Penetapan Kadar Campuran Deksametason Dan Deksklorfeniramin Maleat Dengan Metode Spektrofotometri Derivatif

(1)

PENETAPAN KADAR CAMPURAN

DEKSAMETASON DAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

SKRIPSI

OLEH:

SILVIA

NIM 111501073

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENETAPAN KADAR CAMPURAN

DEKSAMETASON DAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SILVIA

NIM 111501073

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR CAMPURAN

DEKSAMETASON DAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

OLEH: SILVIA NIM 111501073

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 4 Agustus 2015 Disetujui oleh :

Pembimbing I,

Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. NIP 195108161980031002

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195008281976032002

Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt. NIP 195008261974122001

Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001

Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. NIP 195409101983032001

Medan, Oktober 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan anugerah dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Campuran Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat dengan Metode Spektrofotometri Derivatif” disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian, kepada Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., dan Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama masa penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt., Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., dan Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini serta kepada Prof. Dr. Hakim Bangun, M.Sc., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama masa pendidikan.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih serta penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua penulis yang tercinta, ayahanda Tjin Fok Khaw, dan


(5)

v

ibunda Ju Hiok serta kedua adik dan teman-teman yang selalu memberikan dorongan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang farmasi.

Medan, September 2015 Penulis,

Silvia


(6)

vi

PENETAPAN KADAR CAMPURAN

DEKSAMETASON DAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

ABSTRAK

Kombinasi deksametason dan deksklorfeniramin maleat tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan beredar dengan berbagai merek dagang. Kombinasi deksametason dan deksklorfeniramin maleat merupakan kombinasi golongan kortikosteroid dan antihistamin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dengan menggunakan spektrofotometri derivatif.

Metode penelitian yang dilakukan untuk penetapan kadar sampel campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dari beberapa merek yang beredar dipasaran dilakukan secara spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol. Panjang gelombang analisis untuk menetapkan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat pada spektrum serapan derivat kedua masing-masing adalah 294,80 nm dan 267,80 nm.

Hasil penelitian diperoleh kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat yang dianalisis dalam tablet di pasaran seluruhnya memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi V (2014). Hasil uji validasi yang dilakukan terhadap tablet memenuhi persyaratan validasi metode, untuk deksametason diperoleh % perolehan kembali = 101,43% dengan Relative

Standart Deviation (RSD) = 0,67% dan untuk deksklorfeiramin maleat diperoleh %

perolehan kembali = 98,81% dengan RSD = 0,69%.

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa spektrofotometri derivatif metode zero crossing dapat digunakan untuk analisis campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam sediaan tablet.

Kata-kata kunci : deksametason, deksklorfeniramin maleat, spektrofotometri


(7)

vii

DETERMINATION OF DEXAMETHASONE AND

DEXCHLORPHENIRAMINE MALEATE MIXTURE

USING DERIVATIVE SPECTROPHOTOMETRY METHOD

ABSTRACT

Combinations of dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate in tablet form. The mixture of dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate is a combination of the kortikosteroid and antihistamin. The purpose of this research is to determine the concentration of dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate mixture using derivative spectrophotometry.

Method which is used to determine the concentration of dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate mixture using derivative spectrophotometry with zero crossing method. The solvent which is used in this experiment is methanol. Dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate mixture were determined by measuring the second derivative ratio amplitudes, at 294.80 nm and at 267.80 nm respectively.

The result of determination of dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate mixture the requirement of the fifth edition Indonesia Pharmacopoeia (2014). The validation test of tablet showed dexamethasone has %recovery = 101.43%, Relative Standart Deviation (RSD) = 0.67% and dexchlorpheniramine maleate has %recovery = 98.81% with RSD = 0.69%.

From the result above concluded that derivative spectrophotometry method can be used for analyzing in determination dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate in tablet.

Keywords : dexamethasone, dexchlorpheniramine maleate, derivative


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat ... 5

2.1.1 Deksametason ... 5

2.1.2 Deksklorfeniramin Maleat ... 6

2.2 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel ... 7


(9)

ix

2.2.2 Pembagian Metode Analisis Spektrofotometri

Ultraviolet-Visibel ... 7

2.2.3 Proses Penyerapan Radiasi pada Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel ... 7

2.2.4 Kegunaan Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel ... 10

2.2.5 Komponen Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel ... 11

2.3 Spektrofotometri Derivatif ... 12

2.3.1 Pengertian Spektrofotometri Derivatif ... 12

2.3.2 Metode Evaluasi Spektra pada Spektrofotometri Derivatif ... 13

2.3.3 Kegunaan Spektrofotometri Derivatif ... 15

2.4 Validasi Metode ... 15

2.4.1 Akurasi ... 16

2.4.2 Presisi ... 17

2.4.3 Spesifitas ... 17

2.4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi ... 18

2.4.5 Linieritas ... 18

2.4.6 Rentang ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.2 Alat ... 19

3.3 Bahan ... 19

3.4 Pengambilan Sampel ... 19

3.5 Rancangan Penelitian ... 20


(10)

x

3.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Deksklorfeniramin

Maleat ... 20

3.5.3 Pembuatan Larutan Standar Deksametason ... 20

3.5.4 Pembuatan Larutan Standar Deksklorfeniramin Maleat ... 21

3.5.5 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Deksametason ... 21 3.5.6 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Deksklorfeniramin Maleat ... 21

3.5.7 Pembuatan Spektrum Serapan Derivat ... 22

3.5.8 Penentuan Zero Crossing ... 22 3.5.9 Penentuan Panjang Gelombang Analisis ... 22 3.5.10 Pembuatan dan Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Deksametason ... 23

3.5.11 Pembuatan dan Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Deksklorfeniramin Maleat ... 24

3.5.12 Penentuan Kadar Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat dalam Sediaan Tablet ... 24 3.5.13 Uji Validasi ... 25

3.5.13.1 Uji Akurasi ... 25

3.5.13.2 Uji Presisi ... 25

3.5.14 Analisis Data Penetapan Kadar secara Statistik ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28


(11)

xi

4.2 Penentuan Kurva Serapan ... 29

4.3 Penentuan Zero Crossing pada Serapan Derivat ... 31

4.3.1 Penentuan Zero Crossing pada Serapan Derivat Pertama ... 31

4.3.2 Penentuan Zero Crossing pada Serapan Derivat Kedua 32 4.4 Penentuan Panjang Gelombang Analisis ... 34

4.5 Pembuatan dan Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi ... 37

4.6 Penentuan Kadar Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat dalam Sediaan Tablet ... 38

4.7 Uji Validasi ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbandingan antara transisi n→π* dan transisiπ→π* ... 9 4.1 Data hasil serapan deksametason, deksklorfeniramin maleat,

dan campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat

pada derivat ke 2 ... 36 4.2 Data hasil perhitungan kadar obat setelah dilakukan uji

statistik ... 39 4.3 Data hasil pengujian perolehan kembali deksametason dan

deksklorfeniramin maleat dengan metode penambahan baku


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Rumus struktur deksametason ... 5

2.2 Rumus struktur deksklorfeniramin maleat ... 6

2.3 Spektrum serapan normal sampai derivat keempat ... 12

2.4 Kurva aplikasi metode evaluasi spektrum derivatif ... 14

2.5 Kurva sederhana aplikasi zero crossing ... 15

4.1 Spektrum serapan maksimum baku deksametason 11mcg/mL 28 4.2 Spektrum serapan maksimum baku deksklorfeniramin maleat 16 mcg/mL ... 28

4.3 Spektrum tumpang tindih serapan maksimum deksametason 11 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 16 mcg/mL ... 29

4.4 Spektrum serapan deksametason 5 mcg/mL ... 30

4.5 Spektrum serapan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL ... 30

4.6 Spektrum tumpang tindih serapan deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL ... 30

4.7 Spektrum zero crossing deksametason 5 mcg/mL pada serapan derivat pertama ... 31

4.8 Spektrum zero crossing deksklorfeniramin maleat . 20 mcg/mL pada serapan derivat pertama ... 31

4.9 Spektrum tumpang tindih serapan deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL pada serapan derivat pertama ... 32

4.10 Spektrum zero crossing deksametason 5 mcg/mL pada serapan derivat ke dua ... 33

4.11 Spektrum zero crossing deksklorfeniramin maleat . 20 mcg/mL pada serapan derivat ke dua ... 33


(14)

xiv

4.12 Spektrum tumpang tindih serapan deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL pada serapan derivat ke dua ... 33 4.13 Spektrum tumpang tindih serapan derivat ke dua deksametason,

deksklorfeniramin maleat dan campuran deksametasondan deksklorfeniramin maleat ... 35 4.14 Spektrum panjang gelombang analisis deksametason ... 35 4.15 Spektrum panjang gelombang analisis deksklorfeniramin ...

maleat ... 35 4.16 Kurva kalibrasi deksametason pada kurva serapan derivat

Ke dua pada panjang gelombang 294,8 nm ... 38 4.17 Kurva kalibrasi deksklorfeniramin maleat pada kurva


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Spektrum Serapan Penentuan Panjang Gelombang Analisis 45

2. Kurva Kalibrasi Deksametason dan Deksklorfeniramin maleat ... 47

3. Kurva Serapan Kalibrasi ... 48

4. Spektrum serapan derivat kedua ... 59

5. Perhitungan Regresi Kalibrasi Deksametason ... 51

6. Perhitungan Batas Deteksi / Limit of Detection (LOD) dan Batas Kuantitasi / Limit of Quantitation (LOQ) Deksametason ... 52

7. Perhitungan Regresi Kalibrasi Deksklorfeniramin Maleat ... 53

8. Perhitungan Batas Deteksi / Limit of Detection (LOD) dan Batas Kuantitasi / Limit of Quantitation (LOQ) Deksklorfeniramin Maleat ... 54

9. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat ... 55

10. Spektrum Serapan Penetapan Kadar Tablet Omegtamine® .. 57

11. Spektrum Serapan Penetapan Kadar Tablet Dextaf® ... 60

12. Spektrum Serapan Penetapan Kadar Tablet Dextamine® ... 63

13. Data Kadar Deksametason dalam Tablet ... 66

14. Data Kadar Deksklorfeniramin Maleat Tablet ... 67

15. Perhitungan Statistik Deksametason pada Tablet Omegtamine® ... 68

16. Perhitungan Statistik Deksklorfeniramin Maleat pada Tablet Omegtamine® ... 70

17. Perhitungan Statistik Deksametason pada Tablet Dextaf® .... ... 72


(16)

xvi

18. Perhitungan Statistik Dekslorfeniramin Maleat pada ....

Tablet Dextaf® ... 74 19. Perhitungan Statistik Deksametason pada Tablet Dextamine® 76 20. Perhitungan Statistik Deksklorfeniramin Maleat pada

Tablet Dextamine® ... 78 21. Contoh Perhitungan Persentase Perolehan Kembali

(%Recovery) ... 80 22. Kurva Serapan Dextaf® pada Uji Perolehan Kembali ... 85 23. Data Hasil Persen Perolehan Kembali Deksametason

Pada Tablet Dagang Dextaf ® dengan Metode Penambahan Baku (Standard Addition Methode) ... 90 24. Data Hasil Persen Perolehan Kembali Deksklorfeniramin

Maleat pada Tablet Dagang Claneksi® dengan Metode

Penambahan Baku (Standard Addition Methode) ... 91 25. Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, dan Relatif

Standar Deviasi Perolehan Kembali Deksametason pada

Tablet Dextaf® ... 92 26. Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, dan Relatif

Standar Deviasi Perolehan Kembali Dekslorfenirammin Maleat pada Tablet Dextaf® ... 93 27. Daftar Distribusi Nilai t ... 94 28. Sertifikat Bahan Baku Deksametason BPFI dan

Dekslorfeniramin Maleat BPFI ... 95 29. Daftar Sertifikasi Sampel ... 97 30. Alat yang Digunakan ... 98


(17)

vi

PENETAPAN KADAR CAMPURAN

DEKSAMETASON DAN DEKSKLORFENIRAMIN MALEAT

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

ABSTRAK

Kombinasi deksametason dan deksklorfeniramin maleat tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan beredar dengan berbagai merek dagang. Kombinasi deksametason dan deksklorfeniramin maleat merupakan kombinasi golongan kortikosteroid dan antihistamin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dengan menggunakan spektrofotometri derivatif.

Metode penelitian yang dilakukan untuk penetapan kadar sampel campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dari beberapa merek yang beredar dipasaran dilakukan secara spektrofotometri derivatif dengan metode zero crossing. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol. Panjang gelombang analisis untuk menetapkan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat pada spektrum serapan derivat kedua masing-masing adalah 294,80 nm dan 267,80 nm.

Hasil penelitian diperoleh kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat yang dianalisis dalam tablet di pasaran seluruhnya memenuhi persyaratan yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi V (2014). Hasil uji validasi yang dilakukan terhadap tablet memenuhi persyaratan validasi metode, untuk deksametason diperoleh % perolehan kembali = 101,43% dengan Relative

Standart Deviation (RSD) = 0,67% dan untuk deksklorfeiramin maleat diperoleh %

perolehan kembali = 98,81% dengan RSD = 0,69%.

Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa spektrofotometri derivatif metode zero crossing dapat digunakan untuk analisis campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam sediaan tablet.

Kata-kata kunci : deksametason, deksklorfeniramin maleat, spektrofotometri


(18)

vii

DETERMINATION OF DEXAMETHASONE AND

DEXCHLORPHENIRAMINE MALEATE MIXTURE

USING DERIVATIVE SPECTROPHOTOMETRY METHOD

ABSTRACT

Combinations of dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate in tablet form. The mixture of dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate is a combination of the kortikosteroid and antihistamin. The purpose of this research is to determine the concentration of dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate mixture using derivative spectrophotometry.

Method which is used to determine the concentration of dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate mixture using derivative spectrophotometry with zero crossing method. The solvent which is used in this experiment is methanol. Dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate mixture were determined by measuring the second derivative ratio amplitudes, at 294.80 nm and at 267.80 nm respectively.

The result of determination of dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate mixture the requirement of the fifth edition Indonesia Pharmacopoeia (2014). The validation test of tablet showed dexamethasone has %recovery = 101.43%, Relative Standart Deviation (RSD) = 0.67% and dexchlorpheniramine maleate has %recovery = 98.81% with RSD = 0.69%.

From the result above concluded that derivative spectrophotometry method can be used for analyzing in determination dexamethasone and dexchlorpheniramine maleate in tablet.

Keywords : dexamethasone, dexchlorpheniramine maleate, derivative


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Campuran yang mengandung deksametason dan deksklorfeniramin maleat banyak digunakan untuk berbagai penyakit, bahkan sering disebut life saving drugs. Hal ini dilatar belakangi oleh kemampuan menanggulangi peradangan serta alergi yang dimiliki deksametason dan sifat antihistamin yang ada pada deksklorfeniramin maleat, tetapi juga menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (Suherman, 2007).

Pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapeutik yang diharapkan. Salah satu persyaratan mutu adalah kadar yang dikandung harus memenuhi persyaratan kadar seperti yang tercantum dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya (Depkes RI, 2009).

Monografi sediaan tablet campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat tidak terdapat dalam Farmakope Indonesia ataupun buku standar lainnya. Persyaratan tablet tunggal untuk deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam Farmakope Indonesia edisi V (2014) adalah mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Deksametason dapat ditentukan kadarnya dengan spektrofotometri ultraviolet pada pelarut metanol panjang gelombang 240 nm (A11= 385a).


(20)

2

spektrofotometri ultraviolet pada pelarut asam panjang gelombang 265 nm (A11=

302a) dan basa panjang gelombang 262 nm (A11= 205a) (Moffat, dkk., 2005).

Penetapan kadar tablet tunggal deksametason menurut Farmakope Indonesia edisi V (2014) ditentukan dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan fase gerak campuran asetonitril(p)-air (1:3), hingga waktu retensi deksametason antara 3-6 menit. Penetapan kadar tablet tunggal deksklorfeniramin maleat ditentukan dengan kromatografi gas. Sedangkan untuk analisis kadar campuran dalam tablet dapat ditentukan dengan metode diantaranya metode kromatografi cair kinerja tinggi, spektrofotometri ultraviolet dengan metode analisis multikomponen dan metode derivatif.

Beberapa penelitian terhadap penetapan kadar campuran obat dengan metode spektrofotometri derivatif antara lain, campuran betametason dan deksklorfeniramin maleat (Aisyah, 2015), campuran triprolidina hidroklorida dan pseudoefedrina hidroklorida (Hayun, dkk., 2006), dan hidrokortison asetat dan nipagin (Hayun, dkk., 2014).

Sehubungan dengan beberapa penelitian diatas maka dilakukan penelitian campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dengan metode tersebut karena metode spektrofotometri derivatif merupakan metode analisis campuran beberapa zat secara langsung tanpa harus melakukan pemisahan terlebih dahulu walaupun dengan panjang gelombang yang berdekatan. Fasilitas ini memungkinkan analisis multikomponen dalam campuran yang spektranya saling tumpang tindih. Metode zero crossing adalah prosedur yang paling umum untuk menentukan campuran biner yang spektranya saling tumpang tindih. Metode zero crossing dapat


(21)

3

digunakan pada derivatif pertama dan kedua dengan pemilihan panjang gelombang untuk pengukuran (Nurhidayati, 2007).

Beberapa keuntungan dari spektrum derivatif antara lain spektrum derivatif memberikan gambaran struktur yang terinci dari spektrum serapan dan gambaran ini makin jelas dari spektra derivatif pertama ke derivatif keempat. Selain itu, dapat dilakukan analisis kuantitatif suatu komponen dalam campuran dengan bahan yang panjang gelombangnya saling berdekatan. Bila dibandingkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi, metode spektrofotometri derivatif relatif lebih sederhana, alat dan biaya operasionalnya lebih murah dan waktu analisisnya lebih cepat (Nurhidayati, 2007).

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penetapan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dengan metode spektrofotometri derivatif.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam tablet di pasaran yang ditentukan dengan metode spektrofotometri derivatif memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi V (2014)?

2. Apakah metode spektrofotometri derivatif pada penetapan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam tablet di pasaran telah memenuhi persyaratan uji validasi?


(22)

4 1.3 Hipotesis

1. Kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam tablet di pasaran yang ditentukan dengan metode spektrofotometri derivatif memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi V (2014).

2. Metode spektrofotometri derivatif pada penetapan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam sediaan tablet memenuhi persyaratan uji validasi.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Melakukan penetapan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam tablet di pasaran yang ditentukan dengan metode spektrofotometri derivatif yang kemudian kadar yang diperoleh dibandingkan dengan persyaratan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi V (2014).

2. Melakukan uji validasi terhadap metode spektrofotometri derivatif pada penetapan kadar deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam tablet di pasaran.

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan oleh industri farmasi untuk analisis kuantitatif campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam tablet.


