3. Kategorisasi Skor Universal-Diverse Orientation
Skor UDO dapat dikategorisasikan berdasarkan mean hipotetik dengan mengikuti norma berikut:
Tabel 17. Norma Kategorisasi Rentang Nilai
Kategorisasi
X ш µ + 1.0 SD
Tinggi µ - 1.0 SD
ч X µ + 1.0 SD Sedang
X µ - 1.0 SD Rendah
Sumber: Azwar 2013 Berdasarkan norma di atas, diperoleh kategorisasi skor UDO sebagai
berikut:
Tabel 18. Kategorisasi Subjek pada Variabel Universal-Diverse Orientation
Variabel Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase
Universal-Diverse Orientation
X ш 65
Tinggi 325
79 40
ч X 65 Sedang
85 21
X 40 Rendah
1
Total 411
100
Berdasarkan kategorisasi subjek pada variabel UDO di atas, terdapat 1 dari 411 subjek yang memiliki skor UDO rendah 0 sedangkan untuk
skor tinggi terdapat 325 subjek 79.
4. Perbandingan Nilai Mean Empirik dan Hipotetik Psychological Capital
Skala penelitian yang mengukur PsyCap terdiri dari 20 aitem dan memiliki rentang skor dari 1 hingga 6. Perbandingan nilai mean empirik
dan hipotetik PsyCap dapat dilihat pada tabel 19 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 19. Perbandingan Nilai Empirik dan Hipotetik Psychological Capital
Variabel Empirik
Hipotetik Min
Max Mean
SD Min
Max Mean
SD
Psychological Capital
42 120
94.1 67.7
20 120
70 16.67
Dari tabel 19 di atas ditampilkan bahwa mean empirik PsyCap terlihat lebih tinggi dari pada mean hipotetik. Hal ini menunjukkan bahwa
PsyCap yang dimiliki subjek dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperkirakan alat ukur.
5. Kategorisasi Skor Psychological Capital
Skor PsyCap subjek dalam penelitian ini dikategorisasikan ke dalam tiga kategori berdasarkan norma yang telah ditentukan sebelumnya.
Adapun pengkategorian subjek pada variabel PsyCap dapat dilihat pada tabel 20.
Tabel 20. Kategorisasi Subjek pada Variabel Psychological Capital Variabel
Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase
Psychological Capital
X ш 86.67
Tinggi 322
79 53.33
ч X 86.67 Sedang 87
21 X 53.33
Rendah 2
Total 411
100
Pada tabel 20 terlihat bahwa lebih dari setengah subjek penelitian memiliki skor PsyCap yang tinggi PsyCap positif yakni sebanyak 322
subjek 79 sedangkan pada kategori rendah PsyCap negatif terdapat 2 subjek 0.
Universitas Sumatera Utara
E. PEMBAHASAN
Penelitian ini berasumsi bahwa terdapat hubungan antara UDO dengan PsyCap. Analisis terhadap data penelitian dilakukan untuk membuktikan
asumsi ini dan diperoleh hasil yang mendukung kebenaran asumsi, yakni berdasarkan analisis korelasi dengan Pearson Product Moment, diperoleh
signifikansi sebesar 0.000, yang mana jika signifikansi 0.05 maka Ha hipotesis penelitian diterima, maka di antara UDO dan PsyCap memang
terdapat hubungan. Untuk itu, hasil penelitian ini mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh Luthans, Avey, Avolio, Norman, Combs 2006 dalam
teori mereka yang mengatakan bahwa PsyCap mencakup metakonstruk level kelompok yang berhubungan dengan adaya dukungan dan hubungan sosial,
yang dalam penelitian ini dukungan atau hubungan sosial tersebut berfokus pada UDO. Luthans, Avey, Avolio, Norman, Combs 2006 lebih jauh
menjelaskan bahwa PsyCap yang positif membantu individu agar lebih baik untuk dapat mengejar dan memperoleh tujuan untuk berhasil dalam hidupnya.
