2.6 Serat Pangan Dietary Fiber
Serat pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat-serat
tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan. Secara kimia dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti
selulosa, hemiselulosa, pektin, dan nonkarbohidrat seperti polimer lignin, beberapa gum, dan mucilage. Karena itu dietary fiber pada umumnya merupakan
karbohidrat atau polisakarida. Berbagai jenis makanan nabati pada umumnya banyak mengandung dietary fiber Winarno 2008.
Walaupun demikian serat kasar tidaklah identik dengan dietary fiber. Menurut Scala 1975 dalam Winarno 2008 kira-kira hanya seperlima sampai
setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi sebagai dietary fiber. Kadang-
kadang juga digunakan istilah “residu non-nutritif“ untuk menunjukkan bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Akan tetapi
sesungguhnya residu non-nutritif tersebut tidak sama dengan serat pangan, meskipun ada bagian-bagian pangan yang tercakup pada keduanya. Perbedaan
utama antara keduanya adalah pada residu non-nutritif terkandung dinding sel bakteri mikroflora usus yang juga tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim
pencernaan. Secara umum serat pangan dietary fiber didefinisikan sebagai kelompok
polisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh sistem gastrointestinal bagian atas tubuh manusia. Terdapat beberapa jenis komponennya
yang dapat dicerna difermentasi oleh mikroflora dalam usus besar menjadi produk-produk terfermentasi. Serat pangan total total dietary fiber, TDF terdiri
dari komponen serat pangan larut soluble dietary fiber, SDF dan serat pangan tidak larut insoluble dietary fiber, IDF. SDF diartikan sebagai serat pangan yang
dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air yang telah dicampur dengan empat bagian etanol. Adapun IDF diartikan sebagai serat pangan
yang tidak larut dalam air panas maupun dingin. IDF merupakan kelompok terbesar dari TDF dalam makanan, sedangkan SDF hanya menempati jumlah
sepertiganya Muchtadi 2001.
Serat pangan larut dan tidak larut memiliki manfaat yang berbeda namun keduanya akan bekerja sama dan saling melengkapi. Serat larut akan membentuk
gel sehingga makanan yang mengandung serat larut dalam lambung akan menimbulkan rasa kenyang dan makanan akan tinggal lebih lama. Hal ini
dikarenakan penyerapan makanan pada dinding usus berlangsung lambat dan juga serat akan terikat pada gel yang terbentuk. Berbeda halnya dengan serat tidak
larut, serat ini tidak dapat membentuk gel dalam proses pencernaan namun tetap akan menimbulkan efek kenyang dalam lambung. Rasa kenyang yang didapat
tidak akan berbeda dengan makanan tanpa serat. Namun demikian, dengan mengonsumsi serat asupan kalori yang didapatkan lebih rendah Yuliarti 2008.
Pada masa lalu, serat pangan hanya dianggap sebagai sumber energi yang tidak tersedia non-available energy source dan hanya dikenal mempunyai efek
sebagai pencahar perut. Akan tetapi berdasarkan penelitian Muchtadi 2001 dapat diketahui bahwa terdapat suatu hubungan erat antara konsumsi serat pangan dan
insiden timbulnya berbagai macam penyakit. Salah satu contohnya yaitu pengaruh konsumsi dietary fiber pada kadar kolesterol tinggi telah dibuktikan pada pasien
sukarelawan, yang kemudian juga dibuktikan pada hewan percobaan, bahwa pasien yang memiliki kandungan kolesterol tinggi tetapi rendah konsumsi serat
bahan makanan, dengan meningkatkan konsumsi dietary fiber akan nyata turun kadar kolesterol dalam darahnya, terutama bila hal tersebut dilakukan secara
kontinyu Winarno 2008.
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat