5. 2. Perkuatan Kolom Kesimpulan dan Saran

Sedangkan untuk tulangan tekan dapat diambil As = 20 . As tarik . Dimana : Mu : Momen yag bekerja pada pile cap kN-m Mn : Momen nominal kN-m Pu : Gaya aksial kN s : Jarak antar ujung kolom ke As tiang m d : Tebal efektif pondasi m As : Besar luasan tulangan yang dipakai mm 2

II. 5. 2. Perkuatan Kolom

Pada umumnya bangunan gedung direncanakan dapat berfungsi selama masa layan tertentu. Namun selama masa layannya bangunan rentan terhadap kerusakan akibat berbagai hal. Setiap kerusakan diusahakan dapat dideteksi sedini mungkin, sebab salah satu kerusakan dapat merembet, memicu dan memperparah kerusakan lainnya. Triwiyono 2005 menyatakan bahwa perbaikan atau perkuatan struktur atau elemen – elemen struktur diperlukan apabila terjadi degradasi bahan yang berakibat tidak terpenuhi lagi persyaratan – persyaratan yang bersifat teknik yaitu : kekuatan strength, kekakuan stiffness, stabilitas stability, dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan durability. Tidak terpenuhinya persyaratan – persyaratan tersebut tidak hanya disebabkan oleh kerusakan saja akan tetapi perubahan peraturan code dengan persyaratan yang lebih ketat, mungkin saja struktur yang sebelumnya dianggap memenuhi persyaratan menjadi tidak lagi, sehingga diperlukan tindakan perkuatan. Ada dua jenis perbaikan yang dapat dilakukan dalam pekerjaan retrofitting yaitu repairing dan strengtheing. Istilah repairing diterapkan pada bangunan yang sudah rusak, dimana telah terjadi penurunan kekuatan, untuk dikembalikan seperti semula. Sedangkan strengtheing adalah suatu tindakan modifikasi struktur, mungkin belum terjadi kerusakan, dengan tujuan untuk menaikan kekuatan atau kemampuan bangunan untuk memikul beban – beban yang lebih besar akibat perubahan fungsi bangunan dan stabilitas. Perkuatan kolom dilakukan dengan tujuan antara lain : a. Meningkatkan kapasitas beban hidup yang dapat ditanggung oleh kolom. b. Menambah perkuatan pada kolom untuk mengatasi kesalahan perencanaan maupun konstruksi. c. Meningkatkan ketahanan kolom bangunan terhadap gaya gempa yang akan terjadi dilihat dari tingkat kepentingan bangunan, lokasi bangunan, dan lain sebagainya. d. Menambah atau menggantikan penulangan yang berkurang akibat kerusakan karena tumbukan atau korosi. Perkuatan kolom yang dipakai pada studi kali ini adalah menggunakan Concrete Jacketing . Dimana konsep dasar metode ini adalah perbesaran dimensi dan penambahan tulangan pada elemen struktur untuk meningkatkan kinerja elemen tersebut. Pembesaran tersebut dilakukan dengan Jacketing. Jacketing dari bahan beton telah terbukti sebagai solusi perkuatan yang efektif yang meningkatkan kinerja seismik kolom. Teknik perkuatan struktur ini digunakan pada kolom bangunan yang bertujuan untuk memperbesar penampang kolom, maka penampang kolom menjadi besar daripada sebelumnya sehingga kekuatan geser beton menjadi meningkat. Menurut dokumen CED 39 7428, spesifikasi minimum yang harus dipenuhi antara lain : a. Mutu beton pembungkus yang harus lebih besar atau sama dari mutu beton existing. b. Untuk kolom yang tulangan longitudinal tambahan tidak dibutuhkan, minimum harus diberikan tulangan Ø12 mm di keempat ujungnya dengan sengkang Ø8mm. c. Minimum tebal jacketing 100 mm. d. Diameter tulangan sengkang minimum Ø8 mm tidak boleh kurang 13 Ø tulangan longitudinal. e. Jarak maksimal tulangan sengkang pada daerah ¼ bentang adalah 100 mm, dan jarak vertikal antar tulangan sengkang tidak boleh melebihi 100 mm. Kolom Asli Kolom Jacketing Perencanaan kolom dapat didasarkan pada beberapa kondisi, yaitu : 1. Kolom dengan beban sentris. Kapasitas beban sentris maksimum diperoleh dengan menambahkan konstribusi beton yaitu Ag – Ast 0,85 f’c dan kontribusi baja tulangan yaitu sebesar Ast . fy, dimana Ag luas penampang bruto dan Ast luas total tulangan baja. Kapasitas beban sentris maksimum yaitu : Akan tetapi pada keadaan aktual, beban eksentris sebesar nol sangat sulit terjadi dalam sebuah struktur hal ini dikarenakan ukuran kolom yang tidak sentris. Berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 12. 3. 5 , kuat rencana kolom tidak boleh melebihi : a. Untuk kolom persegi b. Untuk kolom bulat Dengan syarat faktor reduksi ϕ untuk kolom persegi sebesar 0,65 dan kolom bulat 0,70. Untuk penulangan kolom bulat sesuai SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 12. 