Ahli Waris 1. KEDUDUKAN AHLI WARIS LAIN DARI HIBAH YANG DIBERIKAN

61 rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan terganggu agar semuanya berjalan menurut hukum. 96 Negara Hukum adalah negara yang tunduk pada hukum, peraturan-peraturan hukum berlaku pula bagi segala badan dan alat-alat perlengkapan negara. Negara hukum menjamin adanya tertib hukum dalam masyarakat yang artinya memberi perlindungan hukum pada masyarakat, antara hukum dan kekuasaan ada hubungan timbal balik.

B. Ahli Waris 1.

Pengertian Warisan Warisan berasal dari kata waris, yang berasal dari bahasa Arab, yaitu : warits, yang dalam bahasa Indonesia berarti ahli waris, yaitu orang yang berhak mewaris; dan pihak lain ada yang menamakannya Hukum Waris, Hukum Pusaka dan lain- lain. 97 Para fuqaha mendefinisikan hukum kewarisan Islam sebagai suatu ilmu yang dengan dialah dapat diketahui orang yang menerima pusaka, orang yang tidak menerima pusaka, serta kadar yang diterima, tiap-tiap ahli waris dan cara membaginya. 98 Definisi tersebut menekankan segi , orang yang mewaris, orang yang tidak mewaris, besarnya bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris, serta cara 96 Muktie, A. Fadjar. Tipe Negara Hukum. Malang: Bayumedia Publishing, 2005, hal. 71. 97 Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional, Jakarta: Tinta Mas, 1982, hal. 29. 98 Rachmad Budiono, Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 1. Universitas Sumatera Utara 62 membagikan warisan kepada para ahli waris. Definisi lain yang berkaitan dengan hukum kewarisan Islam disampaikan oleh Muhammad asy-Syarbini, yakni: Ilmu fiqhi yang berpautan dengan pembagian harta pusaka, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan mengenai bagian-bagian wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak pusaka. 99 Definisi di atas menekankan bahwa pembagian warisan, cara penghitungan dan ahli waris. Karenanya adalah ahli waris dzul faraid, sehingga penghitungan bagian masing-masing ahli waris dalam hukum kewarisan Islam mempunyai tingkat kerumitan tersendiri, maka definsi di atas menekankan cara penghitungan warisan tersebut. Kutipan-kutipan di atas merupakan rumusan-rumusan yang diberikan oleh para ahli agama tentang pengertian warisan, sebenarnya masih banyak lagi pendapat - pendapat para ahli agama mengenai warisan ini, walaupun berbeda-beda bunyinya, namun mempunyai maksud yang sa ma, yaitu: tentang cara peralihan atau penguasaan suatu harta benda pusaka yang ditinggalkan. Menurut sistem hukum Islam yang dimaksud dengan warisan atau harta peninggalan adalah sejumlah harta benda kekayaan pewaris dalam keadaan bersih, artinya setelah dikurangi dengan pembayaran hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh meninggalnya pewaris. Karenanya harta yang diterima oleh para ahli waris menurut sistem h ukum Islam dan sistem hukum adat itu benar-benar hak mereka yang 99 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Bandung: PT. Alma’arief, Jakarta, 1981, hal. 3. Universitas Sumatera Utara 63 bebas dari tuntutan kreditur pewaris. Sistem kewarisan Islam adalah sistem individual bilateral. Hal tersebut dikemukakannya atas dasar ayat-ayat kewarisan dalam Al-Qur’an antara lain seperti yang tercantum masing-masing dalam ayat 7,8,11, 12, 33 dan ayat 176 surat An-Nisa Q.S.IV, serta setelah sistem kewarisan atau sistem hukum waris menurut Al’Quran yang individual bilateral itu dibandingkan dengan sistem hukum waris individual bilateral dalam masyarakat yang bilateral, beliau menemukan beberapa hal yang baru yang merupakan ciri atau spesifikasi sistem hukum waris Islam menurut Al-Quran, yaitu : 1. Anak-anak si pewaris bersama-sama dengan orang tua si pewaris serentak sebagai ahli waris. Sedangkan dalam sistem hukum waris di luar Al-Qur’an hal itu tidak mungkin sebab orang baru mungkin menjadi ahli waris jika pewaris meninggal dunia tanpa keturunan mati punah, 2. Jika pewaris meninggal dunia tanpa keturunan maka ada kemungkinan saudara- saudara pewaris bertindak bersama-sama sebagai ahli waris dengan orang tuanya, setidaknya-tidaknya dengan ibunya. Prinsip di atas maksudnya ialah jika orang tua pewaris, dapat berkonkurensi dengan anak-anak pewaris, apabila dengan saudara-saudaranya yang sederajat lebih jauh dari anak-anaknya. Menurut sistem hukum waris di luar Al-Qur’an hal tersebut tidak mungkin sebab saudara si pewaris tertutup haknya oleh orang tuanya. 3. Bahwa suami isteri saling mewarisi, artinya pihak yang hidup paling lama menjadi ahli waris dari pihak lainnya. Universitas Sumatera Utara 64 Sistem kewarisan Islam menurut Al-Qur’an sesungguhnya merupakan perbaikan dan perubahan dari prinsip-prinsip hukum waris yang berlaku di negeri Arab sebelum Islam, dengan sistem kekeluargaannya yang patrilineal. Pada dasarnya sebelum Islam dikenal tiga prinsip pokok dalam hukum waris, yaitu: 1. Anggota keluarga yang berhak mewaris pertama adalah kaum kerabat laki-laki dari pihak bapak yang terdekat atau disebut asobah, 2. Pihak perempuan dan anggota keluarga dari garis ibu, tidak mempunyai hak waris. 3. Keturunan, yaitu anak, cucu, canggah, pada dasarnya lebih berhak mewaris dari pada leluhur pewaris, yaitu ayah, kakak, maupun buyutnya. Setelah Islam datang maka Al-Qur’an membawa perubahan dan perbaikan terhadap ketiga prinsip di atas sehingga pokok-pokok hukum waris Islam dalam Al- Qur’an sebagaimana ditentukan dalam surat An -Nisa ayat-ayat tersebut di atas.

