BAB I PE DAHULUA
1.1 Latar Belakang
Dalam pengelolaan hutan alam produksi, suatu nilai ekologis dan nilai ekonomis harus diusahakan demi terciptanya Sustainable yield principle dimana sustainable yield
principle didukung oleh produktifitas yang tinggi. Pada produktifitas yang tinggi haruslah dapat memperhatikan faktor genetik dan lingkungan yang baik. Salah satu
tolak ukur produktifitas ialah pertumbuhan tanaman. Sistem TPTII adalah silvikultur hutan alam produksi yang mengharuskan adanya
tanaman pengayaan pada areal pasca penebangan secara jalur, yaitu 20 meter antar jalur dan 2,5 meter dalam jalur tanam. Salah satu keunggulan dari TPTII ini adalah dilakukan
bina pilih pada pohon inti tertentu, pemeliharaan tanaman pengayaan dan manipulasi lingkungan penutupan tajuk atau pemulihan tanah subur sehingga mendapatkan
produktifitas riap kayu yang tinggi dimana manipulasi lingkungan ini salah satunya adalah pembuatan lebar jalur yang optimal pada pertumbuhan pohon jenis tertentu.
Melihat sifat dari jenis meranti merah Shorea parvifolia dan Shorea leprosula yaitu jenis yang cepat tumbuh pada tumbuhan lokal Kalimantan dan memiliki struktur
batang pohon yang lurus dan silindris sehingga jenis ini banyak digunakan dalam produksi kayu lapis, kayu furniture, maupun kayu pertukangan. Dari permintaan ini
maka penanaman kembali jenis meranti merah agar harus dikayakan. Berkaitan dengan nilai produksi kayu komersial, sebagai tolak ukur utama dalam
produktifitas pohon yang disebut riap. TPTII dapat dipandang sebagai salah satu alternatif pengelolaan hutan alam bekas tebang. Meskipun masih dalam tahap uji coba,
namun dibeberapa HPH pelaksanaan TPTII seperti HPH Sari Bumi Kusuma SBK, HPH Erna Juliawati, dan HPH Suka Jaya Makmur, terdapat adanya pertambahan riap
tanaman terhadap jenis meranti yang memuaskan yaitu sebesar ± 2 cmtahun. Pertumbuhan jenis meranti dalam sistem TPTII, sangat dipengaruhi oleh kondisi
cahaya. Manaker 1981 menyatakan bahwa jika intensitas cahaya terlalu rendah akan menyebabkan daun menguning dan gugur, sedangkan intensitas cahaya yang terlalu
tinggi akan menyebabkan daunnya terbakar; keriting; serta warnanya pudar. Maka
perbaikan lingkungan areal penanaman TPTII yang berbentuk jalur perlu mendapat perhatian yang lebih baik. Pertumbuhan jenis meranti termasuk ke dalam gap
opportunist, sehingga kontrol cahaya meranti dalam jalur tanaman diperlukan. Dengan adanya pengaturan kontrol cahaya maka diharapkan pertumbuhan
Shorea parvifolia dan Shorea leprosula dalam penanaman jalur lebih diperhatikan dengan tidak mengesampingkan faktor faktor kondisi lingkungan lainnya. Sehingga
masing masing pertumbuhan jenis meranti ini dapat mencapai pertumbuhan yang optimal.
Berkaitan dengan hal tersebut maka penelitian mengenai pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan jenis Shorea parvifolia dan Shorea leprosula perlu
dilakukan untuk mengetahui intensitas cahaya dimana pertumbuhan meranti maksimal. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai kajian tindakan dalam manipulasi
lingkungan terhadap intensitas cahaya yang masuk ke lantai hutan, agar dapat meningkatkan pertumbuhan kedua jenis tanaman dan mencapai tingkat produktifitas
yang tinggi.
1.2 Tujuan