ujung daun membulat serta memiliki akar yang berbuku-buku yang pendek. Pada umumnya, lamun dugong ditemukan pada dasar berlumpur dan berpasir, hidup
bersama dengan jenis lamun lain yaitu Enhalus acoroides dan Halophila ovalis Setyawan et al. 2009.
Pertumbuhan lamun diduga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologis dan metabolisme, serta faktor eksternal seperti zat-zat
hara dan tingkat kesuburan pertanian. Kecepatan tumbuh daun lamun dugong adalah 4,51 mm hari
-1
untuk daun baru maupun daun lama Dahuri 2003. Lamun dugong mampu tumbuh dan berkembang dalam kondisi tak beroksigen
anoxia atau berkadar oksigen rendah yang merupakan sifat habitat pasang surut yang dangkal. Hal ini disebabkan karena lamun ini mempunyai strategi metabolik
dengan mikrozoma akar aerobik sehingga mampu berkoloni di habitat laut dangkal dengan berhasil dan mengusir sebagian kelompok tumbuh-tumbuhan
lainnya Romimohtarto dan Juwana 2007.
Lamun yang dijumpai di Asia Tenggara berjumlah 20 jenis dan hanya 12 jenis lamun yang dijumpai di perairan Indonesia. Penyebaran padang lamun di
Indonesia mencakup perairan Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Lamun dugong T. hemprichii
merupakan spesies yang dominan dan dijumpai hampir di seluruh Indonesia Dahuri 2003.
Pemanfaatan lamun secara umum hingga saat ini yaitu sebagai bahan kerajinan, bahan kasur, atap rambai, bahan upholstery dan kemasan, pupuk,
penyaring limbah, stabilisator pantai, bahan untuk pabrik kertas, sumber bahan kimia penting, dan fooder makanan hewanternak KLH 2001. Ekosistem
padang lamun sangat penting artinya bagi kehidupan penyu hijau Chelonia mydas dan dugong Dugong dugon, karena tumbuhan tersebut
merupakan sumber makanan bagi kedua jenis hewan air itu. Thalassia hemprichii merupakan salah satu jenis lamun yang dikonsumsi oleh penyu hijau
Dahuri 2003.
2.2 Ekstraksi Senyawa Aktif
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain Rahayu 2009. Sudjadi 1986 juga menyatakan bahwa ekstraksi merupakan
teknik yang sering digunakan bila senyawa organik dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat ditambahkan pada fase larutan dalam airnya. Larutan
organik dan air akan terpisah dan senyawa organik akan mudah diambil ulang dari lapisan organik dengan menguapkan pelarutnya. Teknik ekstraksi bermanfaat
untuk memisahkan campuran senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat
tercampur. ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aqueus phase dan organic phase. Cara aqueus phase dilakukan dengan menggunakan air, sedangkan
cara organic phase dilakukan dengan menggunakan pelarut organik Rahayu 2009.
Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran senyawa yang dilihat dari gugus polarnya seperti gugus OH, COOH,
dan lain sebagainya. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling bercampur, kerapatan,
reaktivitas dan titik didih. Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan tidak boleh
terlalu dekat Rahayu 2009. Menurut Kurnia 2010, ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan
cara dingin dan cara panas. Cara dingin yaitu metode maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain dengan refluks, soxhlet, digesti, destilasi uap dan
infuse. Harborne 1987 mengelompokkan metode ekstraksi menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri atas:
a Maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara meredam sampel dalam
pelarut dengan atau tanpa pengadukan; b
Perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan; c
Reperkolasi, yaitu perkolasi dimana hasil perklorasi digunakan untuk melarutkan sampel di dalam perkulator sampai senyawa kimianya terlarut;
d Diakolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara.
Ekstraksi khusus terdiri atas: a
Sokletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi;
b Arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana
sampel dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan;
c Ultrasonik, yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan alat yang
menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz
2.3 Antioksidan