(23)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat

Deksametason dan deksklorfeniramin maleat merupakan kombinasi kortikosteroid dan antihistamin. Deksametason memiliki kemampuan dalam menanggulangi peradangan, sedangkan deksklorfeniramin maleat mengatasi secara sempurna sebagian besar akibat khas yang ditimbulkan oleh histamin yang bermanfaat dalam pencegahan dan penanggulangan banyak gejala alergi. Kombinasi ini merupakan pilihan dalam pengobatan symptomatik gangguan-gangguan alergi dan peradangan parah. Kombinasi deksametason dan deksklorfeniramin maleat dapat digunakan untuk mengatasi demam parah dengan peradangan pada selaput lendir hidung dan tenggorokan, asma saluran pernafasan yang parah dan kronis, peradangan selaput lendir hidung karena alergi, peradangan selaput ledir mata karena alergi dan lain-lain (Lukmanto, 1986).

2.1.1 Deksametason

Rumus struktur deksametason dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Rumus Struktur Deksametason (USP 30 NF 25, 2007)

Deksametason memiliki rumus molekul C22H29FO5 dengan berat molekul


(24)

6

berbau, stabil di udara. Senyawa ini agak sukar larut dalam aseton, etanol, dioksan dan methanol; sukar larut dalam kloroform; sangat sukar larut dalam eter; praktis tidak larut dalam air (Ditjen BKAK, 2014; USP 30 NF 25, 2007).

Deksametason merupakan obat golongan kortikosteroid yang bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Efek utamanya ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada kesetimbangan air dan elektrolit kecil (Suherman, 2007).

2.1.2 Deksklorfeniramin Maleat

Rumus struktur deksklorfeniramin maleat dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Rumus Struktur Deksklorfeniramin Maleat (USP 30 NF 25, 2007) Deksklorfeniramin maleat memiliki rumus molekul C16H19ClN2. C4H4O4

dengan berat molekul 390,87. Pemeriannya berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau. Senyawa ini mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan kloroform; sukar larut dalam benzena dan eter (Ditjen BKAK, 2014; USP 30 NF 25, 2007).

Deksklorfeniramin maleat merupakan antihistamin yang menghambat reseptor H1. Antihistamin ini menghambat efek histamin pada pembuluh darah,

bronkus, dan otot polos. Selain itu antihistamin juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas (Dewoto, 2007).


(25)

7 2.2 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel

2.2.1 Pengertian Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel

Spekrofotometri ultraviolet-visibel merupakan salah satu teknik analisis spektrofotometri yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik sinar ultraviolet dan sinar tampak dengan memakai instrumen spektrofotometer (Rohman, 2007). Sinar ultraviolet memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm sedangkan sinar tampak memiliki panjang gelombang antara 400-800 nm (Moffat, dkk., 2005).

2.2.2 Pembagian Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel

Spektrofotometri ultraviolet-visibel dibagi atas empat metode analisis yaitu analisis zat tunggal, analisis multikomponen, spektrofotometri perbedaan (Difference Spectrophotometry), dan spektrofotometri derivatif (Moffat, dkk., 2005).

2.2.3 Proses Penyerapan Radiasi pada Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel Radiasi di daerah ultraviolet atau visibel diserap melalui eksitasi elektron yang terlibat dalan ikatan antara atom-atom pembentuk molekul (Rohman, 2007; Watson, 2009).

Jika suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel maka intensitas sinar radiasi yang diteruskan dapat diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada zat penyerap lainnya. Serapan dapat terjadi jika radiasi yang mengenai larutan sampel memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan perubahan energi. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan


(26)

8

cahaya, akan tetapi penurunan hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Rohman, 2007).

Sinar ultraviolet dan sinar tampak (visibel) memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektron (Rohman, 2007). Elektron yang energinya tertinggi dalam molekul, berada dalam tingkat energi elektron dasar, terdapat dalam orbital δ, π, atau n, masing-masing mempunyai keadaan tereksitasi sesuai dengan energi elektron terendah. Transisi elektron yang terkait dengan absorbsi radiasi

ultraviolet dan sinar tampak adalah δ→δ*, n→δ*, n→π*, dan π→π* (Satiadarma,

dkk., 2004).

Penyerapan radiasi ultraviolet dan sinar tampak dibatasi oleh sejumlah gugus fungsional (yang disebut dengan kromofor) yang mengandung elektron valensi dengan tingkat energi eksitasi yang relatif rendah. Elektron yang terlibat pada penyerapan radiasi ultraviolet dan visibel ini ada tiga, yaitu elektron sigma, elektron phi, dan elektron bukan ikatan (non bonding electron) (Rohman, 2007).

Menurut Rohman (2007), transisi-transisi elektronik yang terjadi di antara tingkat-tingkat energi di dalam suatu molekul ada empat yaitu transisi δ→δ*, transisi n→δ*, transisi n→π*, dan transisi π→π*. Berikut akan diuraikan keempat jenis transisi :

1. Transisi δ→δ*

Energi yang diperlukan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan energi sinar yang frekuensinya terletak di antara ultraviolet vakum (kurang dari 180 nm). Jenis transisi ini terjadi pada daerah ultraviolet vakum sehingga kurang begitu bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri ultraviolet-visibel.


(27)

9 2. Transisi n→δ*

Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n). Energi yang diperlukan

untuk transisi jenis ini lebih kecil dibandingkan transisi δ→δ* sehingga sinar yang

diserap pun mempunyai panjang gelombang lebih panjang, yakni sekitar 150-250 nm. Kebanyakan transisi ini terjadi pada panjang gelombang kurang dari 200 nm. 3. Transisi n→π* dan transisi π→π*

Untuk memungkinkan terjadinya transisi ini, maka molekul organik harus mempunyai gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang diperlukan. Jenis transisi ini merupakan transisi yang paling cocok untuk analisis sebab dengan panjang gelombang 200-700 nm, dan panjang gelombang ini secara teknis dapat diaplikasikan pada spektrofotometer ultraviolet-visibel. Perbedaan antara transisi n→π* dan transisi π→π* dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Perbedaan antara transisi n→π* dan transisi π→π*

Transisi n→π* Transisi π→π*

Absorptivitas molar (ε) antara

10-100 Lcm-1mol-1

Absorptivitas molar (ε) antara

1000-10000 Lcm-1mol-1 Biasanya pelarut yang polar

menyebabkan pergeseran biru atau

hypsocromic shift (pergeseran pita

serapan ke arah panjang gelombang yang lebih pendek)

Biasanya pelarut yang polar menyebabkan pergeseran merah atau bathocromic shift (pergeseran pita serapan ke arah panjang gelombang yang lebih panjang)


(28)

10

2.2.4 Kegunaan Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel

Data spektrum ultraviolet-visibel secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif obat karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat menghasilkan sedikit sekali puncak absorbsi maksimum dan minimum. Akan tetapi jika digabung dengan cara lain seperti spektrofotometri inframerah, resonansi magnet inti, dan spektrometri massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi kualitatif suatu senyawa tersebut. Penggunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan menggunakan parameter panjang gelombang maksimum, nilai absorptivitas, nilai absorptivitas molar, dan nilai koefisien ekstingsi yang khas untuk senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut tertentu (Satiadarma, dkk., 2004; Rohman, 2007).

Kegunaan utama spektrofotometri ultraviolet-visibel adalah analisis kuantitatif (Satiadarma, dkk., 2004). Beberapa kegunaannya dalam analisis kuantitatif yaitu penetapan kadar tablet meloksikam (Nemutlu dan Kir, 2004), penetapan kadar ranitidin hidroklorida (Basavaiah dan Nagegowda, 2004), dan penetapan kadar tablet kombinasi parasetamol, fenileprin, dan klorfeniramin (Khoshayand, dkk., 2010).

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri ultraviolet-visibel. Menurut Hukum Lambert-Beer, serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dengan persamaan :

A = a.b.c (g/liter) atau A = ε. b. c (mol/liter) atau A = A11.b.c (g/100 ml)

Dimana: A = serapan a = absorptivitas


(29)

11 b = ketebalan sel

c = konsentrasi

ε = absorptivitas molar

A11 = absorptivitas spesifik

2.2.5 Komponen Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel

Biasanya spektrofotometer telah mempunyai software untuk mengolah data yang dapat dioperasikan melalui komputer yang telah terhubung dengan spektrofotometer (Moffat, dkk., 2005).

Menurut Satiadarma, dkk., (2004) dan Rohman (2007), komponen spektrofotometer Ultraviolet-Visibel adalah sebagai berikut:

1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah ultraviolet pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 350- 900 nm.

2. Monokromotor: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. 3. Optik-optik: dapat didesain untuk memecah sumber sinar melewati 2

kompartemen.

4. Detektor: digunakan sebagai alat yang menerima sinyal dalam bentuk radiasi elektromagnetik, mengubah, dan meneruskannya dalam bentuk sinyal listrik ke rangkaian sistem penguat elektronika. Respon tiap jenis detektor terhadap bagian dari spektrum radiasi tidak sama, sehingga setiap spektrofotometer menggunakan detektor yang paling cocok untuk daerah pengukurannya.


(30)

12 2.3 Spektrofotometri Derivatif

2.3.1 Pengertian Spektrofotometri Derivatif

Spektrofotometri derivatif merupakan transformasi spektrum serapan menjadi spektrum derivatif pertama, kedua, atau spektrum derivatif orde lebih tinggi (Ditjen BKAK, 2014). Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektrum pada spektrofotometri ultraviolet-visibel (Moffat, dkk., 2005).

Pada spektrofotometri konvensional, spektrum serapan merupakan plot

serapan (A) terhadap panjang gelombang (λ). Pada spektrofotometri derivatif, plot A lawan λ, ditransformasikan menjadi plot dA/dλ lawan λ untuk derivatif pertama, dan d2A/ dλ2lawan λ untuk derivatif kedua, dan seterusnya.

A = f(λ), order nol

dA/dλ = f ′(λ), order pertama

d2A/dλ2 = f ″(λ), order kedua, dan seterusnya ( Moffat, dkk., 2005).

