Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit HIVAIDS bukanlah jenis penyakit baru dalam dunia kesehatan. Penyakit ini telah dikenal cukup lama dimana saat ini keberadaannya semakin meluas dan dapat menyerang siapapun. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome yaitu sekumpulan gejala dan infeksi atau: sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia. Sekitar 170.000 sampai 210.000 dari 220 juta penduduk Indonesia mengidap HIVAIDS. Perkiraan prevalensi keseluruhan adalah 0,1 di seluruh negeri, dengan pengecualian Provinsi Papua, di mana angka epidemik diperkirakan mencapai 2,4, dan cara penularan utamanya adalah melalui hubungan seksual tanpa menggunakan pelindung. www.rri.co.id20090605 Jumlah kasus kematian akibat AIDS di Indonesia diperkirakan mencapai 5.500 jiwa. Epidemi tersebut terutama terkonsentrasi di kalangan pengguna obat terlarang melalui jarum suntik dan pasangan intimnya, orang yang berkecimpung dalam kegiatan prostitusi dan pelanggan mereka, dan pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria. Sejak 30 Juni 2007, 42 dari kasus AIDS yang dilaporkan ditularkan melalui hubungan heteroseksual dan 53 melalui penggunaan obat terlarang. www.rri.co.id20090605 Berdasarkan hal ini, maka permasalahan HIVAIDS merupakan permasalahan serius yang harus diatasi. Selanjutnya permasalahan ini ditangani commit to user oleh Komisi Penanggulangan AIDS KPA Nasional dan memiliki Strategi Penanggulangan AIDS Nasional untuk wilayah Indonesia. Ada 79 daerah prioritas di mana epidemi AIDS sedang meluas. Daerah tersebut menjangkau delapan provinsi: Papua, Papua Barat, Sumatra Utara, Jawa Timur, Jakarta, Kepulauan Riau, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Program-program penanggulangan AIDS menekankan pada pencegahan melalui perubahan perilaku dan melengkapi upaya pencegahan tersebut dengan layanan pengobatan dan perawatan. www.tempointeraktif.comhgnusa20090506 Diantara 8 provinsi yang diprioritaskan tersebut salah satunya adalah provinsi Jawa Tengah. Dalam konteks provinsi Jawa Tengah perkembangan penyebaran HIV dan AIDS semakin mengkhawatirkan dari tahun ke tahun sehingga dapat mengancam kesehatan masyarakat dan kelangsungan hidup manusia. Human Immunodeficiency Virus HIV penyebab Acquired Immuno deficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome AIDS adalah virus perusak sistem kekebalan tubuh manusia yang proses penularannya sulit dipantau, meningkat secara signifikan dan tidak mengenal batas wilayah, pekerjaan, usia, status sosial, dan jenis kelamin. http:www.tempointeraktif.comhgnusa20090506. Berdasarkan data yang diperoleh dari Komisi Penanggulangan Aids KPA Kota Surakarta sangat terlihat bahwa HIVAIDS dapat terjadi pada siapapun. Kota Surakarta sendiri sebagai salah satu kota yang ada di provinsi Jawa Tengah menempati posisi nomor dua setelah kabupaten Banyumas untuk urusan jumlah penderita HIVAIDS terbanyak di Jawa Tengah sejak bulan Maret 2010. Menurut commit to user Manajer Program The Global Fund-AIDS Tuberculosis Malaria District Implementing Surakarta Titiek Kadarsih, hal itu harus dipandang dari sisi positif bahwa gunung es penderita HIVAIDS di Kota Surakarta semakin terungkap. Kami menargetkan pada 2015 bisa terungkap semua gunung es, mencapai 860 penderita HIVAIDS. Jika jumlahnya lebih banyak dari itu, berarti program yang kami kerjakan saat ini tidak tepat. Kami justru ingin menemukan