mendampinginya sebagai pembela. Namun sayangnya pembelaan yang dilakukan Everdine tidak mampu merubah keputusan majelis hakim yang
tetap memberikan hukuman internering kepada Rangga.
c. Struktur Mikro
1. Semantik Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks dari hubungan
antar kalimat, hubungan antar preposisi yang membangun makna tertentu dalam bangunan teks. Elemen-elemen semantik adalah sebagai berikut:
a. Latar: merupakan bagian teks yang bisa mempengaruhi semantik arti kata
yang ingin ditampilkan. Novel De Winst mangambil latar cerita di kota Belanda, di sebuah kapal api, hotel di batavia, dan latar pada umumnya di
kota Solo. Sedangkan latar waktu dikisahkan pengarang dengan mengambil cerita pada zaman Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Dengan latar
tempat dan waktu tersebut, pengarang memberikan gambaran tentang keadaan dimana tokoh-tokohnya tidak menyukai suatu tradisi jawa yang
membuat mereka terhalang dalam melaksanakan apa yang menjadi idealismenya. Karena pada zaman itu, khususnya di daerah Jawa strata sosial
masih begitu kental menghiasi adat-adatnya. Imperialisme Belanda pun semakin melanggengkan tradisi feodalismenya. Dengan berbagai latar
peristiwa tersebut, latar belakang dinovelkannya De Winst menurut peneliti diawali dari kepedulian pengarang terhadap fenomena sosial, yakni masih
adanya masyarakat yang masih beranggapan adanya perbedaan dalam mendapatkan hak-hak seseorang, hanya karena perbedaan golongan satu
dengan yang lainnya. Melalui tokoh-tokohnya pengarang menyatakan ketidaksukaannya terhadap adanya stratifikasi sosial yang berlaku bagi
masyarakat khususnya di daerah keraton jawa. b.
Detail: berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan komunikator atau pengarang. Pengarang akan menampilkan secara berlebihan informasi
yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit, hal yang merugikan dirinya.
Dalam novel De Winst, pengarang banyak menampilkan informasi yang menguntungkan kedudukannya. Salah satunya detail mengenai perjuangan
para tokoh-tokoh dalam novel yang ingin mewujudkan idealismenya yakni memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang tertindas, memberikan
keadilan bagi para buruh, membangkitkan semangat bangsanya untuk melawan imperialisme Belanda dan bangkit untuk merdeka. Yang bisa dilihat
dari kutipan berikut:
Kutipan diatas mengandung pesan moral, bahwa dalam hidup kita tidak boleh mementingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan orang banyak, kita
“Dengan gaji diturunkan hanya 30, tak akan membuat Tuan-Tuan semua menjadi miskin. Ini hanya sementara. Jika
malaise berakhir dan keadaan kembali normal, gaji Tuan-Tuan pasti akan kembali
naik. Janganlah kita menuntut para buruh, yang gajinya tak cukup untuk hidup layak itu untuk semakin mengencangkan ikat pinggang.
Demi kelangsungan perusahaan, tuan-tuan sekalianlah yang harus sedikit berkorban. Gaji seorang administratur bidang di pabrik ini,
sama dengan gaji lima puluh orang buruh. Ini sangat tidak adil. Buruh juga salah satu sektor produksi yang utama. Tanpa
mereka,bisa apa kita?”
h. 128.
harus mau berkorban untuk kesejahteraan orang banyak. Selain itu, pesan moral yang terkandung yakni mengenai perjuangan dengan keberanian dalam
menegakkan kebenaran.
Pesan moral yang terkandung dalam kutipan di atas yakni mengenai pentingnya pendidikan. Dengan begitu, kita yang saat ini telah beruntung
dapat mengenyam pendidikan hendaknyan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Sudah seharusnya kita menuntut ilmu sebaik-baiknya dan yang
lebih penting lagi apabila kita dapat membagi ilmu kita kepada orang-orang yang tidak seberuntung kita, agar bermanfaat bagi mereka.
Dua kutipan di atas, menurut peneliti merupakan pernyataan pengarang yang sangat mendukung akan kemampuan dan keseriusannya dalam
memperjuangkan hak-hak orang lemah dan tertindas. Karena selain aktif dalam dunia tulis menulis yang merupakan wujud pengekspresian ide-idenya,
pengarang juga aktif dalam kegiatan pemberdayaan perempuan dan anak pinggiran di kota Solo. Sebagaimana yang ditampilkan pengarang melalui
tokoh-tokohnya seperti Jatmiko, Sekar dan Pratiwi yang berjuang dari sektor pendidikan kemudian perbaikan ekonomi dengan usaha Rangga dalam
memberdayakan masyarakat, memberikan bekal manejemen keuangan yang
“…..kami akan mendidik saudara-saudara kami, agar mereka tercerahkan. agar mereka menjadi orang-orang yang pandai,
mengalahkan siapapun kaum di dunia ini. Tuan Hakim, Belanda adalah sebuah negara kecil, dengan kekayaan yang sangat terbatas.