2. Terbukanya Warisan

Ada tiga hal yang utama terbukanya suatu pewarisan yaitu : 1. Adanya pewaris 2. Adanya Harta warisan 3. Adanya Ahli waris. 100 Pewaris al-muwaris merupakan istilah untuk menyebut tentang orang yang meninggal, baik meninggalnya secara haki ki, berdasarkan putusan pengadilan hukmy 100 Sukris Sarmadi, Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif, Jakarta: Raja Grafindo persada, 1997, hal. 33. Universitas Sumatera Utara 65 ataupun berdasar sangkaan ahli taqdiry dengan meninggalkan harta peninggalan tirkah dan atau harta waris serta adanya ahli waris. Harta Waris al-Mauruts adalah sejumlah harta milik orang yang meninggal dunia pewaris setelah diambil sebagian harta tersebut untuk biaya-biaya perawatan jika ia menderita sakit sebelum meninggalnya, penyelenggaraan jenazah, penuaian wasiat harta jika ia berwasiat, dan pelunasan segala utang-utangnya jika ia berutang kepada orang lain sejumlah harta. Ahli Waris al-Warits secara definitif dapat dijabarkan dengan pemahaman tentang sejumlah orang yang mempunyai hubungan sebab-sebab dapat menerima warisan harta atau perpindahan harta dari orang yang meninggal tanpa terhalang secara hukum untuk memperolehnya. Keberadaan tentang pewaris, harta waris dan ahli waris oleh ulama faradiyun dianggap sebagai lingkaran kesatuan yang tak dapat dipisahkan dan menjadi asas yang fundamental rukun terjadinya kewarisan. Kematian seseorang dianggap sebagai sebab masa berlakunya hukum kewarisan seseorang jika ia meninggalkan sejumlah harta miliknya dan memiliki ahli waris. Hal ini merupakan kesepakatan seluruh para ulama dan menjadi ketentuan yang membedakan dengan hukum seperti doktrin hukum wakaf dan hibah yang hanya terjadi ketika seseorang hidup dalam rangka transaksi amal kebajikan keagamaan. Sedangkan wasiat walaupun masa berlakunya terjadi setelah kematian seseorang jika ia telah berwasiat tetapi ia juga bersyarat dengan adanya penunjukan wasiat ketika hidupnya. Jadi transaksi amal kebajikan keagamaan ini juga dianggap merupakan Universitas Sumatera Utara 66 peristiwa hidup seseorang yang manfaatnya terjadi setelah kematiannya. Maka perkara waris terjadi secara langsung sebagai perpindahan harta seseorang yang meninggal dengan meninggal harta kepada orang-orang yang berhak menerimanya tanpa adanya penunjukkan sebelumnya ketia ia hidup dan tanpa adanya upaya transaksi amal tertentu kepada orang lain sebagai perwujudan kehendaknya ataupun adanya kehendak orang lain. Hal ini merupakan titik temu sehingga perkara waris dianggap sebagai perkara ijbari, tanpa kehendak siapapun, hukum kewarisan berlaku setelah seseorang meninggal dunia jika ia meninggalkan harta tirkah dan ada yang berhak menerimanya, Para ulama faradiyun merincikan tentang kematian seseorang sehingga mengakibatkan terjadinya waris dengan peristiwa kematian yang bersifat hakiki, hukmy dan taqdiry. 101 Mati hakiki dapat dipahami sebagai kematian yang terjadi dengan segala sebab yang mengakibatkan ia mati sebagai orang yang pernah hidup. Kematian disini dianggap hal biasa dan pasti dialami oleh setiap orang. Istilah hakiki hanya menunjuk kepada pengertian bahwa kematian orang tersebut dapat dibuktikan secara nyata, dapat disaksikan secara faktual dengan segala ciri indikasi keadaan orang yang telah mati. Sedangkan segala sebab yang mengakibatkan ia mati tidaklah menjadi maksud dari istilah hakiki yang memfaktakan keberadaan seseorang apa adanya tanpa memperhatikan latar sebab kematiannya. Mati Hukmy merupakan kematian yang dipersangkakan secara yuridis oleh suatu lembaga hukum legal yang memintakan keputusan hukum. Istilah hukum hanya menunjuk sebagai hasil ketetapan keputusan lembaga hukum legal, yang diminta 101 Andi Tahir Hamid, Peradilan Agama dan Bidangnya, Jakarta: Sinar Grafika, 1994, hal. 23. Universitas Sumatera Utara 67 untuk menilai tentang keberadaan seseorang. Boleh jadi orang yang menjadi obyek penilaian tidak benar-benar mati tetapi memiliki fakta yuridis berdasar penilaian para hakim suatu lembaga hukum legal yang dalam konteks sekarang seperti di Indonesia adalah pengadilan Agama. Selain istilah harta waris al-Mauruts, di kalangan ulama faradiyun juga dikenal istilah lain yang mempunyai pengertian tersendiri dengan sebutan harta peninggalan tirkah yakni sejumlah harta orang yang meninggal dunia secara keseluruhan sebelum diambil untuk biaya-biaya perawatan sebelum meninggalnya, penyelenggaraan jenazah, penunaian hutang-hutang dan pembayaran wasiat. Harta tersebut masih tercampur dengan berbagai hak-hak lain. Dengan kata lain jika disebut tentang harta waris maka harta tersebut diambil dari tirkah setelah diambil berbagai hak yang terkait dengan penunaian peraturan keagamaan. Apa yang dimaksud dengan harta dapat dimengertikan dengan sekumpulan benda yang berujud seperti barang-barang berharga bernilai dan benda-benda tidak berwujud seperti berbagai macam hak. Benda-benda yang berujud tersebut seperti barang bernilai dapat berupa benda tetap, benda bergerak, piutang–piutang, denda. Sedangkan benda tak berwujud seperti bermacam hak dapat berupa hak kebendaan, hak monopoli untuk menggunakan sesuatu, hak menarik hasil dari suatu pertanian perkebunan dan hak yang bukan kebendaan yakni hak pilih dan hak syuf’ah, hak memberi kembali terhadap sesuatu benda.

