Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel de wist Karya Afifah Arra

(1)

ANALISIS WACANA PESAN MORAL

DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I.)

Oleh

Yusriani Pulungan

NIM: 104051001810

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H./2008 M

.


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 3 Juni 2008


(3)

ANALISIS WACANA PESAN MORAL

DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I.)

Oleh

Yusriani Pulungan

NIM: 104051001810

Di bawah Bimbingan:

Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd NIP. 150 282 125

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H./2008 M

.


(4)

ABSTRAK Yusriani Pulungan

Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Winst Karya Afifah Afra

Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis wacana model Teun A. Van Dijk. Data penelitian berupa isi cerita yang terdapat dalam novel, baik itu kata, kalimat, maupun paragraf dengan menggunakan teknik pengumpulan data, research document, keabsahan data dilihat dari analisis teks (stuktur wacana, kognisi sosial dan konteks sosial).

Kesimpulan penelitian ini adalah mengenai temuan-temuan pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst dari segi struktur makro dengan tema besar yang terdapat di dalam cerita yakni: nasionalisme, integritas dan loyalitas, tanggung jawab kepemimpinan, persamaan derajat, berusaha dan bekerja keras, pentingnya menuntut ilmu dan mengamalkannya, sopan santun dan keramahan, serta sabar, tawakal dan rendah hati. Kemudian dari segi superstruktur dengan skematik atau awal ceritanya adalah diawali dengan kisah tokoh-tokohnya dengan berbagai karakter, setelah itu konflik yang muncul hingga mencapai klimaks kemudian akhir cerita yang cukup tragis dan mengharukan. Pesan moral dilihat dari analisis teks terdapat dalam beberapa kategori yakni: hubungan manusia dengan Allah SWT yang berupa ketaqwaan hamba kepada tuhannya, dalam hal ini ketaqwaan tokoh dalam novel kepada Allah SWT, hubungan manusia dengan diri sendiri berupa harga diri, rasa cinta, rindu dan sebagainya, dan hubungan manusia dengan sesama manusia lain dalam lingkungan sosial berupa tolong menolong, menghargai dan menghormati sesama, kesetiaan dan sebagainya.. Dari segi kognisi sosialnya cukup menggambarkan kereligiusan pengarangnya. Sementara itu dari konteks sosial, novel ini merupakan pesan atau amanat pengarang bagi pembacanya, dalam menanamkan semangat nasionalisme untuk memperjuangkan kemerdekaan yang seutuhnya dengan kemandirian bangsa kita dalam berbagai sektor.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan sekalian alam. Karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan kepada umatnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis susun sebagai kewajiban setiap mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya selama menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, dan juga sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Murodi, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan maupun pengarahan kepada penulis, baik dari segi keilmuan maupun penulisan. Semoga beliau senantiasa mendapatkan limpahan karunia dan nikmat serta perlindungan Allah SWT.


(6)

3. Bapak Wahidin Saputra, MA. dan Ibu Umi Musyarofah MA selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Ayahanda tercinta H. Sahnan Pulungan yang telah berjuang dengan sekuat tenaga untuk mendidik dan menyekolahkan penulis hingga ke perguruan tinggi, juga nasehat, doa serta motivasi yang selalu diberikan. Ibunda tercinta Hj. Derliana Lubis yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya yang tak terbatas dan ridho maupun doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis. Skripsi ini penulis persembahkan untuk mereka. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan wal’afiat, umur yang berkah dan bermanfaat, menjadi orang tua yang baik serta senantiasa mendapatkan perlindungan Allah SWT.

5. Keluarga tercinta, adik-adikku tersayang Siti Mariam dan Nur Habibah dan abangku Syaiful Bahri beserta isterinya yang selalu mendukung, menghibur hati dan membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan mereka sebagai hamba-Nya yang shaleh dan shalehah, taat dan berbakti kepada nusa, bangsa, agama terutama orang tua. Juga untuk keponakan pertamaku, Nabila Zahra semoga kelak jadi anak yang cerdas dan sholehah.

6. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di kampus tercinta ini.

7. Bapak Study Rizal LK, MA selaku penguji yang telah mengoreksi dan memberikan masukan bagi penulis untuk perbaikan skripsi ini.


(7)

8. Teman-temanku seperjuangan di kelas KPI B angkatan 2004, Mut, Mintje, Ida, Yayu, Mika, Kasih, Ika, Aal, Anis, Zee, Tia, Sarah, Iiq, Ifa, Ulul, Eva, dan semua teman-teman kelasku yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semua pengalaman dan kenangan manis selama kita bersama di kelas KPI B yang tercinta.

9. Seluruh staff dan pengelola Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih untuk fasilitas yang menunjang penulis dalam pembuatan skripsi ini juga untuk pelayanan yang diberikan.

10.Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendoakan semoga bantuan, dukungan, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan oleh semua pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna. Namun penulis tetap berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis, maupun bagi siapa saja yang meminati analisis wacana dalam berbagi artikulasinya. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.

Ciputat, 1 Juli 2008


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Tinjauan Pustaka... 6

F. Metodologi Penelitian... 7

G. Sistematika Penulisan... 10

BAB II TINJAUAN TEORI A. Analisis Wacana ... 12

1.Pengertian Analisis Wacana ... 12

2.Kerangka Analisis Wacana...14

B. Ruang Lingkup Novel ... 16

1.Pengertian Novel ... 18

2.Unsur-unsur dalam Novel ... ... 19

3.Jenis-jenis Novel ... 21

C. Pesan Moral ... 23


(9)

2. Pengertian Moral, Etika, Akhlak ... 24

3. Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa ... 29

BAB III BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL A. Biografi Singkat Afifah Afra ... 31

B. Karya-karyanya ... 31

C. Ringkasan Cerita Novel De Winst ... 33

BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Wins Karya Afifah Afra ... 41

1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks ... 41

a. Struktur Makro... 41

b. Superstruktur ... 49

c. Struktur Mikro ... 55

2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial ... 63

3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari konteks Sosial ... 66

B. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst ... 67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Saran-saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan sekalian alam. Karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan kepada umatnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis susun sebagai kewajiban setiap mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya selama menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi, dan juga sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

11.Bapak Dr. Murodi, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

12.Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan maupun pengarahan kepada penulis, baik dari segi keilmuan maupun penulisan.


(11)

Semoga beliau senantiasa mendapatkan limpahan karunia dan nikmat serta perlindungan Allah SWT.

13.Bapak Wahidin Saputra, MA. dan Ibu Umi Musyarofah MA selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

14.Ayahanda tercinta H. Sahnan Pulungan yang telah berjuang dengan sekuat tenaga untuk mendidik dan menyekolahkan penulis hingga ke perguruan tinggi, juga nasehat, doa serta motivasi yang selalu diberikan. Ibunda tercinta Hj. Derliana Lubis yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya yang tak terbatas dan ridho maupun doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis. Skripsi ini penulis persembahkan untuk mereka. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan wal’afiat, umur yang berkah dan bermanfaat, menjadi orang tua yang baik serta senantiasa mendapatkan perlindungan Allah SWT.

15.Keluarga tercinta, adik-adikku tersayang Siti Mariam dan Nur Habibah dan abangku Syaiful Bahri beserta isterinya yang selalu mendukung, menghibur hati dan membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan mereka sebagai hamba-Nya yang shaleh dan shalehah, taat dan berbakti kepada nusa, bangsa, agama terutama orang tua. Juga untuk keponakan pertamaku, Nabila Zahra semoga kelak jadi anak yang cerdas dan sholehah.

16.Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di kampus tercinta ini.


(12)

17.Bapak Study Rizal LK, MA selaku penguji yang telah mengoreksi dan memberikan masukan bagi penulis untuk perbaikan skripsi ini.

18.Teman-temanku seperjuangan di kelas KPI B angkatan 2004, Mut, Mintje, Ida, Yayu, Mika, Kasih, Ika, Aal, Anis, Zee, Tia, Sarah, Iiq, Ifa, Ulul, Eva, dan semua teman-teman kelasku yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semua pengalaman dan kenangan manis selama kita bersama di kelas KPI B yang tercinta.

19.Seluruh staff dan pengelola Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih untuk fasilitas yang menunjang penulis dalam pembuatan skripsi ini juga untuk pelayanan yang diberikan.

20.Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendoakan semoga bantuan, dukungan, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan oleh semua pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna. Namun penulis tetap berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis, maupun bagi siapa saja yang meminati analisis wacana dalam berbagi artikulasinya. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.