sebanyak- banyaknya penderita agar bisa diobati untuk mencegah penularan lebih besar, kata Titiek. Sejak Oktober 2005-Maret 2010, di Surakarta ditemukan 365 kasus HIVAIDS dengan 106 di antaranya meninggal. Dari jumlah penderita HIVAIDS, persentase terbesar ditempati wanita pekerja seksual WPS sebanyak 149 orang dan ibu rumah tangga sebanyak 74 orang. http:www.cetak.kompas.com Tabel 1.1 Hasil Pemetaan Data Populasi Kunci KPA Maret 2010 Kel Risiko Estimasi Data Lap Dijangkau Gap ODHA Penasun Idus 270 1.309 753 556 69 WPS langsung 1.310 4.307 2.863 1.444 39 Pelanggan WPS 24.350 40.474 38.675 1.799 149 Waria 80 103 103 11 6 MSMLSL 2.510 1.168 900 268 27 Ibu RTAnak 74 PLHIVODHA 860 331 156 104 364 Sumber : Data Cakupan Maret 2010, KPA Kota Surakarta Dari tabel tersebut dapat dilihat perkembangan kasus HIVAIDS di Kota Surakarta. Sampai bulan Maret 2010 ini masih terus ditemukan kasus-kasus HIVAIDS baru yang berasal dari beberapa kelompok resiko, yaitu mulai dari commit to user pengguna narkoba suntik, WPS atau wanita pekerja seks, pelanggan WPS, waria, LSL atau laki-laki seks dengan laki-laki, sampai ibu-ibu rumah tangga dan atau anaknya. Dari hasil pemetaan data populasi kunci yang dilakukan oleh KPA kota Surakarta, masih terjadi gap antara estimasi, data lapangan, dan yang telah berhasil dijangkau oleh KPA maupun LSM-LSM peduli Aids yang ada di kota Surakarta. Gap atau selisih jumlah inilah yang menguatkan asumsi bahwa masih banyak kasus-kasus HIVAIDS yang belum tersentuh oleh pemerintah ataupun institusi sosial lainnya. Selain itu, klien HIVAIDS kota Surakarta juga terus meningkat bahkan dengan cukup cepat dan berkali lipat. Masih berdasarkan data cakupan Maret 2010 KPA kota Surakarta, pada bulan Oktober 2005 jumlah penderita HIV yang tercatat hanya 2 orang saja dan terus meningkat dari waktu ke waktu sekitar 15 kali lipat hingga berjumlah 30 orang pada tahun 2009, dan sudah ada 8 penderita HIV baru yang tercatat sampai bulan Maret 2010 ini. Sedangkan untuk penderita AIDS peningkatannya jauh lebih cepat. Pada Oktober 2005, hanya tercatat 2 orang penderita dan terus meningkat sampai pada tahun 2009 ditemukan ada 73 penderita AIDS. Itu berarti terjadi pelipatgandaan sampai lebih dari 36 kali, dan telah ditemukan 11 kasus penderita AIDS baru di bulan Maret 2010. Sumber : Data Cakupan Maret 2010, KPA Kota Surakarta Semakin tingginya angka HIVAIDS di Kota Surakarta disinyalir karena masih rendahnya kesadaran masing-masing stakeholders untuk giat melakukan sosialisasi pada wilayah kerja mereka, dan rendahnya kesadaran dari masyarakat Surakarta sendiri terkait bahaya HIVAIDS yang dapat menyerang siapapun. commit to user Selama ini, HIVAIDS memang masih kalah populer dibanding kasus demam berdarah meskipun sama-sama fatal akibatnya. Untuk tahun 2010 ini anggaran yang diberikan dari APBD Surakarta untuk program penanggulangan HIVAIDS hanya sebesar 75 juta saja. Hal ini sangat kecil dibanding dengan dana LSM yang berasal dari lembaga donor luar negeri, bisa mencapai 1 miliar satu tahun untuk 5 kabupatenkota. Di tingkatan pusat, pemerintah memiliki Komisi Penanggulangan AIDS Nasional yang yang berfokus pada upaya penanganan HIVAIDS di seluruh Indonesia, selanjutnya KPA Nasional ini memiliki cabang-cabang baik di tingkat provinsi maupun kabupatenkota. KPA Surakarta merupakan instansi independen yang bertugas sebagai koordinator penanganan HIVAIDS di kota