Dalam teorinya, PsyCap memang dijelaskan lebih mengacu pada perkembangan psikologis dari individu sendiri secara pribadi, namun manusia
merupakan makhluk sosial sehingga mereka berhubungan dengan orang lain Zulkarnain, 2013 dan individu akan bersatu dengan banyak orang di
sekitarnya sehingga membentuk kelompok-kelompok masyarakat, dan penelitian ini membuktikan hal tersebut, bahwa hubungan individu dengan
orang lain mempengaruhi perkembangan psikologisnya secara pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Kembali kepada tujuan individu untuk memperoleh keberhasilan dalam hidupnya dalam uraian tentang PsyCap, tujuan individu tidak akan dapat
tercapai jika dirinya memiliki konflik dengan orang lain ataupun kelompoknya Hogg Vaughan, 2011. Salah satu hal yang dapat memicu munculnya
konflik dalam lingkup sosial ialah adanya perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya dalam kelompok. Untuk itu, dalam lingkungan dengan
keberagaman sosial budaya yang cukup tinggi, hal ini akan menjadi perhatian yang penting, sehingga dibutuhkan penerimaan dari tiap individu terhadap
perbedaan maupun persamaan yang terdapat di antara dirinya dengan orang- orang di sekitarnya UDO sehingga kemungkinan munculnya konflik dapat
dihindari Hogg Vaughan, 2011. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa kedua variabel
penelitian –UDO dan PsyCap– berkorelasi secara positif, yang berarti semakin
tinggi tingkat UDO individu maka semakin tinggi pula tingkat PsyCapnya, begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat UDO individu maka semakin
rendah pula tingkat PsyCapnya. Hal ini dapat dilihat dari besarnya korelasi antar kedua variabel yakni sebesar 0.465 kekuatan korelasi dalam kategori
sedang. Hal ini turut mendukung uraian sebelumnya yang mengatakan bahwa ketika individu memiliki kesadaran dan pemahaman yang baik terhadap
persamaan dan perbedaan dirinya dengan orang lain serta mau menerima persamaan dan perbedaan tersebut sebagai bagian dari lingkungannya, maka ia
akan memiliki perkembangan psikologis yang baik pula, yang ditandai oleh empat hal yakni adanya rasa percaya akan kemampuan dirinya untuk
menyelesaikan tugas yang menurutnya menantang serta percaya akan
Universitas Sumatera Utara
kemampuannya untuk mencapai tujuannya PsyCap efficacy; yakin bahwa dirinya akan mendapatkan dan mengalami hal-hal yang positif di masa yang
akan datang PsyCap optimism; punya tujuan pribadi serta fokus dalam mengejarnya hingga tercapai, percaya bahwa dirinyalah yang berkontribusi
penuh terhadap pencapaian tujuan tersebut, dan memiliki alternatif jalan untuk dapat mencapai tujuan tersebut ketika menghadapi hambatan PsyCap hope;
serta mampu kembali merasa semangat dalam mengejar tujuan setelah mengalami suatu hambatan bahkan dapat menjadi lebih baik dibandingkan
sebelum mendapatkan hambatan atau masalah tersebut PsyCap resiliency. Semua hal ini dibuktikan dapat tercapai ketika individu tersebut memiliki UDO
yang tinggi –karena kedua variabel berhubungan secara positif.
Dengan demikian, berdasarkan analisis data dan uraian di atas dapat dibuktikan bahwa UDO memiliki hubungan dengan perkembangan PsyCap
individu. Namun, berdasarkan analisis data penelitian, ditemukan bahwa korelasi di antara kedua variabel penelitian ini UDO dan PsyCap berada
dalam kategori sedang, bahkan tiap aspek dari UDO tampak memiliki korelasi yang rendah dengan PsyCap. Oleh karena itu peneliti juga mempertimbangkan
tentang kemungkinan adanya variabel yang mempengaruhi kuat lemahnya hubungan di antara kedua variabel ini variabel moderator. Meski demikian,
variabel moderator juga belum tentu memiliki hubungan langsung terhadap UDO, sehingga penelitian terhadap kemungkinan adanya variabel moderator
ini dapat dilakukan lebih lanjut pada penelitian selanjutnya Urbayatun Widhiarso, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Adapun variabel yang berkemungkinan dapat menjadi variabel moderator antara UDO dan PsyCap menurut peneliti ialah dukungan sosial. Hal ini
dikarenakan dukungan sosial mencakup lebih banyak konsep sosial cakupan sosial yang lebih luas sehingga lebih sejalan dengan penjelasan yang
dikatakan Luthans, Avey, Avolio, Norman, Combs 2006 dalam teori dan penelitiannya.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa UDO memiliki hubungan
dengan PsyCap dan hubungan antar kedua variabel ialah positif, yang berarti semakin tinggi tingkat UDO individu maka semakin tinggi pula tingkat
PsyCapnya, dan sebaliknya, semakin rendah tingkat UDO individu maka semakin rendah pula tingkat PsyCapnya.