Ciputat, 1 Juli 2008


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Masalah... 1

I. Pembatasan dan Perumusan Masalah...5

J. Tujuan Penelitian ... 6

K. Manfaat Penelitian... 6

L. Tinjauan Pustaka... 6

M. Metodologi Penelitian... 7

N. Sistematika Penulisan... 10

BAB II TINJAUAN TEORI D. Analisis Wacana ... 12

1.Pengertian Analisis Wacana ... 12

2.Kerangka Analisis Wacana...14

E. Ruang Lingkup Novel ... 16

1.Pengertian Novel ... 18

2.Unsur-unsur dalam Novel ... ... 19

3.Jenis-jenis Novel ... 21

F. Pesan Moral ... 23


(14)

2. Pengertian Moral, Etika, Akhlak ... 24

3. Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa ... 29

BAB III BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL D. Biografi Singkat Afifah Afra ... 31

E. Karya-karyanya ... 31

F. Ringkasan Cerita Novel De Winst ... 33

BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN C. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Wins Karya Afifah Afra ... 41

1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks ... 41

a. Struktur Makro... 41

b. Superstruktur ... 49

c. Struktur Mikro ... 55

2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial ... 63

3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari konteks Sosial ... 66

D. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst ... 67

BAB V PENUTUP C. Kesimpulan ... 72

D. Saran-saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN


(15)

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini telah jauh dan semakin beragam. Namun teknologi penulisan merupakan tahapan yang tidak pernah lekang bahkan terus berkembang. Apalagi saat ini ketika “kran” kebebasan membuka penerbitan dibuka lebar setelah reformasi. Kini semakin banyak media surat kabar dan majalah. Masyarakat pun bisa leluasa memilah dan memilih media yang disukainya. 1

Di samping itu mereka juga dapat dengan mudah menerima informasi itu sambil meminum teh manis atau secangkir kopi. Tanpa harus jauh mencari, seperti datang ke pusat-pusat pengajian misalnya. Situasi demikian adalah peluang sekaligus tantangan bagi para dai untuk dapat memanfaatkan berbagai media untuk berdakwah mengajak kebenaran.

Merebaknya media massa dewasa ini, khususnya media cetak seperti surat kabar, majalah, tabloid, buletin, dan buku-buku dari era informasi dan keterbukaan. Berbagai informasi berseliweran tiap hari dan tiap saat. Berbagai pandangan pun berkembang seakan tiada mengenal henti, semua pesan dari media massa dikonsumsi oleh masyarakat serta menjadi bahan informasi dan referensi pengetahuan mereka.

Kekuatan informasi yang disampaikan media massa demikian hebat sehingga aktivitas dakwah penting untuk bisa masuk ke dalam wilayah itu, artinya para pelaku dakwah perlu menyiapkan dirinya utnuk memiliki keahlian berdakwah melalui tulisan di media massa. Setidaknya harus ada sebagian di

1


(16)

antara mereka yang membidangi aktivitas dakwahnya melalui tulisan, di samping sejumlah aktivitas di bidang lain, karena jika ini tidak diantisipasi maka dikhawatirkan masyarakat pembaca akan terbentuk oleh pesan media yang kering tanpa nilai-nilai agama.2

Oleh karena itu, tidak keliru jika kini kegiatan dakwah bisa dikembangkan melalui media tulisan. Media tulisan yang dikemas secara popular dan dimuat di media massa seperti di koran, majalah, tabloid, buletin, maupun dakwah yang melalui media karya sastra berupa novel. Dengan media tulisan pesan dakwah dapat tersebar dan diterima banyak kalangan, dalam waktu pengaksesannya tergantung kepada keluangan mad’u (objek dakwah).

Berdakwah dengan menggunakan sarana media cetak memang memerlukan bakat mengarang karena media cetak merupakan sarana komunikasi tulisan. Selain bersifat ketrampilan praktis, pendekatan ini pula sebagai sebuah seni. Sejak awal sejarahnya, dakwah Islamiyah yang didukung oleh angkatan seniman dan pasukan sastrawan dengan senjata seni budaya dan seni sastranya telah berjihad melawan musuh-musuh Islam.di dalam QS Asy Syuara (26):227, dikemukakan betapa Allah memuji para seniman dan sastrawan Mukmin yang berjihad tanpa kompromi untuk melawan kejahatan.3

Perkembangan media komunikasi saat ini yang semakin pesat, yang juga berfungsi sebagai media dakwah tidak membuat media komunikasi yang sebelumnya tidak berfungsi dan tidak bisa dimanfaatkan lagi. Namun justru kemajuan teknologi membuat atau pun mendorong para dai yang menggunakan

2

Aep Kusnawan, et. Al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bandung: Benang Merah Press,2004, Cet. Ke-1. h. 24

3

Suf kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri prinsip-Prinsip Dakwah Bi Al Qalam Dalam Al Qur’an, Jakarta: Teraju, 2004. Cet.ke-1. h. 78


(17)

media sebelumnya untuk lebih meningkatkan strategi dan kinerja dakwahnya. Para pelaku dakwah harus mampu memanfaatkan media massa untuk berdakwah, salah satunya dengan menggunakan metode dakwah bi al qolam (dakwah dengan tulisan) melalui media massa cetak. Dengan cara persuasi dan argumentasi yang baik melalui tulisan dai dapat berdakwah baik secara tersirat(implisit) maupun terang-terangan.

Dakwah melalui tulisan dilihat dari segi isinya mengalami perluasan yang sangat penting, ia tidak hanya memuat ajaran-ajaran Islam yang berdimensi teologis, aqidah dan ibadah tetapi juga memuat aspek-aspek yang lebih kompleks (seperti sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi). Seiring dengan perkembangan pengetahuan umat Islam mengenai ajaran-ajaran Islam itu sendiri dan persoalan kehidupan yang dihadapi. Sebut saja Imam Al Ghazali, Hasan Al Banna dan Yusuf Qardhawi. Demikian pula para ulama, sarjana, filsuf, dan cendekiawan muslim lain dari berbagai disiplin ilmu yang juga mencanangkan dakwah Islam melalui tulisan.

Dalam hal ini, karya sastra merupakan salah satu bentuk tulisan yang dapat dijadikan sebagai media dakwah. Dalam karya sastra yang menceritakan suatu kisah baik yang fiksi maupun nonfiksi terdapat pesan-pesan yang bermuatan dakwah dan moral. Selain itu, memberikan pengetahuan yang memuat aspek-aspek yang lebih kompleks (seperti sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi). Pengetahuan dan pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui novelnya tersebut diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan setiap orang yang membacanya.

Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang untuk, antara lain, menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Fiksi atau pun novel mengandung


(18)

penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang disampaikan atau yang diamanatkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Bahkan, unsur amanat itu, sebenarnya, merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya itu, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa pesan moral yang disampaikan lewat cerita fiksi tentulah berbeda efeknya dibanding yang lewat tulisan nonfiksi.

Karya sastra, fiksi, senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan harkat dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada hakikatnya bersifat universal. Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh manusia sejagad. Ia tidak hanya bersifat kesebangsaan, apalagi keseorangan, walau memang terdapat ajaran moral kesusilaan yang berlaku dan diyakini oleh kelompok tertentu. Sebuah karya fiksi yang menawarkan pesan moral yang bersifat universal. Biasanya akan diterima kebenarannya secara universal pula dan memungkinkan untuk menjadi sebuah karya yang bersifat sublim-walau untuk yang disebut terakhir juga (terlebih) ditentukan oleh berbagai unsur intrinsik yang lain.4

Afifah Afra merupakan salah satu dari tokoh yang memanfaatkan tulisan sebagai media dakwah. Di usianya yang belum genap tiga puluh tahun sudah lebih tiga puluh buku ia hasilkan dan fiksi novel menjadi tulisan yang mendominasi karyanya. Salah satu novelnya pernah menjadi salah satu karya terbaik FLP

4

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1998. h. 321-322


(19)

(Forum Lingkar Pena) pada tahun 2002. Selain aktif menulis buku Afifah Afra juga telah mendirikan penerbitan sendiri yang mendukung kegiatan menulisnya. Novel De Winst merupakan novel terbarunya sekaligus novel yang menurut peneliti lebih bersifat universal, dibanding novel-novel sebelumnya atau novel karya penulis FLP Islami lain pada umumnya.

Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis novel De Winst karya Afifah Afra dilihat dari perspektif Ilmu Komunikasi. Kajian ini akan diangkat ke dalam sebuah judul penelitian “Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Winst Karya Afifah Afra.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka ruang lingkup masalah yang akan diteliti, dibatasi pada pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst karya Afifah Afra. Penelitian ini mencakup seluruh isi cerita yang dibagi menjadi 22 bab cerita, menggunakan novel cetakan pertama yang diterbitkan oleh Afra Publishing.

Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah wacana pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst karya Afifah Afra?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk pesan moral yang terkandung dalam novel De Winst karya Afifah Afra?


(20)

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. untuk mengetahui dan mencari jawaban tentang bagaimana wacana pesan moral yang terdapat dalam Novel De Winst

2. untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pesan moral yang terkandung dalam novel De Winst karya Afifah Afra.

D. Manfaat Penelitian

1. Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan komunikasi, terutama studi tentang analisis wacana, dengan fokus pada analisis wacana karya sastra, sehingga secara umum dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi kajian Komunikasi dan Penyiaran Islam.

2. Praktis

Secara praktis karya skripsi ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dan bahan perbandingan bagi penelitian serupa yang telah ada, dan memberi masukan serta inspirasi bagi para peminat karya sastra untuk turut memperkaya karya sastra dengan muatan dakwah dan pesan moral yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan oleh Afifah Afra.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku serta artikel-artikel yang membahas tentang analisis teks media. Pada penelitian


(21)

ini akan disampaikan analisis wacana pesan moral dalam novel De Winst karya Afifah Afra merujuk pada penelitian terdahulu seperti penelitian:

1. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah oleh Nurchasanah tahun 2007.

2. Analisis Wacana Pesan Sinetron Santriwati Gaul oleh Nurseha tahun 2007.

3. Analisis Wacana Dakwah melalui Film Koran Gondrong oleh Lisa Badriah tahun 2006.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menjadikan sinetron atau pun film sebagai objek penelitian. Penelitian yang peneliti lakukan yakni analisis wacana pesan moral dalam novel. Walaupun telah ada sebelumnya penelititan terdahulu yang menganalisis wacana pesan moral dalam novel. Namun penelitian ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dan sebagai bahan perbandingan dari penelitian serupa yang telah ada.

F. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan teknik analisis wacana tehadap buku novel De Winst karya Afifah Afra. Model analisis wacana yang digunakan adalah model Teun A Van Dijk, modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya teks. Menurutnya penelitiannya atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktek produksi yang juga harus diamati.5

5

Eriyanto, Analisis Wacana:PengantarAnalisis Teks Media ( Yogyakarta: LKis, 2001 ), h. 221


(22)

Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari analisis isi selain kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih memfokuskan pada sisi komunikasi yang tampak (tersurat/manifest/nyata). Sedangkan untuk menjelaskan hal-hal yang tersirat (latent), misalnya ideologi apa yang ada di balik suatu berita, maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam perkembangan Ilmu Komunikasi, metode analisis isi kualitatif berkembang menjadi beberapa varian metode, analisis wacana salah satunya di samping analisis framing dan semiotik.6 Pretensi analisis wacana adalah pada muatan, nuansa dan makna yang latent (tersembunyi) dalam teks media.7

Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi, yaitu: teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Bila digambarkan maka skema penelitian dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut:

Tabel 1.Skema dan Metode Penelitian Van Dijk

Struktur Metode

Teks

Menganalisa bagaimana strategi wacana yang dipakai

untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu. Critical Linguistik - Tematik - Skematik - Semantik - Sintaksis - Stilistik - Retoris Kognisi Sosial Menganalisa bagaimana peristiwa dipahami, didefenisikan dan ditafsirkan

dengan memasukkan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana tertentu.

6

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis: Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006. h. 62

7


(23)

Konteks Sosial

Menganalisa bagaimana wacana menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.

1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data Research Document, yaitu analisis pada novel De Winst karya Afifah Afra. Sebagai metode ilmiah, observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.8 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk menganalisis makna pesan moral yang terdapat dalam teks tersebut. Peneliti menghimpun data-data dan literatur, baik buku dan internet yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini melalui penelitian kepustakaan.

Pengolahan data akan disesuaikan dengan kerangka analisis wacana yang ditemukan oleh Teun A. Van Dijk, yaitu meneliti pesan moral dilihat dari analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Dalam dimensi teks yang diteliti adalah struktur dari teks yang masing-masing bagian saling mendukung, dalam dimensi kognisi sosial difokuskan bagaimana sebuah teks diproduksi, sedangkan konteks sosial melihat bagaimana suatu teks dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam publik atas suatu wacana. Kemudian dari tiga dimensi di atas peneliti akan melakukan interprestasi–interprestasi berdasarkan temuan data yang terdapat dalam teks, kognisi, dan konteks sosial.

8


(24)

2. Analisis Data

a. Proses penafsiran data

Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks ketimbang penjumlahan unit kategori. Dasar dari analisis wacana adalah interprestasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan interprestasi dan penafsiran peneliti. Setiap teks pada dasarnya dapat dimaknai secara berbeda, dan dapat ditafsirkan secara beragam.9 Dalam tahap ini, peneliti akan memperhatikan data-data yang terdapat dalam novel karya Afifah Afra, kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan disesuaikan pada kerangka analisis wacana yang dikemukakan oleh Van Dijk.

b. Penyimpulan Hasil Penelitian

Kesimpulan hasil penelitian diambil berdasarkan pada interprestasi peneliti atas obyek yang diteliti dan data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian.

Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), cetakan ke-II yang diterbitkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan susunan penyusunan laporan akhir (skripsi) maka dibuatlah sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan bab-bab tersebut memiliki beberapa sub-bab, yakni sebagai berikut:

9


(25)

BAB I. Berisi Pendahuluan yang terdiri dari, Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II. Berisi Tinjauan Teori yang terdiri dari Analisis Wacana yang meliputi: Pengertian Analisis Wacana, Kerangka Analisis Wacana: Teks, Kognisi Sosial, dan Konteks Sosial, Ruang lingkup Novel meliputi: Pengertian Novel, Unsur-Unsur dalam Novel, Jenis-jenis Novel, Pesan Moral meliputi Pengertian Pesan, Pengertian Moral, Etika dan Akhlaq serta Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa.

BAB III. Berisi Biografi Afifah Afra yang meliputi Sejarah Singkat Afifah Afra, Karya-Karya Afifah Afra dan Ringkasan Cerita Novel De Winst Karya Afifah Afra.

BAB IV. Berisi Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Novel De Winst yang meliputi Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks yang meliputi Struktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro, Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial, Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Konteks Sosial, dan Bentuk-Bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst.

BAB V. BerisiPenutup yang memuat tentang Kesimpulan dan Saran Bagian Terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran.


(26)

BAB II TINJAUAN TEORI A. Analisis Wacana

1. Pengertian Analisis Wacana

Analisis Wacana berasal dari dua kata yakni analisis dan wacana. Kata analisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dalam beberapa pengertian yakni:

1. kata analisis diartikan sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dsb)

2. penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

3. penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya.10

Sedangkan istilah wacana secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta wac/wak/vak, artinya ’berkata’ atau ’berucap’. Kata tersebut mengalami perkembangan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin discursus (lari ke sana ke mari). Kata ini diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari).11

Makna istilah di atas berkembang sehingga kemudian memiliki arti sebagai pertemuan antar bagian yang membentuk satu kepaduan. Analisis wacana

10

DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Edisi ke-3, h. 43

11

Dede Oetomo, Kelahiran dan perkembangan analisis wacana, dalam PELLBA, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h.3


(27)

menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi. Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini, aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisannya hanya pada soal kalimat, dan barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan perhatian kepada penganalisisan wacana. 12

Dalam buku Alex Sobur dituliskan pengertian wacana menurut Ismail Maharimin, yakni sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya, komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.13

Sedangkan Riyono Pratiko sebagaimana dikutip Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menjelaskan bahwa wacana adalah sebuah proses berpikir seseorang yang mempunyai ikatan dengan ada tidaknya sebuah kesatuan dan koherensi dalam tulisan yang disajikannya.menurutnya, makin baik cara atau pola pikir seseorang, maka akan terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.14

Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menggambarkan wacana dalam berbagai aspek makna kebahasaan, di antaranya:

1. Komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan konversasi atau percakapan

2. Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau pokok telaah

3. Risalat tulis, disertasi formal, kuliah, ceramah, khotbah.15

Dari berbagai pengertian analisis dan wacana di atas, peneliti menyimpulkan bahwa analisis wacana merupakan suatu kegiatan mengkaji dan menelaah suatu produk komunikasi dari perspektif kebahasaan dengan melihat

12

Hamid Hasan Lubis, Analisis WacanaPragmatik. (Bandung: Angkasa, 1993), h. 121.

13

Alex Sobur, Analisis Teks Media. h. 10

14

Ibid.

15


(28)

teks kemudian dikaitkan dengan ideologi dibalik terbentuknya teks tersebut dengan melihat kognisi dan konteks sosial.

2. Kerangka Analisis Wacana

Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model van Dijk menjadi model yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin karena van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis.

Menurut van Dijk, sebagaimana yang dikutip Eriyanto penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu proses praktik produksi yang juga harus diamati, dan harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.16 Berikut ini kerangka analisis wacana sesuai dengan model van Dijk:

a. Teks

Teun A. Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai struktur/tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung. Van Dijk membaginya dalam tiga tingkatan:

1) Struktur makro. Ini merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita.

2) Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.

16

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKIS, 2006), Cet. Ke- V, h. 221


(29)

3) Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase dan gambar.17

Struktur/elemen wacana yang dikemukakan Van Dijk ini dapat digambarkan seperti berikut18:

ELEMEN WACANA VAN DIJK

Struktur Wacana Hal yang diamati Elemen

Struktur makro TEMATIK

(tema/topik yang dikedepankan dalam suatu

berita)

Topik (tema dalam novel De Winst)

Superstruktur SKEMATIK (bagaimana bagian dan urutan

cerita diskemakan dalam teks berita secara utuh)

Skema (struktur tiga babak yaitu: awal, konflik dan resolusi)

Struktur Mikro SEMANTIK

(makna yang ingin ditekankan dalam teks berita)

Latar, detil, dan maksud

Struktur Mikro SINTAKSIS

(bagaimana kalimat (bentuk susunan) yang dipilih)

Bentuk kalimat, koherensi, dan kata

ganti Struktur Mikro STILISTIK

(bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita)

Leksikon

Struktur Mikro RETORIS

(bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan)

Grafis dan metafora

b.Kognisi Sosial

Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, tetapi bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam pandangan van Dijk perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial yang meneliti kesadaran mental wartawan, dalam hal karya sastra maka bisa dikatakan kesadaran mental pengarangnya dalam membentuk teks dalam karyanya.

17

Ibid. h. 226

18


(30)

Analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, maka dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial.

Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. Kognisi sosial ini penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk memahami teks media.19

c. Konteks Sosial

Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari analisis wacana adalah mengambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi, konteks sangat penting untuk menentukan makna dari suatu ujaran.

Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut. Dan untuk memperoleh gambaran ihwal elemen-elemen struktur wancana (teks) tersebut, berikut adalah penjelasan singkat:

1) Tematik, secara harfiah tema berarti “sesuatu yang di uraikan,” kata ini berasal dari kata Yunani ‘tithenai’ yang berarti meletakkan. Tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya.20

19

Ibid. h. 260

20

Gorys Keraf, Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, (Ende-Flores: Nusa Indah, 1980) h. 107


(31)

2) Skematik, menggambarkan bentuk wacana umum yang disusun dengan sejumlah kategori seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, pentutup, dan sebagainya. Struktur skematik memberikan tekanan: bagian mana yang didahulukan dan bagian mana yang bisa dikemudiankan sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting.

3) Semantik, adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal (unit semantik terkecil) maupun makna gramatikal (makna yang terbentuk dari gabungan satuan-satuan kebahasaan).21

4) Sintaksis, secara etologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata-kata atau kalimat. Sintaksis ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.22

5) Stilistik, pusat perhatiannya adalah style (gaya bahasa ) yaitu cara yang digunakan penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana.

6) Retoris, adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya dengan pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik) atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak.23

21

Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik, (Yogyakarta: ANDI, 1996), h. 1

22

Mansoer Pateda, Linguistik: Sebuah Pengantar, (Bandung : Angkasa. 1994 ),h. 85

23


(32)

B. Ruang Lingkup Novel 1. Pengertian Novel

Kata novel berasal dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis karya sastra lainnya seperti puisis, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian.24 Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita.

Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga lebih banyak.25

Menurut Abdullah Ambary, novel adalah cerita yang menceritakan suatu kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya.26

Novel adalah genre sastra dari Eropa yang muncul di lingkungan kaum borjuis di Inggris dalam abad 18. Novel merupakan produk masyarakat kota yang terpelajar, mapan, kaya, cukup waktu luang untuk menikmatinya.di Indonesia, masa perkembangan novel terjadi tahun 1970-an.27

Novel memungkinkan adanya penyajian secara panjang lebar mengenai tempat (ruang) tertentu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi manusia dalam masyarakat jelas berhubungan dengan ruang dan waktu. Sebuah masyarakat jelas berhubungan dengan dimensi tempat, tetapi peranan seorang

24

Henry Guntur Trigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1993) h. 10

25

www.id.wikipedia.org.

26

Abdullah Ambary, Intisari Sastra Indonesia, (Bandung: Djatmika, 1983) h. 61

27

Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Penerbit Alumni, 1999), Cet ke-1, h. 12


(33)

tokoh dalam masyarakat berubah dan berkembang dalam waktu. Khasnya, novel mencapai keutuhannya secara inklusi (inclution), yaitu bahwa novellis mengukuhkan keseluruhannya dengan kendali tema karyanya.28

Dari berbagai penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa novel merupakan suatu karya sastra yang isinya menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia, dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Novel tercipta dari hasil penghayatan dan perenungan terhadap hakikat hidup, dan kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab meskipun ia bersifat imajinatif. Dan melalui sosok tokoh dalam novel pengarang memberikan gambaran kehidupan yang diidealkannya yang memiliki muatan pesan bagi pembacanya.

2. Unsur-unsur dalam Novel

Novel sebagai karya sastra yang bersifat fiksi memiliki struktur yang dibagi dua bagian, yaitu: struktur luar (ekstrinsik) dan stuktur dalam (instrinsik). Unsur ektrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa.

a)Penokohan dan perwatakan

Masalah penokohan dan perwatakan ini merupakan salah satu hal yang kehadirannya dalam sebuah fiksi amat penting dan bahkan menentukan, karena tidak akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang

28

Suminto A. Sayuti, Berkenalan dengan Prosa Fiksi, (Yogyakarta: Gama Media, 2000), cet.ke-1, h.6


(34)

diceritakan dan tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya membentuk alur cerita.

b.) Alur (plot)

Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.29

c.) Latar atau Landas Tumpu

Setelah penokohan atau alur cerita ditetapkan, agar keadaan suatu peristiwa dan tokoh dalam cerita tersebut dapat tergambarkan dengan jelas maka diperlukan adanya latar. Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.30

d.) Tema

Tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai pengarang melalui topiknya tadi.

e.) Gaya Penceritaan

Gaya penceritaan yang dimaksudkan di sini adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa. Tingkah laku berbahasa ini merupakan suatu sarana sastra yang amat penting. Tanpa bahasa, tanpa gaya bahasa, sastra tidak ada. Betapapun dua atau tiga orang pengarang mengungkapkan suatu tema, alur, karakter, atau latar yang sama, hasil karya mereka akan berbeda bila gaya bahasa mereka berbeda.

29

M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya), cet. Ke-2, h. 35-43

30

Erwan Juhara, dkk. Cendikia Berbahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Setia Purna Inves.) h. 102


(35)

f.) Pusat Pengisahan

Pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Terdapat beberapa jenis pusat pengisahan yaitu: Pengarang sebagai tokoh cerita, pengarang sebagai tokoh sampingan, pengarang sebagai orang ketiga (pengamat) sekaligus narator, pengarang sebagai pemain dan narator.31

3. Jenis-jenis Novel

M. Atar Semi dalam bukunya Anatomi Sastra membagi novel sebagai suatu karya fiksi ke dalam bebrapa jenis di bawah ini:

a) Romantik: secara filosofis, merupakan ketidaksenangan terhadap kehidupan modern yang artifisial, materialis, kaku, dan kasar ;dan kemudian lari dari kehidupan modern itu dengan membentuk suatu bentuk dunia yang lain, biasanya dengan mengagungkan alam, emosi, dan pribadi. b) Realisme merupakan lawan dari romantik, yakni suatu karya yang

menggambarkan tentang dunia kini dengan segala keadaaan dan kenyataan yang dimilikinya.

c) Gotik merupakan suatu karya fiksi yang menceritakan tentang horor, tentang kekerasan, tentang kekacauan, membicarakan tentang kematian, keajaiban, supernatural, kuburan keramat, hantu yang gentayangan,dan tentang berbagai keanehan keajaiban alam.

d) Naturalisme, karya fiksi naturalis mengungkapkan segala sesuatu tanpa harus ada bagian yang disembunyikan, segala kekurangan dan kelebihan

31


(36)

dipaparkan, misalnya tentang kehidupan seksual, tentang kemiskinan, tentang pengaruh narkotik.

e) Proletarian, fiksi jenis ini menggambarkan tentang segala bentuk kepincangan dan ketidakadilan serta mengemukakan cara-cara pemecahan masalah atau jalan keluar, pada umumnya jalan keluar yang dianjurkan adalah sosialisme.

f) Alegori adalah suatu dramatisasi dari satu pernyataan yang kompleks tentang politik, agama, dan moral, dan lain-lain melalui tokoh-tokoh tertentu seperti binatang, atau dengan menyebutkan pelaku-pelaku seperti si Tamak, si Korup, si Alim dan sebagainya.

g) Simbolisme adalah mengajak kita untuk mengerti dengan mengetengahkan persoalan dengan yang cara yang baru.

h) Satire merupakan karya sastra karikatur dengan melebih-lebihkan sesuatu, dengan menggunakan kecerdasan dan daya kritis untuk menggambarkan tentang orang atau lembaga yang absurd, yang diperlihatkan atau dikatakan berbeda dengan kenyataan.

i) Fiksi Sains (Science-Fiction) adalah semacam karangan yang dibuat berlandaskan prinsip ilmu pengetahuan atau berdasarkan inspirasi yang ditimbulkan oleh sesuatu penemuan ilmu pengetahuan.

j) Utopia, fiksi utopia mempunyai hubungan yang erat dengan fiksi sains. Karangan semacam ini menyangkut tentang gambaran masyarakat yang bertolak dari idealisme politik dan ekonomi pengarangnya.

k) Ekspresionisme adalah suatu teknik pengungkapan pikiran dan perasaan dengan memanfaatkan psikologi.


(37)

l) Psikologi, prinsip pokok fiksi psikologi adalah eksplorasi segi-segi pemikiran dan kewajiban tokoh-tokoh utama cerita, terutama menyangkut alam pikiran pada tingkat yang lebih dalam, di tingkat alam bawah sadar. m) Ekstensialisme, fiksi eksistensialis merupakan fiksi yang memperhatikan

atau menerapkan filsafat eksistensialis.

n) Autobiografi dan Biografi, fiksi autobiografi maupun biografi merupakan karya fiksi yang memperbincangkan tentang perjalanan hidup sendiri (autobiografi) atau tentang orang lain (biografi).32

C. Pesan Moral 1. Pengertian Pesan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pesan diartikan sebagai perintah, nasehat, permintaan, amanat yang harus dilakukan atau disampaikan kepada orang lain.33 Menurut Onong Uchjana Effendy pesan adalah seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

Dalam suatu kegiatan komunikasi, pesan merupakan isi yang disampaikan oleh komunikator, atau juga keseluruhan daripada apa yang disampaikan oleh komunikator terhadap komunikannya. Pesan dapat disampaikan secara langsung dengan lisan atau tatap muka, bisa juga dengan menggunakan media atau saluran.

H.A.W. Widjaja dalam bukunya Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat menjelaskan bentuk pesan yang dapat bersifat informatif, persuasif, dan coersif.

1. informatif berarti memberikan keterangan-keterangan dan kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri.

32

M. Atar Semi, Anatomi Sastra. h. 63-69

33


(38)

2. persuasif atau bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang disampaikan akan memberikan rupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan.

