21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara pada bulan September 2014 sampai dengan November 2014.
3.2 Alat
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian adalah spektrofotometer ultraviolet UV-1800 Shimadzu double beam yang dilengkapi dengan komputer,
sonikator Branson 1510, neraca analitik Mettler Toledo, kuvet, lumpang dan alu, alat-alat gelas dan alat-alat lainnya yang diperlukan dalam penyiapan sampel
dan larutan. Gambar alat dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 54 .
3.3 Bahan
Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian adalah metanol E-Merck, Betametason baku CV. Anugrah cipta sertifikat pengujian betametason dapat
dilihat pada Lampiran 30 halaman 121, Deksklorfeniramin maleat baku BPFI sertifikat pengujian deksklorfeniramin maleat dapat dilihat pada Lampiran 31
halaman 122, tablet merek dagang Celestamin
®
Schering-plough, Ocuson
®
Sanbe dan Polacel
®
Medikon.
3.4 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan antara satu tempat dengan tempat yang lain, karena sampel
dianggap homogen dan berasal dari nomor batch yang sama. Sampel yang
22 digunakan adalah tiga tablet merek dagang yaitu Celestamin
®
Schering-plough, Ocuson
®
Sanbe dan Polacel
®
Medikon. Data spesifikasi sediaan tablet Celestamin
®
, Ocuson
®
dan Polacel
®
dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 52.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku
3.5.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Betametason
Ditimbang 50 mg betametason, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, ditambahkan metanol dikocok hingga larut, lalu dicukupkan sampai garis
tanda dengan metanol sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 μgmL,
larutan ini disebut larutan induk baku I LIB I. Dari larutan ini dipipet 12,5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, diencerkan dengan metanol sampai
garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5
00 μgmL LIB II. Dari larutan ini dipipet 2,25 mL, dimasukkan kedalam labu tebtukur 100 mL, diencerkan dengan metanol sampai garis tanda,
lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 11,25
μgmL LIB III Ditjen POM, 1995.
3.5.1.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Deksklorfeniramin maleat
Ditimbang 50 mg deksklorfeniramin maleat, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, ditambahkan metanol, dikocok hingga larut, lalu dicukupkan
sampai garis tanda dengan metanol sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000
μgmL, larutan ini disebut larutan induk baku I LIB I. Dari larutan ini dipipet 12,5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, diencerkan dengan
23 metanol sampai garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 500
μgmL LIB II Ditjen POM, 1995. 3.5.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum
3.5.2.1 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Betametason
Dipipet 1,1 mL Larutan Induk Baku II LIB II betametason konsentrasi = 500
μgmL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, diencerkan dengan metanol hingga garis tanda, lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 11 μgmL, kemudian diukur serapan pada panjang
gelombang 200 – 400 nm. Kurva serapan maksimum betametason dapat dilihat pada Gambar 4.1 halaman 30.
3.5.2.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Deksklorfeniramin maleat
Dipipet 1,2 mL Larutan Induk Baku II LIB II deksklorfeniramin maleat konsentrasi = 500
μgmL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, diencerkan dengan metanol hingga garis tanda, lalu dikocok sampai homogen
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 12 μgmL, kemudian diukur
serapan pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Kurva serapan maksimum desklorfeniramin maleat dapat dilihat pada Gambar 4.2 halaman 31.
3.6 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif
3.6.1 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif Betametason
Dipipet Larutan Induk Baku II betametason konsentrasi = 500 μgmL sebanyak 0,6 mL; 0,9 mL; 1,2 mL; 1,5 mL; dan 1,8 mL. Masing-masing
dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, diencerkan dengan metanol hingga garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan
24 konsentrasi 6; 9; 12; 15; dan 18
μgmL. Kemudian dibuat spektrum serapan biasa tanpa diderivatkan, spektrum serapan derivat pertama dan derivat kedua pada
panjang gelombang 200-400 nm dengan ∆λ = 2 nm. Kurva serapan betametason
dapat dilihat pada halaman 62 - 63.
3.6.2 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif Deksklorfeniramin maleat
Dipipet Larutan Induk Baku II deksklorfeniramin maleat 500 μgmL
sebanyak 0,7 mL; 1,0 mL; 1,3 mL; 1,6 mL; dan 1,9 mL. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan metanol hingga
garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 7; 10; 13; 16; dan 19
μgmL. Kemudian dibuat spektrum serapan biasa tanpa diderivatkan, spektrum serapan derivat pertama dan derivat kedua pada
panjang gelombang 200-400 nm dengan ∆λ =
2 nm. Kurva serapan deksklorfeniramin maleat dapat dilihat pada halaman 63 - 64.
3.6.3 Penentuan Zero Crossing
Penentuan zero crossing diperoleh dengan menumpang tindihkan atau mengoverlappingkan spektrum serapan pada masing-masing derivat dari berbagai
konsentrasi larutan. Zero crossing derivat pertama dan derivat kedua betametason
dapat dilihat pada Gambar 13 - 14 halaman 34. Zero crossing derivat pertama dan derivat kedua deksklorfeniramin maleat dapat dilihat pada Gambar 4.15 – 4.16
halaman 35 - 36.
3.6.4 Penentuan Panjang Gelombang λ
Analisis
Dibuat larutan, betametason dengan konsentrasi 6 μgmL,
deksklorfeniramin maleat dengan konsentrasi 12,1 μgmL dan larutan campuran
kedua zat itu sehingga di dalamnya terdapat betametason dengan konsentrasi 6
25 μgmL dan deksklorfeniramin maleat dengan konsentrasi 12,1 μgmL. Kemudian
dibuat spektrum serapan derivat pertama dari masing-masing larutan zat tunggal dan dari campuran zat. Spektrum serapan derivat pertama dari larutan zat tunggal
dan campuran keduanya ditumpang tindihkan. Demikian juga untuk spektrum serapan derivat kedua. Yang dipilih untuk menjadi panjang gelombang analisis
adalah panjang gelombang zero crossing yang serapan pasangannya dan campurannya persis sama, kerena pada panjang gelombang tersebut dapat secara
selektif mengukur serapan pasangannya dan memiliki serapan paling besar. Panjang gelombang analisis dapat dilihat pada Gambar 4.17 – 4.19 halaman 37.
3.7 Pembuatan dan Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi 3.7.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi
Betametason
Dipipet Larutan Induk Baku II betametason 500 μgmL sebanyak 0,6 mL;
0,9 mL; 1,2 mL; 1,5 mL; dan 1,8 mL. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, diencerkan dengan metanol hingga garis tanda. Lalu dikocok
sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 6; 9; 12; 15; dan 18
μgmL. Kemudian diukur serapan pada derivat kedua ∆λ =
2 nm pada panjang gelombang 219,4 nm. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara
konsentrasi dengan serapan, sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b, dan berdasarkan nilai serapan pada panjang gelombang 219,4 nm, dilakukan
pula perhitungan limit deteksilimit of detection LOD dan limit kuantitasilimit of quantitation LOQ.
26 Untuk menentukan batas deteksi LOD dan batas kuantitasi LOQ dapat
digunakan rumus :
Keterangan : SB
= simpangan baku LOD = batas deteksi
LOQ = batas kuantitasi
3.7.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Penentuan Linearitas Kurva
Kalibrasi Deksklorfeniramin maleat
Dipipet Larutan Induk Baku II deksklorfeniramin maleat konsentrasi = 500
μgmL sebanyak 0,7 mL; 1,0 mL; 1,3 mL; 1,6 mL; dan 1,9 mL. Masing- masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL, diencerkan dengan metanol
hingga garis tanda. Lalu dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 7; 10; 13; 16; dan 19
μgmL. Kemudian diukur serapan pada derivat kedua
∆λ = 2 nm pada panjang gelombang 249,6 nm. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi dengan serapan, sehingga
diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b, dan berdasarkan nilai serapan pada panjang gelombang 249,6 nm, dilakukan pula perhitungan limit deteksilimit of
2
2
− −
=
∑
n Yi
Y SB
Slope SB
x LOD
3 =
Slope SB
x LOQ
10 =
27 detection LOD dan limit kuantitasilimit of quantitation LOQ seperti rumus di
atas.
3.8.1 Penentuan Kadar Betametason dan Deksklorfeniramin maleat
dalam Sediaan Tablet
Dua puluh tablet merek dagang yang mengandung betametason 0,25 mg dan desklorfeniramin maleat 2 mg ditimbang, lalu digerus dalam lumpang sampai
halus dan homogen. Kemudian ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan 4,5 mg deksklorfeniramin maleat, selanjutnya dari analit desklorfeniramin maleat
dihitung kesetaraan betametason yang terkandung di dalamnyapenimbangan serbuk sebanyak 6 kali pengulangan, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,
ditambahkan metanol sampai garis tanda sambil dikocok. Larutan kemudian dihomogenkan dengan pengaduk ultrasonik selama 15 menit. Larutan tersebut
kemudian disaring, lebih kurang 10 mL filtrat pertama dibuang. Filtrat selanjutnya ditampung. Kemudian dari larutan filtrat ini, dipipet 1,35 mL masing-masing dari
larutan sampel dan untuk betametason ditambahkan LIB III sebanyak 4 mL agar tercapainya konsentrasi 6
μgmL kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL dan diencerkan dengan metanol hingga garis tanda konsentrasi = 6
μgmL untuk betametason dan konsentrasi = 12,1
μgmL untuk deksklorfeniramin maleat dan diukur serapannya pada serapan derivat kedua pada panjang
gelombang 219,4 nm untuk analisis betametason dan 249,6 nm untuk analisis
deksklorfeniramin maleat. Kadar betametason dan deksklorfeniramin maleat
dalam sediaan tablet dapat dilihat pada Lampiran 15 halaman 86 dan 87.
28 Konsentrasi betametason dan deksklorfeniramin maleat dapat dihitung dengan
rumus:
Konsentrasi µg ml =
3.9 Uji Validasi 3.9.1 Uji Akurasi
Menurut Harmita 2004 uji akurasi dilakukan dengan metode penambahan baku Standard Addition Method, yaitu dengan membuat 3
konsentrasi analit sampel dengan rentang spesifik 80 , 100 , 120 , dimana masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Setiap rentang spesifik
mengandung 70 analit dan 30 baku pembanding, kemudian dianalisa dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel.
Persen perolehan kembali recovery dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
perolehan kembali =
C
F
−C
A
C
∗A
x 100
Keterangan : C
F
= konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku C
A
= konsentrasi sampel sebelum penambahan baku C
A
= konsentrasi baku yang ditambahkan Konsentrasi awal X µg ml × volume ml × F. Pengenceran
Volume Sampel ml
29
3.9.2 Uji Presisi
Menurut Sudjana 2005 untuk uji presisi keseksamaan ditentukan dengan parameter RSD Relative Standard Deviasi dengan rumus :
RSD = Mencari standar deviasi SD digunakan rumus:
Keterangan : RSD = standar deviasi relatif
SD = standar deviasi X
= kadar rata-rata sampel
3.10 Analisis Data Statistik