Spektrum serapan normal sampai derivat keempat dapat dilihat pada Gambar 2.3.


(31)

13

Gambar (a) menunjukkan spektrum serapan normal yang diderivatisasi sampai spektrum derivat keempatnya, sedangkan Gambar (b) menunjukkan spektrum yang saling tumpang tindih yang diderivatisasi mulai dari spektrum serapan normal hingga spektrum derivat keempat (Talsky, 1994).

Spektrum derivatif merupakan sebuah plot perubahan serapan dengan panjang gelombang. Spektrum derivatif pertama dilambangkan dengan dA/dλ, spektrum derivatif kedua dilambangkan dengan dA2/dλ2, dan seterusnya (Ditjen POM, 1995). Menurut Talsky (1994) hal ini dapat dilihat dari persamaan hukum Lambert-Beer berikut ini :

dA/dλ =

bc x d cm dA λ ) 1 %, 1 (

dA2/dλ2 =

bc x d cm A d 2 2 ) 1 %, 1 ( λ dn =

bc x d cm A d n n λ ) 1 %, 1 (

2.3.2 Metode Evaluasi Spektra pada Spektrofotometri Derivatif

Ada empat metode umum yang digunakan untuk evaluasi spektra pada spektrofotometri derivatif yaitu metode peak-peak, metode peak-tangent, metode

peak-zero (zero crossing), dan metode peak-peak ratio (rasio spektra) (Talsky,

1994; Nurhidayati, 2007).

Pada metode peak-peak, absorbsinya diukur dari puncak maksimum sampai minimum yang ditunjukkan P1, P2, dan P3 pada gambar (a) sedangkan pada metode peak-tangent, absorbsinya diukur dari puncak maksimum sampai pertengahan


(32)

14

metode peak-zero, absorbsinya diukur dari puncak maksimum sampai titik nol kurva yang ditunjukkan pada z1, z2, z3, z4, dan z5 pada gambar (c) sedangkan pada

metode peak-peak ratio, absorbsinya diukur sebagai perbandingan antara P1 dengan

P2 yang ditunjukkan pada gambar (d) (Talsky, 1994). Kurva aplikasi metode

evaluasi spektra derivatif dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Kurva aplikasi metode evaluasi spektra derivatif (Talsky, 1994) Metode zero crossing merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pemilihan panjang gelombang analisis untuk campuran biner (Aziz, 2006). Panjang gelombang zero crossing adalah panjang gelombang dimana senyawa tersebut mempunyai serapan nol dan menjadi panjang gelombang analisis untuk zat lain dalam campurannya. Pengukuran pada metode zero crossing tiap komponen dalam campuran merupakan fungsi tunggal konsentrasi dari yang lainnya (Nurhidayati, 2007). Kurva sederhana aplikasi zero crossing dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(a) Kurva aplikasi metode evaluasi

peak-peak

(b) Kurva aplikasi metode evaluasi

peak-tangent

(c) Kurva aplikasi metode evaluasi

peak-zero

(d) Kurva aplikasi metode evaluasi


(33)

15

Gambar 2.5. Kurva sederhana aplikasi zero crossing (Talsky, 1994) 2.3.3 Kegunaan Spektrofotometri Derivatif

Metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk analisis kuantitatif zat dalam campuran yang spektrumnya mungkin tersembunyi dalam suatu bentuk spektrum besar yang saling tumpang tindih dengan mengabaikan proses pemisahan zat yang bertingkat-tingkat. Dalam bidang farmasi, karena terkait terapi, penetapan kadar obat adalah kontrol kualitas pada industri farmasi. Metode spektrofotometri derivatif adalah teknik analisis dengan kemampuan memisahkan campuran obat yang memiliki spektra tumpang tindih (Nurhidayati, 2007).

2.4.Validasi metode

Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Proses validasi metode untuk prosedur analitik dimulai dengan pengumpulan data validasi oleh pelaksana guna mendukung prosedur analitiknya (Bliesner, 2006). Validasi metode yang sempurna hanya dapat terjadi jika metode tersebut sudah dikembangkan dan sudah dioptimasi (Rohman, 2007).

Hasil validasi metode dapat digunakan untuk memutuskan kualitas, reabilitas, dan konsistensi dari hasil analisis (Huber, 2007). Adapun karakteristik dalam


(34)

16

validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) 30 yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang, dan kekuatan/ketahanan.

2.4.1 Akurasi

Akurasi adalah kedekatan nilai hasil uji yang diperoleh melalui metode analisis dengan nilai yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan dengan persen perolehan kembali (% recovery). Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu

spiked-placebo recovery (metode simulasi) dan standard addition method (metode

penambahan baku). Pada metode spiked-placebo recovery, analit murni ditambahkan (spiked) ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah analit yang dianalisis dibandingkan dengan jumlah analit yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi. Metode ini dinamakan metode penambahan baku (USP 30 NF 25, 2007; Ermer dan Mcb.Miller, 2005; Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), dalam metode penambahan baku, sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan, dicampur, dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya. Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya.

2.4.2 Presisi

Presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam melakukan hasil analisis yang reprodusibel. Presisi


(35)

17

dinyatakan sebagai standar deviasi relatif. Berdasarkan USP 30, karakteristik presisi ada tiga tingkatan, yaitu keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate

precision), dan reprodusibilitas (reproducibility). Keterulangan dilakukan dengan

cara menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu yang singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda sedangkan reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di lab oratorium yang berbeda (USP 30 NF 25, 2007; Satiadarma, dkk., 2004).

2.4.3 Spesifisitas

Spesifitas adalah suatu ukuran seberapa mampu metode tersebut mengukur analit saja dengan adanya senyawa-senyawa lain yang terkandung di dalam sampel (Watson, 2005). Secara umum, spesifitas dapat ditunjukkan oleh minimalnya gangguan oleh senyawa lain terhadap hasil analisis misalnya mendapatkan hasil yang sama dengan atau tanpa senyawa pengganggu. Pendekatan tidak langsung adalah lewat pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila akurasi metode telah dapat diterima maka metode tersebut otomatis telah masuk kriteria sebagai metode yang spesifik (Ermer dan Mcb.Miller, 2005).

2.4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak dapat dikuantifikasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang spesifik menyatakan apakah analit di atas atau dibawah nilai tertentu. Batas Kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah


(36)

18

dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Rohman, 2007).

2.4.5 Linieritas

Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara metematika proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu (Satiadarma, dkk., 2004). Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran analit pada konsentrasi sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer dan Mcb.Miller, 2005).

2.4.6 Rentang

Rentang adalah interval antara batas konsentrasi tertinggi dan terendah analit yang terbukti dapat ditentukan menggunakan prosedur analisis, dengan presisi, akurasi, dan linieritas yang baik. Rentang biasanya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan hasil uji (persen, bagian per sejuta) (Satiadarma, dkk., 2004).


(37)

19 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret 2015 sampai dengan Mei 2015.

3.2 Alat

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian adalah spektrofotometer ultraviolet (Shimadzu 1800) yang dilengkapi komputer dengan software UV Probe 2.34, sonikator (Branson 1510), neraca analitik (Boeco), kuvet, lumpang dan alu, alat-alat gelas (Oberoi) dan alat-alat lainnya yang diperlukan dalam penyiapan sampel dan larutan.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah metanol p.a, deksametason BPFI, deksklorfeniramin maleat BPFI, tablet Omegtamine (PT.Mutifa), tablet Dextaf (PT. Balatif), dan tablet Dextamine (PT. Phapros).

3.4 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan yang diteliti yang ditunjukkan dengan nomor bets yang sama. Sampel yang digunakan yaitu tablet yang masing-masing mengandung deksametason 0,5 mg dan deksklorfeniramin maleat 2 mg, yaitu tablet Omegtamine® (PT.Mutifa), tablet


(38)

20

Dextaf® (PT. Balatif), dan tablet Dextamine® (PT. Phapros) yang diperoleh dari apotek.

3.5 Rancangan Penelitian

3.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Deksametason

Larutan induk deksametason dibuat dengan menimbang secara seksama serbuk deksametason BPFI sebanyak 50 mg, kemudian dilarutkan dengan pelarut metanol di dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan dengan pelarut yang sama sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/mL (LIB I). Selanjutnya diambil 10 mL larutan LIB I untuk diencerkan dengan di dalam labu tentukur 100 mL untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 100 mcg/mL (LIB II).

3.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Deksklorfeniramin maleat

Dibuat larutan induk deksklorfeniramin maleat dengan melarutkan 50 mg serbuk deksklorfeniramin maleat baku dalam labu tentukur 50 mL dengan pelarut metanol dan dicukupkan sampai tanda batas untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/mL (LIB I). Kemudian diambil 10 mL dari LIB I untuk diencerkan dengan metanol di dalam labu tentukur 100 mL sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 100 mcg/mL (LIB II).

3.5.3 Pembuatan Larutan Standar Deksametason

Larutan standar dibuat dalam 5 labu tentukur 10 mL yang memiliki konsentrasi masing-masing 5 mcg/mL, 8 mcg/mL, 10 mcg/mL, 13 mcg/mL, dan 15 mcg/mL, dengan cara mengencerkan sebanyak 0,5 mL; 0,8 mL; 1,0 mL; 1,3 mL; dan 1,5 mL secara berurutan dari LIB II deksametason menggunakan pelarut metanol.


(39)

21

3.5.4 Pembuatan Larutan Standar Deksklorfeniramin maleat

Larutan standar dibuat dalam 5 labu tentukur 10 mL yang memiliki konsentrasi masing-masing 8 mcg/mL, 10 mcg/mL, 12 mcg/mL, 15 mcg/mL, dan 20 mcg/mL, dengan cara mengencerkan sebanyak 0,8 mL; 1,0 mL; 1,2 mL; 1,5 mL; dan 2,0 mL dari LIB II deksklorfeniramin maleat.