3. coersif, memaksa dengan sanksi-sanksi. Bentuk yang terkenal dengan penyampaian secara ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan di antara sesamanya dan kalangan publik. Coersif dapat berbentuk perintah, intruksi dan sebagainya.34

Dalam hal bentuk pesan yang terdapat di atas, maka peneliti berpendapat bahwa novel merupakan suatu media komunikasi yang bersifat memberikan informasi sekaligus bujukan yang memberikan kesadaran bagi pembacanya melalui pesan-pesan dalam novelnya tersebut.

2. Pengertian Moral, Etika, Akhlaq

Secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya: akhlak, budi pekerti, susila.35

Kata moral dari segi bahasa barasal dari bahasa latin yaitu mores jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Secara etimologi moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas dari sifat, perangai,kehendak,pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk. 36

Moral menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatannya dan menunjukkan jalan untuk melakukan jalan

34

H.A.W. Widjaja. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat,(Jakarta: Bina Aksara) h. 14-15

35

Ibid. h. 754

36


(39)

untuk melakukan apa yang harus diperbuat. 37 sumber dari ajaran-ajaran moral adalah tradisi, adat istiadat, ajaran agama dan ideologi-ideologi tertentu.

Moral sebenarnya memuat dua segi yang berbeda, segi batiniah dan segi lahiriah. Orang-orang baik adalah orang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan yang baik pula. Dengan kata lain moral hanya hanya dapat diukur secara tepat apabila hati maupun perbuatannya ditinjau bersama. 38

Gambaran tentang moral dalam pengertian di atas tidak jauh berbeda dengan pengertian moral dalam Islam. Dalam agama Islam kata moral lebih dikenal dengan istilah akhlak. 39

Moral dan akhlak dilihat dari arti kebahasaan mengandung pengertian yang sama yakni budi pekerti, kelakuan atau kebiasaan. Tetapi dilihat dari landasan kebahasaan moral berarti adat atau kebiasaan yang bertumpu pada etika, sementara akhlak berarti budi pekerti (khuluq) yang bertumpu pada nilai-nilai llahiyah dan Robbaniyah.

Dalam hal ini Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa moral adalah kelakuan sesuai dengan ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.40

37

Ahmad Amin, ETIKA (Ilmu Akhlak ), (Jakarta :Bulan Bintang,1995),Cet. Ke-8, h. 8

38

Purwa,Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya ,(Yogyakarta: Kanisius, 1990), Cet.Ke-9,h. 13-1

39

Kata akhlak walaupun terambil dalam bahasa Arab (yang biasa diartikan tabi’at, perangai , kebiasaan, bahkan agama), tetapi kata tersebut tidak dikemukakan dalam al-Qur’an,yang dikemukakan hanyalah bentuk tunggal yakni surat al-Qalam ayat 4 (penjelasan lebih rinci dapat dilihat dalam buku Wawasan al-Qur’an karya Quraish Shihab,Bandung, Mizan, 1997 ), h. 253-273.

40

Zakiah Daradjat, Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung,1993), h. 63.


(40)

Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya menjadi baik sebagai manusia.41

Moral dalam suatu karya sastra merupakan unsur isi, gagasan inti yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, biasanya mencerminkan pandangan yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message.

Bahkan unsur amanat itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya itu, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa pesan moral yang disampaikan lewat cerita fiksi tentulah berbeda efeknya dibanding yang lewat tulisan nonfiksi.42

Kategori pesan moral dalam karya sastra meliputi: 1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan

2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri, seperti ambisi, harga diri, rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan keterombang-ambingan dalam pilihan.

3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial, termasuk hubungannya dengan alam.43

Ketiga kategori inilah yang kemudian menjadi landasan bagi peneliti dalam menentukan bentuk-bentuk pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst.

41

Yadi Purwanto, Etika Profesi, (Bandung: PT. Repika Aditama), 2007, h. 45.

42

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), 1998. h. 321-322

43


(41)

Moral dalam karya sastra atau hikmah selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian, namun sikap dan tingkah laku tersebut hanyalah model yang sengaja ditampilkan pengarang agar pembaca dapat mengambil hikmah dari cerita yang berkaitan. Karena biasanya eksistensi sesuatu yang baik akan lebih mencolok jika dikonfrontasikan dengan yang sebaliknya.44

Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecendrungan hati untuk melakukan perbuatan. Etika juga merupakan ajaran tentang keluhuran budi baik dan buruk.45

Menurut Frans Margin Suseno, etika adalah sarana orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental tentang bagaimana manusia harus bertindak.46

Dalam buku Communicate! Yang ditulis Rudolph F. Verderber sebagaimana dikutip Richard L. Johansen dalam bukunya Ethics in Human Commnucations, yang diterjemahkan oleh Dedy Djamaluddin dan Deddy Mulyana dalam buku Etika Komunikasi dinyatakan bahwa etika adalah standar-standar moral yang mengatur perilaku kita, bagaimana kita bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak.

Etika pada dasarnya merupakan dialektika antara kebebasan dan tanggung jawab, antara tujuan yang hendak dicapai dan cara untuk mendapat tujuan itu. Ia berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak benar, yang baik atau

44

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 322

45

Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf, h. 11

46


(42)

tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak berguna, yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.47

Etika dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala soal kebaikan dalam hidup manusia semuanya, mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.

Dari beberapa defenisi di atas tentang moral, peneliti menyimpulkan bahwa moral merupakan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dan menjadi pedoman bagi suatu komunitas atau kelompok masyarakat tertentu dalam mengatur segala tingkah laku. Sedangkan etika merupakan ilmu yang membahas suatu upaya dalam menentukan ukuran nilai baik dan buruknya tingkah laku manusia yang dihasilka oleh akal manusia.

Selain etika yang mempunyai kesamaan makna dengan moral yaitu akhlaq. Akhlaq menurut Imam Al- Ghazali merupakan suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran.48

Ahmad Amin mengatakan dalam kitabnya Al- Akhlaq, sebagaimana yang dikutip Rachmat Djatnika bahwa akhlaq merupakan ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia

47

Dedy Djamaluddin, Deddy Mulyana, Etika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), h. v

48

Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996) h. 27


(43)

dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan yang lurus yang harus diperbuat.49

Dari berbagai pengertian pesan dan moral di atas dapat disimpulkan bahwa pesan moral merupakan pesan yang isinya mengandung muatan moral atau nilai-nilai kebaikan. Nilai-nilai kebaikan tersebut bersumber dari akal manusia dan budaya masyarakat. Namun juga bisa moral yang diadopsi dari agama. Karena mengenai agama ini dasarnya keyakinan, maka keyakinan itu berkekuatan untuk menjadi dasar moral bagi pemeluknya. Orang beragama yakin bahwa agamanya itu benar dan datang dari Tuhan sang pencipta, bukan dari hasil pemikiran manusia.

Untuk ukuran baik dan buruk, sejarah menunjukkan bahwa agama lah yang lebih banyak berpengaruh. Karena bagi orang beragama apapun yang diperintahkan oleh agama ditangkap sebagai akan membawa kebaikan masyarakat, bahkan kebaikan bagi alam. Kebaikan untuk diri sendiri tidak hanya terbatas dalam kehidupan dunia tetapi sampai nanti di akhirat.50

Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa Surakarta

Keraton Surakarta atau dalam bahasa Jawa disebut Karaton Surakarta Hadiningrat, merupakan bekas Istana Kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat (1755-1946). Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II (Sunan PB II) pada tahun 1744 sebagai pengganti Istana/Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743.

Setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755, keraton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kasunanan Surakarta sampai dengan tahun 1946, ketika

49

Ibid. h. 30

50

Djoko Pranowo, Masyarakat Desa: Tinjauan Sosiologi. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985)h. 71


(44)

Pemerintah Indonesia secara resmi menghapus Kasunanan Surakarta dan menjadikannya sebuah karesidenan langsung di bawah Presiden Indonesia.

Ajaran moral Jawa bersumber pada etika Jawa dengan mengacu pada tokoh-tokoh leluhur dinasti Mataram (Ki Ageng Tarub, Panembahan Senapati dan Sultan Agung). Begitu juga larangan yang disebutkan adalah larangan-larangan yang berasal dari leluhur dinasti Mataram.51

Hubungan sosial masih berpegang pada sifat tradisional dengan urutan berdasarkan usia, pangkat, kekayaan, dan awu’tali kekerabatan’. Konflik terbuka sedapat mungkin dihindari. Dunia lahir yang ideal adalah dunia yang seimbang dan selaras, seperti keseimbangan dan keselarasan lahir dan batin. Hidup orang tidak akan mempunyai cacat dan cela apabila batinnya selalu waspada.

Kewaspadaan batin yang terus menerus itu akan mencegah tingkah laku, bicara dan ucapan yang tercela. Selain kewaspadaan batin juga dihindari watak yang tidak baik. Sebaliknya seseorang itu haruslah memelihara watak “reh“ bersabar hati dan “ririh“ tidak tergesa-gesa dan berhati-hati. Kelakuan yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain harus dihindari, berbohong, kikir, dan sewenang-wenang haruslah dijauhi.