Surakarta. Semua Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD Kota Surakarta menjadi anggota KPA, meliputi semua dinas yang ada di Kota Surakarta, organisasi profesi seperti IDI, Persatuan Perawat, Organda, Apindo, dan lain-lain, dan LSM peduli AIDS yang ada di Kota Surakarta yaitu Mitra Alam Injeksi Drug User, SpekHam WPS dan pelanggan, Graha Mitra Waria, Gessang Gay, dan Yayasan Kakak Anak yang Dilacurkan sehingga diharapkan semua komponen ini bisa mengkomunikasikan dan menginformasikan tentang bahaya HIVAIDS. Berdasarkan hal ini, maka KPA merupakan koordinator utama upaya penanganan HIVAIDS di kota Surakarta dimana selanjutnya KPA Surakarta bekerjasama dengan stakeholders lain dengan tujuan penanggulangan HIVAIDS dapat jauh lebih efektif. Tugas KPA hanya sebagai koordinator. Hal ini diperkuat melalui pernyataan Drs. Prawoto Mujiyono, selaku pengelola program KPA Surakarta : commit to user “KPA itu tugasnya adalah untuk mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang ada di daerah ini yang berkaitan dengan pencegahan, penanggulangan sehingga akan terwujud penurunan angka HIV. Koordinator supaya upaya kegiatan itu berjalan lancar. KPA kan bukan lembaga implementer tapi koordinator.” Program yang dimiliki KPA selama ini antara lain sosialisasi kepada masyarakat maupun kelompok-kelompok beresiko melalui berbagai media, penjangkauan pada kelompok-kelompok beresiko untuk mau memeriksakan kesehatannya baik ke klinik IMS inveksi menular seksual yang ada di puskesmas Manahan dan Sangkrah maupun ke klinik VCT voluntary counseling and testing yang ada di RS. Dr. Moewardi dan RS. Dr. Oen, training PE peer educator atau kelompok dampingan sebaya yang akan mensosialisasikan bahaya HIVAIDS di kelompok mereka masing-masing dan training PO peer outreach atau petugas penjangkau yang bertugas mengarahkan teman sebaya untuk mau periksa ke IMS dan VCT. Perkembangan kondisi terbaru kasus-kasus HIVAIDS di Surakarta dapat selalu dipantau oleh KPA karena KPA sebagai koordinator, mengkoordinasi klinik-klinik dan LSM-LSM peduli Aids yang ada di Surakarta untuk memberikan laporan bulanan kepada KPA yang selanjutnya akan dilaporkan kepada walikota. Kerjasama yang terjalin antara KPA dengan stakeholders lain selama ini masih hanya sebatas kesepakatan bersama, sehingga terkadang stakeholders yang lain merasa tidak terlalu menganggap penting untuk ikut berperan aktif menurunkan angka HIVAIDS di Kota Surakarta atau setidaknya aktif dan sungguh-sungguh dalam upaya sosialisasi bahaya HIVAIDS di wilayah kerja mereka masing-masing. Yang terjadi selama ini, pihak LSMlah yang paling commit to user berperan menjangkau kelompok-kelompok beresiko tinggi terkena HIVAIDS dan sosialisasi kepada masyarakat. Berdasar hal inilah, maka penelitian ini menekankan pada kolaborasi antar institusi dalam upaya penurunan HIVAIDS dan tidak memfokuskan pada penurunan HIVAIDS melainkan hanya menekankan pada kolaborasi antar insitusi itu saja. Institusi yang dimaksud disini adalah KPA dengan LSM-LSM peduli Aids yang selama ini dianggap paling berperan dalam proses penanggulangan HIVAIDS di Kota Surakarta. Dengan demikian, hasil penelitian nantinya akan berfokus pada masalah kolaborasi antar institusi yang selama ini berjalan, yaitu antara KPA dengan LSM-LSM peduli Aids mengenai sejauh mana efektivitas kolaborasi tersebut dan tidak menitikberatkan pada hasil penurunan angka HIVAIDS di Kota Surakarta.

A. Rumusan Masalah