3. Penghalang Warisan

Dalam Hukum Islam adapun yang menjadi sebab seseorang itu tidak mendapat warisan hilangnya hak kewarisanpenghalang mempusakai adalah disebabkan : Universitas Sumatera Utara 68 1. Karena halangan kewarisan, dan 2. Karena adanya kelompok keutamaan dan hijab. 102 ad. 1. Halangan kewarisan Dalam hal hukum kewarisan Islam, yang menjadi penghalang bagi seseorang ahli waris untuk mendapatkan warisan adalah disebabkan: a. Pembunuhan Perbuatan membunuh yang dilakukan oleh seseorang ahli waris terhadap si pewaris menjadi penghalang baginya ahli waris yang membunuh tersebut untuk mendapatkan warisan dari pewaris. Ketentuan ini didasarkan kepada Hadist Nabi Muhammad SAW dari Abu Hurairah menurut riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah yang mengatakan bahwa : seseorang yang membunuh tidak berhak menerima warisan dari orang yang dibunuhnya. 103 Hadist ini diterima oleh segenap pihak serta dipandang cukup kuat sebagai ketentuan khusus yang membatasi berlakunya ketentuan umum, yaitu ketentuan Al-Qur’an yang menentukan hak kewarisan. Pada dasarnya pe mbunuhan itu adalah merupakan tindak pidana kejahatan, namun dalam beberapa hal tertentu pembunuhan tersebut tidak dipandang sebagai tindak pidana dan oleh karena itu tidak dipandang sebagai dosa. Untuk lebih mendalami pengertiannya ada baiknya dikategorikan sebagai berikut : 1 Pembunuhan secara hak dan tidak melawan hukum, seperti : - Pembunuhan di medan perang, 102 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam Lengkap dan Praktis, Jakarta: Sinar Grafika, 1999, hal. 53. 103 Ibid., hal. 54. Universitas Sumatera Utara 69 - Melaksanakan hukuman mati - Membela jiwa, harta dan kehormatan. 2 Pembunuhan secara tidak hak dan melawan hukum tindak pidana kejahatan, seperti : - Pembunuhan - Pembunuhan yang tidak disengaja. 104 Tentang bentuk-bentuk pembunuhan yang menjadi penghalang untuk mendapatkan warisan ini, tidak ada kesamaan pendapat, dan pendapat yang berkembang adalah sebagai berikut : 1 Pendapat yang kuat di kalangan ulama Syafi’i bahwa pembunuhan dalam bentuk apapun menjadikan penghalang bagi si pembunuh untuk mendapatkan warisan, 2 Menurut Imam Maliki, pembunuhan yang menghalangi hak kewarisan hanyalah pembunuhan yang disengaja. 3 Menurut Imam Hambali, pembunuhan yang menghalangi hak kewarisan hak kewarisan adalah pembunuhan tidak dengan hak, sedangkan pembunuhan dengan hak tidak menjadi penghalang, sebab pelakunya bebas dari sanksi akhirat. 4 Menurut Imam Hanafi, bahwa pembunuhan yang menghalangi hak kewarisan adalah pembunuhan yang dikenai sanksi qishas, sedangkan pembunuhan yang tidak berlaku padanya qishas kalaupun disengaja seperti yang dilakukan oleh anak-anak atau dalam keadaan terpaksa tidak menghalangi kewarisan. 5 Ulama Syi’ah berpendapat bahwa yang menghalangi seseorang untuk mendapatkan hak kewarisan adalah pembunuhan dengan sengaja. Serta pembunuhan secara hak tidak menghalangi kewarisan. 104 Ibid., hal. 55 Universitas Sumatera Utara 70 6 Kelompok Khawarij berpendapat bahwa pembunuhan yang dilakukan baik dengan hak atau dengan tidak berhak tidaklah menghalangi seseorang untuk mendapatkan hak kewarisan. alasan mereka perihal kewarisan sudah ada ketentuannya dalam Al-Qur’an dan hadis tersebut tidak cukup kuat untuk membatasi umumnya keberlakuan ayat-ayat Al-Qur’an. Terhalangnya si pembunuh untuk mendapatkan hak kewarisan dari yang dibunuhnya, disebabkan alasan-alasan : 1 Pembunuhan itu memurus hubungan silaturrahmi yang menjadi sebab adanya kewarisan, dengan terputusnya sebab tersebut maka terputus pula musababnya. 2 Untuk mencegah seseorang mempercepat terjadinya proses pew arisan. 