3.5.5 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Deksametason

Diambil sebanyak 1,1 mL dari LIB II deksametason (konsentrasi = 100 mcg/mL) kemudian dimasukan ke dalam labu tentukur 10 mL untuk diencerkan dengan pelarut metanol hingga garis tanda, lalu dikocok sampai homogen untuk memperoleh larutan deksametason dengan konsentras 11 mcg/mL. Diukur serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm.

3.5.6 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Deksklorfeniramin maleat Diambil sebanyak 1,6 mL dari LIB II deksklorfeniramin maleat (konsentrasi = 100 mcg/mL) kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL untuk diencerkan dengan pelarut metanol hingga garis tanda, lalu dikocok sampai homogen untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi 16 mcg/mL. Diukur serapannya pada panjang gelombang 200-400 nm.


(40)

22 3.5.7 Pembuatan Spektrum Serapan Derivat

Dibuat larutan deksametason dengan konsentrasi 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL. Kemudian dibuat spektrum serapan pada panjang gelombang 200-400 nm.

3.5.8 Penentuan Zero Crossing

Penentuan zero crossing diperoleh dengan mentumpangtindihkan spektrum serapan dari deksametason (5 mcg/mL) dan deksklorfeniramin maleat (20 mcg/mL) pada masing-masing derivat. Zero crossing masing-masing zat ditunjukkan oleh panjang gelombang yang memiliki serapan nol pada konsentrasi tersebut.

3.5.9 Penentuan Panjang Gelombang Analisis

Dibuat larutan deksametason dengan konsentrasi 5 mcg/mL, deksklorfeniramin maleat dengan konsentrasi 20 mcg/mL, dan larutan campuran kedua zat itu sehingga di dalamnya terdapat deksametason dengan konsentrasi 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat dengan konsentrasi 20 mcg/mL. Spektrum serapan derivat kedua dari deksametason 5 mcg/mL, deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL dan campuran deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL ditumpangtindihkan. Pemilihan untuk menjadi panjang gelombang analisis adalah pada saat serapan senyawa pasangannya nol dan serapan maksimum zat itu dan campurannya hampir sama atau persis sama, karena pada panjang gelombang tersebut dapat secara selektif mengukur serapan zat tersebut.


(41)

23

3.5.10 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Deksametason Dipipet LIB II deksametason sebanyak 0,5 mL; 0,8 mL; 1,0 mL; 1,3 mL ; dan 1,5 mL. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL, diencerkan dengan metanol hingga garis tanda. Dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5 mcg/mL; 8 mcg/mL; 10 mcg/mL; 13 mcg/mL; dan 15 mcg/mL. Kemudian diukur serapan pada derivat kedua (∆λ = 2 nm) pada panjang gelombang analisis yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi dengan serapan sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b, dan berdasarkan nilai serapan pada panjang gelombang analisis, dilakukan pula perhitungan batas deteksi / Limit of Detection (LOD) dan batas kuantitasi / Limit of Quantitation (LOQ). Untuk menentukan LOD dan LOQ dapat digunakan rumus :

SB =�∑(y-yi)

2

n-2

LOD= 3 × SB Slope

LOQ= 10 × SB Slope

Keterangan :

SB = simpangan baku LOD = limit of detection LOQ = limit of quantitation


(42)

24

3.5.11 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Spektrum Kalibrasi Deksklorfeniramin Maleat

Dipipet LIB II dekslorfeniramin maleat sebanyak 0,8 mL; 1,0 mL; 1,2 mL; 1,5 mL; dan 2,0 mL. Masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 10 mL, diencerkan dengan metanol hingga garis tanda. Dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 8,0 mcg/mL; 10,0 mcg/mL; 12,0 mcg/mL; 15,0 mcg/mL; dan 20,0 mcg/mL. Kemudian diukur serapan pada derivat kedua (∆λ= 2 nm) pada panjang gelombang analisis yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi dengan nilai serapan sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b dan berdasarkan nilai serapan pada panjang gelombang analisis, dilakukan pula perhitungan batas deteksi / Limit of

Detection (LOD) dan batas kuantitasi / Limit of Quantitation (LOQ). Perhitungan

menentukan batas deteksi dan batas kuantitasi seperti rumus di atas.

3.5.12 Penentuan Kadar Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat dalam Sediaan Tablet

Dua puluh tablet yang mengandung deksametason 0,5 mg dan deksklorfeniramin maleat 2 mg ditimbang, digerus dalam lumpang sampai halus dan homogen. Kemudian ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan 2 mg deksklorfeniramin maleat (penimbangan serbuk sebanyak enam kali pengulangan), dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL, ditambahkan metanol sampai garis tanda sambil dikocok. Larutan kemudian dihomogenkan dengan pengaduk ultrasonik selama 15 menit. Larutan tersebut kemudian disaring, sebagian filtrat pertama dibuang. Filtrat selanjutnya ditampung. Kemudian dari larutan filtrat ini, dipipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL dan diencerkan


(43)

25

dengan metanol hingga garis tanda (konsentrasi 20 mcg/mL untuk deksklorfeniramin maleat dan konsentrasi 5 mcg/mL untuk deksametason). Larutan diukur serapannya pada derivat kedua pada panjang gelombang analisis yang telah ditentukan untuk deksklorfeniramin maleat dan deksametason.

3.5.13 Uji Validasi 3.5.13.1 Uji Akurasi

Uji akurasi dilakukan dengan metode penambahan baku , yaitu dengan membuat tiga konsentrasi analit sampel dengan rentang spesifik 80%, 100%, 120%, dimana masing-masing dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Setiap rentang spesifik mengandung 70% analit dan 30% baku pembanding, kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel (Harmita,2004).

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% perolehan kembali = A-B

C × 100% Keterangan :

A = konsentrasi zat yang diperoleh setelah penambahan baku B = konsentrasi zat sebelum penambahan bahan baku

C = konsentrasi baku yang ditambahkan

3.5.13.2 Uji Presisi

Menurut Rohman (2007), uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan parameter RSD dengan rumus :

RSD = SD


(44)

26

Menurut Rohman (2007), untuk menghitung Standard Deviation (SD) digunakan rumus :

SD =

( )

1 -n X -Xi 2

Keterangan :

RSD = relative standard deviation SD = standard deviation

X = kadar rata-rata deksametason atau deksklorfeniramin maleat dalam tablet

3.5.14 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik

Data perhitungan kadar deksametason dan deksklorfeniramin maleat dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji t.

Menurut Sudjana (2005) rumus yang digunakan adalah :

SD =

( )

1 -n X -Xi 2

Untuk mencari t hitung digunakan rumus:

t hitung = SD n

X Xi

/

Data diterima jika -ttabel < thitung < ttabel pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01.

Keterangan :

SD = standard deviation

Xi = kadar dalam satu perlakuan X = kadar rata-rata dalam satu tablet


(45)

27 n = jumlah pengulangan

α = tingkat kepercayaan

Untuk menghitung kadar deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam sampel secara statistik menggunakan rumus :

μ = X ± (t1-1/2 α, dk) x SD / √n)

Keterangan :

µ = interval kepercayaan

X = kadar rata-rata tablet X = kadar sampel

t = harga ttabel sesuai dengan dk = n-1 α = tingkat kepercayaaan

dk = derajat kebebasan SD = standard deviation n = jumlah pengulangan


(46)

28 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Spektrum Serapan Maksimum

Hasil penentuan spektrum serapan maksimum baku deksametason 11 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 16 mcg/mL masing-masing dapat dilihat dari Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Spektrum tumpang tindih serapan maksimum baku deksametason 11 mcg/mL dan baku deksklorfeniramin maleat 16 mcg/mL dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.1. Spektrum serapan maksimum baku deksametason 11 mcg/mL.

Dari Gambar 4.1 diatas dapat dilihat serapan maksimum deksametason terdapat pada panjang gelombang 242,2 nm.

Gambar 4.2. Spektrum serapan maksimum baku deksklorfeniramin maleat 16 mcg/mL.

Dari Gambar 4.2 diatas dapat dilihat serapan maksimum deksklorfeniramin maleat terdapat pada panjang gelombang 261,8 nm.


(47)

29

Gambar 4.3. Spektrum tumpang tindih serapan maksimum baku deksametason 11 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 16 mcg/mL.

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa hasil tumpang tindih serapan deksametason dan deksklorfeniramin maleat terdapat serapan yang berimpit. Berdasarkan hasil spektrum tumpang tindih serapan maksimum diatas maka tidak dapat dilakukan penetapan kadar masing-masing komponen sehingga dilakukan derivatisasi.

4.2 Penentuan Spektrum Serapan

Hasil penentuan spektrum serapan dibuat terhadap larutan deksametason dengan konsentrasi 5 mcg/mL dan larutan deksklorfeniramin maleat dengan konsentrasi 20 mcg/mL, kemudian dibuat spektrum serapan pada panjang gelombang 200-400 nm. Hal ini disebabkan karena perbandingan kandungan deksametason dan deksklorfeniramin maleat adalah 1: 4. Ketika dilakukan orientasi dengan berbagai konsentrasi ternyata konsentrasi yang terbaik dengan perbandingan 1:4 adalah 5 mcg/mL:20 mcg/mL. Spektrum serapan dari deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL masing-masing dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5. Spektrum tumpang tindih serapan deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Deksametason 11 mcg/mL Deksklorfeniramin 16 mcg/mL


(48)

30

Gambar 4.4. Spektrum serapan deksametason 5 mcg/mL

Gambar 4.5. Spektrum serapan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL

Gambar 4.6. Spektrum tumpang tindih serapan deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL.

Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa hasil tumpang tindih serapan deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL terdapat serapan yang berimpit. Maka dilakukan derivatisasi untuk memperoleh zero

crossing terhadap masing-masing komponen.

Deksklorfeniramin 20 mcg/mL Deksametason 5 mcg/mL


(49)

31

4.3 Penentuan Zero crossing pada Serapan Derivat

4.3.1 Penentuan Zero crossing pada Serapan Derivat Pertama

Hasil penentuan zero crossing pada derivat pertama diperoleh dengan menumpangtindihkan spektrum serapan derivat pertama pada masing-masing zat.

Zero crossing pada spektrum derivat pertama dari masing-masing zat ditunjukkan

oleh panjang gelombang yang memiliki serapan nol. Spektrum zero crossing deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL pada serapan derivat pertama masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8.

Gambar 4.7. Spektrum zero crossing deksametason 5 mcg/mL pada serapan derivat pertama.

Gambar 4.8. Spektrum zero crossing deklorfeniramin maleat 20 mcg/mL pada serapan derivat pertama.


(50)

32

Gambar 4.9. Spektrum tumpang tindih serapan deksametason 5 mcg/mL dan deklorfeniramin maleat 20 mcg/mL pada serapan derivat pertama. Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa titik zero crossing pada serapan derivat pertama tidak ditemukan dan masih terbentuknya tumpang tindih serapan deksametason dan deksklorfeniramin maleat sehingga dilanjutkan pada derivat kedua.

4.3.2 Penentuan Zero crossing pada Serapan Derivat Kedua

Hasil penentuan spektrum serapan derivat kedua dibuat dengan terlebih dahulu membuat spektrum serapan dari larutan deksametason dengan konsentrasi 5 mcg/mL dan larutan deksklorfeniramin maleat dengan konsentrasi 20 mcg/mL pada panjang gelombang 200-400 nm. Spektrum serapan yang telah diperoleh ditransformasikan menjadi spektrum serapan derivat kedua dengan ∆λ 2 n m. Spektrum serapan derivat kedua dari masing-masing zat tersebut ditumpangtindihkan. Spektrum Zero crossing deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL pada serapan derivat kedua dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan 4.11.

Deksametason 5mcg/mL Deksklorfeniramin 20mcg/mL


(51)

33

Gambar 4.10. Spektrum zero crossing deksametason 5 mcg/mL pada serapan derivat kedua

Gambar 4.11. Spektrum Zero crossing deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL pada serapan derivat kedua

Gambar 4.12. Spektrum tumpang tindih serapan deksametason dan deksklorfeniramin maleat pada serapan derivat kedua

251,2

258 220,4

deksametason 5 mcg/ml deksklorfeniramin 20 mcg/ml

267,8


(52)

34

Dari Gambar 4.12 dapat dilihat tumpang tindih serapan deksametason dan deksklorfeniramin maleat diperoleh hasil zero crossing pada serapan derivat kedua terdapat pada panjang gelombang 220,4 nm dan 294,8 nm untuk deksametason. Sedangkan pada panjang gelombang 251,2 nm, 258 nm, dan 267,8 nm untuk deksklorfeniramin maleat. Hasil zero crossing dari deksametason dan deksklorfeniramin maleat digunakan untuk penentuan kadar campuran ke dua komponen diatas.

4.4 Penentuan Panjang Gelombang Analisis

Hasil penentuan panjang gelombang analisis dilakukan dengan cara membuat larutan deksametason dengan konsentrasi 5 mcg/mL, deksklorfeniramin maleat dengan konsentrasi 20 mcg/mL, dan larutan campuran deksametason dengan konsentrasi 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin maleat dengan konsentrasi 20 mcg/mL. Spektrum tumpang tindih serapan derivat kedua deksametason 5 mcg/mL, deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL, dan campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dapat dilihat pada Gambar 4.13. Penentuan panjang gelombang analisis dilakukan berdasarkan pengamatan pada spektrum serapan masing-masing derivat, kemudian dilanjutkan pengukuran absorbansi pada masing-masing zero crossing. Hasil penentuan spektrum panjang gelombang analisis deksametason dan deksklorfeniramin maleat masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4.14 dan 4.15. Selanjutnya, spektrum serapan penentuan panjang gelombang analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.


(53)

35

Gambar 4.13. Spektrum tumpang tindih serapan derivat kedua deksametason 5 mcg/mL, deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL, dan campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat.

Gambar 4.14. Spektrum panjang gelombang analisis deksametason

Gambar 4.15. Spektrum panjang gelombang analisis deksklorfeniramin maleat 267,80

294,8

Deksametason 5 mcg/mL Deksklorfeniramin 20 mcg/mL Campuran deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin 20 mcg/mL

Deksametason 5 mcg/mL Deksklorfeniramin 20 mcg/mL Campuran deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin 20 mcg/mL

Deksametason 5 mcg/mL Deksklorfeniramin 20 mcg/mL Campuran deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin 20 mcg/mL


(54)

36

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa panjang gelombang analisis untuk penetapan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat memiliki banyak zero crossing pada serapan derivat kedua. Dasar pemilihan panjang gelombang analisis adalah pada saat serapan senyawa pasangannya dan campurannya hampir sama atau persis sama, karena pada panjang gelombang tersebut dapat secara selektif mengukur serapan senyawa pasangannya dan pada saat serapan yang paling besar (Nurhidayati, 2007). Data hasil serapan deksametason, deksklorfeniramin maleat, dan campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat pada derivat kedua dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data hasil serapan deksametason, deksklorfeniramin maleat, dan campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat pada derivat kedua.

Dari Tabel 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa deksametason memiliki serapan pada panjang gelombang 220,40 nm; 291,20 nm; dan 294,8 nm baik tunggal maupun campuran tetapi yang digunakan untuk analisis adalah panjang gelombang

Serapan Derivat Kedua

Panjang gelombang (nm)

220,40 251,20 258,00 267,80 291,20 294,80 Deksametason

(5 mcg/ml) 0,0001 0 0 0 0,0002 0,0001

Deksklorfeniramin maleat

(20 mcg/ml) 0 0,0012 0,0023 0,0050 0 0

Campuran deksametason dan deksklorfeniramin


(55)

37

294,8 nm, karena deksametason tunggal dan deksametason campuran mempunyai serapan yang sama. Sedangkan deksklorfeniramin maleat memiliki serapan pada panjang gelombang 251,2 nm; 258 nm; dan 267,8 nm baik tunggal maupun campuran tetapi yang digunakan untuk analisis adalah panjang gelombang 267,8 nm, karena deksklorfeniramin maleat tunggal dan deksklorfeniramin maleat campuran memiliki serapan yang hampir sama.

4.5 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi

Penentuan linieritas kurva kalibrasi menunjukkan hubungan yang linier antara absorbansi dengan konsentrasi, untuk deksametason diukur pada rentang konsentrasi 5 mcg/mL sampai 15 mcg/mL diperoleh koefisien korelasi, r = 0,9995 dan persamaan regresi Y = (1,5251X + 0,0368).10-5; untuk deksklorfeniramin maleat diukur pada rentang konsentrasi 8 mcg/mL sampai 20 mcg/mL diperoleh koefisien korelasi, r = 0,9995 dan persamaan regresi Y= (24,909X – 0,5598).10-5. Kurva kalibrasi deksametason pada serapan derivat kedua pada panjang gelombang 294,8 nm dan deksklorfeniramin maleat pada serapan derivat kedua pada panjang gelombang 267,8 nm dapat dilihat pada Gambar 4.16 dan Gambar 4.17. Perhitungan regresi kalibrasi deksametason dan deksklorfeniramin maleat masing masing dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 7. Selanjutnya, perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi deksametson dapat dilihat pada Lampiran 6, untuk perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi deksklorfeniramin maleat dapat dilihat pada Lampiran 8.


(56)

38

Gambar 4.16. Kurva kalibrasi deksametason pada serapan derivat kedua pada panjang gelombang 294,80 nm

Gambar 4.17. Kurva kalibrasi deksklorfeniramin maleat pada serapan derivat kedua pada panjang gelombang 267,80 nm

4.6 Penentuan Kadar Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat dalam Sediaan Tablet

Penetapan kadar deksametason dan deksklorfeniramin maleat dilakukan dengan menggunakan tablet yang mengandung deksametason 0,5 mg dan deksklorfeniramin maleat 2 mg. Dibuat larutan uji sehingga didalamnya terdapat deksametason dengan konsentrasi 5 mcg/ml dan konsentrasi 20 mcg/ml untuk deksklorfeniramin maleat dan diukur serapannya pada derivat kedua pada panjang gelombang analisis 267,80 nm dan 294,80 nm. Contoh perhitungan penetapan


(57)

39

kadar deksametason dan deksklorfeniramin maleat dapat dilihat pada Lampiran 9. Spektrum serapan penetapan kadar deksametason dan deksklorfeniramin maleat pada tablet Omegtamine® dapat dilihat pada Lampiran 10, tablet Dextaf® pada Lampiran 11, dan untuk tablet Dextamine® pada Lampiran 12. Data hasil perhitungan kadar deksametason dan deksklorfeniramin maleat setelah dilakukan uji statistik (data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 13–20) dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Data hasil perhitungan kadar deksametason dan deksklorfeniramin maleat setelah dilakuka n uji statistik

Persyaratan kadar untuk sediaan tablet masing-masing untuk deksametason dan deksklorfeniramin maleat menurut Farmakope Indonesia edisi V (2014) yaitu mengandung deksametason dan deksklorfeniramin maleat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kadar deksametason dan deksklorfeniramin maleat pada tablet Omegtamine®, tablet Dextaf®, dan tablet Dextamine® telah memenuhi persyaratan kadar menurut Farmakope Indonesia edisi V (2014).

