Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Kewajiban membela orang miskin bagi profesi Advokat tidak terlepas dari prinsip
persamaan di depan hukum equality before the law dan hak untuk didampingi Advokat Access to legal counsel yang merupakan hak asasi manusia bagi semua orang tanpa terkecuali, termasuk faqir
miskin justice for all. Namun demikian, mungkin tidak seluruh Advokat yang akan bergerak di bidang ini, akan tetapi hanya Advokat tertentu yang diarahkan secara khusus untuk menangani
persoalan pemberian bantuan hukum bagi golongan miskin.
C. OBJEK PENERIMA BANTUAN HUKUM
Hak memperoleh bantuan hukum bagi setiap orang yang tersangkut suatu perkara merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Hak dalam memperoleh bantuan hukum itu sendiri
perlu mendapat jaminan dalam pelaksanaannya. Dalam peraturan perundangan-undangan di Indonesia yang terkait dengan bantuan hukum, terdapat beberapa sebutan untuk objek Penerima
Bantuan Hukum. Dalam Pasal 1 angka 2 UU tentang Bantuan Hukum, objek Pemberi Bantuan Hukum dikatakan sebagai Penerima Bantuan Hukum, yang didefinisikan sebagai orang atau
kelompok orang miskin.
Berbeda dengan Undang-Undang Bantuan Hukum , Undang-Undang Advokat menyebutkan objek Penerima Bantuan Hukum dengan sebutan Pencari Keadilan. Menurut pasal 1 angka 4
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003, yang dimaksud dengan Pencari Keadilan adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu
Disebutkan lagi, dalam Pasal 5 UU tentang Bantuan Hukum menyebutkan Penerima Bantuan Hukum meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi
hak dasar secara layak dan mandiri. Hak dasar yang dimaksud meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, danatau perumahan.
Dalam pemberian bantuan hukum secara Cuma-Cuma tentunya memiliki batasan yang ditentukan untuk kebutuhan golongan pencari keadilan. Tentang hal ini orang bilang
bahwa,perdefenisi, orang miskin itu tidak akan dapat mengetahui apa kebutuhan mereka yang sejati. Apa yang mereka nyatakan sebagai kebutuhan umumnya dan sebenarnya tak lain daripada
apa yang mereka inginkan. Maka apa yang harus didefinisikan sebagai kebutuhan orang orang miskin itu tentulah hanya akan dapat dirumuskan oleh mereka yang professional, tidak hanya
professional dalam permasalahan hukum tetapi juga dalam permasalahan sosial dan ekonomi. Dikatakan bahwa mereka yang miskin itu tidaklah sekali-kali akan dapat mengartikulasikan
kepentingannya sendiri. Banyak juga yang berprasangka bahwa orang-orang miskin itu tak hendak menginginkan apapun kecuali pangan, sesudah itu, sandang, dan baru sesudah itu pula
papan. Itu semua adalah kebutuhan pokok untuk bertahan hidup dalam jangka pendek, kalaupun dengan cara menghamba dan bersetia kepada mereka yang telah mapan di strata yang elit dan
berada di atas. Prasangka seperti inilah yang menjelaskan fakta mengapa orang-orang miskin sulit diorganisasi untuk suatu perjuangan jangka panjang guna merekonstruksi tatanan sosial
yang terlalu senjang. Mereka lebih suka menerima sedekah untuk keperluan jangka pendek
Universitas Sumatera Utara
daripada menerima hak-hak mereka yang asasi yang masih harus diperjuangkan dalam jangka panjang.
Di Australia objek penerima bantuan hukum selain kategori miskin finansial termasuk juga masyarakat adat indigenous people. Di Indonesia sendiri objek penerima bantuan hukum
cuma-cuma adalah golongan yang tidak mampu secara ekonomi seperti yang telah disebutkan diatas.
Untuk Lembaga Bantuan Hukum Medan sendiri objek penerima bantuan hukum secara cuma-cuma tidak hanya para pencari keadilan yang tidak mampu tetapi juga untuk orang atau
kelompok masyarakat marjinal dan termarjinalkan. Begitu juga dengan LBH Trisila juga menitikberatkan bantuan hukum yang diberikan kepada bantuan hukum struktural, dimana yang
mengalami konflik adalah masyarakat dengan Negara yang dianggap telah mengambil hak-hak dari masyarakat tersebut.
D. HAK DAN KEWAJIBAN PARA PEMBERI DAN PENERIMA BANTUAN