3 Pembunuhan adalah suatu tindak pidana kejahatan yang di dalam istilah agama disebut dengan perbuatan maksiat, sedangkan hak kewarisan merupakan nikmat, maka dengan sendirinya maksiat tidak boleh dipergunakan sebagai suatu jalan untuk mendapatkan nikmat. b. Karena Perbedaan berlainan agama Yang dimaksud dengan berlainan agama adalah berbedanya agama yang dianut antara pewaris dengan ahli waris, artinya seseorang Muslim tidaklah mewaris dari yang bukan muslim, begitu pula sebaliknya seseorang ya ng bukan muslim tidaklah mewaris dari seseorang muslim. Ketentuan ini didasarkan kepada bunyi sebuah hadist dari Usamah ibn Zaid menurut riwayat al-Bukh ari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah yang Universitas Sumatera Utara 71 artinya sebagai berikut :“Seseorang muslim tidak menerima warisan dari yang bukan muslim dan yang bukan muslim tidak menerima warisan dari seorang Muslim . “ Al-Bukhari, hal. 181. 105 Apabila pembunuhan dapat memutuskan hubungan kekerabatan hingga mencabut hak kewarisan, maka demikian jugalah halnya dengan perbedaan agama, sebab wilayah hukum Islam khususnya hukum waris tidak mempunyai daya berlaku bagi orang-orang non-muslim. Dalam Kompilasi Hukum Islam Pada Buku II Bab II, Pasal 173 menyebutkan bahwa terhalangnya seorang ahli waris untuk mewarisi kerabatnya adalah apabila dengan putusnya hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dihukum karena : 1 Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris, 2 Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukum yang lebih berat. Mengenai budak, para ulama sepakat tidak berlakunya waris-mewarisi kepada ahli warisnya, Allah telah membuat perumpamaan tentang seorang budak yang tidak dapat bertindak hukum terhadap sesuatupun ….. QS. 16 al-Nahal : 75. Dengan demikian, seorang budak adalah dalam status milik tuannya sehingga ia tak dapat mewarisi dan diwarisi. Oleh para ahli warisnya karena ia tidak mempunyai harta dan hak atas orang lain. ad. 2. Kelompok Keutamaan dan Hijab Sebagaimana hukum waris lainnya, hukum waris Islam juga mengenal pengelompokan ahli waris kepada beberapa kelompok keutamaan, misalnya anak lebih utama dari cucu, ayah lebih dekat lebih utama kepada anak dibandingkan 105 Ibid., hal. 57. Universitas Sumatera Utara 72 dengan saudara, ayah lebih dekat lebih utama kepada si anak dibandingkan dengan kakek. Kelompok keutamaan ini juga dapat disebabkan kuatnya hubungan kekerabatan, misalnya saudara kandung lebih utama dari saudara seayah atau seibu, sebab saudara kandung mempunyai dua garis penghubung yaitu dari ayah dan ibu sedangkan saudara sebapak dan seibu hanya dihubungkan oleh satu garis penghubung yaitu ayah atau ibu saja. Kelompok keutamaan ini sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam ketentuan Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 75 yang artinya berbunyi sebagai berikut: Dan orang yang kemudian beriman, dan berhijrah serta berjihad bersama kamu, mereka pun masuk golonganmu, tetapi orang yang bertalian kerabat, lebih berhak yang satu terhadap yang lain menurut hukum dalam Kitab Allah. Sungguh Allah mengetahui segala sesuatu. 106 Namun demikian perlu dicatat bahwa penentuan kelompok keutamaan dalam hukum waris Islam lebih dominan ditentukan oleh jarak hubungan ketimbang garis hubungan kekerabatan, dan oleh karena itu pula seorang keturunan ke bawah seperti anak dari si mati tidaklah lebih utama dibandingkan dengan seseorang garis ke atas seperti ayah dari si mati, sebab kedua mereka garis ke bawah dan garis ke atas mempunyai jarak yang sama dengan si mati, hal ini didasarkan kepada ketentuan ketentuan AL-Quran surat An-Nisa ayat 11 yang artinya berbunyi sebagai berikut : “ … orang tuamu dan putra-putramu, tiada kamu tahu siapa di antara mereka yang paling dekat kepadamu dalam kemanfaatan, ini adalah bagian-bagian yang 106 H.B. Jassin, Bacaan Mulia, Jakarta: Djambatan, 1991, hal. 75. Universitas Sumatera Utara 73 ditetapkan Allah, sungguh Allah Maha Tahu, Maha Bijaksana “. 107 Dengan adanya kelompok keutamaan di antara para ahli waris ini dengan sendirinya menimbulkan akibat adanya pihak keluarga yang tertutup terhalang atau terhijab oleh ahli waris yang lain, dengan demikian di dalam hukum waris Islam dikenallah, lembaga hijab. Dari uraian yang dikemukakan di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa lembaga hijab ini adalah terhalangnya seseorang ahli waris untuk menjadi ahli waris, disebabkan adanya ahli waris kelompok ahli waris yang lebih utama dari padanya.