Jika batinnya telah waspada, tingkah lakunya harus sopan, tingkah laku sopan itu ialah tingkah laku yang :

a) Deduga “ dipertimbangkan masak-masak sebelum melangkah.” b) Prayoga “ dipertimbangkan baik buruknya “

c) Watara “ dipikir masak-masak sebelum memberi keputusan “ d) Reringa “ sebelum yakin benar akan keputusan itu “52

51

http://apit.wordpress.com, diakses pada 25 Juni 2008

52


(45)

BAB III

BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL DE WINST

A. Sejarah Singkat Afifah Afra

Afifah Afra adalah nama pena Yeni Mulati. Belakangan, penulis kelahiran Purbalingga, 18 Februari 1979 ini, mulai diakui keberadaannya di dunia perbukuan, terutama fiksi. Salah satu novelnya, Bulan Mati di Javasche Oranje, menjadi salah satu karya terbaik FLP Award 2002.

Yeni begitu biasa dipanggil oleh orang-orang terdekatnya telah menyelesaikan sarjananya di FMIPA UNDIP (Universitas Diponegoro) pada tahun 2002, dan pernah aktif sebagai ketua PPAP (Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pinggiran) Seroja di kota Solo.53

Aktivitas di jalanan ini, ia tekuni bersama teman-teman yang memiliki kesamaan idealisme. Ia mengaku ingin total dalam menekuni dunianya yang satu ini. Karena itu, ia sangat intens bergaul dengan kalangan pinggiran meskipun hanya untuk mendengarkan keluhan mereka. Namun demikian, Yeni tetap akan menulis karena menulis adalah wujud pengekspresian ide-idenya. Apalagi karya yang dihasilkan lumayan banyak.

Selain pernah aktif di PPAP Seroja, Yeni juga terlibat secara intensif dalam proses pengaderan penulis muda yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena (FLP) Surakarta.

53


(46)

Saat ini penulis yang aktif menulis buku, telah membuat penerbitan sendiri dan hal ini tentu baginya sangat mendukung kegiatannya dalam menulis buku. Baginya, penulis yang memiliki penerbitan sendiri diibaratkan seperti seorang petani yang memiliki tanah dan menggarap sawahnya sendiri, pasti akan mampu melantunkan lagu kepuasan, saat karyanya menghasilkan sesuatu yang bersinergi dengan idealismenya. Demikian juga, ketika penulis memiliki publishing sendiri, bait-bait kebahagiaan, akan mampu dilesatkan dari setiap release buku-bukunya. Sedangkan ketika kita masih menjadi penulis yang 'menggantungkan' nasib kepada penerbit, nasibnya akan sama dengan para petani yang bekerja di sebagai buruh di sawah-sawah. Tentu saja ia tak akan seleluasa para petani yang memiliki sawahnya sendiri dalam mengaktualisasikan kehendaknya atas sawah tersebut. Suatu saat, ia mungkin ingin menanami sawahnya dengan jagung, karena beras mahal, dan jagung bisa menjadi alternatif pangan, akan tetapi keinginannya akan membentur karang terjal karena sang pemilik sawah tetap bersikeras agar tanahnya ditanami padi.

B. Karya-karyanya

Karya-karyanya antara lain: Genderuwo Terpasung (Assyamil, 2001), Bulan Mati di Javasche Oranje (Eranovfis 2001), Syahid Samurai (Eranovfis 2002), Kembang Luruh di Rimbun Jati (Asy-syamil 2002), Serial Elang 1: 100

Bunga Mawar untuk Mr. Valentine; Elang 2: Selebritis (Eranovfis 2002),

Marabunta 1: Topan Marabunta, Marabunta 2: Kudeta Sang Marabunta (GIP 2002), Jangan Panggil Aku Josephine (Eranovfis 2003), Peluru di Matamu (Eranovfis 2003). Kumcer (kumpulan cerita pendek) Mawar-mawar Adzkiya,


(47)

Novel Trilogi: Tersentuh Ilalang (Dar! Mizan, 2003), Tarian Ilalang (Dar! Mizan, 2004), dan Cinta Ilalang (Dar! Mizan, 2004).

Awas Kesetrum Cinta (Afifah Afra dkk.); Bisik-bisik Soal Sex (Afifah Afra & Dr. Ahmad S); The Secret of Playboy; Gals, PD-mu Masih Memble?; Teman Tetap Mesra; Datang, Serang, Menan;, Look I’m Very Beauty; Cinta Apa Nafsu; Nikah Itu Tak Mudah; Mengukir Cinta di Lembar Putih (Afifah Afra & dr. Ahmad,S.) Lini Pengembangan Diri: How Tobe A Smart Writer; …and The Star Is Me; De Winst; Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf (Antologi Cerpen, Izzatul Jannah, Afifah Afra dkk.)

C. Ringkasan Cerita dalam Novel De Winst: Sebuah Novel Pembangkit Idealisme

Usai menamatkan sarjana ekonomi dari universitas Leiden sebagai lulusan terbaik di universitas tertua di Belanda itu, Raden Mas Rangga Puruhita memilih kembali ke Hindia Belanda untuk mempraktekkan ilmu yang ia miliki demi kemajuan para pribumi. Walaupun Profesor Johan van De Vondel –salah seorang guru besar Fakultas Ekonomi Rijksuniversiteit (UN) Leiden telah menawarinya beasiswa untuk tetap belajar hingga meraih gelar doktor dan pekerjaan di sebuah bank swasta internasional jika Rangga tetap mau tinggal di negara tempatnya meraih gelar sarjana ekonomi tersebut. Rangga bersikeras untuk kembali ke negerinya. Sebuah negeri yang mungkin jauh dari gemah ripah peradaban manusia modern seperti Nederland tetapi seterbelakang apapun, Indische tetaplah tanah kelahirannya. Apalagi Sang Rama, Kanjeng Gusti Pangeran Haryosuryanegara


(48)

seorang pangeran di Keraton Surakarta, telah menyuratinya untuk tidak berlama-lama menetap di negeri Kincir Angin itu.

Dalam perjalanan menuju tanah kelahirannya di sebuah kapal api yang membawanya dari Amsterdam menuju pelabuhan di Tanjung Priok, Rangga berkenalan dengan seorang wanita cantik bermata biru dan berambut bak jagung. Rangga mengenal gadis bernama Everdine Kareen Spinoza itu ketika gadis tersebut meminta pertolongannya dari gangguan dua pemuda bule yang tengah mabuk dan memaksanya berdansa, pada saat pesta dansa yang khusus di selenggarakan untuk penumpang kapal kelas satu dan dua. Sejak itu, Everdine selalu menguntit kemanapun Rangga pergi, antara keduanya pun terjalin interaksi dan perkenalan yang lebih dekat. Hingga ketika pada akhirnya kapal api telah berlabuh, perpisahan pun terjadi. Rangga menyadari bahwa ada rasa rindu bahkan Ia telah jatuh cinta pada gadis bak bidadari itu. Sedangkan Everdine terang-terangan mengakui perasaannya terhadap Rangga, ketika mereka bersua kembali di sebuah penginapan sebelum akhirnya berangkat ke tujuan masing-masing. Berbeda dengan sikap Everdine yang khas gadis barat atau cenderung agresif. Rangga hanya bisa tersipu saat Everdine menyatakan perasaannya. Sesungguhnya Rangga berusaha menjaga jarak dengan gadis berambut jagung itu, maka ketika mereka harus berpisah ada perasaan lega di batin Rangga, karena Rangga memang tak ingin rasa tertariknya terhadap Everdine semakin jauh lagi. Karena ia tahu, akan mendapat kesulitan karenanya. Terlebih lagi pihak Keraton Kesunanan pasti juga akan gempar mendengar Rangga yang seorang dari trah Suryanegara memiliki pasangan seorang bermata biru. Sebuah penentangan pakem yang pasti akan menguras energinya. Dengan perpisahan itu Rangga berpikir cerita


(49)

tentangnya dan gadis bak bidadari itu berakhir saat itu juga. Terlebih lagi Rangga telah dijodohkan oleh sang rama dengan Raden Rara Sekar Prembayun yang tak lain putri dari pamannya sendiri, walaupun Rangga tak sepenuhnya setuju dengan perjodohan itu. Karena pada saat itu keduanya masih anak-anak. Begitu juga dengan Sekar, adik sepupunya yang telah dijodohkan dengannya itu ternyata telah memiliki tambatan hati yang lain.

Setelah kepulangannya di tanah kelahirannya itu Rangga menyempatkan dirinya untuk berkeliling mengitari kota Solo, ia begitu antusias untuk mengetahui perkembangan keadaan kota Solo selama delapan tahun sejak kepergiannya ke Belanda. Rangga begitu menikmati menyaksikan keindahan bangunan-bangunan seperti gapura-gapura, dalem-dalem para pangeran dan pangageng parentah serta rumah-rumah loji milik para pejabat gubernemen, administratur perkebunan maupun pengusaha yang berdiri megah dengan arsitektur menawan perpaduan Jawa, Tionghoa, Timur Tengah maupun Eropa. Namun ketika Rangga mulai menyusuri jalan-jalan tak beraspal ke desa-desa pinggiran Solo ia merasakan perbedaan kondisi yang sangat kentara. Aroma kemiskinan mulai ia rasakan dari sosok-sosok sulaya yang tampak kekurangan nutrisi serta rumah-rumah yang tak berdiri kokoh karena hanya dibangun dari dinding-dinding bambu, atap daun rumbia dan beralas tanah..