9 disyaratkan : a. Luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan tidak boleh kurang dari 0,01 ataupun lebih dari 0,08 kali luas penampang bruto. b. Jumlah tulangan longitudinal minimum adalah 4 untuk kolom persegi atau lingkaran, 3 untuk kolom sengkang segitiga dan 6 untuk kolom persegi pengikat spiral. c. Rasio penulangan spiral untuk f y ≤ 400 tidak boleh kurang dari : 2. Kolom dengan beban eksentris Kolom yang menahan beban eksentris mengakibatkan baja pada sisi yang tertarik akan mengalami tarik dengan garis netral dianggap kurang dari tinggi efektif penampang d. Apabila angka kelangsingan maka tergolong kolom pendek. Berdasarkan regangan yang terjadi pada baja tulangan yang tertarik, kondisi awal keruntuhan digolongkan menjadi dua yaitu : a. Keruntuhan tarik yang diawali dengan luluhnya tulangan tarik dimana P n P nb . b. Keruntuhan tekan yang diawali dengan kehancuran beton dimana P n P nb . Kondisi balance terjadi saat baja tulangan mengalami luluh bersamaan dengan regangan beton. Beton mencapai kekuatan maksimum f’ c pada saat regangan desak beton maksimal mencapai 0,003. Perencanaan kolom eksentris diselesaikan dengan dua cara antara lain : A. Metode Pendekatan Diagram P n - M n Diagram P n - M n yaitu suatu grafik daerah batas yang menunjukkan ragam kombinasi beban aksial dan momen yang dapat ditahan oleh kolom secara aman. Diagram interaksi tersebut dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah keruntuhan tekan dan daerah keruntuhan tarik dengan pembatasnya adalah titik balance. Tulangan dipasang simetris untuk mempermudah pelaksanaan, mencegah kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik atau tulangan tekan dan mengantisipasi perubahan tegangan akibat beban gempa. Analisis kolom dengan diagram P n - M n diperhitungkan pada tiga kondisi yaitu : a. Pada Kondisi Eksentrisitas Kecil Prinsip-prinsip pada kondisi ini dimana kuat tekan rencana memiliki nilai sebesar kuat rencana maksimum. sehingga kuat tekan kolom maksimum yaitu : b. Pada Kondisi Momen Murni Momen murni tercapai apabila tulangan tarik belum luluh sedangkan tulangan tekan telah luluh dimana f s adalah tegangan tulangan tekan pada kondisi luluh. Pada kondisi momen murni keruntuhan terjadi saat hancurnya beton P n = P u = 0. Keseimbangan pada kondisi momen murni yaitu : N D1 + N D2 = N T Dimana : N D1 = 0,85 f’ c b a N D2 = f’ s A’ s N T = f y A s Selisih akibat perhitungan sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Persamaan yang diperoleh dari segitiga sebangun dengan tinggi sumbu netral pada c yaitu : Momen rencana dapat dihitung sebagai berikut : M r = ϕM n M n = M n1 + M n2 = N D1 Z 1 + N D2 Z 2 c. Pada Kondisi Balance Kondisi keruntuhan balance tercapai apabila tulangan tarik luluh dan beton mengalami batas regangan dan mulai hancur. Persamaan yang diperoleh dari segitiga yang sebangun dengan persamaan sumbu netral pada kondisi balance C b yaitu : atau dengan E s = 200000, maka : Persamaan kesetimbangan pada kondisi balance : P b = N D1 + N D2 – N T Sehingga eksentrisitas balance e b dapat ditulis sebagai berikut : P b e b + d2 = M nb M rb = ϕP b e b B. Metode Pendekatan Whitney Persamaan-persamaan yang disarankan Whitney dugunakan sebagai solusi alternatif dengan cara coba-coba walaupun tidak selalu konservatif khususnya apabila beban rencana terlalu dekat dengan beban balance. a. Kolom Segi Empat Persamaan-persamaan Whitney pada kondisi keruntuhan tekan yang disarankan berdasarkan asumsi-asumsi : 1 Tulangan dipasang simetris pada satu lapis sejajar terhadap sumbu lentur penampang segi empat. 2 Tulangan tekan telah leleh. 3 Luas beton yang ditempati tulangan diabaikan. 4 Tinggi balok tegangan ekivalen dianggap sebesar 0,54d setara dengan harga a rata-rata kondisi balance pada penampang segi empat. 5 Keruntuhan tekan menentukan. Dalam banyak hal, metode Whitney konservatif apabila eksentrisitas sangat kecil. Persamaan Whitney untuk hancur tekan menentukan : Persamaan Whitney untuk hancur tarik menentukan berdasarkan asumsi- asumsi keruntuhan ditandai dengan luluhnya tulangan tarik sedangkan tulangan tekan bisa belum luluh. [ ] √ b. Kolom Bulat Persamaan-persamaan Whitney pada kondisi keruntuhan tekan yang disarankan berdaarkan asumsi-asumsi : 1 Transformasi kolom bulat menjadi kolom segi empat akivalen. 