C. Fungsi Hibah Dalam Melindungi Kepentingan Ahli Waris

Allah SWT mensyariatkan hibah itu kepada hambanya adalah pasti membawa kemaslahatan manfaat yang baik bagi manusia, khususnya memiliki fungsi dalam memberikan perlindungan bagi kepentingan antara ahli waris Beberapa fungsi tersebut antara lain:

1. Hibah Berfungsi Memberikan Pertolongan

Menolong orang-orang yang lemah adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang tidak boleh diabaikan. Hal ini telah ditegaskan Allah dalam firmannya, yang artinya: Dan saling tolong-menolonglah kamu atas kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong menolong atas dosa dan permusuhan. 108 Dalam ayat ini Allah menyuruh ummat manusia supaya saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan taqwa kepadaNya. Dalam hal ini memberikan 107 Ibid., hal. 103. 108 Al-Quran, Surat Al Maidah ayat 2. Universitas Sumatera Utara 74 sebagian harta kepada orang yang memerlukan, apakah dengan jalan shadaqah, hibah, wasiat dan sebagainya, termasuk dalam rangkaian pengertian tolong menolong dalam usaha kebaikan seperti yang terkandung dalam ayat tersebut di atas. 109 Pengertian menolong di sini bukan hanya menolong orang lain tetapi juga temasuk menolong keluarganya termasuk para ahli warisnya sendiri, sebab di antara anak itu sendiri ada yang memiliki kondisi kehidupannya membutuhkan pertolongan. Orang yang dalam keadaan lemah, berhak mendapat pertolongan, baik yang datangnya dari orang lain, saudara kandung, terlebih dari orang tuanya sendiri. Jadi, setiap pemberian dalam bentuk dan jenis apapun yang diberikan kepada seseorang yang lemah adalah merupakan haknya sendiri, karena di dalam harta orang yang mampu terdapat sebagian milik orang yang lemah yang dititipkan Allah SWT sebagaimana yang dijelaskan dalam FirmanNya, yang artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian. 110 Oleh karena itu, kalau seandainya orang tua menghibahkan sebagian hartanya dalam rangka memberikan pertolongan kepada ahli warisnya yang lemah adalah sangat dibenarkan dalam Islam. Sebab harta pemberian orang tuanya itu adalah merupakan haknya, karena ia adalah tergolong orang yang lemah yang wajib mendapat pertolongan bukan saja dari orang tuanya, namun juga dari saudara kandungnya sendiri. Setiap ahli waris memang pantas diberi pertolongan melalui hibah, karena 109 M. Hasballah Thaib, Hukum Benda Menurut Islam, Medan: Universitas Dharmawangsa, Medan, 1992, hal. 89. 110 Adz Dzaariyat ayat 19. Universitas Sumatera Utara 75 sasaran hibah itu sendiri diperuntukkan kepada: 111 a. Karib kerabat b. Anak yatim c. Fakir miskin d. Orang yang musyafir e. Orang-orang yang meminta karena tiada kuasa berusaha sebab lemah, potong tangan dan lain sebagainya. Jelasnya bahwa hibah yang diberikan orang tua kepada seorang ahli waris yang lemah bukan berarti mengurangi bagian saudaranya yang mampu. Sebab hibah tersebut merupakan hak anak ahli waris yang lemah yang dititipkan Allah kepada orang tuanya. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi anak ahli waris yang mampu untuk memprotes pemberian hibah tersebut, karena hibah tersebut milik anak yang lemah bukan milik anak yang mampu. Seorang saudara yang mampu juga berkewajiban membantu setiap muslim yang lemah, terlebih terhadap saudara kandungnya sebagaimana yang diisyaratkan dalam surat Al Maidah ayat 2 di atas. Allah SWT mensyariatkan hibah ini kepada hambanya semata-mata untuk kemaslahatan manusia itu sendiri, karena di dalam hibah itu berperan dan berfungsi dalam memberikan pertolongan dan perlindungan bagi kaum lemah. Anjuran melaksanakan hibah ini dapat dilihat dalam surat Ali Imran ayat 92, yang artinya: Kamu sekali-kali belum sampai kepada kebaktian yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Ayat di atas memberikan pengertian bahwa di antara kebaktian kepada agama 111 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992, hal. 372. Universitas Sumatera Utara 76 ataupun untuk mencapai kebaikan yang sempurna dalam agama, hendaknya rela memberikan sebahagian harta benda yang dimiliki kepada jalan yang diridhoi Allah SWT. Memberikan harta yang dicintai, apakah dengan jalan shadaqah ataupun dengan hibah dan sebagainya termasuk suatu kebaktian yang sempurna menurut pandangan agama Islam. 112