Rasa prihatin semakin menghinggapi, ketika Rangga mencoba untuk mampir di sebuah warung kecil berbentuk gubuk di pinggir perkebunan tebu. Warung itu sepi hanya ada penjual seorang wanita jawa setengah baya, serta pembelinya lelaki tua yang sedang menyeruput segelas teh tanpa gula. Ketika Rangga bertanya mengapa tak memakai gula, lelaki tua itu tertawa sedih. Ternyata


(50)

harga segelas teh yang pahit hanya 2 sen, sedangkan jika harus memakai gula, harganya bisa tiga kali lipatnya. Rangga menggeleng-gelengkan kepala, apalagi ketika menyadari bahwa di belakang warung itu terbentang puluhan hektar perkebunan tebu, bahan pokok industri gula pasir.

Setelah Rangga di Indonesia, Ia pun lebih memilih untuk menjadi pengusaha, karena baginya dengan menjadi pengusaha ia ingin memperbaiki keadaan perekonomian masyarakat yang tertindas dengan menciptakan peluang kerja untuk kaum pribumi sebanyak mungkin dengan gaji yang layak dan mempersiapkan sendi-sendi ekonomi yang kuat. Karena jika suatu bangsa merdeka maka kemandirian ekonomi menjadi suatu hal yang sangat penting.

Rangga pun mendatangi perusahaan pabrik gula De Winst untuk menanyakan pekerjaan yang dijanjikan oleh administrur pabrik tersebut terhadap ramanya. Beruntungnya Rangga dipersilahkan menemui meneer Edward Biljmer langsung di ruang pribadinya dan mendapat sambutan yang hangat bahkan terkesan berlebihan dalam menghormatinya. Rangga pun mendapat tempat di perusahaan sebagai asisten administratur bagian pemasaran.

Belakangan Rangga tahu mengapa Ia begitu mudah bisa masuk di perusahaan itu, ternyata sang rama memiliki saham sebesar 20%. Namun walaupun dengan saham yang tak seberapa besar, ayahnya sangat berharap Rangga bekerja semaksimal mungkin agar mampu menunjukkan kepada administratur pabrik De Winst lainnya yang semuanya itu Nederlanders, bahwa inlander seperti Rangga mampu bekerja sebaik bahkan melebihi kehebatan para Nederlanders itu. Dengan menjadi bagian dari De Winst ayahnya ingin agar Rangga juga bisa memperjuangkan nasib para buruh yang tertindas. Bisa


(51)

memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan membuka peluang kerja seluas-luasnya.

Namun menjadi bagian di De Winst juga menjadi suatu dilema tersendiri bagi Rangga ketika satu persatu permasalahan muncul. Mulai dari permintaan warga tempat De Winst menyewa tanah sebagai lahan perkebunan tebu untuk menaikkan sewa tanah 10 kali lipat. Awalnya masalah sewa tanah bukanlah hal yang terlalu sulit karena tuan Biljmer seorang yang bisa diajak berkompromi. Mungkin saja perusahaan bisa menaikkan harga sewa walaupun tidak sebesar permintaan warga. Namun masalah yang muncul kemudian adalah ketika tuan Biljmer mengundurkan diri dari perusahaan karena Ia akan melanjutkan studinya dan kembali ke Nederland bersama keluarganya. Saham tuan Biljmer pun telah dijual kepada William Thijsse seorang kerabatnya, dan anaknya yang akan menjadi administratur menggantikan tuan Biljmer. Nama yang mengingatkan Rangga pada peristiwa saat Ia bertemu kembali dengan Everdine Kareen Spinoza di sebuah hotel, saat itu Kareen meminta bantuan Rangga untuk berpura-pura menjadi kekasihnya karena ia tak sudi diikuti terus oleh Thijsse yang begitu menginginkan Kareen. Sejak peristiwa itu Rangga pun yakin bahwa Jan Thijsse membencinya.

Dugaan Rangga ternyata benar, pada pesta penyambutan administratur baru, meneer Thijsse yang dimaksud oleh meneer Biljmer adalah orang yang sama dengan yang ditemuinya saat bersama Kareen. Namun yang membuat Rangga lebih terkejut lagi Kareen datang bersama Thijsse, dari cerita meneer Biljmer, Rangga tahu bahwa Everdine Kareen Spinoza gadis yang selalu hinggap di mimpi-mimpinya kini sudah menjadi nyonya Thijsse.


(52)

Setelah pergantian administratur, Rangga begitu terpojok. Karena ia merasa harus memperjuangkan hak-hak rakyatnya yang tertindas, terutama kaum buruh, yang pada saat itu mendapat perlakuan tidak wajar karena hanya digaji dengan upah yang sangat sedikit. Namun Rangga merasa tak berdaya karena harus berhadapan dengan para administratur yang serakah. Akhirnya ia pun memutuskan keluar dari pabrik tersebut.

Setelah Rangga keluar dari De Winst, ia membuat rencana besar antara lain memajukan perusahaan pabrik gula milik pribumi yakni kanjeng Pangeran Mangkunegara yang memang telah meminta kerjasama Rangga untuk membesarkan beberapa pabrik gula miliknya. Usaha perbaikan itu antara lain dengan penambahan modal dan pembenahan infrastuktur serta perluasan produksi dengan menanam kapas, mendirikan pabrik tekstil untuk menopang industri batik yang telah lama berkembang di kalangan pribumi. Rangga telah mendapat bantuan untuk menopang permodalan dari Haji Suranto, seorang pengusaha batik yang sukses. Untuk pembukaan perkebunan kapas itu maka Rangga akan meminta pengalihan sewa tanah warga dari De Winst, dan mengabulkan permintaan sewa tanah 10 kali lipatnya, dengan begitu perang melawan pengusaha asing telah dimulai.

Sekar pun mulai menaruh simpati terhadap Rangga, karena lelaki yang telah dijodohkan dengannya sejak kecil itu tidak seperti dugaan sebelumnya. Selama ini sekar menganggap rangga tak lebih dari seorang bangsawan keraton berpendidikan barat, memiliki watak seperti Belanda dan tidak mempunyai visi dan misi hidup untuk memperjuangkan kesejahteraan bangsanya.


(53)

Namun akhirnya Rangga pun ditangkap dengan tuduhan melakukan makar dan ingin menjatuhkan kekuasaan Belanda dengan bersekongkol dengan para pegiat partai terlarang yakni Partai Rakyat. Selain itu aktivitasnya mendirikan perkebunan kapas dan pabrik tekstil dinilai hendak menghancurkan pabrik gula De Winst terkait penyewaan tanah. Ia juga dituduh menghasut para buruh de Winst yang kebanyakan simpatisan Partai Rakyat untuk memboikot pabrik tersebut dengan beramai-ramai meninggalkannya.

Persidangan kasus Rangga pun berlangsung cukup alot, pembelaan Kareen untuk Rangga membuat majelis hakim mengakui bahwa Rangga tidak terbukti bersekongkol menghancurkan De Winst. Namun Rangga tetap dianggap membahayakan kekuasaan ratu Belanda karena simpati yang diberikannya terhadap aktivis partai terlarang itu. Akhirnya Rangga pun tetap dijatuhi hukuman internering. Sebuah keputusan yang diluar dugaan Kareen, karena sebelumnya ia begitu optimis bisa membebaskan Rangga.

Sementara itu, setelah persidangan berakhir Everdine pun memutuskan untuk bercerai, karena usaha ayahnya yang sempat memburuk karena kebiasaan judinya berangsur membaik. Mereka pun segera melunasi hutang-hutangnya terhadap keluarga Thijsse. Sedangkan Thijsse mati di tangan KGPH Suryanegara, ayah Rangga, yang menghunuskan sebilah keris kecil sebagai pembalasan atas perlakuan Thijsse yang telah memperkosa dan nyaris membunuh Pratiwi, yang ternyata anak biologis dari ayah Rangga. Namun sayangnya, sebelum menghembuskan nafas terakhir Thijsse masih bisa bangkit dan menarik pelatuk pistolnya yang melesatkan pelor tajam hingga menembus kepala KGPH Suryanegara dan menewaskannya.


(54)

Di akhir cerita sebelum keberangkatan kapal yang membawa Rangga menuju lokasi pembuangannya di Endeh, dua hari sebelumnya Kareen telah menjadi istri sah Rangga dan memutuskan mengikuti agama Rangga, dan merubah namanya menjadi Syahidah. Pernikahan itu memang keputusan Rangga yang sungguh sangat mengejutkan khususnya bagi kareen. Rangga memang telah beriltizam untuk menghilangkan segala kotoran dihatinya, ia tak ingin virus-virus cinta mengotori jiwanya, terutama ketika ia berada di pengasingan.

Kegundahan di hati Rangga begitu kuat membebat, terlebih lagi beban hidupnya terasa semakin berat ketika berita kematian sang ayah sampai di telinganya. Namun yang menjadi pangkal kegelisahannya adalah munculnya sebuah kesadaran bahwa ia telah menjadi Rangga yang berbeda dari sebelumnya. Karena malam sebelum hari keberangkatannya, ia bermimpi aneh, dalam mimpinya ia tengah menjalani prosesi sebuah upacara pernikahan. Ia menjadi pengantin dengan busana kejawen yang membuatnya tampak sebagai ksatria tampan dan memesona. Ia begitu berbahagia dengan pernikahannya itu, namun yang membuatnya terhenyak adalah ketika ia terbangun dan menyadari bahwa pengantin wanita yang ada di mimpinya itu bukanlah Everdine Kareeen Spinoza yang telah mati-matian membelanya di pengadilan, akan tetapi Rara Sekar Prembayun.

