12
dengan memicu glukokinase, sehingga kadar glukosa tetap rendah dan mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel Ganong, 2005.
Sejumlah besar glukosa diproduksi oleh hati, dan sebagian digunakan untuk metabolisme glukosa di otak, sisanya diambil oleh beberapa jaringan,
terutama otot dan sebagian kecil untuk jaringan adiposa dalam keadaan puasa. Hati yang normal dapat meningkatkan produksi glukosa empat kali atau lebih, dan
efek utama dari kadar insulin yang relatif rendah untuk menahan produksi glukosa di hati. Insulin disekresikan dalam jumlah yang besar setelah makan, dan
mengurangi produksi glukosa di hati walaupun selanjutnya akan menyebabkan peningkatan uptake glukosa di otot Goldstein, 2008.
2.6 Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah sekumpulan gejala akibat gangguan metabolisme lemak, karbohidrat dan protein karena kurangnya sekresi insulin, kurangnya
aktifitas insulin maupun keduanya Ganong, 2005.
2.6.1 Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan patologi meliputi:
a. Diabetes melitus tipe 1, terjadi pada 10 dari semua kasus diabetes.
Secara umum, berkembang pada anak-anak disebabkan kerusakan sel- β
pangkreas akibat autoimun sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. b.
Diabetes melitus tipe 2, terjadi pada 90 dari semua kasus diabetes dan ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Tipe ini
disebabkan karena gaya hidup penderita.
Universitas Sumatera Utara
13
c. Diabetes tipe lain, akibat adanya kelainan genetik pada fungsi sel-
β pankreas, kelainan pada insulin, infeksi, pankreatitis, pankreatomi, obat-
obatan dan kelainan genetik lainnya. d.
Diabetes kehamilan diabetes gestasional, adalah diabetes yang timbul selama kehamilan, terjadi 4 dari semua kasus diabetes Powers, 2008.
2.6.2 Diagnosis Diabetes Melitus
Badan Data Diabetes Nasional dan Badan Kesehatan Dunia WHO menetapkan kriteria diagnosa untuk DM yaitu:
a. Glukosa Plasma Puasa GPP lebih dari 126 mgdL.
b. Glukosa Plasma GP 2 jam setelah diberikan larutan glukosa Tes
Toleransi Gluko sa Oral lebih dari 200 mgdL.
2.6.3 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi DM terbagi atas komplikasi akut dan komplikasi kronik. a.
Komplikasi Diabetes Melitus Akut Komplikasi diabetes melitus dapat muncul secara akut mendadak.
Komplikasi akut yang sering terjadi adalah: i. Reaksi hipoglikemik, gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa yaitu kurang dari 50 mgdl. ii.
Diabetes ketoasidosis DKA, pasien biasanya mengalami gejala mual, muntah, rasa nyeri yang hebat pada bagian perut, dan bahkan terjadi
pancreatitis Misnadiarly, 2006.
b. Komplikasi Diabetes Melitus Kronik
Komplikasi diabetes mellitus secara kronik menahun, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap penyakit diabetes
melitus. Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
Universitas Sumatera Utara
14
di seluruh bagian tubuh, di bagi menjadi dua yaitu makrovaskuler dan mikrovaskuler. Mikrovaskuler yaitu pada ginjal dan mata. Makrovaskuler
yaitu pada jantung koroner, pembuluh darah kaki dan pembuluh darah otak Misnadiarly, 2006.
2.6.4 Manajemen Pengobatan Diabetes Melitus
Tujuan terapi dari manajemen DM ini adalah mengurangi resiko terjadinya komplikasi, mengurangi mortalitas, dan meningkatkan kualitas hidup Triplitt,
dkk., 2008. Terapi DM dapat dilakukan secara non farmakologi, farmakologi maupun
keduanya. Pasien yang termasuk dalam klasifikasi pra-diabetes, sedapat mungkin melakukan terapi non-farmakologi terlebih dahulu bila gagal, dilanjutkan dengan
terapi farmakologi. Secara non-farmakologi dengan diet rendah karbohidrat dan olahraga yang cukup. Secara farmakologi dengan pemberian obat-obatan dan
insulin. a.
Terapi insulin Mekanisme kerja insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan
merangsang pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik. Insulin dimetabolisme di hati, ginjal dan otot Lawrence, 2005.
Prinsip terapi insulin: i.
Pasien DM tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-
sel β tidak ada. ii.
Pasien DM tipe 2, bila terapi lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
iii. Keadaan stress berat, yaitu infeksi, pembedahan atau sroke.
Universitas Sumatera Utara
15
iv. Diabetes mellitus gestasional.
v. Ketoasidosis diabetik.
vi. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
vii. Kontra indikasi atau alergi terdapat obat hipoglikemik oral.
b. Terapi obat-obatan
i. Sulfonilurea, mekanisme kerja denga
n menstimulasi insulin dari sel β- pankreas. Sulfonilurea berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang
memiliki afinitas tinggi yang berkaitan dengan saluran K-ATP pada sel β-
pankreas, yang akan menghambat effluks kalium sehingga terjadi depolarisasi kemudian membuka saluran kalsium dan menyebabkan
influks kalsium sehingga meningkatkan pelepasan insulin. Contoh obat ini tolbutamid, klorpropamida, glibenklamida, gliklazida, glipizida, glikidon
dan glimepirida. ii.
Meglitinid, obat yang termasuk golongan ini adalah repaglinid dan nateglinid. Obat ini memiliki mekanisme kerja yang mirip dengan sulfonil
urea, yaitu depolarisasi membrane dan pelepasan insulin Lawrence, 2005.
iii. Biguanida. Mekanisme kerja obat dengan aktifasi kinase pada otot skelet
dan adiposit merangsang translokasi GLUT4 ke permukaan sel sehingga terjadi peningkatan transport glukosa ke dalam sel. Metformin sering
menjadi pilihan utama dalam penanganan pasien diabetes tipe 2 obesitas, karena tidak menyebabkan peningkatan berat badan.
iv. Tiazolidinedion misalnya: rosiglitazon dan pioglitazon
Universitas Sumatera Utara
16
Golongan obat yang baru, menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan sensitifitas insulin insulin sensitizers.
v. Penghambat
α-Glukosidase misalnya: akarbose dan miglitol. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat kerja enzim alfa-glukosidase di
saluran pencernaan, sehingga reaksi penguraian polisakarida menjadi monosakarida terhambat dan memperkecil peningkatan
konsentrasi glukosa darah setelah makan Lawrence, 2005. vi.
Mimetik inkretin. Mekanisme kerja obat menyerupai efek hormon inkretin endogen, yang mampu merangsang sekresi insulin dan menghambat
pelepasan glucagon sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah. Obat golongan ini bekerja sebagai analog GLP-1 glucagon like peptide dan
dalam bentuk suntikan. vii.
Penghambat DPP-4 dipeptidylpeptidase-4 blockers. Meningkatkan konsentrasi GLP-1 dalam darah dengan menghambat degradasinya oleh
DPP-4. Misalnya: sitagliptin, vitagliptin, saxagliptin Lawrence, 2005.
2.7 Aloksan