Universitas Sumatera Utara
B. SARAN
Berdasarkan penelitian serta kesimpulan yang telah dijabarkan, peneliti mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna bagi
pengembangan penelitian terkait hubungan UDO dengan PsyCap selanjutnya. Adapun saran-saran yang diajukan oleh peneliti ialah:
1. Saran Metodologis
Peneliti selanjutnya dapat meneliti social support dalam perannya sebagai variabel moderator antara UDO dan PsyCap atau sebagai variabel
yang berhubungan langsung dengan PsyCap.
2. Saran Praktis
a. Perguruan tinggi
dapat memfasilitasi
kegiatan yang
dapat mengikutsertakan seluruh mahasiswa baik dari dalam maupun luar
universitas sehingga setiap mahasiswa memiliki kesempatan untuk memperluas koneksi dengan orang-orang dari latar belakang yang
berbeda; b. Mahasiswa dan masyarakat dapat bergabung dengan kelompok-
kelompok dalam masyarakat karena penguatan sosial dapat diperoleh dengan bergabung dengan kelompok-kelompok masyarakat Alvord,
Uchino, Wright, 2016.
Universitas Sumatera Utara
BAB II LANDASAN TEORITIS
A.
PSYCHOLOGICAL CAPITAL 1. Definisi
Luthans, Youssef, Avolio 2007 dalam bukunya mendefinisikan Psychological Capital PsyCap sebagai berikut:
“PsyCap is an individual’s positive psychological state of development and is characterized by: 1 having
confidence self-efficacy to take on and put in the necessary effort to succeed at challenging tasks; 2 making
a positive attribution optimism about succeeding now and in the future; 3 persevering toward goals and, when
necessary, redirecting paths to goals hope in order to succeed; and 4 when beset by problems and adversity,
sustaining and bouncing back and even beyond resiliency
to attain success”. Dari penjelasan di atas dapat diartikan bahwa PsyCap merupakan
kondisi perkembangan psikologis seseorang yang positif yang memiliki beberapa karakteristik, yakni:
a. Kepercayaan diri self-efficacy untuk berusaha agar dapat menyelesaikan tugas yang menantang.
b. Memiliki atribusi positif optimism tentang keberhasilan di masa sekarang dan masa depan.
c. Tetap mengejar tujuan dan mengatur ulang cara mencapai tujuan jika diperlukan hope agar berhasilsukses.
Universitas Sumatera Utara
d. Dapat bertahan bahkan menjadi lebih baik dari sebelumnya ketika mengalami kesulitan dan masalah resiliency untuk memperoleh
kesuksesan. Luthans, Youssef, Avolio 2007 lebih lanjut menjelaskan
bahwa PsyCap bersifat terbuka terhadap perubahan, dalam artian PsyCap dapat terus berkembang. Tidak seperti human capital yang berbicara
tentang apa yang seseorang ketahui, atau social capital yang berbicara tentang siapa yang seseorang ketahui, PsyCap lebih mengacu kepada diri
individu itu sendiri dan akan menjadi apa individu tersebut ke depannya. Karena berfokus kepada siapa individu tersebut, PsyCap dapat mencakup
pengetahuan, skill, kemampuan teknikal, dan pengalaman. PsyCap juga mencakup metakonstuk level kelompok seperti dukungan sosial dan relasi
yang juga menjadi bagian dari diri individu. Individu dengan PsyCap yang tinggi dapat bertindak dalam “kapasitas yang berbeda-beda” secara
fleksibel dan adaptif agar sesuai dengan tuntutan yang ada dan PsyCap mereka akan membantu mereka merasakan well-being dan menyadari
kompetensi tinggi yang mereka miliki.
