadapi kematian.
Jika terjadi semacam ini, maka harta adalah haknya yang menerima
139
Ibrahim Hoesein, Problematika Wasiat Menurut Pandangan Islam, Jakarta: Makalah pada seminar FHUI 15 April 1985, hal. 10.
140
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
98
pemberian seumur hidup tadi. Apakah si penerima mati lebih dahulu, atau si pemberi mati lebih dahulu. Jika si penerima pemberian lebih dahulu mati, maka harta tersebut
menjadi hak ahli waris yang menerima pemberian tersebut. Atau sebaliknya, si pemberi lebih dahulu meninggal, maka tetap harta milik hak ahli waris yang
menerima. Jadi pemberian seumur hidup ini, telah mutlak menjadi milik sang penerima pemberian, apabila ia meninggal, maka harta telah menjadi hak ahli
warisnya. Ini adalah salah satu pembatalan adat jahiliyyah sebelum Islam datang, karena
dulu kebiasaan adat jahiliyyah adalah memberikan penjagaan, pemanfaatan hartanya pada seseorang saudarateman, karib kerabat dengan seumur hidup dan memakai
syarat, kalau siapapun yang mati lebih dahulu, harta kembali kepada si pemberi tadi. Andaikan juga si pemberi berniat hanya untuk pemanfaatan saja, atau
penjagaan terhadap hartanya pada si penerima, maka hukumnya adalah hukum waqaf muabbad yaitu waqaf selamanya atau waqaf , muaqqat, dengan zaman tertentu.
Dalam masyarakat adat Jawa Barat terutama di desa Leuwi Liang dan Citeureup, suatu hibah dapat ditarik kembali apabila bertentangan dengan ketentuan–
ketentuan Hukum Adat dan Hukum Islam. Sebaliknya di daerah Cianjur, banjar, Ciamis, dan Cikenong, suatu hibah tidak dapat ditarik kembali meskipun utang
pewaris tidak dapat terlunasi dari kekayaan yang ditinggalkannya. Demikian pula di daerah Batujaya, Teluk Buyung, Pisang Sambo, Kecamatan Karawang dan
Indramayu apabila hibah tersebut berupa hibah mutlak maka hibah tersebut tidak
Universitas Sumatera Utara
99
dapat ditarik kembali.
141
Dengan demikian, pada dasarnya hukum adat mengatur tentang penarikan kembali hibah yang telah diberikan meskipun terdapat beberapa daerah yang
membolehkan penarikan kembali hibah. Menurut keputusan Mahkamah Agung tanggal 1 Maret 1972, Nomor. 827
KSip1971 menyatakan bahwa suatu hibah hanya dapat dibatalkan apabila dapat dibuktikan adanya unsur paksaan, kekhilafan atau penipuan pada waktu surat hibah
dibuat.
142
Oleh karena Mahkamah Agung telah memutuskan demikian maka putusan ini dapat dijadikan yurisprudensi dalam melakukan putusan terhadap kasus serupa
yang setelah putusan tersebut.
141
Eman Suparman. Intisari Hukum Waris Indonesia. Bandung: Mandar Maju. Bandung. 1995. hal. 83.
142
Ibid., hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN