c. Luka bakar derajat III Full thickness burn
Kerusakan meliputi seluruh bagian kulit dan lapisan yang lebih dalam. Kulit yang terbakar tampak lebih putih atau pucat karena terbentuk eskar jaringan
yang mengalami kerusakan akibat trauma termis. Terjadi kerusakan kematian pada ujung-ujung saraf sensoris sehingga penderita hilang sensasi dan tidak
merasakan nyeri. Proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.
a derajat I b derajat II
c derajat III
Gambar 2.2. Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan
Sumber: University of Virginia Health System, 2015.
2.2.3. Komplikasi
Komplikasi luka bakar berdasarkan waktu terjadinya, yaitu segera, awal, dan lanjut. Komplikasi segera luka bakar adalah sindrom kompartemen dari luka
bakar sirkumferensial. Sebagai contoh, luka bakar pada ekstremitas mengakibatkan iskemia ekstremitas dan luka bakar toraks dapat menyebabkan
hipoksia oleh karena gagal napas rekstriktif Grace dan Borley, 2006. Adapun komplikasi awal luka bakar meliputi hiperkalemia akibat adanya
sitolisis pada luka bakar yang luas, gagal ginjal akut kombinasi dari hipovolemia, sepsis, dan toksin jaringan, infeksi, dan ulkus akibat stres ulkus Curling Grace
dan Borley, 2006. Sedangkan komplikasi lanjut luka bakar adalah terjadinya kontraktur.
Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini
disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka bakar Perdanakusuma, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Proses Penyembuhan Luka Bakar
Penyembuhan luka bakar merupakan proses yang kompleks. Proses ini melibatkan banyak jenis sel dan mediator yang mengatur perbaikan jaringan.
Berhasilnya penyembuhan luka dan regenerasi jaringan tergantung pada proses hemostasis, inflamasi, sistesis matriks, proliferasi, kontraksi luka, dan perbaikan
jaringan dalam mengembalikan fungsi jaringan Santoso, 2010. Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase Inflamasi
Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang timbul segera setelah terjadinya luka hingga 3-4 hari. Pada fase ini terjadi dua aktivitas
fisiologis, yaitu hemostasis pembekuan darah dan fase inflamasi seluler. Selama proses hemostasis, pembuluh darah yang terputus pada luka yang menyebabkan
perdarahan akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang terputus retraksi, dan reaksi hemostasis Nurmalisa,
2012. Jaringan yang rusak dan sel mast akan mengeluarkan histamin dan mediator
lain sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang tidak rusak. Hal ini juga akan meningkatkan permeabilitas kapiler dan cairan yang kaya protein
berpindah ke ruang interstisial. Terjadilah perbedaan tekanan onkotik yang akhirnya menyebabkan edema atau pembengkakan Santoso, 2010.
Aktivitas kedua adalah fase inflamasi seluler, dimana terjadi proses migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag keluar dari kapiler dan masuk ke daerah
yang rusak sebagai reaksi terhadap agen kemotaktik yang dipacu oleh adanya cedera Santoso, 2010. Selanjutnya, leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang
membantu dalam mencerna bakteri dan kotoran luka. Sedangkan makrofag akan menelan mikroorganisme dan sel-sel debris melalui proses fagositosis. Selain itu,
makrofag juga akan mengeluarkan angiogenesis growth factor AGF yang merangsang pertumbuhan sel epitel dan pembuluh darah baru serta menarik
fibroblas Pradipta, 2010.
Universitas Sumatera Utara
b. Fase Proliferasi
Fase ini berlangsung sejak berakhirnya fase inflamasi hingga akhir minggu ketiga. Aktivitas utama selama fase ini adalah angiogenesis dan membentuk
kembali permukaan luka melalui proses epitelisasi Nurmalisa, 2012. Angiogenesis berperan penting pada proses penyembuhan luka. Pembuluh
kapiler baru akan membawa oksigen yang cukup ke daerah luka karena biasanya terdapat keadaan hipoksia dan turunnya tekanan oksigen Pradipta, 2010.
Peran fibroblas juga sangat besar pada proses ini. Fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka. Kemudian fibroblas
akan berproliferasi dan mengeluarkan beberapa substansi, seperti kolagen, elastin, asam hialuronat, fibronektin, dan proteoglikans. Substansi ini berperan dalam
membangun jaringan baru Pradipta, 2010. Pada proses epitelisasi, fibroblas mengeluarkan keratinocyte growth factor
KGF yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi dimulai dari pinggir luka hingga membentuk barrier yang menutupi permukaan luka.
Untuk membantu jaringan tersebut menutup luka, fibroblas akan mengubah strukturnya menjadi myofibloblas yang berperan dalam kontraksi jaringan. Fase
proliferasi akan berakhir jika epitel kulit dan lapisan kolagen telah terbentuk Pradipta, 2010.
c. Fase Maturasi
Fase ini merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka. Fase ini berlangsung dari akhir minggu ketiga hingga berbulan-bulan, bahkan lebih dari
satu tahun, bergantung pada derajat dan luas luka bakar. Pada fase ini, terjadi proses penyerapan kembali jaringan yang berlebihan, pengerutan sesuai dengan
gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Jaringan kolagen parut terus diatur dan meningkatkan kekuatannya selama
beberapa bulan. Pada akhirnya biasanya timbul jaringan parut yang terdiri atas sedikit sel yang berpigmen melanosit dan memiliki warna yang lebih terang
daripada kulit normal, pucat tipis, lemas, dan tak ada rasa sakit maupun gatal Nurmalisa, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Komposisi Propolis