2. Dimensi
a. PsyCap Efficacy Disebut juga dengan confidence to succeed keyakinan akan
memperoleh keberhasilan. Self-efficacy merupakan konsep yang digunakan Albert Bandura dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007
yang mengacu pada perkiraan individu akan kemampuan mereka
Universitas Sumatera Utara
melakukan suatu pekerjaan atau kepercayaan mereka terkait kemampuan yang mereka miliki dalam menyesuaikan motivasi,
sumber kognitif, dan tindakan mereka yang dibutuhkan untuk melakukan
suatu pekerjaan
dalam suatu
konteks. Tingkat
kemungkinan untuk kemampuan melakukan pekerjaan tersebut disebut level of self-efficacy. Dalam pengertian aslinya, self-efficacy lebih
berfokus pada keyakinan akan kemampuan yang dimiliki individu untuk melakukan pekerjaan tertentu saja, namun dalam hal ini sifatnya
lebih general. PsyCap efficacy berperan dalam memotivasi individu untuk
memilih dan menerima tantangan dan menggunakan kekuatan dan kemampuan yang ada dalam menghadapi tantangan tersebut. PsyCap
efficacy juga berperan untuk mendorong individu untuk mengejar tujuan dan menggunakan waktu dan usaha keras untuk memperoleh
tujuan-tujuan tersebut. Peran lain dari PsyCap efficacy ialah membantu individu untuk bertahan ketika menemui kendala yang membuat
individu ingin menyerah dan akan menghubungkannya dengan hope, optimism, dan resiliency individu tersebut.
PsyCap efficacy merupakan dimensi yang terdapat di dalam diri individu yang terus berkembang dan merupakan kesadaran
individu tentang dirinya dan dapat diubah secara positif sehingga sesuai dengan yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
Individu yang memiliki PsyCap efficacy memiliki karakteristik berikut ini:
1 Membuat goal tujuan yang tinggi untuk mereka sendiri dan lebih self-select terhadap tugas-tugas yang sulit;
2 Menerima dan berjuang dalam menghadapi tantangan; 3 Sangat self-motivated;
4 Melakukan usaha seperlunya untuk memperoleh tujuan mereka; 5 Tetap teguh meski menghadapi kendala dalam mengejar tujuan.
Meski kesuksesan berperan penting dalam PsyCap efficacy, namun kesuksesan tidak sama dengan PsyCap efficacy. Kesuksesan
individu dapat mempengaruhi PsyCap efficacy-nya namun hal ini tidak terjadi secara serta merta, individu harus melewati proses kognitif
hingga akhirnya kesuksesan yang dialaminya dapat memberi pengaruh positif bagi PsyCap efficacy. Di samping itu, PsyCap efficacy pada
individu juga harus sesuai dengan konteks yang ada dan cenderung spesifik serta fokus terhadap hal yang sedang terjadi pada individu.
Dalam penelitiannya, Luthans, Youssef, Avolio 2007 menjelaskan 5 temuan kunci dalam PsyCap efficacy. Kelima temuan
tersebut ialah: 1 PsyCap efficacy bersifat domain-specific. Keyakinan akan
kemampuan diri tidak bersifat general yang berarti bahwa individu yang yakin mampu menyelesaikan tugas tertentu belum tentu yakin
bahwa ia mampu dalam menyelesaikan tugas atau hal yang lain;
Universitas Sumatera Utara
2 PsyCap efficacy didasarkan pada latihan atau mastery. Ketika individu menghadapi suatu tugas atau kegiatan berkali-kali,
individu akan menjadi semakin yakin bahwa ia mampu mengerjakan tugas tersebut;
3 Selalu ada hal yang harus diperbaiki dalam PsyCap efficacy. Individu mungkin sangat yakin akan kemampuannya dalam
menyelesaikan tugas tertentu, meski demikian ia tetap memiliki beberapa hal yang pelu diperbaiki atau ditingkatkan. Sebagai
contoh, seseorang memiliki kemampuan komunikasi yang sangat baik namun tidak mampu berpikir secara mendetail dan kritis;
4 PsyCap efficacy dipengaruhi oleh orang lain. Pengaruh dari orang lain dapat berupa penilaian yang positif terhadap diri individu
sehingga mampu meningkatkan keyakinan individu terhadap kemampuannya. Selain itu dengan melihat orang yang sama
dengan diri individu itu sendiri berhasil dalam suatu hal akan membuat individu yakin dirinya juga mampu berhasil dalam hal
tersebut; 5 PsyCap efficacy bervariasi. PsyCap efficacy tergantung dari banyak
faktor, baik yang berasal dari dalam diri individu pengetahuan, kecakapan,
dan kemampuan,
dari lingkungan
misalnya ketersediaan sumber yang membantu pencapaian tujuan, dan
kesejahteraan fisik dan psikologis.
