2.1 Analisis Wacana 2.1.1 Pengertian Analisis
Analisis menurut Kamus Besar bahasa Indonesia KBBI adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa, penjelasan sesudah dikaji sebaik-baiknya,
penguraian suatu pokok atas berbagai bagian, serta penguraian karya sastra atau unsur-unsurnya untuk memahami pertalian antar unsur tersebut Astuti, 2010 :
17. Sedangkan analis menurut Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa 1996:779 adalah : Orang yang menganalisa atau melakukan analisa atau orang
yang mencari, mengumpulkan data untuk penilaian kekayaan atau kemampuan seseorang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisa
adalah sesuatu yang dilakukan seseorang untuk menyelidiki sebuah peristiwa demi mengumpulkan data-data yang konkrit yang
nantinya menjadi ilmu atau pengetahuan baru
Dari penjelasan antara analisa dan analis, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa seseorang yang memilliki kemampuan melakukan sebuah
penelitian mengenai suatu peristiwa untuk dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya dengan tujuan dapat menjadi ilmu atau suatu pengetahuan baru.
Analisis berasal dari bahasa inggris, analysis memiliki arti pemisahan, penguraian, pemeriksaan yang teliti. Analisis adalah pekerjaan meneliti sambil
menguraikan bagian-bagian yang diteliti, memilah-milah sesuai dengan jenis- jenisnya. Sedangkan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah serangkaian
kalimat yang tersusun menjadi satu kesatuan yang berisi informasi dan ide dari penulisnya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Pengertian Wacana
Menurut Mulyana 2005 : 3 Secara etimologi istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta wacwakuak yang memiliki arti ‘berkata’ atau ‘berucap’.
Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ‘ana’ yang berada di belakang adalah bentuk sufiks akhiran yang bermakna ‘membendakan’
nominalisasi. Jadi kata wacana dapat dikatakan sebagai perkataan atau tuturan. Istilah wacana dalam bahasa Inggris yaitu discourse. Discourse berasal
dari bahasa latin discursus yang berarti kian kemari yang diturunkan dari dis- ‘dari, dalam arah yang berbeda’, dan currure ‘lari’. Menurut Al-Khuli 1982 : 6
wacana disebut dengan
ﺚﻳﺪﺣ
had īsun “wacana”, yaitu
ﻡﻼﻜﻟﺍ ﻖﻳﺮﻁ
ﻊﻣﺎﺴﻟﺎﻨﻋ ﻰﻟﺍ
ﺚﻳﺪﺤﻟﺍﻮﻬﻟﺎﺼﻳﺎٮﻨﻌﻤﻟﺍ
al-had īśu huwa īsālu al-ma’nā ilā as-sāmi’i ‘an tarīqi al-kalām
‘wacana adalah menyampaikan pesan yang bermakna kepada pendengar pembaca melalui bahasa atau kata-kata’.
Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat, atau ada yang mengartikan sebagai pembicaraan atau diskursus, dalam
arti yang lain wacana adalah komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah. Jadi wacana merupakan suatu runtutan kalimat
yang mengandung makna tersendiri. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan
seperti pidato, ceramah, khutbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya
darisegi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya dari segi makna bersifat koheren, terpadu Sumarlam, 2003 : 15.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Pengertian Analisis Wacana
Analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi. Analisis Wacana menurut
Stubbs 1983 : 1 dalam Mulyana 2005 : 69 mengatakan bahwa: “analisis wacana merujuk pada upaya mengkaji
pengaturan bahasa atas klausa dan kalimat, karena juga mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas. Seperti pertukaran
percakapan dan bahasa tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks
sosial, khususnya interaksi antarpenutur”.
Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususunya dalam interaksi
antarpenutur Rani, dkk, 2004: 9. Selain pendapat di atas, analisis wacana dewasa ini tidak hanya
menganalisis sebuah bahasa dengan menggunakan ilmu bahasa, tetapi juga analisis sosial yang mempengaruhi wacana tersebut, seperti yang dikemukaan
oleh Clinton dan Schauffner 2002 : “The modern DA is an interdisciplinary approach, operating at two macro and micro levels, incorporating both linguistic
and social analysis. Discourses are viewed as communicative events, which encompass certain beliefs, ideologies, identities, politics, and the like.”“Analisis
Wacanamodern adalahpendekatan interdisipliner, yang beroperasipada dua tingkatmakrodanmikro,
menggabungkananalisisbaiklinguistikdansosial. Wacanadipandang sebagaiperistiwakomunikatif,
yangmencakupkeyakinan tertentu, ideologi, identitas, politik,
dan sejenisnya”
Universitas Sumatera Utara
Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai di dalam berbagai disiplin ilmu dengan berbagai pengertian. Titik singgung analisis wacana
adalah studi yang berhubungan dengan pemakaian bahasa.Jadi, jelasnya analisis wacana bertujuan untuk mencari keteraturan bukan kaidah. Yang dimaksud
dengan keteraturan, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan keberterimaan penggunaan bahasa di masyarakat secara realita dan cenderung tidak merumuskan
kaidah bahasa seperti dalam tata bahasa. Kartomiharjo 1999:21 mengungkap bahwa analisis wacana merupakan
cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Analisis wacana lazim digunakan untuk
menemukan makna wacana yang persis sama atau paling tidak sangat ketat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan, atau oleh
penulis dalam wacana tulis. Berdasarkan analisisnya, ciri dan sifat wacana menurut Syamsuddin
1992:6 analisis wacana dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa didalam masyarakat
rule of use-menurut woddowson, 1978. 2.
Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, dan situasi Firth, 1957.
3. Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui
interpretasi semantik Beller. 4.
Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa what is said from what is done menurut Labov, 1970.
Universitas Sumatera Utara
5. Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara
fungsional functional use of language- menurut Coulthard, 1977.
Ciri-ciri dasar lain dapat diramu dari pendapat beberapa ahli, seperti Merit, Sclegloff dan Sacls, Fraser, Searle, Richard, Halliday, Hasan, dan Horn, antara
lain sebagai berikut Syamsuddin, 1992:6.
1. Analisis wacana bersifat interpretatif pragmatis, baik bentuk bahasanya
maupun maksudnya form and notion. 2.
Analisis wacana banyak bergantung pada interpretasi terhadap konteks dan pengetahuan yang luas interpretation of world.
3. Semua unsur yang terkandung di dalam wacana dianalisis sebagai suatu
rangkaian. 4.
Wujud bahasa dalam wacana itu lebih jelas karena didukung oleh situasi yang tepat All material used in real that is actually having occurred in
appropriate situational. 5.
Khusus untuk wacana dialog, kegiatan analisis terutama berkaitan dengan pertanyaan, jawaban, kesempatan berbicara, penggalan percakapan, dan
lain-lain.
Analisis wacana berkembang sejak pertengahan dua dasawarsa yang lalu. Menurut McCarthy 199:5 dalam Rani 2007: 10 analisis wacana muncul ketika
para linguis hanya peduli pada analisis kalimat dan Zellig Harris pada tahun 1952 tertarik untuk menganalisis distribusi unsur linguistik di teks dan hubungan teks
dengan situasi sosial.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia sendiri, analisisi wacana sudah dimulai oleh linguis Indonesia pada pertengahan tahun 70-an. Bukti perkembangan analisis wacana di
Indonesia ditandai dengan hasil publikasi analisis wacana tersebut antara lain, Kridalaksana 1978, Samsuri 1987 dan peneliti lainnya yang tertarik
menganalisis wacana sebagai bahan kajian Rani, 2007: 14. Menurut Hikam dalam Eriyanto 2001 : 4 ada tiga paradigma analisis
wacana dalam melihat bahasa. Pertama, pandangan positivism-empiris yaitu sebuah paradigma yang dalam menganalisis sebuah wacana dengan memandang
bahasa sebagai suatu media manusia dalam mengekspresikan pengalaman yang dialaminya dengan logis, memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah
satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini orang
tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan
secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Oleh karena itu tata bahasa, kebenaran sintaksis adalah bidang utama dari aliran positivme-empiris tentang
wacana. Kedua, pandangan konstruktivisme, aliran ini menolak pandangan
positivisme-empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami
realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral
dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Seperti dikatakan
Universitas Sumatera Utara
A.S. Hikam, subjek memiliki kemampuan-kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam
paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyatan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni
tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Oleh karena itu, analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk
membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu Eriyanto, 2001: 5. Ketiga pandangan kritis,pandangan ini ingin mengoreksi pandangan
konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti ditulis A.S. Hikam,
pandangan konstruktivisme masih belum menganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana, yang pada gilirannya berperan
dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya. Hal inilah yang melahirkan paradigma kritis. Analisis wacana tidak dipusatkan pada
kebenaranketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme Eriyanto, 2001: 6.
Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap
sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang
ada dalam masyarakat. bahasa disini tidak difahami sebagai medium netral yang terletak diluar diri si pembicara.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis paradigma ketiga yaitu pandangan kritis, karena pandangan kritis tersebut melihat bahasa yang terdapat
dalam sebuah wacana tidak hanya dipandang sebagai alat komunikasi tetapi bahasa merupakan aspek sentral dari penggambaran suatu subjek, dan lewat
bahasa ideologi terserap didalamnya Eriyanto, 2001: 6.
2.2 Analisis Wacana Kritis