1. Pemilih Rasional
Dalam konfigurasi pertama terdapat pemilih rasional, dimana pemilih memiliki orientasi tinggi pada policy-problem-solving dan berorientasi rendah untuk
faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program kerjanya. Program kerja atau platform partai bisa
dianalisi dalam dua hal: Pertama, kinerja partai di masa lampau. Kedua, tawaran program untuk menyelesaikan permasalahan nasional yang ada. Pemilih tidak hanya
melihat program kerja atau platform partai yang berorientasi ke masa depan, tetapi juga menganalisis apa saja yang telah dilakukan oleh partai atau orang tersebut di
masa lampau. Kinerja partai atau calon kontestan biasanya termanivestasikan pada reputasi dan citra yang berkembang di masyarakat. Dalam konteks ini yang lebih
utama bagi partai politik dan kontestan adalah mencari cara agar mereka bisa membangun reputasi di depan publik dengan mengedepankan kebijakan untuk
mengatasi masalah nasional. Ciri khas pemilih jenis ini adalah dimana tidak mementingkan ikatan ideologi
kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Faktor seperti paham, asal-usul, nilai-nilai tradisional, budaya, agama, dan psikografis memang dipertimbangkan juga,
tetapi bukan hal yang signifikan. Hal yang terpenting bagi jenis pemilih ini adalah apa yang bisa dan yang telah dilakukan oleh sebuah partai politik atau seorang
kontestan, daripada paham dan nilai partai serta kontestan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemilih Kritis
Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan permasalahan
bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Untuk menjadi pemilih kritis, seseorang melalui dua hal yaitu, pertama jenis pemilih
ini menjadikan nilai-nilai ideologis sebagai pinjakan untuk menentukan kepada partai mana mereka kan mengkritisi kebijakan yang berpihak dan selanjutnya mereka akan
mengkritisi kebijakan yang akan atau telah dilakukan. Kedua, bisa terjadi sebaliknya dimana pemilih tertarik dahulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai
atau kontestan pemilu, baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan paham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. Pemilih ini adalah pemilih kritis
artinya mereka akan selalu menganalisa kaitan antara ideologi partai dengan kebijakan yang akan dibuat.
3. Pemilih Tradisional