Universitas Sumatera Utara
PsyCap efficacy dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kesuksesan dan proses kognitif dan magnitud tingkat kesulitan yang
ingin dicapai individu, serta kekuatan tingkat keyakinan individu terhadap kemampuannya menyelesaikan tantangan dalam tiap tingkat
kesulitan. b. PsyCap Hope
Disebut juga the will and the way. Luthans, Youssef, Avolio 2007 menjelaskan PsyCap hope sebagai harapan yang dimiliki
individu untuk mencapai tujuan dan keyakinan bahwa individu tersebut bertanggung jawab secara pribadi terhadap tujuannya sendiri
serta dapat mencari alternatif jalan untuk mencapai tujuannya ketika menemukan suatu hambatan. Dalam bukunya, Luthans, Youssef,
Avolio 2007 mengutip pernyataan C. Rick Snyder – seorang profesor
psikologi klinis di University of Kansas – yang mendefinisikan hope
sebagai “a positive motivational state that is based on an interactively
derived sense of successful 1 agency goal-directed energy and 2 pathways planning to meet goals
”. Didasari oleh pengertian ini, PsyCap hope dapat dimengerti
dalam pengertian kognitif atau pemikiran di mana individu mampu membuat tujuan yang realistis namun menantang dan mencapai tujuan
tersebut dengan mandiri, energi, dan persepsi yang berfokus pada kontrol
personal atau
sebagai kemampuan
individu dalam
memfokuskan usaha mereka untuk mencapai tujuan dan membuat
Universitas Sumatera Utara
strategi alternatif dalam mencapai tujuan tersebut ketika menemukan hambatan dalam mencapainya.
Namun umumnya pembuatan jalan alternatif dalam mencapai tujuan ini sering disalahartikan menjadi salah satu dari ketiga dimensi
PsyCap lainnya resiliency, self-efficacy, dan optimism. Terdapat 8 delapan pendekatan yang berkontribusi dalam
pengembangan PsyCap hope seseorang: 1 Goal-setting. Goal setting yang diciptakan individu, bersifat
partisipatori, dan tepat dapat mendorong individu melakukan kinerja yang lebih baik dan mempengaruhi bagaimana seseorang
mendesain cara yang kreatif untuk dapat mencapai tujuan. 2 Stretch goals. Goal yang berperan baik dalam perkembangan dan
kematangan pikiran yang hopeful harus spesifik, dapat diukur, bersifat menantang namun dapat dicapai. Stretch goals dapat dilihat
dalam artian hal-hal yang sulit memunculkan semangat dalam mencapai tujuan namun tetap dapat dicapai.
3 Stepping. Dalam proses ini, tujuan yang sulit, berjangka panjang, bahkan yang overwhelming dipecah menjadi bagian-bagian lebih
kecil sehingga dapat dikerjakan secara bertahap. 4 Involvement. Yang ditekankan dalam hal ini ialah pengambilan
keputusan yang bottom-up dan komunikasi, kesempatan untuk berpartisipasi, employee empowerment, engagement, delegation,
Universitas Sumatera Utara
dan increased autonomy have documented, hasil workplace yang diharapkan.
5 Reward systems. PsyCap hope dapat diberi penguatan dengan pemberian reward bagi individu yang melakukan usaha untuk
mencapai tujuan. 6 Resources. Pendekatan ini berhubungan dengan PsyCap hope.
Menemukan masalah dalam mencapai tujuan bukanlah suatu hal yang baru dan umum terjadi. Untuk itu menjadi suatu hal yang
penting bagi individu untuk mampu mengubah usaha-usahanya agar tujuan tetap dapat tercapai. Pengubahan strategi dalam
pencapaian tujuan ini tidak terlepas dari resource yang tersedia. Individu yang sulit mendapatkan akses terhadap hal-hal yang
diperlukannya dalam mencapai tujuan lebih cepat membuatnya merasa hopeless dan apatis. Untuk itu dalam hal ini diperlukan
resources yang berguna bagi individu dalam menemukan jalan untuk mencapai tujuan. Selain yang bersifat materil, resouces di
juga berbicara mengenai hubungan yang baik antara individu dengan orang-orang di sekitarnya, untuk itu diperlukan hubungan
yang baik dari orang-orang yang berpengaruh pada individu agar lebih mudah dalam menemukan jalan untuk memperoleh tujuan
yang ingin dicapai.