Anda menjadi makmur karena penduduk negeri Anda pandai. Dengan kepandaian yang kalian miliki, kalian bodohi kami, sehingga
kekayaan yang kami miliki, kalian keruk sedemikian rupa.....”
h. 274.
baik dan mendirikan perusahaan yang bisa membuka peluang kerja sebanyak-banyaknya bagi pribumi.
c. Maksud melihat apakah teks yang dibuat oleh pengarang disampaikan secara eksplisit atau tidak. Elemen maksud dalam novel De Winst banyak yang
disampaikan secara eksplisit, atau terbuka. Salah satu teks yang terdapat dalam cerita itu adalah mengenai penjelasan tentang pemahaman dari suatu
istilah. Seperti terdapat pada kutipan berikut ini:
Dari kutipan diatas sangat jelas bahwa informasi yang terdapat dalam teks tersebut disajikan secara terbuka. Dengan begitu pembaca akan mudah dan
cepat mengerti atau memahami akan maksud dari teks tersebut. 2. Sintaksis
Sintaksis adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. Dalam hal ini menerangkan tentang
bagaimana pengarang menggunakan kalimat hingga menjadi satu kesatuan. a.
Koherensi : merupakan pertalian antar katakalimat, biasanya dapat diamati dengan memaki kata penghubung konjungsi: dan, atau, tetapi, namun,
karena, meskipun, jika, demikian pula, agar dan sebagainya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut:
Kapitalis itu berasal dari kata kapital atau modal. Kapitalis adalah orang-orang yang memiliki modal. Mereka memiliki prinsip, dengan
modal sekecil mungkin, mereka mencoba mencari keuntungan sebesar-besarnya. Karena prinsip yang mereka anut itulah, pada
praktiknya mereka sering memeras tenaga para buruh untuk menghasilkan profit melimpah tanpa imbalan yang memadai.
h. 157.
“Tuan Rangga tidak terbukti bersekongkol menghancurkan Pabrik Gula De Winst. Demikian pula, Tuan Rangga tidak terbukti sebagai
anggota Partai Rakyat. Akan tetapi, simpati yang ia berikan kepada para aktivis partai terlarang itu, membahayakan kekuasaan Ratu
Belanda di negeri ini. Oleh karena itu, kepada Tuan Rangga tetap dijatuhi hukuman, yakni
internering” h. 311.
Penempatan kata ’demikian pula’ dan ’akan tetapi’ pada keterangan di atas mempunyai fungsi sebagai kata penghubung antar kalimat satu dengan
lainnya. Fungsi dari kata penghubung ’demikian pula’ mempertegas pengakuan majelis hakim akan tuduhan terhadap Rangga itu tidak benar.
Sedangkan kata ’akan tetapi’ merupakan kata penghubung yang menjelaskan sesuatu yang bertentangan. Karena walaupun ternyata rangga tidak terbukti
melakukan kesalahan yang dituduhkan padanya, namun dia tetap dijatuhi hukuman internering oleh majelis hakim dan pemerintahan Belanda. Karena
mereka takut dengan gerakan bangkitnya perekonomian pribumi yang dilancarkan Rangga.
b. Bentuk kalimat: adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir
logis. Menjelaskan tentang proposisi-proposisi yang diatur dalam satu rangkaian kalimat. Maksudnya, proposisi mana yang akan ditempatkan di
awal atau di akhir kalimat. Kutipan berikut dapat menjelaskan dan membedakan mana subjek, predikat, objek dan keterangan:
Dari kutipan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: Belanda menaklukan kami dengan kekerasan
S P O
Ket. Cara
“Belanda menaklukan kami dengan kekerasan, memeras hasil bumi negeri kami dengan kekuatan senjata, memaksa kami melakukan
rodi demi kepentingannya, serta memerangi semua orang yang memperjuangkan hak-hak kami sendiri dengan senjata pula……...”
h. 272.
memeras hasil bumi negeri kami dengan kekuatan senjata P O
Ket. Cara
Penempatan proposisi tersebut dapat mempengaruhi makna yang timbul karena akan menunjukkan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada
khalayak. Dari kutipan di atas, yang menempatkan ’Belanda’ sebagai subjek, dengan penempatan posisi di awal frase, peneliti berpendapat bahwa
pengarang ingin menonjolkan atas kesalahan Belanda. Karena jika penempatan proposisi tersebut dibalik menjadi ”kami ditaklukan
Belanda......” membuat Belanda ditempatkan secara tersembunyi. Makna yang muncul dari susunan kalimat ini berbeda. Selain itu kata ’kami’ yang
ditempatkan di awal frase memberi kesan yang menunjukkan kelamahan ’kami’ tersebut, dalam hal ini rakyat Indonesia yang diwakili oleh Jatmiko,
salah satu tokoh dalam novel. c.