2. Hibah Berfungsi Menumbuhkan Rasa Cinta

Memberikan sesuatu kepada orang lain secara tulus tanpa mengharapkan imbalan sesuatu apapun, akan berfungsi menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang antara si penghibah dengan penerima hibah. Rasa cinta ini muncul dari kedua belah pihak. Penghibah merasa senang dapat memberikan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan, sementara penerima hibah merasa bahagia juga mendapat pemberian dari orang lain, terlebih pada saat-saat sedang membutuhkan. Akhirnya muncullah rasa hormat-menghormati, cinta-mencintai, hingga terjalin hubungan persaudaraan yang harmonis. Hibah menurut ajaran Islam dimaksudkan untuk menjalin kerja sama sosial yang lebih baik dan untuk lebih mengakrabkan hubungan antara sesama manusia. Islam, sesuai dengan namanya, bertujuan agar penganutnya hidup berdampingan secara damai, penuh kecintaan serta kasih sayang dan saling bantu dalam mengatasi kesulitan bersama atau pribadi. Untuk terciptanya hal tersebut, salah satu jalan yang dianjurkan Islam adalah hibah. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, yang 112 M. Hasballah Thaib, Op.Cit., hal. 90. Universitas Sumatera Utara 77 artinya: Saling memberi hadiah dan saling berkasih sayanglah kamu. 113 Dalam riwayat lain dari khalid bin Adiy, Nabi SAW mengatakan: .Jika salah seorang saudaramu seiman datang memberikan sesuatu secara baik tanpa berlebih lebihan dan tanpa mengharapkan sesuatu sebagai imbalan, maka terimalah pemberian tersebut; jangan kamu menolaknya, karena hal itu merupakan rejeki yang dialirkan Allah kepada kamu. 114 Dan dari Abu Hurairah berkata bahwa pernah Rasulullah bersabda: Saling memberi hadiahlah kamu, sesungguhnya yang demikian itu menghilangkan rasa dengki di antara kamu. Berdasarkan konteks hadist di atas menunjukkan bahwa dengan memberikan hadiah kepada seseorang, maka sifat dengki terhadap sesama secara perlahan-lahan akan hilang. Kalau sudah sifat dengki hilang dari seseorang, tentu akan tumbuh sifat kasih sayang antara sesama manusia. Setiap orang memiliki rejeki atau harta yang berbeda-beda antara manusia. Ada yang memiliki harta yang banyak, ada yang mendapat rejeki yang sedikit atau pada kasus lain bahwa masing-masing orang memiliki harta yang banyak, tetapi antara satu dengan yang lain memiliki harta yang berbeda jenisnya. Dalam posisi semacam ini, maka timbul rasa ketergantungan di antara sesama manusia. Artinya, seorang yang memiliki uang banyak akan membutuhkan beras yang dimiliki seorang petani. Sebaliknya seorang petani juga membutuhkan uang yang dimiliki oleh orang kaya. Kalau seandainya terjadi perbuatan saling memberi antara keduanya, tentu akan 113 Hadist Riwayat Bukhari. 114 Hadist Riwayat Imam Hambali. Universitas Sumatera Utara 78 muncul rasa saling menghargai dan rasa saling mencintai sebagaimana yang disebutkan dalam hadis di atas. Hibah tidak mesti terjadi antara orang kaya dengan orang miskin atau orang lemah saja, melainkan hibah dapat dilakukan oleh orang miskin kepada orang kaya atau antara orang miskin dengan orang miskin serta antara orang kaya dengan orang kaya. Bahkan hibah dibolehkan antara orang yang berlainan agama. Hasballah Thaib dalam ini mencatatkan bahwa ada 3 tingkatan dalam hal membalas hibah seseorang: 115 a. Pemberian seseorang kepada orang lebih rendah dari dirinya, seperti pemberian seseorang majikan kepada pembantunya dengan maksud ingin menghormati dan mengasihinya. Pemberian yang demikian tidak menghendaki balasan. b. Pemberian orang kecil kepada orang besar untuk mendapatkan kebutuhan dan manfaat. Pemberian yang demikian wajib dibalas. c. Pemberian dari seseorang kepada orang lain yang setingkat dengannya. Pemberian ini mengandung makna kecintaan dan pendekatan. Dikatakan pula bahwa pemberian yang demikian wajib dibalas. Adapun apabila seseorang diberi hadiah dan disyaratkan untuk membalasnya, maka dia wajib membalasnya. Syariat Islam membolehkan semua orang rnemberikan hibah kepada siapa saja yang ia kehendaki. Karena makna hibah itu sendiri meliputi: a. Ibraa artinya menghibahkan hartanya kepada orang lain yang berhutang pembebasan hutang. 115 M. Hasballah Thaib, Op.Cit., hal. 91. Universitas Sumatera Utara 79 b. Sadaqah artinya menghibahkan sesuatu dengan mendapatkan pahala di hari akhirat. Pada motivasi ingin mencari pahala dan keridhaan Allah itulah letak perbedaan yang mendasar antara sedekah dan hibah. Para ulama membagi sedekah itu kepada sedekah wajib dan sedekah sunat. c. Hadiah artinya imbalan yang diberikan seseorang karena dia telah mendapatkan hibah. Pada dasarnya hadiah dan hibah. Hanya saja kebiasaannya, hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terima kasih dan kekaguman seseorang. 116 Lagi pula pemberian itu sendiri merupakan salah satu tolok ukur penilaian terhadap integritas keimanan seseorang sebagaimana yang diisyaratkan oleh hadist, bahwa: Tidak dikatakan seseorang beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. 117 Allah SWT telah mensyariatkan hibah ini kepada manusia, agar supaya tumbuh rasa saling cinta-mencintai dan kasih-mengasihi sesama mereka. Di antara hikmah disyariatkannya hibah ini adalah akan menghilangkan rasa marah, kebencian, menyatukan hati dalam kecintaan dan kasih sayang. Perbuatan hibah itu juga menunjukkan kemuliaan akhlak, kebersihan jiwa. 118 Begitu juga dalam pemberian hadiah, akan lahir darinya rasa kasih sayang dalam hati dan akan menghilangkan rasa kebencian. Sebaliknya, menarik kembali hadiah akan melahirkan permusuhan dan kebencian, hingga bisa terputus rasa persaudaraan. Hibah merupakan sifat yang terpuji, sampai-sampai Allah SWT menjadikan hibah ini dalam salah satu nama-Nya, yang disebut dengan Al Wahhab, yang artinya maha pemberi. 119 116 Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997. hal. 80. 117 Hadist Riwayat Bukhari Muslim. 118 Helmi Karim, Op.Cit., hal. 81. 119 Ibid., hal. 82. Universitas Sumatera Utara 80