Universitas Sumatera Utara
7 Strategic alignment. Pendekatan ini berbicara tentang kesesuaian strategi dengan individu yang menjalankannya. Ketika individu
menciptakan strategi yang sesuai, maka kesempatannya untuk sukses akan tinggi, namun ketika tidak sesuai, maka sedikit
kemungkinan baginya untuk berhasil. 8 Training. Hal ini dibutuhkan agar individu lebih mudah dalam
mencari cara untuk mencapai tujuannya atau cara menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Training yang dapat meningkatkan
hope mudah dilaksanakan, interaktif, partisipatif, berorientasi pada kompetensi umum, dan dapat mengembangkan bakat menjadi
kekuatan yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi. c. PsyCap Optimism
Dikenal juga dengan realistic and flexible. Dalam bahasa sehari-hari, seseorang dikatakan optimis ketika mereka mengharapkan
kejadian yang positif di masa yang akan datang, dan dikatakan pesimis ketika selalu memiliki pikiran negatif dan berpikir akan kejadian
negatif yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dalam konteks PsyCap, pengertiannya tidak hanya sebatas demikian. PsyCap
optimism tergantung pada alasan dan atribusi yang digunakan seseorang untuk menjelaskan mengapa sesuatu terjadi, apakah bernilai
positif atau negatif, apakah itu terjadi pada masa lalu, sekarang, atau masa depan tidak terikat waktu.
Universitas Sumatera Utara
Luthans, Youssef, Avolio 2007 menjelaskan PsyCap optimism sebagai explanatory atau attributional style. Anggapan ini
didasari oleh pernyataan Martin Seligman yang mendefinisikan optimism sebagai explanatory style yang mengatribusi kejadian positif
secara personal, permanen, dan pervasif dan kejadian negatif secara eksternal, sementara, dan terjadi pada situasi spesifik saja tidak
menyeluruh atau pervasif, sedangkan pesimistic sebaliknya. Namun perlu diperhatikan bahwa individu yang terlalu atau
over optimistic tidak dapat dikatakan baik karena individu dapat menerima
tantangan yang
sebenarnya terlalu
ekstrim atau
membahayakan bagi dirinya ataupun orang lain. Untuk itu, Peterson dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007 menekankan agar individu
memiliki “flexible optimism” dan Schneider dalam Luthans, Youssef,
Avolio, 2007 menekankan agar memiliki “realistic optimism”.
PsyCap optimism yang harus dimiliki ialah yang efektif dan tidak ekstrim, serta harus dipandang sebagai pembelajaran untuk disiplin
diri, analisis hal-hal yang terjadi di masa lampau, perencanaan kontingen, dan program preventif yang tepat. Sehingga individu
dengan PsyCap optimism yang positif, efektif, fleksibel, dan realistis dapat menikmati implikasinya baik secara kognitif maupun emosional
karena mampu bertanggung jawab atas kesuksesannya dan memiliki kontrol atas tujuan pribadinya tanpa mengambil resiko berbahaya baik
bagi dirinya maupun orang lain secara tidak sadar.
Universitas Sumatera Utara
Individu dengan PsyCap optimism yang positif juga mampu menunjukkan rasa terima kasih mereka terhadap orang lain atau hal-hal
yang berkontribusi terhadap kesuksesan mereka. Ketika menghadapi masa-masa sulit, individu dapat menyelidiki masalah, belajar dari
kesalahan, menerima apa yang tidak dapat diubahnya, dan kembali melanjutkan dan fokus pada apa yang harus dikerjakannya. PsyCap
optimism yang positif dapat diperoleh individu dengan melepaskan apa yang ada di masa lalu, baik itu yang bersifat positif maupun negatif;
menghargai apa yang sedang terjadi saat ini; dan mencari kesempatan untuk masa yang akan datang.
d. PsyCap Resiliency Disebut juga dengan bouncing back and beyond. PsyCap
resiliency tidak hanya berarti kemampuan untuk menjadi teguh kembali setelah ditimpa kejadian atau hal buruk atau kesulitan, namun
juga menjadi lebih positif dan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Suatu faktor yang mempengaruhi kualitas PsyCap resiliency individu
ialah gaya kepemimpinan orang yang berkuasa terhadap dirinya. Gaya kepemimpinan yang berpengaruh positif terhadap perkembangan
PsyCap resiliency ialah transformasional yang dapat dirasakan dari kharisma, pengaruh idealis, stimulasi intelektual, dan pertimbangan
individualisasi orang yang berkuasa atas diri individu. Sedangkan gaya kepemimpinan yang berpengaruh negatif terhadap PsyCap efficacy
ialah transaksional.
Di samping
itu, positive
psychology
Universitas Sumatera Utara
mengidentifikasi dan menemukan tiga faktor yang berkontribusi atau mengganggu perkembangan PsyCap resiliency ini. Ketiga faktor
tersebut ialah: 1 Resiliency assets. Masten dan Reed dalam Luthans, Youssef,
Avolio, 2007 mendefinisikan aset resiliency sebagai karakteristik situasi dalam kelompok individu yang dapat diukur yang
memprediksi hasil positif di masa depan dalam kriteria hasil yang spesifik. Faktor ini mengidentifikasi kemampuan kognitif,
temperamen, persepsi diri yang positif, keyakinan, pandangan terhadap hidup, stabilitas emosi, regulasi diri, a sense of humor,
ketertarikan secara umum sebagai aset potensial yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan resiliency Masten dalam
Luthans, Youssef, Avolio, 2007. Wolin dan Wolin dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007 menambahkan daftar aset dari
resiliency yakni insight, kemandirian, hubungan, inisiatif, kreativitas, humor, dan moral. Berdasarkan aliran psikologi positif,
beberapa penekanan berada pada pentingnya aset hubungan dan kontribusinya dengan resiliency, khususnya dalam konteks
menerima keragaman atau pengalaman negatif. Gorman dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007 mendukung hubungan integral
baik secara personal maupun aset yang berdasarkan pada hubungan dalam perannya meningkatkan resiliency dengan menunjukkan
bahwa individu yang dapat menemukan dan mengasah talentanya
Universitas Sumatera Utara
dan menemukan mentor yang efektif untuk dapat berhasil dalam bidangnya akan memiliki kemampuan untuk bouncing back dan
menjadi sukses. 2 Resiliency risk factors. Masten dan Reed dalam Luthans, Youssef,
Avolio, 2007 mendefinisikan resiliency risk factors sebagai faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kemungkinan
outcome yang tidak diharapkan. Kirby Fraser dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007 menyebutnya sebagai
“vulnerability factors” dan mengatakan faktor-faktor resiko ini mencakup
pengalaman yang
jelas merusak
dan disfungsi
seperti penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan Johnson, Bryant, Collins,
Noe, Strader, Berbaum; Sandau-Beckler, Devall, de la Rosa dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007, dan pengalaman
traumatik seperti kekerasan Qouta, El-Sarraj, Punamaki dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007. Resiko-resiko ini juga dapat
mencakup faktor yang samar dan bertahap namun merusak seperti stres dan burnout Baron, Eisman, Scuello, Veyzer, Lieberman;
Smith Carlson dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007, kesehatan yang tidak baik, pendidikan rendah, dan pengangguran
Collins dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007. Faktor-faktor resiko ini dapat menyebabkan individu mengalami pengalaman
yang tidak diharapkan secara intens sehingga kemungkinan munculnya outcome yang negatif dapat meningkat Cowan, et al.;
Universitas Sumatera Utara
Masten dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007. Namun, munculnya faktor-faktor resiko ini tidak dapat dipandang sebagai
hal yang menyebabkan kegagalan dan berkurangnya resiliency. Faktor-faktor resiko ini tidak dapat dielakkan. Oleh karena itu,
menghindar sepenuhnya dari resiko ini dan menutupi diri dan orang lain dari sumber-sumber resiko ini merupakan hal yang tidak
realistis. Lebih lagi, tantangan sebenarnya dapat memberi kontribusi yang sangat baik dalam membantu menstimulasi
perkembangan, pencapaian potensi diri dan self-actualization individu. Proses penggunaan aset untuk mengatasi resiko dapat
membantu mengatasi rasa puas diri, menyelidiki bidang baru, bahkan memanfaatkan talenta dan kekuatan yang mereka miliki,
namun hanya ketika proses ini dapat diidentifikasi dan dikelola dengan baik. Faktor-faktor resiko ini penting untuk membantu
individu dapat melakukan “bouncing back and beyond” pada proses resiliency. Resiliency memungkinan individu menemukan
potensi latennya yang sebelumnya tidak disadarinya. Baik aset dan faktor-faktor resiko ini harus dipertimbangkan bersama dalam
proses PsyCap resiliency karena keduanya bersifat kumulatif dan saling berinteraksi.