Kata ganti: kata ganti yang digunakan dalam novel De Winst adalah kata ganti ”kami” dalam mengungkapkan perlawanannya terhadap pemerintah
Belanda. Dan pengarang berada sebagai narator atau pencerita. Kekuatan kata-kata kreatif yang digunakan dalam cerita menimbulkan kesan yang tak
membosankan meski terus menerus membaca, bahkan gaya penceritaannya membuat pembaca penasaran dengan ending cerita. Contoh kata ganti
”kami” dan pengarang sebagai narator terlihat pada kutipan berikut:
“…kami adalah negeri yang terjajah. Belanda telah menjadikan kami sebagai sapi perahan. Sangat layak jika kami memberontak.
kami menginginkan hak-hak kami terpenuhi. salah satu hak yang paling penting adalah, hak untuk merdeka Sebagai bangsa yang
berdaulat”
h. 272.
“Ketika kapal api yang berangkat dari Amsterdam itu berlabuh di pelabuhan tanjung Priok, mendadak lelaki muda yang tengah
berdiri di geladak itu merasakan debar hati yang tak biasa. Bak gumintang di saat malam beranjak kelam, bangunan pelabuhan itu
semakin lama semakin jelas. Tak semegah dan seartistik pelabuhan di kota-kota Eropa, tetapi sungguh …aura yang dipancarkan
mampu menghadirkan konser piano Mozart yang memainkan
Eine Kleine Nachtmusik ‘Alegro’ di hatinya….” h. 7
3. Stilistik Stilistik adalah cara yang digunakan pengarang untuk menyatakan maksud
melalui pilihan kata yang digunakan. Dalam menyajikan cerita, pengarang menggunakan bahasa yang lugas. Pilihan kata yang dipakai pengarang dalam
novel ”De Winst” menunjukkan ideologi dan religiusitasnya. Seperti terdapat pada kutipan berikut:
Dari ungkapan tokoh Rangga di atas, pengarang ingin menunjukkan bahwa di tengah kegalauan dengan berbagai permasalahan yang dihadapi tokoh
dalam novel De Winst, bahwa kita harus selalu ingat pada Sang Pencipta. Dalam mewujudkan apa yang kita inginkan, selain usaha dan doa kita juga harus
mengembalikan semuanya pada ketentuan yang Maha Kuasa. 4. Retoris
“Atau memang bergantung dengan manusia itu sungguh tak ada gunanya? Seperti perkataan Raden Haji Ngalim Sudarman kemarin.
”Ngger, jangan pernah bergantung kepada manusia. Lakukan semua karena Allah Azza wa jalla...”
Ya jika semua dilakukan karena motivasi mengabdi kepada Sang Pencipta, tentu semua akan menjadi lain.semangat itu tak akan pernah
luntur, karena Sang Pencipta pun tak akan luntur.”
h. 139.
Retoris adalah gaya yang diungkapkan pengarang untuk menyatakan sesuatu dengan sebuah intonasi dan penekanan.
a. Grafis: elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan
atau ditonjolkan oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Elemen grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan
tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar, termasuk di dalamnya
adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar, atau tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan.
56
Elemen grafis itu juga muncul dalam bentuk foto, gambar, atau tabel untuk mendukung gagasan, serta pemakaian angka-angka yang diantaranya
digunakan untuk mensugestikan kebenaran dan ketelitian. Salah satunya pada kutipan berikut:
Kalimat di atas merupakan pernyataan salah seorang tokoh dalam novel yakni Jatmiko saat sedang sidang pengadilan. Ia mengungkapkan fakta di
atas –merupakan fakta sejarah terdapat dalam buku Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia- sebagai perlawanannya terhadap pemerintah Belanda,
yang telah memanfaatkan kebodohan Indonesia untuk menguasai kekayaan tanah air ini.
56
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 257-259.
“…..hanya kaum terpandang dari pribumi, yang kebanyakan adalah pengikut setia
gubernemen, yang diperbolehkan sekolah hingga jenjang tinggi. Pada tahun 1925, jumlah pribumi yang tamat sekolah
rendah hanya 3767 orang, yang tamat sekolah menengah pertama 354 orang dan sekolah menengah atas hanya 204 orang, sementara jumlah
tamatan sekolah tinggi bahkan sama sekali tidak ada. Padahal, jumlah rakyat Indonesia ada berjuta-juta....”
h. 274.