4.7 Uji Validasi

Parameter validasi yang diuji adalah akurasi (kecermatan), presisi (keseksamaan), batas deteksi dan batas kuantitasi. Akurasi metode dinyatakan

No Nama Tablet

Kadar (%) Deksametason

Kadar (%) Deksklorfeniramin

Maleat 1. Omegtamine® (PT.Mutifa) 91,57 ± 0,16 101,52 ± 6,80 2. Dextaf® (PT.Balatif ) 97,37 ± 11,06 105,29 ± 2,46 3. Dextamine® (PT. Phapros) 103,51 ± 0,792 101,82 ± 8,39


(58)

40

dalam % perolehan kembali yang ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku. Pada penelitian ini dilakukan uji validasi dengan metode penambahan bahan baku terhadap tablet Dextaf® (PT. Balatif) yang meliputi uji akurasi dengan parameter % perolehan kembali dan uji presisi dengan parameter RSD.

Uji akurasi dengan parameter % perolehan kembali dilakukan dengan membuat tiga konsentrasi sampel dengan rentang spesifik 80%, 100%, dan 120% dihitung dari kesetaraan penimbangan pada penetapan kadar sampel, masing-masing dengan tiga kali pengulangan dan setiap rentang spesifik mengandung 70% sampel dan 30% baku pembanding. Contoh perhitungan % perolehan kembali dapat dilihat pada Lampiran 21, spektrum serapan pada % perolehan kembali dapat dilihat pada Lampiran 22, dan data hasil % perolehan kembali deksametason dan deksklorfeniramin maleat pada tablet Dextaf® dengan metode penambahan baku masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 23 dan 24.

Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dalam spektrum kalibrasi. Batas deteksi dan batas kuantitasi analisis deksametason diperoleh berturut-turut adalah 0,573 mcg/mL dan 1,911 mcg/mL, sedangkan untuk deksklorfeniramin maleat diperoleh berturut-turut adalah 0,547 mcg/mL dan 1,826 mcg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi kerja deksametason (5 mcg/mL) dan deksklorfeniramin maleat (20 mcg/mL) dapat terdeteksi dan terkuantitasi dengan metode spektrofotometri derivatif.

Rata-rata % perolehan kembali yang diperoleh telah memenuhi syarat akurasi untuk validasi prosedur analitik karena rata-rata berada di antara rentang 98-102% yaitu 101,43% untuk deksametason dan 98,81% untuk deksklorfeniramin maleat


(59)

41

(Harmita, 2004). RSD yang diperoleh telah memenuhi syarat presisi untuk validasi prosedur analitik karena lebih kecil dari 2% yaitu 0,67% untuk deksametason dan 0,69% untuk deksklorfeniramin maleat (Harmita, 2004).

Perhitungan rata-rata, standar deviasi, dan RSD deksametason dan deksklorfeniramin maleat pada % perolehan kembali masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 25 dan 26. Dari hasil di atas, disimpulkan bahwa prosedur analisis yang dilakukan dalam penelitian dapat digunakan untuk analisis kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam tablet karena telah memenuhi persyaratan validasi metode. Data hasil pengujian perolehan kembali deksametason dan deksklorfeniramin maleat dengan metode penambahan baku standar pada tablet Dextaf® dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Data hasil pengujian perolehan kembali deksametason dan deksklorfeniramin maleat dengan metode penambahan baku standar pada tablet Dextaf®.

Rentang Spesifik (%)

Perolehan kembali Deksametason (%) Perolehan kembali Deksklorfeniramin Maleat (%) 80

101,42 98,14

101,40 98,68

101,42 98,14

100

100,67 98,41

100,67 98,41

100,67 98,41

120

102,37 99,94

101,65 99,57

101,65 99,57

Rata-rata % perolehan kembali

(% recovery) 101,43 98,81

Standard Deviation (SD) 0,6758 0,6916

Relative Standard Deviation


(60)

42 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam tablet di pasaran yang ditentukan dengan metode spektrofotometri derivatif memenuhi persyaratan Farmakope Indosenisa edisi V (2014).

2. Metode spektrofotometri derivatif pada penetapan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat dalam tablet dipasaran telah memenuhi persyaratan uji validasi.

5.2 Saran

Disarankan untuk penelitian berikutnya untuk menetapkan kadar campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat menggunakan metode spektrofotometri derivatif ratio spektra.


(61)

43

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. (2015). Optimasi Dan Penetapan Kadar Betametason Dan

Deksklorfeniramin Maleat Dengan Metode Spektrofotometri Derivatif Dalam Sediaan Tablet. Skripsi. Fakultas Farmasi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Azis, A. (2005). Recent Development of Derivative Spectrophotometry and Their Analytical Applications. Analytical Sciences. 21(1): 595-614.

Basavaiah, K., dan Nagegowda, P. (2004). Determination of Ranitidine Hydrochloride in Pharmaceutical Preparations by Titrimetri and Visible Spectrophotometry using Bromate and Acid Dyes. Il Farmako. 59(2): 147-153.

Bliesner, D.M. (2006). Validating Chromatographic Methods A Practical Guide. New Jersey: John Wiley and Sons, Inc. Hal.1.

Depkes RI. (2009). Undang-Undang RI No.36 Tentang Kesehatan. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal 40.

Dewoto, R.H. (2007). Histamin Dan Antialergi. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Bagian Farmakologi FKUI. Editor: Gunawan, S.G. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 277.

Ditjen BKAK. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi kelima. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal. 279-287.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Hal. 36.

Ermer, J., dan Mcb. Miller, J.H. (2005). Method Validation in Pharmaceutical

Analysis, A Guide to Best Practice. Weinheim: Wiley-VCH. Hal. 63,80, 86.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.

Majalah Ilmu Kefarmasian. I(3):117-135.

Hayun., Hariyanto., dan Yenti. (2006). Penetapan Kadar Triprolidina Hidroklorida dan Pseudoefedrina Hidroklorida dalam Tablet Antiinfluenza secara Spektrofotometri Derivatif. Majalah Ilmu kefarmasian. 3(1): 94-105.

Hayun., Leswara., dan Zakarsih. (2014). Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Sediaan Krim Mengandung Pengawet Nipagin Secara Spektrofotometri Derivatif Orde Pertama. Majalah Ilmu kefarmasian 1(2): 94-103.

Huber, L. (2007). Validation and Qualification in Analytical Laboratories. 2nd Edition. New York : Informa Healthcare USA,Inc. Hal. 125.

Khoshayand, M.R., Abdollahi, H., Ghaffari, A., Shariatpanahi, M., dan Farzanegan, H. (2010). Simultaneous Spectrophotometric Determination of Paracetamol, Phenylepherine, and Cklorpheniramine in Pharmaceutical


(62)

44

Using Chemometic Approaches. Journal of Pharmaceutical Sciences. 18(4): 292-297.

Lukmanto, H. (1986). Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia. Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal. 1038-1039.

Moffat, A.C., Osselton, M.D., Widdop, B. (2005). Clarke’s Analysis of Drug and

Poisons. 4th edition. London: Pharmaceutical Press. Electronic version. Nemutlu, E. dan Kir, S. (2004). Validated Determination of Meloxicam in Tablets

by using UV Spectrophotometry. Journal of Faculty Pharmacy. 24(1): 13-24.

Nurhidayati, L. (2007). Spektrofotometri Derivatif dan Aplikasinya dalam Bidang Farmasi. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 5(2): 93-99.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal.221, 225, 460.

Satiadarma, K., Mulja, M., Tjahjono, D.H., dan Kartasasmita, R.E. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 47, 49, 88, 94-97 .

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi VI. Bandung: Tarsito. Hal. 227, 229. Suherman, K.S. (2007). Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid,

Analog-Sintetik dan Antagonisnya. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Bagian Farmakologi FKUI. Editor: Gunawan, S.G. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 505-506.

Talsky, G. (1994). Derivative Spectrophotometry : Low and High Order. Weinheim Germany: VCH Verlaggsgesellschaft mbH. Hal. 16-43.

USP 30 dan NF 25. (2007). The United States Pharmacopoeia 30 and The /National

Formulary. 30th edition. London : The United States Pharmacopoeial Convention. Hal. 617, 1402, 1407.

Watson, D.G. (2005). Pharmaceutical Analysis : A Textbook for Pharmacy Student

and Pharmaceutical Chemist. 2nd Edition. Penerjemah: Syarief,W.R. (2009). Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan

Praktisi Kimia Farmasi. Edisi Kedua. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.


(63)

45

Lampiran 1. Spektrum Serapan Penentuan Panjang Gelombang Analisis

Spektrum serapan derivat kedua deksametason 5 mcg/mL


(64)

46 Lampiran 1. (lanjutan)

Spektrum serapan campuran deksametason dan deksklorfeniramin maleat masing-masing dengan konsentrasi 5 mcg/mL dan 20 mcg/mL


(65)

47

Lampiran 2. Kurva Kalibrasi deksametason dan deksklorfeniramin maleat

Kurva kalibrasi deksametason pada serapan derivat kedua pada panjang gelombang 294,80 nm

Kurva kalibrasi deksklorfeniramin maleat pada serapan derivat kedua pada panjang gelombang 267,80 nm.