3 The role of values in resiliency. Nilai-nilai dan kepercayaan yang dimiliki individu dapat membantu untuk mengangkat individu ke
luar dari masa-masa sulit yang sedang terjadi, membawa mereka
Universitas Sumatera Utara
melihat masa depan yang lebih memuaskan. Avolio dan Luthans dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007 mengatakan hal ini
dapat memotivasi diri individu sehingga pada akhirnya dapat memunculkan perilaku yang lebih baik. Individu dengan motivasi
untuk berkembang dan belajar akan cenderung berusaha untuk berhasil mencapai tujuan dan harapan yang menantang. Motivasi
untuk berkembang dan belajar ini dapat dikembangkan danatau dapat dihilangkan dari diri individu, sama halnya dengan resiliency
itu sendiri. Beberapa penelitian mendukung peran dari nilai dan kepercayaan yang bermanfaat ini dalam mempertahankan
resiliency lewat tantangan yang berat baik secara psikologis maupun fisik. Salah satu penelitian menemukan bahwa individu
yang bertindak sesuai dengan nilai-nilai dalam hidup akan mengalami peningkatan yang konsisten dalam hal kebebasan,
energi, dan resiliency-nya Richardson dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007. Wolin dan Wolin dalam Luthans, Youssef,
Avolio, 2007 berpendapat bahwa moral akan meningkatkan resiliency dengan menyesuaikan perilaku seseorang dengan sistem
nilai yang menuntun pada penilaian membedakan antara baik dan buruk, prinsip memberi dasar dalam pembuatan keputusan, dan
pelayanan berkontribusi terhadap well-being orang lain. Dapat dikatakan bahwa kontribusi utama dari nilai yang dimiliki individu
dalam meningkatkan resiliency ialah pada stabilitas nilai-nilai
Universitas Sumatera Utara
sebagai sumber yang bermanfaat Coutu Kobsa dalam Luthans, Youssef, Avolio, 2007.
B. UNIVERSAL-DIVERSE ORIENTATION 1. Definisi
Universal-diverse orientation UDO didefinisikan sebagai sikap terhadap semua orang yang bersifat inklusif namun tetap menyadari
perbedaan dan persamaan serta menerimanya; pengalaman serupa yang dimiliki beberapa individu yang membuat adanya sense of connectedness
antar individu tersebut dan berhubungan dengan perbedaan interaksi dengan orang lain. UDO ini mengindikasikan adanya dorongan yang
bersifat umum untuk bergabung atau mengalami perbedaan budaya dan orang-orang di lingkungan sekitar perbedaan dari segi ras, gender,
ataupun orientasi seksual, kepribadian. Berdasarkan hal ini, UDO terlihat merefleksikan tingkat perkembangan identitas individu yang tinggi seperti
tahap autonomy pada model Helms tentang perkembangan identitas ras Fuertes, Miville, Mohr, Sedlacek, Gretchen, 2000; Singley Sedlacek,
2004. Singkatnya, UDO ini diartikan sebagai sikap terhadap orang lain di
luar dirinya yang bersifat inklusif dan sadar serta menerima persamaan dan perbedaan yang ada antara satu dengan yang lain, termasuk dengan dirinya
sendiri Miville et al. dalam Toscano, 2012. Persamaan dan perbedaan budaya yang terdapat dalam kehidupan sosial ini perlu untuk disadari dan
Universitas Sumatera Utara
diintegrasikan agar tiap individu dapat menerima dan menghargai orang lain sehingga interaksi antar individu dapat berjalan secara efektif
Vontress dalam Fuertes, Miville, Mohr, Sedlacek, Gretchen, 2000. Individu dengan UDO yang tinggi akan memiliki tingkat yang
tinggi juga dalam identitas ras yang positif, healthy narcissism, empati, feminist views, androginy, pembelajaran yang fokus kepada multikultur,
academic self-concept, independent self-construal, self-efficacy, openess, berpikir positif dan kemampuan skill Toscano, 2012.
2. Aspek