Ketika kapal mulai bergerak meninggalkan pelabuhan, air mata Kareen mengalir deras. Ia melambaikan tangan yang dibalas Rangga dengan lambaian serupa. Namun Kareen sama sekali tidak menyadari, bahwa lambaian itu sesungguhnya keluar tanpa energi cinta. Ia tak menyadari bahwa yang tengah


(55)

berada di benak sang pemuda bukanlah dirinya, namun justru seraut wajah yang lain.


(56)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Winst karya Afifah Afra

Dalam bab ini peneliti akan menguraikan pesan-pesan yang terdapat dalam novel De Winst karya Afifah Afra, baik pesan-pesan secara umum maupun secara khusus (pesan moral). Dalam penelitian ini, peneliti akan memaparkan temuan-temuan data berdasarkan pesan secara umum, mewacanakannya dan mendeskripsikan kalimat-kalimat yang memiliki muatan-muatan sebagai pesan moral. Dan untuk mengetahui pesan-pesan moral tersebut, terlebih dahulu peneliti akan mendeskripsikan pesan-pesan secara umum berdasarkan analisis teks.

1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks

Dalam analisis teks, peneliti memfokuskan pada strategi wacana serta teknik penulisan yang dipakai untuk menggambarkan peristiwa tertentu, dengan cara menguraikan struktur kebahasaan secara makro (tematik), superstruktur (skematik) dan struktur mikro (semantik, sintaksis, stilistik dan retoris).

a. Struktur Makro

Tema merupakan gagasan inti dari suatu teks yang menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh seorang penulis melalui tulisannya dalam melihat atau memandang suatu peristiwa. Tema dalam suatu karya fiksi atau novel merupakan gagasan sentral yang menjadi dasar penulisan sebuah karya dan


(57)

dalam tema itu tercakup persoalan dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca melalui tulisannya tersebut.

Tema secara umum pada novel De Winst adalah menguraikan tentang: 1. Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan

kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.54 Tema ini menjadi tema utama yang terdapat dalam novel, yang ditunjukkan melalui kisah tokoh utamanya Rangga yang memiliki semangat juang untuk melawan imperialisme Belanda dengan usahanya dalam bidang ekonomi. Selain itu tokoh lainnya yang berjuang keras dalam bidang pendidikan.

2. Integritas dan Loyalitas, Integritas merupakan Penggabungan dari beberapa kelompok yang terpisah menjadi satu kesatuan yang mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama.55 Sedangkan loyalitas merupakan setia pada sesuatu dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi sesorang merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu. Kedua tema tersebut tampak pada kisah Rangga, Sekar, Jatmiko dan lainnya yang memiliki kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan. Rangga seorang bangsawan keturunan Keraton Surakarta yang berhasil memperoleh gelar doktorandus di bidang ekonomi dengan predikat lulusan terbaik, setelah selama delapan tahun dihabiskan untuk menempuh studi di Universitas Leiden Belanda. Setelah kepulangannya ke tanah air, ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa kehidupan rakyatnya jauh dari

54

http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme" diakses pada 25 juni 2008

55


(1)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dibawah ini beberapa kesimpulan yang diperoleh oleh penulis:

1. Dari keseluruhan isi cerita, penyajian wacana novel ini terbilang cukup baik, hal ini terbukti dari tema-tema yang diangkat yakni mengenai nasionalisme, integritas dan loyalitas, tanggung jawab kepemimpinan, persamaan derajat, berusaha dan bekerja keras, pentingnya menuntut ilmu dan mengamalkannya, sopan santun dan keramahan, serta sabar, tawakal dan rendah hati. Skema atau alur ceritanya adalah diawali dengan kisah tokoh-tokohnya dengan berbagai karakter, setelah itu konflik yang muncul hingga mencapai klimaks kemudian akhir cerita yang cukup tragis dan mengharukan. Lengkap dengan pemilihan bahasa, kata, bentuk kalimat dan metafora yang terbilang apik. Dari segi kognisi sosialnya, komunikator dalam hal ini pengarang novel tampak ingin memberikan pesan moral mengenai semangat nasionalisme dan berjuang untuk mendapatkan dan mewujudkan kemerdekaan bangsa kita yang seutuhnya. Dari segi konteks sosial, penulis berkesimpulan bahwa novel ini dibuat sebagai suatu gagasan yang menjadi pesan atau amanat pengarang bagi pembacanya, yakni tentang semangat nasionalisme, perjuangan dan pendidikan. Karena fenomena yang terjadi saat ini, kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengoptimalkan pendidikan, padahal pendidikan merupakan penunjang


(2)

utama bagi seseorang untuk memiliki kehidupan yang lebih baik lagi di masa depan.

2. Hasil dari analisis wacana pesan moral dalam novel De Winst ini terdapat beberapa bentuk kategori pesan moral yang meliputi: hubungan manusia dengan Tuhannya berupa ketaqwaan manusia kepada tuhannya, dalam hal ini ketaqwaan tokoh kepada Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia lain dalam lingkungan sosial, berupa tolong menolong, menghjargai dan menghormati sesama, sopan santun, keramahan, kesetiaan dan sebagainya. dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri berupa rasa cinta, rindu, ambisi, cita-cita atau ideologi dan sebagainya

B. Saran-saran

1. Para pelaku dakwah hendaknya lebih menyadari bahwa karya sastra seperti novel merupakan salah satu alat yang efektif dalam menyampaikan pesan moral, oleh karenanya para pengarang dapat mempelajari cara penulisan novel yang lebih menarik dan memanfaatkannya sebagai sarana dakwah dan penyampaian moral yang tak mungkin ada dalam wacana lain. 2. Kepada para sastrawan muslimin hendaknya sebuah novel ditulis tidak

saja berdasarkan pengembangan imajinasi, akan tetapi juga dilandasi sebuah riset yang cermat, seperti mencari data-data, karena ada banyak novel-novel di Indonesia yang berisi hiburan tanpa adanya nilai-nilai sastra yang bersifat artistik, kultural, etis, moral, religius, dan nilai praktis.

3. Karya yang baik adalah karya yang isinya bermutu, tidak asal menulis, harus ada pengetahuan yang mengajak kepada kebenaran juga dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat kelak.


(3)

4. Pengemasan buku novel ini terbilang rapi, dengan pilihan desain sampul yang apik, juga dekorasi yang menghias tiap-tiap halamannya. Hal ini penting diperhatikan, karena salah satu yang membuat buku itu terlihat menarik yakni sampulnya. Sayangnya, istilah yang digunakan dalam novel ini ada beberapa diantaranya yang menggunakan istilah dalam bahasa Prancis, namun tidak disertai keterangan. Selain itu masih ada kesalahan ketik dan pengejaan. Memang tidak banyak, namun penulis rasa hal ini perlu juga diperhatikan demi untuk mendapatkan hasil karya yang sempurna baik itu bagi pengarang, penerbit dan masyarakat. Maka dari itu, penulis menyarankan agar dalam penulisan lebih diperhatikan lagi sebelum naik cetak.

5. Semoga hal-hal yang baik dalam penelitian ini menjadi masukan yang dapat mengembangkan karya sastra seperti novel yang sarat dengan nilai-nilai religi, akhlak dan moral agar dapat menjadi lebih baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ambary, Abdullah. Intisari Sastra Indonesia, Bandung: Djatmika, 1983. Amin, Ahmad. ETIKA: Ilmu Akhlak. Cet. ke-8. Jakarta: Bulan Bintang,1995. Bertens. K. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Daradjat, Zakiah. Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Haji Masagung, 1993.

DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Edisi ke-3.

Dewan Bahasa dan Pustaka, Kamus Dewan, Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991. Edisi baru

Djamaluddin, Dedy. Deddy Mulyana. Etika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996.

Djatnika, Rachmat. Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996.

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Cet. ke- V.Yogyakarta: LKIS, 2006.

Hadiwardoyo, Purwa. Moral dan Masalahnya. Cet.ke-9. Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Hasan, Hamid Lubis. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa, 1993. Juhara, Erwan., dkk., Cendikia Berbahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta:

PT. Setia Purna Inves.

Kasman, Suf. Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi Al Qalam dalam Al Qur’an, Jakarta: Teraju, 2004.

Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah, 1980.

Kusnawan, Aep et. Al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bandung: Benang Merah Press, 2004.

, Berdakwah Melalui Tulisan. Bandung: Mujahid Press,

2004.

Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf , Cet. ke-5. Jakarta: Rajawali Press, 2003.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada, University Press, 1998.


(5)

Oetomo, Dede. Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, Dalam PELLBA. Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Pateda, Mansoer. Linguistik: Sebuah Pengantar, Bandung: Angkasa. 1994

Pranowo, Djoko. Masyarakat Desa: Tinjauan Sosiologi. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985.

Purwanto, Yadi. Etika Profesi. Bandung: PT. Repika Aditama, 2007.

Sayuti, Suminto A. Berkenalan dengan Prosa Fiksi.Yogyakarta: Gama Media, 2000.

Semi, M. Atar. Anatomi Sastra, Cet. ke-2. Padang: Angkasa Raya. Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1997.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Cet.ke-4. Bandung: Rosdakarya. 2004.

Sumardjo, Jakob. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung: Penerbit Alumni, 1999.

Sutrisno, Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989.

Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1993. Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Cet. ke-2. Jakarta: Gaya Media Pratama,

1997.

Tim Penyusun. AlQur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah, 1983.

Widjaja, H.A.W. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bina Aksara

Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI, 1996. Internet:

http://apit.wordpress.com, diakses pada 25 Juni 2008 www.id.wikipedia.org.

www.indiva.mediakreasi.blogspot.com


(6)