(66)

48 Lampiran 3. Kurva serapan kalibrasi

Kurva serapan kalibrasi deksametason pada panjang gelombang 294,8 nm

Kurva serapan kalibrasi deksklorfeniramin maleat pada pajang gelombang 267,8 nm

5 mcg/mL

8 mcg/mL

10 mcg/mL

8 mcg/mL

10 mcg/mL


(67)

49 Lampiran 4. Spektrum serapan derivat kedua

Spektrum serapan deksametason 5 mcg/mL pada derivat kedua

Spektrum serapan deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL pada derivat kedua

Spektrum tumpang tindih serapan deksametason dan deksklorfeniramin maleat pada serapan derivat kedua

deksametason 5 mcg/mL deksklorfeniramin 20 mcg/mL


(68)

50 Lampiran 4. (lanjutan)

Spektrum tumpang tindih serapan derivat kedua deksametason 5 mcg/mL, deksklorfeniramin maleat 20 mcg/mL, dan campuran deksametason dan

deksklorfeniramin maleat

Deksametason 5 mcg/mL Deksklorfeniramin 20 mcg/mL Campuran deksametason 5 mcg/mL dan deksklorfeniramin 20 mcg/mL


(69)

51

Lampiran 5. Perhitungan Regresi Kalibrasi Deksametason

No. X Y (10-5) XY (10-5) X2 Y2 (10-10)

1 0 0 0 0 0

2 5 8 40 25 64

3 8 12 96 64 144

4 10 15 150 100 225

5 13 20 260 169 400

6 15 23 345 225 529

∑n

= 6 ∑X = 51 X = 8,5

∑Y = 78. 10-5 Y = 13. 10-5

∑XY =

891. 10-5

∑ X2

= 583

∑ Y2

= 1362.10-10

a =n(∑XY)−(∑X)(∑Y) n(∑X2)(X)2 =

6 (0,00891)−(51)(0,00078) 6 (583)−(512)

= 1,52508 . 10−5

Y

� = aX�+ b

b = Y� −aX�= (13. 10−5)−(1,52508. 10−5)(8,5) = 0,03682. 10−5

Maka persamaan garis regresinya adalah Y = (1,52508X + 0,0368) × 10−5. Perhitungan Koefisien Korelasi

r =

n(∑XY )−(∑X)(∑Y)

��n(∑X2)−(∑X)2��n(∑Y2)−(∑Y)2�

r = 6 (0,00891 )−(51)(0,00078 )

�[6 (583)−512][6 (1362 .10−10)(0,00078 )2] = 0,9995

Maka koefisien korelasi dari data kalibrasi serapan derivat kedua deksametason pada panjang gelombang 294,80 nm adalah 0,9995.


(70)

52

Lampiran 6. Perhitungan Batas Deteksi / Limit of Detection (LOD) dan Batas Kuantitasi / Limit of Quantitation (LOQ) Deksametason

Persamaan garis regresinya adalah Y = (1,52508X + 0,0368) × 10−5.

No X Y (10-5) Yi (10-5) Y-Yi (10-5) (Y-Yi)2 (10-10)

1 0 0 0 0 0

2 5 8 7,6 0,4 0,16

3 8 12 12,2 -0,2 0,04

4 10 15 15,3 -0,3 0,09

5 13 20 19,8 0,2 0,04

6 15 23 22,9 0,1 0,01

∑(Y-Yi)2 = 0,34.10-10

SB = �∑(Y−Yi )

2

n−2 =�

0,34.10−10

6−2 = 2,915.10

-6

LOD =3 x SB

Slope =

3 x 2,915.10−6

1,52508 .10−5 = 0,573 mcg/mL

LOQ = 10 x SB

Slope =

10 x 2,915.10−6


(71)

53

Lampiran 7. Perhitungan Regresi Kalibrasi Deksklorfeniramin Maleat

No. X Y (10-5) XY (10-5) X2 Y2 (10-10)

1 0 0 0 0 0

2 8 190 1520 64 36100

3 10 240 2400 100 57600

4 12 288 3456 144 82944

5 15 369 5535 225 136161

6 20 498 9960 400 248004

∑n

= 6

∑X = 65 X = 10,83

∑Y = 1585. 10-5 Y = 264,16. 10-5

∑XY =

22871. 10-5

∑ X2

= 933

∑ Y2

= 560809.10-10

a = n(∑XY )−(∑X)(∑Y)

n(∑X2)(X)2 =

6 (0,22871 )−(65)(0,01585 )

6 (933)−(652) = 2,4909 . 10−

4

Y

� = aX�+ b

b = Y� −aX�= (264,166. 10−5)−(2,4909. 10−4)(10,83) = 5,5984. 10−5

Maka persamaan garis regresinya adalah Y = (24,909X−5,5984). 10−5. Perhitungan Koefisien Korelasi

r = n(∑XY )−(∑X)(∑Y)

��n(∑X2)(X)2��n(Y2)(Y)2

r = 6 (0,22871 )−(65)(0,01585 )

�[6 (933)−(65)2][6 (560809 .10−10)(0,01585 )2]= 0,9995

Maka koefisien korelasi dari data kalibrasi serapan derivat kedua deksklorfeniramin maleat pada panjang gelombang 267,80 nm adalah 0,9995.


(72)

54

Lampiran 8. Perhitungan Batas Deteksi / Limit of Detection (LOD) dan Batas Kuantitasi / Limit of Quantitation (LOQ) Deksklorfeniramin Maleat Persamaan garis regresinya adalah Y = (0,24909X−5,5984). 10−5.

No X Y (10-5) Yi (10-5) Y-Yi (10-5) (Y-Yi)2 (10-10)

1 0 0 0 0 0

2 8 190 193,6 -3,6 12,96

3 10 240 243,4 -3,4 11,56

4 12 288 293,3 -5,3 28,09

5 15 369 368 1 1

6 20 498 492,5 5,5 30,25

∑(Y-Yi)2 = 82,86.10-10

SB = �∑(Y−Yi )

2

n−2 =�

82,86.10−10

6−2 = 4,55.10

-5

LOD =3 x SB

Slope =

3 x 4,55.10−5

2,4909.10−5 = 0,547 mcg/mL

LOQ = 10 x SB

Slope =

10 x 4,55.10−5


(73)

55

Lampiran 9. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Deksametason dan Deksklorfeniramin Maleat

Berat 20 tablet = 3,6408 g

Tablet digerus hingga homogen lalu ditimbang serbuk setara dengan 1 tablet yang mengandung 0,5 mg deksametason dan 2 mg deksklorfeniramin maleat, maka jumlah serbuk yang ditimbang adalah :

= 3,6408 g

20 = 0,1820 g

Dilarutkan dengan metanol p.a dengan kuantitatif dalam labu tentukur 10 mL sampai garis tanda. Larutan kemudian dihomogenkan dengan pengaduk ultrasonik selama 15 menit. Larutan tersebut kemudian disaring, lebih kurang 5 mL filtrat pertama dibuang. Filtrat selanjutnya ditampung.

Konsentrasi deksametason = 0,5 g

10 mL × 1000 mcg = 50 mcg/mL

Konsentrasi deksklorfeniramin maleat = 2 mg

10 mL × 1000 mcg = 200 mcg/mL

Kemudian dari larutan filtrat ini, dipipet 1 mL dan dimasukkan kedalam labu tentukur 10 mL dan diencerkan dengan metanol hingga garis tanda.

Konsentrasi deksametason = 50 mcg /mL

10 mL × 1 mL = 5 mcg/mL

Konsentrasi deksklorfeniramin maleat = 200 mcg /mL

10 mL × 1 mL = 20 mcg/mL

Berat serbuk yang ditimbang adalah 0,1805 g, maka terlebih dahulu dihitung Kesetaraan dengan deksametason = 0,1805 g

3,6408 g × 20 × 0,5 mg = 0,495 mg

Konsentrasi awal = 0,495 mg

10 mL × 1000 mcg = 49,5 mcg/mL

Konsentrasi akhir teoritis deksametason = 49,5 mcg /mL

10 mL × 1 mL


(1)

93

Lampiran 26. Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi dan Relatif Standar Deviasi Perolehan Kembali Deksklorfeniramin Maleat pada Tablet Dextaf®

No Kadar Perolehan Kembali

[Xi] (%) Xi ‒ X̄ (Xi ‒ X̄)

2

1 98,14 0,67 0,4489

2 98,68 0,13 0,0169

3 98,14 0,67 0,4489

4 98,41 0,4 0,16

5 98,41 0,4 0,16

6 98,41 0,4 0,16

7 99,94 -1,13 1,2769

8 99,57 -0,76 0,5776

9 99,57 -0,76 0,5776

X̄ = 98,81 ∑ = 3,8268

SD = �∑(��−�)2

�−1 = � 3,8268

9−1 = 0,6916

RSD = ��

� × 100% = 0,6916


(2)

94 Lampiran 27. Daftar Distribusi Nilai t


(3)

95

Lampiran 28. Sertifikat Bahan Baku Deksametason BPFI dan Deksklorfeniramin Maleat BPFI


(4)

96 Lampiran 28. (lanjutan)


(5)

97 Lampiran 29. Daftar Spesifikasi Sampel 1. Omegtamine® (PT.Mutifa)

No. Reg : DKL9516906510A1

No. Batch : 0814257

Expire Date : Agustus 2020

Komposisi : Deksametason 0,5 mg

Deksklorfeniramin maleat 2 mg

2. Dextaf® (PT.Balatif)

No. Reg : DKL0701802910A1

No. Batch : T141209C

Expire Date : Januari 2019

Komposisi : Deksametason 0,5 mg

Deksklorfeniramin maleat 2 mg

3. Dextamine ® (PT. Phapros)

No. Reg : DKL7219930204A1

No. Batch : 75014001

Expire Date : Februari 2017

Komposisi : Deksametason 0,5 mg


(6)

98 Lampiran 30. Alat yang Digunakan

Spektrofotometer UV (Shimadzu 1800) beserta seperangkat komputer

Sonikator (Branson 1510)