3. Hibah Berfungsi Memberikan Penghargaan

Hibah dapat berperan memberikan penghargaan kepada orang lain, termasuk kepada anak kandung sendiri, disebabkan oleh berbagai faktor yang melatar belakangi, di antaranya adalah akibat adanya prestasi yang dibuat oleh seorang anak dalam hal pendidikan atau perlombaan, atau akibat kejujuran dan kebaikan akhlaknya terhadap orang tuanya dan lain sebagainya. Dalam hal ini Allah SWT telah menyampaikan kepada hambanya melalui firmanNya, yang artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. 120 Menghargai usaha dan karya seseorang merupakan suatu prinsip yang dijunjung tinggi dalam ajaran Islam. Setiap perbuatan yang dilakukan sekecil apapun, akan mendapat balasan dari Allah SWT. Perbuatan baik akan diberi penghargaan berupa balasan pahala berlipat ganda di sisiNya dan perbuatan jahat akan dibalas dengan kejahatan yang setimpal dengannya sebagaimana yang difirmankan Allah SWT, yang artinya: Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya pahala sepuluh kali lipat amalnya. 121 Dalam pandangan syariat Islam, hanya melalui hibah hadiah lah satusatunya yang paling bisa dilakukan dalam rangka memberikan penghargaan kepada seseorang. Karena penghargaan tidak mungkin diberikan lewat cara zakat, shadaqah, wasiat dan lain-lain. Hibah ini merupakan pemberian sukarela yang tidak ada unsur kewajiban dan paksaan di dalamnya. Oleh karena itu, penghargaan dapat diberikan kepada orang lain dalam bentuk hibah. Sungguh sangat tepat sekali memberikan penghargaan kepada anak kandung 120 Quran Surat An Najm, ayat 39. 121 Quran Surat Al An.am, ayat 160. Universitas Sumatera Utara 81 atau orang lain melalui hibah. Sebab sebagaimana dikemukakan di atas, hibah itu sendiri terdiri dari 3 bentuk, yakni Ibraa yang berarti menghibahkan hartanya kepada orang lain yang berhutang. Sadaqah yang berarti menghibahkan sesuatu dengan mendapatkan pahala di hari akhirat. Pada motivasi ingin mencari pahala dan keridhaan Allah itulah letak perbedaan yang mendasar antara sedekah dan hibah. Para ulama membagi sedekah itu kepada sedekah wajib dan sedekah sunat. Dan ketiga adalah hadiah yang berarti imbalan yang diberikan seseorang karena dia telah mendapatkan hibah. Pada dasarnya hadiah dan hibah. Hanya saja kebiasaannya, hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terima kasih dan kekaguman seseorang. Memberikan penghargaan kepada orang lain dapat dilakukan dengan jalan shadaqah sunat, karana shadaqah sunat itu masih termasuk dalam pengertian hibah. Pengertian shadaqah di sini adalah pemberian sesuatu benda oleh seseorang kepada orang lain karena mengharapkan keridhaan dan pahala dari Allah SWT dan tidak mengharapkan sesuatu imbalan jasa atau penggantian. 122 Menghargai orang lain dalam syariat Islam sangat dijunjung tinggi. Pemberian penghargaan ini sesuai dengan proporsinya. Masing-masing orang tidak mesti harus sama bentuk pemberian penghargaannya, tergantung pada besar kecilnya nilai dan upaya yang dilakukannya Sebagai contoh yang berkenaan dengan penghargaan ini adalah dapat ditemukan dalam Al Quran dimana Allah SWT memberikan penghargaan kepada orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memiliki ilmu 122 Helmi Karim, Op.Cit., hal. 80. Universitas Sumatera Utara 82 pengetahuan berupa derajat yang tinggi. 123 Maksud pengangkatan derajat di sini bisa dalam bentuk pengangkatan dalam tingkat perekonomian, harga diri, kebahagian dan lain sebagainya. Dengan demikian, berdasarkan keterangan di atas, orang tua diharuskan memberikan penghargaan kepada sebagian anak yang dianggap telah memberikan sesuatu prestasi baik dalam bidang pekerjaan, akhlak maupun dalam bidang- bidang lainnya. Penghargaan itu tidak mesti sama bentuk dan jumlahnya antara anak yang satu dengan lainnya Namun dapat diberikan sesuai dengan nilai usaha masing-masing. Sebagai contah, bagi anak yang rajin membantu orang tuanya dalam bekerja, diberikan penghargaan berupa hibah atau hadiah.