2 Tebal penampang segi empat ekivalen diambil sebesar 0,8h dimana h adalah diameter kolom bulat. 3 Lebar kolom segi empat ekivalen diambil sebesar A g 0,8h. 4 Luas total tulangan segi empat ekivalen pada dua lapis yang sejajar berjarak 2D s 3 dalam arah lentur dimana D s adalah diameter tulangan terluar dari as ke as. Persamaan Whitney untuk keruntuhan tekan : Persamaan Whitney untuk keruntuhan tarik : [√ ] Dimana h : diameter penampang D s : diameter tulangan terluar dari as ke as e : eksentrisitas terhadap pusat plastis 3. Kolom Langsing Apabila angka kelangsingan kolom melebihi batas untuk kolom pendek maka kolom tersebut akan mengalami tekuk sebelum mencapai batas limit kegagalan material. Kolom tersebut adalah jenis kolom langsing yang mengalami momen tambahan akibat efek P Δ dimana P adalah beban aksial dan Δ adalah defleksi akibat kolom tertekuk pada penampang yang ditinjau. a. Besarnya k dapat dihitung dengan persamaan-persamaan dari peraturan ACI E.G Nawy., 1998 antara lain : 1 Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan berpengaku diambil dari nilai terkecil antara persamaan berikut: k = 0,7 + 0,05 ψ A + ψ B ≤ 1,0 k = 0,85 + 0,05 ψ min ≤ 1,0 Dimana ψ A dan ψ B adalah ψ pada ujung kolom dan ψ min adalah yang terkecil dari kedua harga tersebut. ∑ ∑ Dimana l u adalah panjang tak tertumpu kolom dan l n adalah bentang bersih balok. 2 Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan tanpa pengaku yang tertahan pada kedua ujungnya diambil sebesar : Untuk ψ m 2 √ Untuk Ψ m ≥ 2 √ Diamana ψ m adalah harga ψ rata-rata dari kedua ujung batang tertekan tersebut. 3 Batas atas faktor panjang efektif untuk batang tekan tanpa pengaku yang kedua ujungnya sendi diambil sebesar : k = 2,0 + 0,3 ψ b. Pengaruh kelangsingan SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 12. 12 dan pasal 12. 13 mensyaratkan pengaruh kelangsingan boleh diabaikan apabila : 1 untuk komponen struktur tekan yang ditahan terhadap goyangan kesamping. 2 untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap goyang kesamping. M 1 dan M 2 adalah momen pada ujung-ujung yang berlawanan pada kolom dengan M 2 adalah momen yang lebih besar dan M 1 adalah momen yang lebih kecil. c. Metode pembesaran momen Pembesaran momen bergantung pada besarnya kelangsingan batang, desain penampang dan kekuatan seluruh rangka portal bergoyang. Komponen struktur tekan harus direncanakan menggunakan beban aksial terfaktor serta momen terfaktor yang diperbesar. Sesuai SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 12. 13 3 perbesaran momen dapat ditentukan dengan rumusan : ∑ ∑ Dengan: √ Dimana ∑P u adalah jumlah seluruh beban terfaktor yang bekerja pada suatu tingkat dan ∑P c adalah jumlah seluruh kapasitas tekan kolom – kolom bergoyang pada suatu tingkat. d. Kuat geser Sesuai dengan SNI 03 – 2487 – 2002 pasal 13. 3 perencanaan kolom harus mempertimbangkan gaya geser yang bekerja antara lain : 1 Komponen struktur yang dibebani tekan aksial : √ Dimana besaran N u A g harus dalam MPa. 2 Kuat geser boleh dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci yang dibebani oleh geser dan lentur saja yaitu : [√ ] Dengan nilai M m menggantikan M u dan nilai V u dM u boleh diambil lebih daripada 1,0 dengan : Tetapi dalam hal ini V c tidak boleh diambil lebih besar dari pada : √ √ Bila gaya geser V u lebih besar daripada kuat geser φV c maka harus disediakan tulangan geser. Dimana √ √ Jika √ maka spasi tulangan geser yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur tidak boleh lebih dari d2 atau 600 mm. Untuk perkuatan kolom dengan menggunakan metode concrete jacketing momen tahanan lentur harus memenuhi syarat : Dimana untuk analisa perbesaran harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Tebal minimum untuk perkuatan dengan metode concrete jacketing adalah 100 mm. 2. Tulangan lentur minimum yang diperbolehkan adalah D13 mm. 3. Tulangan sengkang pengikat minimum yang diperbolehkan adalah D8 mm. 4. Untuk tulangan utama minimum berjumlah 4 buah untuk kolom persegi dan minimum berjumlah 6 buah untuk kolom bulat.

II. 5. 3. Perkuatan Balok