D. Per lindungan Hukum Terhadap Ahli waris Lain Dari Hibah Yang

Dilakukan Ketika Pemberi Hibah Dalam Keadaan Sakit Suatu hal yang perlu diteliti dalam kajian judul sub bab di atas adalah bahwa pelaksanaan perlindungan hukum terhadap ahli waris yang akibat akta hibah yang ditandatangani oleh penghibah dalam keadaan sakit adalah bahwa perlindungan hukum tersebut dapat dilakukan dengan mengajukannya tuntutan dengan dasar pembatalan hibah yang bersangkutan ke Pengadilan Agama setempat oleh ahli waris yang dirugikan dengan adanya pemberian hibah yang dilakukan oleh penghibah dalam keadaan sakit. Dokumen persyaratan bagi ahli waris dalam melakukan gugatan terhadap pembatalan hibah yang diberikan oleh orang tua yang sedang sakit maupun sehat 123 Surat Al Mujadalah, ayat 11. Universitas Sumatera Utara 83 kepada salah seorang ahli waris saja atau pihak lainnya, adalah diserahkan kepada pihak Penggugat, dan apabila ternyata dalil-dalil gugatannya dibantah tidak diakui oleh pihak lawan, maka dia penggugat dibebani wajib untuk membuktikan kebenaran dalil-dalil gugatannya positanya. Apabila penggugat sebagai ahli waris dapat membuktikan kebenaran dalil-dalil gugatannya, maka petitumnya dapat dikabulkan; apabila tidak, maka ditolak, apabila ternyata gugatannya tidak jelas obscuur, maka gugatannya dinyatakan N.O tidak dapat diterima. Sesuai dengan ratio decidendi, hakim sebagai penegak hukum, keadilan dan kebenaran, hakim dapat bebas memilah dan menilai semua alat-alat bukti. 124 Seorang hakim perdata dalam memutuskan suatu perkara gugatan pembatalan hibah atau pengesahan hibah yang diberikan oleh penghibah dalam keadaan sakit, berdasarkan alat-alat bukti sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 284 R.BgPasal 164 HIR jo 1866 KUH Perdata, yaitu: 1. Bukti tulisanbukti surat; 2. Bukti saksi; 3. Bukti persangkaan; 4. Bukti pengakuan; 5. Bukti sumpah; dan 6. Pemeriksaan ditempat Pasal 153 HIRPasal 180 R.Bg, Pasal 211 Rv 7. Saksi ahli Pasal 154 HIR 124 Hasil wawancara dengan Bapak Husin Rintonga, selaku Hakim pada Pengadilan Agama Medan, tanggal 6 Mei 2014 di Medan. Universitas Sumatera Utara 84 8. Pembukuan Pasal 167 HIR 9. Pengetahuan hakim Pasal 178 ayat 1 HIR. Dalam hal terjadinya pembatalan dan penarikan kembali hibah, maka akibat hukumnya adalah membatalkan hibah yang telah dilakukan tersebut, dan juga menyatakan akta wasiat ataupun akta Notaris tidak berkekuatan hukum. Pertimbangan-pertimbangan hakim dalam melihat dan memutuskan sengketa hibah adalah berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, maka sumber hukum acara dan hukum terapan peradilan agama antara lain: 125 1. Het Herziene Indonesich Reglement HIRReglemen Indonesia yang diperbaharui RIB; 2. Rechtsreglement Buitengewesten R.Bg Stbl. 1927 . 127 3. Reglement of de Burgerlijke Rechtsvorderring RV; 4. Burgerlijke Wet Book BW KUH Perdata; 5. Peraturan perundang-undangan yang terkait, di antaranya: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam KHI. 6. Yurisprudensi; 7. Surat Edaran Mahkamah Agung RI; 8. Doktrin para pakar hukum dan ilmu pengetahuan. 125 Hasil wawancara dengan Bapak Husin Rintonga, selaku Hakim pada Pengadilan Agama Medan, tanggal 6 Mei 2014 di Medan. Universitas Sumatera Utara 85 Selain itu, juga berbagai aspek hukum Islam yang telah menjadi peraturan perundang-undangan nasional, seperti halnya dengan wakaf dan perbankan syariat, dan lain sebagainya. Kemudian dengan dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, juga di dalam pasal-pasalnya diatur mengenai hibah, yaitu terdapat dalam Pasal 692 sampai dengan Pasal 734 peraturan Mahkamah Agung tersebut, yang juga dapat digunakan Pengadilan Agama dalam sengketa hibah, misalnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 702 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, bahwa hibah dapat terjadi dengan pembebasan utang dari orang yang memiliki piutang terhadap orang yang berpiutang dengan syarat orang yang berutang tidak menolak pembebasan utang tersebut. Lebih lanjut dari keterangan responden, bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya pembatalan atau penarikan kembali hibah tersebut adalah banyak faktor, antara lain: 1. Penyerahan hibah tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 2. Tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun hibah, yaitu: a. Penghibah bukan pemilik harta yang dihibahkan b. Penghibah belum dewasa secara hukum atau idiot, gila di bawah pengampuan; c. Ada ahli waris lain yang keberatan terhadap hibah tersebut karena melebihi batas maksimal 13; Universitas Sumatera Utara 86 d. Pembatalan hibah wasiat yang dianggap tidak sah; dan sebagainya. 126 Kemudian juga dalam melakukan hibah itu harus diperhatikan sebagaimana yang dianjurkan dalam Shahih al-Bukhariy Kitab Al-Hibah:, yang artinya: Bersabda Nabi SAW, ...Persamakanlah berbuatlah adil terhadap di antara anak-anakmu dalam pemberian... 127 Perkara hibah yang diterima maupun yang telah diputus pada Pengadilan Agama Medan adalah pembatalan hibah atau penarikan kembali atas harta dihibahkan orang tua kepada anak maupun kepada pihak ketiga, yang dilakukan tanpa persetujuan dari ahli waris lain ataupun hibah tersebut melebihi dari ketentuan yang ditentukan dalam KHI bahwa besarnya harta yang dapat dihibahkan sebanyak- banyaknya 13 dari harta bendanya. Sehingga terjadinya gugatan-gugatan dari ahli waris, baik dilakukan penghibah dalam keadaan sehat maupun sakit. Dalam Pasal 212 KHI ditentukan hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya. Demikian juga dalam kasus pembatalan atau penarikan hibah yang terjadi pada Pengadilan Agama Medan, penarikan hibah itu memang terjadi terhadap harta yang dihibahkan salah seorang orang tua kepada anaknya atau salah seorang anak ahli waris baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Pada umumnya, dari kasus-kasus perkara hibah atau pembatalan hibah yang dihibahkan itu bentuk gugatan pembatalan hibah oleh anak terhadap orang tua yang 126 Hasil wawancara dengan Bapak Husin Rintonga, selaku Hakim pada Pengadilan Agama Medan, tanggal 6 Mei 2014 di Medan. 127 Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997, hal. 393. Universitas Sumatera Utara 87 telah menghibahkan hartanya kepada salah seorang anak tanpa persetujuan anak-anak yang lain ahli waris lain, ataupun gugatan pembatalan hibah oleh anak terhadap orang tua ibu yang telah menghibahkan hartanya kepada pihak ketiga. Kemudian, pembatalan hibah orang tua atas harta itu dapat terjadi karena pihak suami menghibahkan harta bersama tanpa persetujuan dari pihak isteri. Pembatalan-pembatalan seperti ini tentu dapat dibatalkan karena menurut ketentuan Pasal 210 ayat 2 secara tegas dinyatakan bahwa harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah. Di samping itu perlu ditegaskan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan pada Pengadilan Agama Medan yaitu dari kasus pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 gugatan yang terjadi adalah dilakukan oleh pihak isteri atau suami atau anak si penghibah sebagai ahli waris. Jadi, sengketa hibah itu terjadinya karena adanya ahli waris lain atas harta yang dihibahkan tersebut. Penarikan kembali hibah yang telah diberikan orang tua kepada anaknya, adalah sah-sah saja kalau ternyata harta tersebut masih ada di tangandalam kekuasaan anaknya, tetapi apabila sudah beralih kepada pihak ketiga atau musnah sudah dijualdihibahkanrusakhilang batas-batasnya misalnya karena terjadi gempa, maka apabila orang tua tetap juga menuntut pengembaliannya, akan timbul derden verzet perlawanan, dan apabila ada permohonan sita, maka niet bevinding atau tidak diketemukan benda objek perkara di lapangan. 128 128 Hasil wawancara dengan Bapak Husin Rintonga, selaku Hakim pada Pengadilan Agama Medan, tanggal 5 Mei 2014 di Medan. Universitas Sumatera Utara 88

BAB IV PEMBATALAN AKTA HIBAH YANG DIBERIKAN KETIKA PEMBERI